• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.3. Model Input Output

2.3.3. Pengertian dan Pengukuran Eksternalitas

Sumberdaya alam atau lingkungan hidup mempunyai tiga fungsi utama yaitu: sebagai sumber bahan mentah, sebagai asimilator atau pengolah limbah dan sebagai sumber hiburan atau kesenangan. Lingkungan menyediakan berbagai kebutuhan manusia mulai dari sumberdaya tanah, air, hutan, tambang dan sebagainya yang dapat digunakan sebagai sumber bahan mentah untuk diolah menjadi barang jadi atau langsung dikonsumsi. Lingkungan juga berperan sebagai asimilator yang dapat mengolah limbah secara alami dan lingkungan alami dengan berbagai keindahannya

juga berperan memberikan jasa hiburan atau kesenangan bagi manusia (Suparmoko dan Suparmoko, 2000).

Lebih lanjut dikemukan oleh Suparmoko dan Suparmoko (2000), bahwa semakin meningkatnya pembangunan demi meningkatkan kesejahteraan manusia, ternyata berdampak terhadap fungsi atau peranan lingkungan. Jumlah bahan mentah yang disediakan lingkungan semakin berkurang dan menjadi langka, kemampuan alam untuk mengolah limbah semakin berkurang karena melebihi kapasitas daya tampung lingkungan, dan kemampuan lingkungan untuk menyediakan kesenangan juga berkurang karena banyak sumberdaya alam dan lingkungan yang diubah fungsinya atau karena meningkatnya pencemaran.

Penurunan peran atau fungsi lingkungan yang terjadi akibat aktivitas ekonomi tersebut perlu diperhitungkan dalam perhitungan pendapatan nasional (GNP), sehingga indikator keberhasilan pembangunan ekonomi tersebut benar-benar mencerminkan ukuran yang sesungguhnya mengenai standar kehidupan masyarakat. Demikian pula halnya terkait dengan evaluasi peran sektor ekonomi tertentu terhadap perekonomian regional atau nasional, perlu dikoreksi dengan cara memperhitungkan biaya maupun manfaat eksternalitasnya, sehingga tidak menimbulkan bias dalam penilaian dan perencanaan pembangunan ekonomi selanjutnya.

Menurut Suparmoko dan Suparmoko (2000), eksternalitas terjadi apabila seseorang melakukan suatu kegiatan dan kegiatan tersebut menimbulkan dampak kepada orang lain baik berupa manfaat eksternal maupun biaya eksternal yang tidak memerlukan kewajiban untuk menerima atau melakukan pembayaran. Adanya eksternalitas yang sering tidak diperhitungkan tersebut menyebabkan keputusan dari pengambil kebijakan atau manajer tidak tepat dan kegiatan yang dilakukan berdasarkan keputusan tersebut tidak efisien.

Oleh karena itu, biaya dan manfaat eksternalitas dari tiap-tiap sektor ekonomi perlu diinternalisasikan. Internalisasi biaya dan manfaat lingkungan dapat dilakukan dengan memperhitungkan dampak dari suatu aktivitas terhadap sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang masih diperlakukan sebagai eksternalitas. Menurut

41

Suparmoko (2002), ada beberapa langkah operasional dan metode penilaian terhadap dampak lingkungan yang umum digunakan di berbagai negara. Langkah penilaian diawali dengan identifikasi dampak peting dari suatu kegiatan. Kemudian mengkuantifikasi besarnya dampak tersebut dan dilanjutkan dengan melakukan penilaian berdasarkan nilai uang dan analisis ekonomi dari dampak penting yang telah diidentifikasi. Adapun metode yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian ekonomi dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: a. Metode yang secara langsung menggunakan harga pasar; b. Metode yang menggunakan nilai pasar barang pengganti atau barang pelengkap; dan c. Metode yang didasarkan pada hasil survei.

Pada penelitian ini, pengukuran eksternalitas dilakukan mengikuti langkah- langkah operasional dan metode penilaian yang umum digunakan. Namun penilaian terhadap dampak penting yang telah teridentifikasi lebih banyak dilakukan berdasarkan hasil penelitian terdahulu dari berbagai belahan dunia, karena sangat terbatasnya hasil penelitian di lokasi penelitian ini dan masih rendahnya pemahaman serta penilaian masyarakat terhadap lingkungan hidup.

Eksternalitas dari suatu sektor ekonomi muncul karena adanya alih fungsi lahan atau karena adanya limbah yang dihasilkan oleh aktivitas ekonomi. Alih fungsi lahan yang umum terjadi adalah pengalihan lahan kehutanan ke sektor pertanian ataupun sektor perekonomian lainnya. Proses pengalihan fungsi lahan tersebut menyebabkan terganggunya atau rusaknya beberapa fungsi hutan sebagai penunjang kehidupan dan kerusakan tersebut tidak diperhitungkan sebagai biaya tetapi diperlakukan sebagai eksternalitas. Sedangkan limbah yang dihasilkan oleh aktivitas ekonomi yang tidak memenuhi baku mutu lingkungan merupakan suatu eksternalitas yang membebani pihak lain. Limbah yang dihasilkan berbagai aktivitas ekonomi cukup beragam, baik berupa padatan, cairan maupun gas dan beban eksternalitas dari limbah tersebut dapat bersifat lokal, regional maupun global.

Untuk mengetahui besarnya eksternalitas dari alih fungsi lahan kehutanan menjadi lahan usaha pertanian maupun kegiatan ekonomi lainnya terlebih dahulu perlu diketahui nilai total dari sumberdaya hutan. Kemudian mengidentifikasi

dampak dari alih fungsi lahan dan menilai dampak tersebut kedalam bentuk nilai uang. Menurut Krieger (2001), ekosistem hutan mempunyai nilai yang cukup besar bagi suatu kawasan, baik sebagai penghasil barang maupun jasa lingkungan. Sebagai penghasil barang, hutan merupakan penghasil kayu dan non-kayu. Sementara sebagai pemberi jasa lingkungan, hutan berfungsi mempengaruhi iklim, tata air khususnya pencegah banjir dan penyedia air, pengendali erosi dan pencegah sedimentasi, pembentukan tanah, siklus hara, asimilasi limbah, sumber plasma nutfah dan tempat rekreasi serta kebudayaan. Secara umum nilai dari suatu kawasan hutan tropis dapat mencapai lebih dari US $ 2 juta/ha.

Alih fungsi lahan kehutanan menjadi lahan pertanian akan menimbulkan berbagai dampak negatif karena hilangnya berbagai fungsi hutan antara lain: rusaknya tata air khususnya fungsi pengendali banjir dan penyediaan air, peningkatan erosi tanah, terganggunya siklus hara dan asimilasi karbon, serta penyusutan keanekaragaman hayati. Menurut Pearce and Pearce (2001), dampak negatif tersebut semakin besar lagi nilainya jika diperhitungkan berbagai fungsi hutan lainnya yang ikut hilang serta dampak turunan lainnya seperti sedimentasi dari tanah yang tererosi yang dapat menyebabkan kerusakan ekosistem di bagian hilir sungai.

Berbagai hasil penelitian yang berhasil dirangkum oleh Pearce (2001), menunjukkan bahwa nilai jasa dari suatu kawasan hutan tropis sangat bervariasi tergantung pada kondisi hutan dan fungsi dari kawasan hutan tersebut serta pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap pentingnya hutan sebagai penunjang kehidupan. Alih fungsi lahan hutan menyebabkan rusaknya fungsi hutan sebagai pengendali banjir dan penyedia air dengan nilai bervariasi antara US $ 0- 24/ha di Kameron (Yaron 2001 dalam Pearce 2001), sedangkan di Malaysia bervariasi antara US $ 0-15/ha (Kumari 1996 dalam Pearce 2001) dan US $ 12/ha di Guatemala (Ammour et al. 2000 dalam Pearce 2001).

Alih fungsi lahan juga menyebabkan menyusutnya keanekaragaman hayati hutan hujan tropis dengan nilai bervariasi US 0,01-21/ha (Pearce and Moran 1994), sedangkan menurut Balick dan Mendelsohn (1992 dalam Bann 1997), nilai

43

keanekaragaman hayati hutan tropis berkisar antara US $ 9-61/ha. Tingginya nilai keanekaragaman hayati tersebut karena banyaknya tanaman yang dapat dijadikan sebagai bahan baku obat-obatan dan sumber plasma nutfah berbagai jenis tanaman pertanian.

Alih fungsi lahan hutan umumnya dilakukan dengan cara tebang, tebas dan bakar, sehingga menimbulkan emisi gas CO2 dan hilangnya kemampuan untuk mengabsorsi CO2 serta hilangnya kemampuan untuk memproduksi O2. Nilai eksternalitas dari emisi CO2 sangat bervariasi tergantung dari kondisi hutan dan kandungan masa karbon yang terbakar. Kandungan karbon, suatu kawasan hutan primer dapat mencapai 200 ton/ha, sementara kandungan karbon hutan yang terbuka diperkirakan 100 ton/ha (Bann 1997). Dengan harga transaksi karbon yang berlaku saat ini yaitu US $ 5/ton, maka alih fungsi lahan hutan dapat menimbulkan emisi karbon sebesar US $ 500-1.000/ha.

Alih fungsi lahan juga menyebabkan hilangnya fungsi hutan dalam menyediakan unsur hara dan pengendali erosi. Alih fungsi lahan menyebabkan terjadi peningkatan erosi tanah karena lahan menjadi terbuka pada saat dialihfungsikan. Kerugian akibat erosi dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan biaya pengganti unsur hara yang hilang karena erosi. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa hutan dapat mencegah kerugian akibat erosi tanah di Turki mencapai US $ 46/ha (Bann 1998 dalam Pearce 2001). Sementara itu,

Manurung (2001), dalam menganalisis biaya lingkungan konversi hutan menjadi

perkebunan kelapa sawit, memberikan penilaian fungsi hutan untuk mengendalikan erosi tanah sebesar US $ 53/ha. Pada penelitian ini, kerugian akibat erosi dianalisis dengan menggunakan pendekatan pendugaan erosi tanah berdasarkan Universal Soil Loss Equation (USLE) dan pendekatan biaya pengganti unsur hara yang hilang karena erosi.

Selanjutnya valuasi ekonomi terhadap eksternalitas limbah yang dihasilkan berbagai sektor ekonomi dilakukan melalui identifikasi jumlah limbah yang dihasilkan dan dampaknya terhadap lingkungan. Kemudian hasil identifikasi tersebut dinilai kedalam bentuk nilai uang. Penilaian dampak limbah terhadap

lingkungan kedalam bentuk nilai uang dilakukan berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dihimpun oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dan dijadikan sebagai acuan dalam penilaian/valuasi ekonomi dampak lingkungan (Intergovernmental Panel on Climate Change 2003).