• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Karakter, Pendidikan Karakter, dan Ranah Ranahnya 1 Karakter

Dalam dokumen hiski buku3compressed (Halaman 153-155)

MENANAMKAN PENDI DI KAN KARAKTER KEPADA SI SWA MELALUI SASTRA

1. Pendahuluan 1 Latar Belakang

2.1 Pengertian Karakter, Pendidikan Karakter, dan Ranah Ranahnya 1 Karakter

Didunia pendidikan atau sekolah tentu kita sudah mendengar istilah seperti karakter, guru berkarakter, dan pendidikan berkarakter. Sebenarnya apa itu karakter? Dari buku yang dikarang oleh Prof.Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. (1994), secara harfiah karakter artinya moral, nama, atau reputasi.

Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti. Karakter dapat diartikan sebagai tabiat, perangai atau perbuatan yang selalu dilakukan atau kebiasaan. Suyanto (2009) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara. Pritchard (1988: 467) mendefisikan karakter sebagai sesuatu yang berkaitan dengan kebiasaan hidup individu yang bersifat menetap dan cenderung positif.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat dinyatakan bahwa karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu, yang merupakan kepribadian khusus yang membedakan dengan individu lain.

2.1.2 Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter dimaksudkan sekaligus sebagai pembentukan karakter. Usaha pendidikan dan pembentukan karakter yang dimaksud tidak terlepas dari pendidikan dan penanaman moral atau nilai kepada siswa. Pendidikan karakter itu sendiri merupakan sebuah proses panjang, yaitu proses pembelajaran untuk menanamkan nilai luhur, budi pekerti, akhlak mulia yang berakar pada ajaran agama, adat-istiadat, dan nilai keindonesiaan dalam rangka mengembangkan kepribadian siswa supaya menjadi manusia yang bermartabat, menjadi warga bangsa yang berkarakter sesuai dengan nilai luhur bangsa dan agama (Sardiman, 2009:76). Dapat dipahami bahwa pendidikan karakter fokus pada pendidikan nilai luhur dengan variasinya. Pendidikan karakter dalam usaha pembentukan karakter tidak diajarkan secara mandiri sebagai sebuah bahan ajar sebagaimana halnya mata pelajaran yang lain, melainkan termuat dan diikutsertakan dalam pembelajaran berbagai mata pelajaran tersebut, baik dalam proses dan strategi pembelajaran menyatu dalam bahan ajar. Jadi, pendidikan karakter dapat masuk dalam pembelajaran agama, kesenian, bahasa dan sastra, sejarah, matematika, dan lain-lain.

Berbagai teks kesastraan diyakini mengandung unsur moral dan nilai yang dapat dijadikan bahan baku pendidikan dan pembentukan karakter. Teks sastra diyakini mengandung suatu ajaran karena tidak mungkin pengarang menulis tanpa pesan moral. Semestinya hal yang bernuansa nilai luhur yang lazimnya menjadi sikap dan perilaku tokoh cerita itu adalah untuk dimengerti, direnungkan, dan diteladani dalam sikap dan perilaku hidup keseharian. Kandungan teks itulah sebenarnya yang mengandung muatan

moral dan nilai-nilai. Muatan inilah yang dapat dijadikan sebagai bahan baku pendidikan dan pembentukan karakter siswa melalui strategi yang paling mengena. Misalnya, membaca sastra sekaligus belajar tentang kehidupan, mengajarkan nilai luhur kehidupan tetapi siswa tidak merasa sedang diajari. Pembahasan ini tidak hanya terpusat pada pendidikan karakter saja, tetapi kemudian pendidikan karakter dikaitkan dengan dunia anak-anak dan sastra.

Mengapa pendidikan karakter dikaitkan dengan dunia anak- anak? Prof.

Dr. Henry Guntur Tarigan (1995: 14) memberi pengertian istilah anak-anak adalah insan yang berusia antara dua sampai dua belas tahun, mencakupi anak-anak prasekolah dan

sekolah dasar. Ditinjau dari segi usia, anak-anak prasekolah dibagi lagi atas empat

kelompok, anak-anak sekolah dibagi atas tiga kelompok. I tu adalah pengertian yang dilihat secara teoritis, sementara dilihat dari sisi yang lain, misalnya psikologi, masa anak- anak pada umumnya merupakan masa yang sangat sensitif sekali untuk menerima segala apa yang ada di lingkungannya. Pendek kata anak-anak merupakan pendengar yang baik dan peniru yang baik. Pasalnya segala apa yang dilihat dan didengarnya dapat dipastikan kemudian akan ditiru dan dipraktikkan dalam kehidupannya.

Dalam kaitannya dengan tema tulisan ini, saat seperti inilah yang sangat tepat untuk memberikan pendidikan karakter kepada anak-anak. Anak-anak akan mudah menerima pendidikan yang disampaikan, menerima segala apa yang didengar dan dilihatnya. Pendidikan karakter masuk sebagai bahan ajar yang relevan dengan kondisi bangsa saat ini dan menjadi bahan pendidikan yang sangat penting.

Pertanyaannya kemudian adalah mengapa sastra yang diambil sebagai media untuk pembentuk karakter, menyampaikan atau mengajarkan tentang pendidikan karakter. Sebagai sebuah ilmu yang banyak menyimpan pengertian, sastra hadir sebagai penyejuk di tengah padang pasir kehidupan kita. Sastra dapat menjadi alternatif bagi orang-orang yang bosan dengan kehidupan yang kaku. Dengan cara bercerita (yang merupakan sastra audio) anak semakin antusias atau lebih tertarik untuk lebih mendengarkan cerita atau dongeng tersebut.

Pada dasarnya memang anak suka sekali kalau diceritakan atau didongengkan sesuatu dan biasanya lebih masuk ke dalam diri anak tersebut. Di samping itu, malalui karya sastra anak sejak dini dapat melakukan olah rasa, olah batin, dan olah budi secara intens sehingga secara tidak langsung anak memiliki perilaku dan kebiasaan positif melalui proses apresiasi dan berkreasi melalui karya sastra. Melalui karya sastra, anak akan mendapatkan pengalaman baru yang unik yang belum tentu dapat mereka dapatkan dalam kehidupan nyata. Anak dapat belajar dan bergaul secara langsung tentang karakter unik dan mulia yang dikenal dengan sembilan pilar dalam pendidikan karakter, yakni (1) cinta Tuhan dan kebenaran, (2) tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian, (3) amanah, (4) hormat dan santun, (5) kasih sayang, kepedulian, dan kerja sama (6) percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah, (7) keadilan dan kepemimpinan, (8) baik dan rendah hati, (9) toleransi dan cinta damai. Artinya pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena bukan sekadar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang hal yang baik sehingga siswa menjadi paham (ranah kognitif) tentang mana yang baik dan salah, sampai merasakan (ranah afektif) nilai yang baik dan mau melakukan (ramah psikomotor).

Dalam dokumen hiski buku3compressed (Halaman 153-155)