• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kemiskinan

Papilaya (2006) menyatakan terdapat dua sudut pandang dalam memahami substansi kemiskinan di Indonesia. Pertama, kelompok pakar dan aktivis LSM yang mengatakan bahwa, kemiskinan pada hakekatnya adalah campur tangan yang terlalu luas dari negara dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan. Kedua, kelompok para pejabat yang melihat inti dari masalah kemiskinan sebagai masalah budaya. Orang menjadi miskin karena tidak memiliki etos kerja yang tinggi, tidak memiliki jiwa wiraswasta dan pendidikan yang rendah.

2.1.1 Pengertian Kemiskinan Menurut Pakar

Pengertian kemiskinan sangat beragam, yaitu mulai dari sekedar ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan hingga pengertian lebih luas yang memasukkan komponen-komponen sosial dan moral. Definisi kemiskinan mengalami perkembangan sesuai dengan penyebabnya yaitu, pada awal 1990-an definisi kemiskinan telah diperluas tidak hanya berdasarkan tingkat pendapatan, tetapi juga mencakup ketidakmampuan di bidang kesehatan, pendidikan dan perumahan. Belakangan ini pengertian kemiskinan telah mencakup dimensi kerentanan, ketidakberdayaan dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi (Komite Penanggulangan Kemiskinan, 2003).

Menurut Sajogyo (1978), mereka yang disebut miskin adalah jika pengeluarannya kurang dari 320 kg beras di desa dan kurang dari 480 kg beras di

kota tiap tahun tiap jiwa. Pembatasan garis kemiskinan tersebut masih terbatas pada pemenuhan pangan, belum memperhitungkan kebutuhan lainnya.

Definisi orang miskin hanya dari sudut pemenuhan konsumsi saja sudah tidak cukup karena: (1) pengertian ini sering tidak berhubungan dengan definisi kemiskinan yang dimaksud oleh orang miskin itu sendiri dan tidak cukup untuk memahami realitas kemiskinan, (2) pengertian tersebut dapat menjerumuskan kepada kesimpulan yang salah, bahwa menanggulangi kemiskinan cukup hanya dengan menyediakan bahan makanan yang memadai, dan (3) pengertian tersebut telah terbukti tidak bermanfaat bagi pengambil keputusan ketika merumuskan kebijakan lintas sektoral dan bisa kontra produktif (Smeru, 2002). Todaro dan Smith (2003) mendeskripsikan siapa sesungguhnya kaum miskin (the poor), sebagai berikut :

Mereka itu berjumlah lebih dari tiga perempat total penduduk dunia yang kini hampir mencapai enam milyar jiwa, nasibnya jauh kurang beruntung karena sehari-hari harus hidup dalam kondisi serba kekurangan. Mereka tidak memiliki rumah sendiri dan kalau pun punya, ukurannya begitu kecil. Persediaan makanan yang ada juga acap kali tidak memadai. Kondisi kesehatan mereka pada umumnya tidak begitu baik atau bahkan buruk, dan banyak dari begitu dari mereka buta huruf serta menganggur. Masa depan mereka untuk mencapai suatu kehidupan yang lebih baik biasanya suram atau sekurang-kurangnya tidak mampu.

Dapat disimpulkan bahwa kemiskinan sesungguhnya bukanlah semata- mata masalah kekurangan pendapatan dan harta(lack of income and assets), akan tetapi lebih luas daripada itu. Kemiskinan adalah masalah rendahnya kualitas sumberdaya manusia, masalah lapangan kerja dan masalah ketidakpastian masa depan.

19

2.1.2 Pengertian Kemiskinan Menurut Pemerintah

Kriteria terbaru mengenai rumahtangga miskin telah ditetapkan oleh BPS (2006), pada 14 kriteria rumahtangga miskin yang digunakan dalam rangka penyaluran Bantuan Langsung (BLT). Kategorisasi rumahtangga miskin berdasarkan pendekatan pengeluaran rumahtangga per bulan, yaitu: (1) sangat miskin: kurang dari Rp 480 000, (2) miskin: antara Rp 480 000– Rp 700 000, dan (3) hampir miskin, yaitu lebih dari Rp 700 000. Pengertian kemiskinan menurut pemerintah disajikan pada Tabel 4.

BAPPENAS (2005) menyatakan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain: terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik baik bagi perempuan maupun laki-laki. BAPPENAS menggunakan beberapa pendekatan utama dalam rangka memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin. Pendekatan tersebut antara lain: pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach) serta pendekatan objective dan subjective.

Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga dan masyarakat dalam

memenuhi kebutuhan minimum. Kebutuhan dasar tersebut antara lain: pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi.

Tabel 4. Pengertian Kemiskinan Menurut Beberapa Lembaga Pemerintah

Lembaga Pemerintah

Pengertian Kemiskinan

BAPPENAS

(2005)

Kemiskinan mencakup unsur-unsur: (1) ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar (pangan, pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih, transportasi, dan sanitasi), (2) kerentanan, (3)

ketidakberdayaan, dan (4) ketidakmampuan menyalurkan aspirasinya KPK

(2003)

Secara umum masyarakat miskin ditandai oleh ketidakberdayaan: (1) tidak mempunyai daya/kemampuan untuk memenuhi kebutuhan

dasar seperti pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan (basic need deprivation)

(2) Tidak mempunyai daya/kemampuan untuk melakukan kegiatan usaha produktif

(3) Tidak mempunyai daya/kemampuan untuk menjangkau akses sumberdaya sosial dan ekonomi (inaccessibility)

(4) Tidak mempunyai daya/kemampuan untuk menentukan nasibnya sendiri, senantiasa mendapat perlakukan diskriminatif, mempunyai perasaaan ketakutan dan kecurigaan, serta sikap apatis dan fatalistik (5) Tidak mempunyai daya/kemampuan untuk membebaskan diri dari

mental dan budaya miskin serta senantiasa merasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah

BPS (2006)

14 kriteria rumahtangga miskin, yaitu:

(1) Luas lantai bangunan tempat tinggal yang dimanfaatkan untuk aktivitas sehari-hari

(2) Jenis lantai bangunan tempat tinggal terluas terdiri dari tanah/bambu/kayu berkualitas rendah

(3) Jenis dinding bangunan tempat tinggal terluas terdiri dari bambu/kayu berkualitas rendah

(4) Fasilitas tempat buang air besar (jamban/kakus) digunakan secara bersama-sama atau menggunakan secara umum

(5) Sumber air minum adalah mata air yang tidak terlindung/sungai/air hujan

(6) Sumber penerangan utama bukan listrik

(7) Jenis bahan bakar untuk memasak sehari-hari dari kayu/arang/minyak tanah

(8) Jarang atau tidak pernah membeli dagang/ayam/susu setiap minggunya

(9) Anggota rumahtangga hanya mampu menyediakan makan dua kali dalam sehari

(10) Tidak mampu membeli pakaian baru minimal satu stel setiap tahun (11) Bila jatuh sakit tidak berobat karena tidak ada biaya untuk berobat (12) Pekerjaan utama kepala keluarga sebagai buruh kasar dan atau tidak

bekerja

(13) Pendidikan tertinggi yang ditamatkan kepala keluarga SD ke bawah (14) Ada tidaknya barang dalam keluarga yang dapat dijual dengan nilai

21

Menurut pendekatan pendapatan, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset dan alat-alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini, menentukan secara rigid standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya. Pendekatan kemampuan dasar menilai kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan (the welfare approach) menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Pendekatan subyektif menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri.

2.1.3 Pengertian Miskin Menurut Lembaga Multilateral

Menurut World Bank (2000) kemiskinan merupakan suatu masalah yang bersifat multidimensi sebagai berikut:

Poverty is hunger. Poverty is lack of shelter. Poverty is being sick and not being able to go to school and not knowing to know how to read. Poverty is not having job, is fear for the future, living one day at a time. Poverty is losing a child to illness bring about by unclean water. Poverty is powerlessness, lack of representation and freedom.

Walaupun fenomena kemiskinan itu merupakan sesuatu yang kompleks dalam arti tidak hanya berkaitan dengan dimensi ekonomi, tetapi juga dimensi- dimensi lain di luar ekonomi, namun selama ini kemiskinan lebih sering dikonsepsikan dalam konteks ketidakcukupan pendapatan dan harta (lack of

income and assets) untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan, pakaian, perumahan, tingkat pendidikan dan kesehatan yang dapat diterima, yang semuanya berada dalam lingkup dimensi ekonomi. Aset dalam hal ini mencaku: human assets, natural assets, physical asset, financial assets dan social assets (World Bank, 2000). Ketidakcukupan pendapatan dan harta (lack of income and asset) bahkan telah dilihat salah satu penyebab utama dari kemiskinan.

Kemiskinan menurut World Bank adalah tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan pendapatan US$ 1.00 per hari bagi negara yang tergolong negara berpendapatan sangat rendah (very low-income countries). Kemiskinan diukur dengan standar pendapatan US$ 2.00 untuk negara-negara tergolong negara dengan pendapatan sedang (middle-level income countries) dan US$ 14.00 bagi negara-negara kaya.