• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Strategi Penanggulangan Kemiskinan

Menurut Mc. Nicholas (1977), strategi adalah suatu seni menggunakan kecakapan dan sumberdaya suatu organisasi untuk mencapai sasarannya melalui hubungannya yang efektif dengan lingkungan dalam kondisi yang paling menguntungkan. Salusu (1996) menyatakan pengertian strategi secara terinci yaitu: (1) suatu pola keputusan yang konsisten, menyatu dan integral, (2) menentukan dan menampilkan tujuan/sasaran jangka panjang, program aksi, dan prioritas sumberdaya, (3) menyeleksi bidang yang akan digeluti, (4) mencoba mendapatkan keuntungan yang mampu bertahan lama dengan memberikan respon yang tepat terhadap peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal dan kekuatan, serta kelemahannya, dan (5) melibatkan semua tingkatan hierarki dari organisasi.

Johnson dan Kevan (1993) menyatakan manajemen strategi setidaknya melalui tiga mata rantai yakni perumusan strategi (strategic analyses), impelementasi strategi (stategic implementation)danstrategic choice (evalution).

35

Tahap perumusan strategi, termasuk di dalamnya mengenali peluang dan ancaman eksternal, menetapkan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan objektif jangka panjang, menghasilkan strategi alternatif dan memilih strategi tertentu untuk dilaksanakan. Tahap implementasi di dalamnya termasuk menetapkan objektif tahunan memperlengkapi kebijakan, mengalokasikan sumberdaya, mengembangkan budaya organisasi yang dapat mendukung strategi dan menciptakan struktur oganisasi yang obyektif. Tahap evaluasi strategi, tahap ini dilakukan untuk memperoleh informasi kapan/bilamana suatu strategi tidak lagi berfungsi dengan baik. Semua strategi dapat dimodifikasi baik karena faktor internal maupun eksternal maka perlu untuk: (1) meninjau faktor internal dan eksternal, (2) mengatur prestasi, dan (3) mengambil tindakan korektif.

Sumber: Johnson dan Kevan, 1993

Gambar 4. Pengaruh-Pengaruh terhadapStrategic Analysis Resources Strategic Capability The Environment Culture Stakeholder Expectation Strategic Analyses Strategic Options Strategic Implementation Identifying Strategic Options Evaluating Option Selecting

Strategy ManagingStrategic Changes Organization Structure Design Planning Allocation

Nurmanaf et al. (2000) menyatakan upaya pengentasan kemiskinan dapat diuraikan dalam tiga strategi utama. Ketiga strategi tersebut meliputi: (1) pertumbuhan ekonomi secara umum sebagai cara efektif untuk mengurangi kemiskinan jangka panjang berupa perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan pemerintah dan pendapatan masyarakat, (2) program khusus untuk meningkatkan kesempatan memperoleh pendapatan bagi masyarakat miskin, dan (3) program sosial jangka pendek dengan sasaran masyarakat miskin secara langsung untuk membantu memenuhi kebutuhan minimum pada standar hidup pokok. BAPPENAS (2005) dalam kaitan dengan penanggulangan kemiskinan, menetapkan lima strategi nasional penanggulangan kemiskinan, yaitu:

1. Perluasan kesempatan, yaitu untuk menciptakan kondisi dan lingkungan ekonomi, politik dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin, baik laki-laki dan perempuan dapat memperoleh kesempatan seluas-luasnya dalam pemenuhan hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan 2. Pemberdayaan kelembagaan masyarakat yaitu untuk memperkuat

kelembagaan sosial, ekonomi, politik, budaya dan memperluas partisipasi masyarakat miskin, baik laki-laki maupun dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar.

3. Peningkatan kapasitas, yaitu untuk mengembangkan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha masyarakat miskin, baik laki-laki maupun perempuan agar dapat memanfaatkan perkembangan lingkungan.

4. Perlindungan sosial, yaitu untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi kelompok yang rentan (perempuan kepala rumahtangga, fakir miskin,

37

orang jompo, anak terlantar dan penyandang cacat) dan masyarakat miskin baru, baik laki-laki maupun perempuan yang disebabkan oleh bencana alam, dampak krisis ekonomi dan konflik sosial.

5. Penataan kemitraan global, yaitu untuk mengembangkan dan menata ulang hubungan dan kerjasama internasional guna mendukung pelaksanaan keempat strategi tersebut.

Kebijakan penanggulangan kemiskinan selama ini didesain secara sentralistik oleh pemerintah pusat yang diwakili BAPPENAS. BAPPENAS merancang program penanggulangan kemiskinan dengan dukungan alokasi dan distribusi anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan utang kepada Bank Dunia serta lembaga keuangan multinasional lainnya. Berkat alokasi anggaran yang memadai, pemerintah pusat menjalankan kebijakan sentralistik dengan program-program yang bersifat karitatif. Sejak tahun 1970-an di bawah kebijakaneconomic growth sampai dengan sekarang, pemerintah pusat menjadikan desa sebagai obyek dari seluruh proyek yang dijalankan untuk menanggulangi kemiskinan.

Berdasarkan kebijakan tersebut, pemerintah pusat menjalankan program- programnya dalam bentuk: (1) menurunkan jumlah persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan melalui bantuan kredit, jaminan usaha dan pengadaan sarana dan prasarana di desa seperti Puskesmas, Inpres, KUD dan sebagainya, (2) mengusahakan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat miskin melalui distribusi sembako yang dibagikan secara gratis kepada penduduk miskin, (3) mengusahakan pelayanan kesehatan yang memadai dengan menyebarkan tenaga-tenaga kesehatan ke desa dan pengadaan obat-obatan melalui Puskesmas,

(4) mengusahakan penyediaan fasilitas pendidikan dasar dengan memperbanyak pendirian sekolah-sekolah Inpres, (5) menyediakan kesempatan bekerja dan berusaha melalui proyek-proyek perbaikan sarana dan prasarana milik pemerintah, penyediaan kredit dan modal usaha yang diberikan dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat miskin, (6) memenuhi kebutuhan perumahan dan sanitasi dengan memperbanyak penyediaan rumah-rumah sederhana untuk orang miskin, (7) mengusahakan pemenuhan air bersih dengan pengadaan PAM, dan (8) menyediakan sarana listrik masuk desa, sarana telekomunikasi dan sejenisnya.

Sahdan (2005) menyatakan berbagai program yang dijalankan oleh pemerintah tersebut lebih banyak menuai kegagalan dibandingkan dengan keberhasilannya. Program Kredit Usaha Tani (KUT) merupakan salah satu di antara serangkaian program pemerintah yang menuai kegagalan. Sejak tahun 2000, program KUT yang dianggap gagal total diganti pemerintah dengan program baru yakni Program Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada bank, pemerintah hanya bertindak sebagai pemberi subsidi pada tahap awal. Berdasarkan target pemerintah, program ini menuai sukses tahun 2004, tetapi tetap mengalami kegagalan karena kesulitan bank menyalurkan kredit kepada petani dan kesulitan petani membayar bunga kredit.

Program Pengembangan Kecamatan (PPK) merupakan lain yang dilakukan selain program KUT dan KKP. Program ini bertujuan mengurangi kemiskinan di tingkat pedesaan, sekaligus memperbaiki kinerja pemerintah daerah dengan cara memberi bantuan modal dan pengadaan infrastruktur. Inti dari program ini adalah perencanaan yang melibatkan masyarakat, laki-laki dan

39

perempuan, termasuk masyarakat miskin. Program ini dirancang melalui mekanisme musyawarah mulai dari tingkat dusun hingga ke tingkat kecamatan. Program ini di beberapa daerah mengalami kegagalan, karena tidak adanya perencanaan yang matang dan juga kurangnya transparansi penggunaan dan alokasi anggaran kepada masyarakat desa.

Dalam rangka penanggulangan kemiskinan pula diluncurkan berbagai Inpres, seperti Inpres Kesehatan, Inpres Perhubungan, Inpres Pasar, Bangdes dan yang agak belakangan namun cukup terkenal adalah Inpres Desa Tertinggal (IDT). Dapat dicatat juga program-program pemberdayaan lainnya seperti Program Pembinaan dan Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K), Program Tabungan dan Kredit Usaha Kesejahteraan Rakyat (Takesra- Kukesra) dan Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT). Hampir semua departemen mempunyai program penanggulangan kemiskinan, dan dana yang telah dikeluarkan pemerintah untuk pelaksanaan program-program tersebut telah mencapai puluhan trilyun rupiah namun kondisi kemiskinan belum banyak berubah (Sulekale, 2003 dan Sajogyo, 1997).

Dapat disimpulkan bahwa kebijakan penanggulangan kemiskinan yang hanya bertumpu pada pertumbuhan makro yang selama ini didesain secara sentralistik oleh pemerintah pusat yang diwakili BAPPENAS tidak cukup. Berbagai program yang dijalankan oleh pemerintah tersebut, lebih banyak menuai kegagalan dibandingkan dengan keberhasilannya. Strategi yang terpusat, tidak memperhatikan faktor penyebab dan karakteristik spesifik lokasi akan menuai kegagalan. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dirumuskan strategi penanggulangan kemiskinan spesifik lokasi.