• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGENAL ETNIK BADUY DALAM

2.6. Pengetahuan Tentang Kesehatan

Masyarakat Etnik Baduy Dalam memperoleh pengetahuan didapat melalui pendidikan informal, yaitu didapatkan secara turun temurun yang disampaikan oleh orang. Kategori usia anak sangat menentukan siapa yang harus memberikan pengetahuan tentang bekal hidupnya sebagai warga Tangtu. Dari fakta yang ditemukan dilapangan, usia anak-anak 0-5 tahun pendidikan sepenuhnya ditangani oleh orang tua masing-masing sesuai jenis kelaminnya. Sedangkan usia 6 th ke atas lebih tua banyak ditangani oleh kokolot adat. Pendidikan selanjutnya diserahkan kepada adat atau yang diberi wewenang oleh adat untuk transfer pengetahuan. Pengetahuan dimaksud diantaranya, tentang hak dan kewajiban manusia sebagai warga Baduy. Termasuk di dalamnya perihal budi pekerti dalam kehidupan sehari-hari.

Memang tidak ada pendidikan formal, tidak ada lokasi sekolahan atau ruang khusus untuk menerima pelajaran. Sehingga pengetahuan-pengetahuan tersebut disampaikan kepada warganya yang berhak diantaranya melalui; ceritera

sehari-hari tentang baik-buruk, boleh-tidaknya dilakukan secara adat ataupun secara umum. Lebih banyak disampaikan tentang bagaimana menghormati dan menghargai sesama manusia, bagaimana menjaga lingkungan alam. Untuk menjaga lingkungan alam ini diantaranya memang tampak dalam pola tata-letak perkampungan dan menjaga kebersihan lingkungan kampungnya. Ini diwujudkan dengan menyediakan tempat sampah dari bambu dianyam yang diberi tiang, tujuannya memudahkan untuk memasukkan sampah ke dalam keranjang sampah tanpa turun dari lantai panggung. Umumnya tempat sampah tersebut ditempelkan pada tiang sosoran rumah bagian depan, teras atau dalam bahasa daerahnya disebut gegajegan.

Sistem pengetahuan orang Baduy adalah Pikukuh yaitu memegang teguh segala perangkat peraturan yang diturunkan oleh leluhurnya. Dalam hal pengetahuan ini, orang Baduy memiliki tingkat toleransi, tata krama, jiwa sosial, dan teknik bertani yang diwariskan oleh leluhurnya. Dalam pendidikan modern orang Baduy masih tertinggal jauh namun mereka belajar secara otodidak. Jadi sebetulnya orang Baduy sangat informasional, tahu banyak informasi. Hal ini ditunjang karena kegemaran sebagai orang rawayan (pengembara).

2.6.1. Konsepsi Mengenai Sehat dan Sakit

Masyarakat merasa sehat apabila bisa melaksanakan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Misalnya :

a. Bisa pergi ke ladang untuk mengolah ladang dengan nyaman, sehingga bisa berharap mendapatkan hasil ladang yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

b. Bila hatinya merasa senang, sehingga bisa melaksanakan kegiatan adat, seperti: gotong royong untuk perbaiki rumah,

gotong royong perbaiki jembatan, gotong royong membuka ladang baru atau kegiatan lainnya.

Masyarakat Etnik Baduy pada prinsip yang dikatakan sakit adalah apabila secara perorangan tidak bisa bekerja ke ladang, tidak bisa bangun dan tidak bisa berjalan. Yang lebih jauh lagi apabila hati merasa tidak nyaman, pikiran tidak terfokus, artinya tidak jelas apa yang dipikirkan. Adapun sebab orang menjadi sakit menurutnya karena tidak terpenuhinya kebutuhan sehari-hari. Mereka tidak akan pergi ke Puskesmas atau ke bidan apabila masih bisa ditangani sendiri. Karena sangat mengakui kemujaraban tumbuhan-tumbuhan yang tumbuh di sekitar kampung Tangtu atau panamping.

2.6.2. Penyembuhan Tradisional

Warga Baduy Tangtu mengakui keberadaan penyembuh tradisional yang memiliki beberapa istilah dalam kedudukan sosial yang berbeda yaitu:

1) Dukun

Menyembuhkan berbagai penyakit medis maupun non medis dengan menggunakan sarana berupa obat-obatan herbal yang ada di sekeliling kampung Baduy. Tugas lainnya adalah membagi para Bengkong untuk menjalankan tugasnya baik di wilayah Baduy Tangtu ataupun Baduy Panamping.

Untuk menjadi dukun tidak semua orang bisa mencalonkan diri, sebagai syarat minimal harus ada unsur keturunan. Kemudian dipilih oleh masyarakat dan diajukan oleh kokolot adat yang pada akhirnya akan disyahkan oleh Puun. 2) Bengkong

Bengkong adalah dukun sunat yang ketika menjalankan tugasnya menunggu ditugaskan oleh dukun. Bengkong ini dipilih

oleh warga karena berdasar atas keturunan, kemudian diajukan kekolot adat dan selanjutnya disyahkan oleh Puun.

2.7. Bahasa

Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek Sunda–Banten. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanékés Dalam tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat-istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja. Ciri bahasa yang digunakan Etnik Baduy adalah tidak memiliki tinggi-rendah bahasa dengan aksen tinggi dalam lagu kalimat.

Orang Kanékés tidak mengenal sekolah, karena pendidikan formal berlawanan dengan adat-istiadat mereka. Mereka menolak usulan pemerintah untuk membangun fasilitas sekolah di desa-desa mereka. Bahkan hingga hari ini, walaupun sejak era Suharto pemerintah telah berusaha memaksa mereka untuk mengubah cara hidup mereka dan membangun fasilitas sekolah modern di wilayah mereka, orang Kanékés masih menolak usaha pemerintah tersebut. Akibatnya, mayoritas orang Kanékés tidak dapat membaca atau menulis.

Etnik Baduy Dalam komunikasi sehari-hari bertutur kata dengan menggunakan bahasa Sunda dengan dialek Baduy. Dialek Baduy ini meruapakan salah satu dialek Bahasa Sunda. Banyak dipahami oleh masyarakat pendukung Budaya Sunda, bahwa bahasa yang digunakan oleh Etnik Baduy merupakan bahasa yang kasar. Namun dalam penuturan sehari-hari khususnya dengan para kokolot adat, juga ada yang menuturkan dengan bahasa halus. Dialek Baduy dapat dipahami oleh penutur bahasa Sunda

lainnya, meskipun terdapat cukup banyak kosa kata yang berbeda pada kedua bahasa tersebut.

Demikian pula seiring dengan tatanan strata sosial bahasa ikut menyesuaikan. Artinya antara strata yang lebih rendah akan menggunakan bahasa yang lebih halus atau penghormatan terhadap strata yang lebih tinggi. Banyak orang mengatakan bahwa Orang Baduy Dalam tidak mengenal strata bahasa/tingkatan bahasa (undak usuk basa), tapi ketika peneliti di lapangan saat itu di Kampung Cibeo menemukan strata bahasa tersebut.

Hubungan anak-anak dengan orang tua, masyarakat dengan pejabat (Jaro, Puun, Tokoh Adat). Fakta di lapangan menunjukkan adanya beberapa jenis sebutan yaitu: Sebutan untuk Pejabat telah tertuang dalam Peraturan Desa Kanékés, Nomor: 01 tahun 2007 tentang Saba Budaya dan Perlindungan Masyarakat Adat Tatar Kanékés (Baduy)(terlampir).

Berikut sebagian contoh nama-nama jabatan di Desa Kanékés:

Puun : jabatan tertinggi dalam adat Baduy Jaro

Pamarentah

: perangkat adat yang berfungsi menghubungkan antara Desa Kanékés dengan pemerintahan

JaroTangtu : pengatur adat yang ada di kampung Baduy Pedalaman.

Jaro Tujuh : para pengatur adat di Panamping yang bertugas menangani masalah keamanan di Panamping

Serat : staf khusus Puun Contoh sebutan untuk kekerabatan :

Akang : kakak laki-laki

Eneng : adik perempuan

Ngong : anak laki-laki dibawah 5 th, Ujang, asep, aceng : anak laki-laki diatas 5 th. Uwa : kakak laki-laki orang tua ego.

Ambu : ibu

Ayah : ayah/bapak

Bibi : adik perempuan orang tua ego. Amang : adik laki-laki orang tua ego. Contoh sebutan untuk jenis obat-obatan tradisional:

Jukut ambu :untuk obat sakit mata. Kayu Kiseureh : untukobat sakit mata. Daunharendong : untuk obatsakit perut, sakit

gigi, sakit kepala. Kulit Kayu Kijaki : untuk sakit kulit (gatal,

korengan, borok menahun). Nangka walanda (sirsak) : untuk Sakit panas (nguriang). Tuak honje (air honje) : untuk sakit mata.