• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hermeneutika Fakhruddin Al-Razi

B. Hermeneutika Fakhruddin al-Razi Dalam Kitab Mafatih al-Ghaib 11

2. Penggunaan Ilmu Munasabah (Internal relationship) 17

17 Langkah-langkah yang ditempuh Fakhruddin al-Razi untuk menemukan adanya

munasabah ayat dan surat dalam al-Qur’an adalah: pertama, melihat tema sentral dari surat tertentu, kedua, melihat premis-premis yang diperlukan untuk mendukung tema sentral itu,

ketiga, mengadakan kategorisasi premis-premis itu berdasarkan jauh dan dekatnya kepada tujuan, keempat, melihat kalimat-kalimat (pernyataan-pernyataan) yang asing mendukung di dalam premis itu. Lihat, Abdul Qadir Ahmad Atha, “Pengantar” dalam kitab Asrar Tartib

83 Hermeneutika Fakhruddin Al-Razi

Mustapa

Menurut Abdullah al-Khatib dan Musthafa Muslim Orang yang pertama kali menjadikan munasabah sebagai alat atau perangkat adalah adalah Fakhruddin al-Razi. Kemudian dilanjutkan oleh al-Naisaburi yang hidup pada abad ke 7 hijriyah kemudian al-Zarkasyi.18 Fakhruddin al-Razi dikenal sebagai mufassir yang sangat memperhatikan urgensi munasabah, baik munasabah antar ayat, maupun antar surat. Bahkan Fakhruddin al-Razi tidak hanya menjelaskan satu aspek munasabah, melainkan lebih dari itu. Menurut al-Biqa’i bahwa munasabah itu banyak ditinggalkan oleh kebanyakan mufassir karena kerumitan untuk memperoleh maknanya, namun salah seorang sosok yang sangat mendalami munasabahini adalah Fakhruddin al-Razi.19 Inilah contoh lain elemen hermeneutika Fakhruddin al-Raziuntuk mempertajam analisis penafsirannya. Dalam hal ini penulis namakan dengan istilah “hubungan inrernal” (Internal Relationship).yaitu hubungan internal dalam al-Qur’an yang sering juga di istilahkan dengan al-Qur’an yufassiru ba’dhan (al-Quran menafsirkan ayat yang satu dengan ayat yang lain).20

Dalam Tulisan ini, penulis tidak mampu memaparkan secara panjang lebar pendapat Fakhruddin al-Razi mengenai munasabah, namun cara kerja

munasabah juga telah terlihat pada pembahasan bab tersendiri di atas . Fakhruddin al-Razi adalah salah satu di antara mufassir yang hidup di abad pertengahan yang sangat memperhatikan munasabah dalam al-Qur’an.21 Oleh sebab itu, untuk mendukung pentingnya munasabah dan membuktikan bahwa Fakhruddin al-Razi memiliki perhatian khusus

al-Gaib, Tesis UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta: 2005, hlm. 119.

18 Abdullah al-Khatib, Musthafa Muslim, al-Munasabat wa as|saruha ‘ala tafsiri Qur’anu

al-Karim, dalam majalah universitas asyariqoh lil ulum asyar ‘iyyah wa insaniyah, edisi II volume ke II, 2005, hlm. 4.

19 Burhanuddin Abul Hasan Ibrahim bin Umar al-Biqo’I, Jilid I, hlm. 6.

20 Istilah ini biasa dipakai oleh Yusuf Rahman dalam, “Unsur-unsur Hermeneutika Tafsir al-Baidhowi” dalam Jurnal Kebudayaan dan Peradaban Ulumul Qur’an, Nomor 3/VII, 1997; hlm. 36.

84

Hermeneutika Fakhruddin Al-Razi Mustapa

terhadap munasabah, maka penulis akan menyodorkan contoh munasabah mengenai penafsiran surat al-Kaus|ar.

Meurut Fakhruddin al-Razi surat al-Kaus\aradalah penyempurna bagi surat-surat sebelumnya sekaligus menjadi dasar atau pondasi bagi surat-surat setelahnya.22 Menurutnya, jika dalam surat al-Ma’un lebih menekankan keempat sifat-sifat orang munafiq, seperti bakhil atau kikir ‘yadu’u al-yatim

wa la yahuddu ‘ala tha’am al-miskin’, meninggalkan shalat ‘allazina hum ‘an

shalatihim sahun’, ria dalam melaksanakan salat ‘allazina hum yura’un’, serta enggan mengeluarkan zakat ‘wa yamna’un al-ma’un’.

Oleh sebab itu, dalam surat al-Kausar Allah juga memerintahkan empat hal, sebagai lawan dari sifat munafiq seperti dalam surat al-Ma’un. Ayat ‘inna

a’t}ainaka al-Kausar’; sesungguhnya Kami telah memberimu banyak nikmat, maka banyak-banyaklah memberi dan jangan berprilaku bakhil, ‘fashalli’; selalulah mengerjakan shalat, ‘lirabbika’ shalatlah demi mencapai ridha Tuhanmu dan jangan karena riya untuk manusia, ‘wa inhar’; tunaikanlah selalu zakat atau berkurbanlah dan banyaklah bersedekah dengan daging kurban.

Selanjutnya surat ini ditutup dengan jaminan bahwa orang-orang munafik yang memiliki keempat sifat jelek seperti dalam surat al-Ma’un akan terputus ‘abtar’ karena mereka akan meninggal tanpa meninggalkan bekas dan pengaruh bagi orang lain, sementara Nabi Muhammad dalam hal ini yang sering dicaci sebagai orang yang terputus ‘abtar’ malah akan selalu abadi dan dikenang selamanya karena segala kebaikannya.23

Dalam pemaknaan munasabah ini, Fakhruddin al-Razi juga mencoba melihat aspek yang membangun kenapa Allah menurunkan surat

al-Kausarini. Menurutnya, Allah dalam hal ini bertujuan untuk menghibur Rasul yang sedang dalam kondisi sedih. Mengenai pemaknaan ini, Fakhruddin al-Razi mencoba memahami kondisi Rasul ketika itu. Tentunya untuk menjelaskan hal ini, Fakhruddin al-Razi mencoba memahami apa

22 Fakhruddin al-Razi. Tafsir Mafatih al-Gaib... jilid 32, hlm. 117.

85 Hermeneutika Fakhruddin Al-Razi

Mustapa

yang diinginkan oleh Allah mengenai surat al-Kausarini. Dengan demikian, Fakhruddin al-Razi mencoba menarik runut surat-surat sebelumnya yang menurut Fakhruddin al-Razi adalah penguat bagi QS. al-Kaus|ar. Dalam hal ini, Fakhruddin al-Razi berkata bahwa sesungguhnya surat ini penyempurna bagi surat-surat sebelumnya dan sekaligus sebagai dasar atau pondasi bagi surat-surat setelahnya. Singkatnya penulis memahami bahwa Fakhruddin al-Razi ingin mengatakan bahwa Allah mencoba menghibur Rasul dan memberikan kedamaian serta ketenangan jiwa, kemudian pada akhirnya ditekankan bahwa Rasul benar-benar harus menghilangkan rasa takut dan rasa gentar terhadap musuh-musuhnya. Dalam surat sebelumnya

al-}uha,al-Insyirah, al-Tin, al-‘Alaq, al-Qadr, lam yakun, dan surat al-Zalzalah, dan berbagai pujian lainnya dalam beberapa surat sebelumnya, maka Allah pun berfirman “inna a’tainaka al-Kausar”. Dengan kata lain Allah berkata, sesungguhnya Kami telah memeberimu beberapa kenikmatan yang banyak sebagaimana dalam beberapa surat sebelumnya, yang mana setiap nikmat tersebut lebih besar daripada kenikmatan dunia dan isinya. Dengan demikian, sibukkanlah dirimu dengan ibadah pada Allah, memberi bimbingan yang terbaik pada hamba-hamba-Nya.

Melalui ayat ini pula, Allah mengingatkan Nabi, bahwa akan muncul perlawanan dan permusuhan bagi mereka yang tidak meyakini Nabi. Dengan demikian, ketika permusuhan muncul, maka wajar kalau Nabi akan mendapatkan ancaman, sehingga menyebabkan rasa takut dan gentar dalam diri Nabi. Oleh sebab itulah, Allah menurunkan QS. al-Kausarini yang berfungsi untuk menghilangkan rasa takut Rasul.24

Menurut Fakhruddin al-Razi pula suratal-Kausar ini berkaitan dengan tawaran kafir Quraisy ketika Rasul berdakwah. Pada saat itu, beliau ditawarkan menjadi orang terkaya, jika membutuhkan harta. Jika menginginkan wanita, akan dinikahkan dengan seorang wanita paling mulia. Dan jika ingin jabatan, akan dijadikan dan dinobatkan sebagai ketua. Maka Allah menurunkan ayat ini.

86

Hermeneutika Fakhruddin Al-Razi Mustapa

Pendapat Fakhruddin al-Razi ini juga disetujui oleh Sayyid Hawa dengan mengutip pendapat al-Alusi, Sayyid Hawa mengemukakan bahwa munasabah yang sama seperti yang di tulis Fakhruddin al-Razi di atas berkaitan dengan tema pokok kedua surat tersebut yang amat serasi (al-munasabah al-‘ajubiyah) dimana satu sama lain saling menjelaskan keterkaitannya. Sehubungan dengan itu Sayyid Hawa berpesan kepada para pembaca untuk tidak mengabaikan keterkaitan hubungan kedua surat ini.25