BAB V ANALISIS PROSES REBRANDING
5.1. Konteks Rebranding
5.3.2. Pengkonsepan Rebranding
Kegiatan pengkonsepan rebranding dilakukan dengan melaksanakan rapat Tim Perumus secara intensif. Masing – masing anggota tim dituntut untuk partisipatif dengan membawa ide-ide tentang hal-hal yang berkaitan dengan rebranding.
Dalam rapat-rapat yang dilakukan oleh Tim Perumus Rebranding tidak dikhususkan waktu untuk membahas brand Dagadu Djokdja ataupun saat harus membahas brand DGD, sehingga dari proses awal-hingga akhir pekerjaan antara
121 dua brand ini dikerjakan bersama karena waktu launching Dagadu Djokdja dan DGD berurutan.
Sistem kerja Tim Perumus tidak mengkhususkan diri pada pembagian fase-fase tertentu, misalnya fase masa rapat, fase masa perencanaan, namun lebih ke arah taktis yaitu keputusan rapat setiap hari yang muncul segera dilakukan pelaksanaan.
5.3.2.1. Kesepakatan awal tentang pemahaman rebranding
Dalam Tim Perumus belum ada satu orang pun yang mempunyai pengalaman tentang rebranding, karenanya diperlukan pemahaman tentang apa arti rebranding dan seperti apa kegiatannya. Pada kegiatan ini Direktur Utama dan Marketing Manager berperan menjadi pemancing ide dari anggota tim lain dengan memberikan konsep-konsep yang didapat dari buku, artikel tentang konsep awal rebranding. Mengenai peran dalam rebranding, tanggapan dari narasumber sebagai berikut :
Saya lebih apa ya …ya memang tugas saya bagaimana menterjemahkan pada para pimpinan divisi Dagadu untuk plan yang lebih executable gitu ya, memancing diskusi (Narasumber 2).
Tentang peran Marketing Manager sebagai pemberi pemahaman tentang rebranding ditanggapi narasumber dengan pendapat berikut :
(Konsep-konsep rebranding) dari Marketing Manager. Ya memang atasan saya menyadari bahwa kelihatannya saya terlalu defense dengan konsep ini. Saya diberikan pengertian oleh beliau: Kamu mau jika brand-mu ini lama-lama hilang, lalu mati di kalangan anak muda ? (Narasumber 3).
122 Kesepakatan pengistilahan yang dipakai oleh Tim Perumus dalam awal pengkonsepan adalah rejuvenation.
Rejuvenation itu kan peremajaan ya. Jadi satu yaitu tadi kita menyesuaikan.., kalau rebranding kenapa saya bicara rebranding karena ada elemennya gitu ya, karena kita mengganti identity. Repositioning ya kita mungkin produknya yang rangenya ini kok tiba-tiba kita lebih banyak main fokus ke anak muda, walaupun yang tua, maksudnya customer yang lebih tua masih kita inikan. Rejuvenation tadi itu, menurut saya keseluruhan ini bahwa Dagadu harus remaja, dari cara ngomongnya, cara dia bertingkah laku, dari produknya, daripada frontlinernya. Itu harus mencerminkan bahwa Dagadu harus relevan dengan kondisi anak muda saat ini (Narasumber 2).
Dari hal di atas dapat dilihat bahwa dalam tujuan pengertian pemahaman terhadap seluruh kegiatan rebranding ini dilakukan untuk membuat brand Dagadu Djokdja dikenal di target pasar anak muda.
Rebranding tidak hanya tentang Dagadu Djokdja saja, namun juga tentang pengenalan brand baru DGD. Dalam keputusan akhir kemudian disepakati diantara tim perumus bahwa rebranding PT. Aseli Dagadu Djokdja adalah rangkaian proses yang terdiri dari pengenalan identitas baru perusahaan dan sekaligus brand Dagadu Djokdja, peluncuran produk baru Dagadu Djokdja seri Simple Modern, peluncuran brand baru DGD, perkenalan gerai baru Pos Layanan Dagadu 3 di Mall Sahid J-Walk.
5.3.2.2 Pembangunan Brand Key Dagadu Djokdja dan DGD
Telah diceritakan di bagian atas bahwa budaya oral communication sangat lekat di PT. Aseli Dagadu Djokdja hingga terkadang ide ataupun konsep yang penting sangat mungkin tidak tercatat pada dokumen perusahaan, termasuk brand key Dagadu Djokdja. Narasumber menanggapi hal ini dengan pendapat :
123 Saat awal saya pertama kali masuk memang tidak ada patokan jelas yang saya dapatkan tentang STP brand ini, jadi saya belajar sendiri saja. Tidak ada guidance tertulis, paling dari atasan kasih tahu, cerita-cerita. Kalau tentang statement positioning masih tetap yaitu : Cinderamata Alternatif Khas Jogja, juga untuk tagline masih sama : Smart, Smile, & Djokdja (Narasumber 3).
Tim perumus mulai mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan profil Dagadu Djokdja dan didapatkan beberapa konsep bahwa :
Pertama, Dagadu Djokdja adalah brand cinderamata dari Jogja yang cukup dikenal orang. Kedua, penggunaan istilah Dagadu juga sering dianggap sebagai kata generik untuk kaos cinderamata di Yogyakarta, walaupun bukan produksi Dagadu Djokdja. Selanjutnya yang ketiga, desain dan copywrite yang unik dan menggelitik. Ide keempat salah satu pionir kaos bergrafis. Kelima, tenar karena lebih karena produk dan words of mouth versus iklan. Keenam, logo terkenal – setidaknya yang muda di era 1994 hingga awal tahun 2000. Ketujuh, banyak dipalsu: design, merek, dan logo.
Selain brand profile, juga mulai dituliskan tentang Segmentasi, Target, dan Positioning , yaitu : menyasar segmentasi wisatawan pria, wanita, dan keluarga dengan range usia 18- 35 tahun, sedangkan positioning adalah cinderamata alternatif khas Djokdja. Dalam konsep ini mulai terlihat perubahannya yaitu pada sasaran usia target pasar , dulu menyasar pasar usia 14 tahun-40 tahun, rebranding menyasar 18 tahun-35 tahun. Hal ini dikuatkan dengan pendapat narasumber :
Kalau bicara tentang target market masih sama yaitu wisatawan yang datang ke Jogja, set up di range usia saat ini 18 tahun-35 tahun, kalau dahulu range usia ini ditarik lebih panjang menjadi 14 tahun-40 tahun (Narasumber 3).
124 Menyangkut soal positioning dalam rapat sempat tercetus menjadikan Dagadu sebagai “Tanda Baca dari Djokdja”, yaitu Dagadu mengungkapkan desain produk dengan semiotis juga menyuarakan kritik terhadap kota. Namun ide ini dibatalkan, dan lebih dipilih positioning yang lama.
Brand Dagadu menyasar pasar dengan Socio Economic Status (SES), A, dan B. Profil konsumen yang akan membeli produk Dagadu adalah konsumen yang berpikir dan cinta Yogyakarta, dengan karakter konsumen yang pintar, senang humor, dan berminat pada isu perkotaan, budaya, dan semua hal tentang Yogyakarta. Hal ini dikuatkan dengan tagline yang tetap menggunakan tagline lama : Smart, Smile&, Djokdja.
Sementara saat mendesain profile DGD, Tim Perumus Rebranding berfokus pada target pasar yang mau disasar yaitu kaum urbanites, kelas SES A dan B, dengan rentang usia 18-35 tahun atau orang-orang dengan semangat muda (young at heart). Dengan menggunakan konsep kata ini maka mulai dicari lebih dalam hal-hal yang berhubungan dengan karakter konsumen DGD. Tagline yang diusung adalah “Nature. Culture. Nurture.” , hal ini juga mencerminkan desain produk DGD yang banyak mengolah desain alam, budaya, dengan tujuan memelihara budaya Indonesia.