2.3 Kualitas Pelayanan .1 Pengertian kualitas .1 Pengertian kualitas
2.3.3 Pengukuran kualitas pelayanan
Hasil dari pengukuran kualitas pelayanan akan menjadi landasan dalam membuat kebijakan perbaikan kualitas secara keseluruhan dalam proses bisnis, maka kondisi-kondisi berikut akan sangat diperlukan untuk mendukung pengukuran kualitas yang shahih (valid). Beberapa persyaratan kondisional itu adalah (Gasperz, 2003):
1) Pengukuran harus dimulai pada permulaan program. Berbagai masalah yang berkaitan dengan kualitas serta peluang untuk memperbaikinya harus dirumuskan secara jelas.
2) Pengukuran kualitas dilakukan pada sistem itu. Fokus dari pengukuran kualitas terletak pada sistem secara keseluruhan. Pengukuran tidak hanya diletakkan pada proses akhir saja yang biasanya telah menghasilkan produk,
tetapi harus dimulai dari perencanaan awal pembuatan produk, selama proses berlangsung, proses akhir yang menghasilkan output, bahkan sampai pada penggunaan produk itu oleh pelanggan. Dengan demikian pengukuran kualitas seyogianya dimulai sejak adanya gagasan untuk membuat produk sampai masa berakhir penggunaan produk itu.
3) Pengukuran kualitas seharusnya melibatkan semua individu yang terlibat dalam proses itu. Dengan demikian pengukuran kualitas bersifat partisipatif. Orang-orang yang bekerja dalam proses harus memahami secara baik akan nilai pengukuran kualitas dan bagaimana memperoleh nilai itu. Setiap orang harus dilibatkan sehingga memberikan hasil yang terbaik. Maka tanggung jawab pengukuran kualitas berada pada semua orang yang terlibat.
4) Pengukuran seharusnya dapat memunculkan data, di mana nantinya data itu dapat ditunjukkan atau ditampilkan antara lain dalam bentuk peta, diagram, tabel dan hasil perhitungan statistik. Data seharusnya dapat dipresentasikan dalam cara yang termudah.
5) Pengukuran kualitas yang menghasilkan informasi-informasi utama seharusnya dicatat tanpa distorsi, yang berarti harus akurat.
6) Perlu adanya komitmen secara menyeluruh untuk pengukuran performansi kualitas dan perbaikannya. Kondisi tersebut sangat penting sebelum aktivitas pengukuran kualitas mulai dilaksanakan.
7) Program-program pengukuran dan perbaikan kualitas seharusnya dapat dipecah-pecah atau diuraikan dalam batas-batas yang jelas sehingga tidak tumpang-tindih dengan program yang lain.
Pengukuran yang akan dilakukan seharusnya mempertimbangkan setiap aspek dari proses operasional yang mempengaruhi persepsi pelanggan tentang nilai kualitas. Melalui suatu survei pendahuluan yang bersifat eksploratif, dapat diidentifikasi semua variabel produk yang menentukan kepuasan pelanggan dan persepsi pelanggan tentang nilai kualitas dari produk itu. Variabel-variabel yang sesuai dalam pengukuran akan berbeda untuk setiap perusahaan, tetapi pada umumnya variabel yang dipertimbangkan dalam pengukuran kualitas adalah sebagai berikut (Gasperz, 2003):
12
1) Kualitas produk, yang mencakup:
(1) Performansi (performance), berkaitan dengan aspek fungsional dari produk itu;
(2) Features, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya;
(3) Keandalan (reliability), berkaitan dengan tingkat kegagalan dalam penggunaan produk itu;
(4) Serviceability, berkaitan dengan kemudahan dan ongkos perbaikan; (5) Konformasi (conformance), berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk
terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan;
(6) Durability, berkaitan dengan daya tahan atau masa pakai dari produk itu; (7) Estetika (esthetics), berkaitan dengan desain dan pembungkusan dari
produk itu; dan
(8) Kualitas yang dirasakan (perceived quality) bersifat subjektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi produk itu seperti meningkatkan harga diri dan moral;
2) Dukungan purna jual, terutama yang berkaitan dengan waktu penyerahan dan bantuan yang diberikan, mencakup beberapa hal berikut:
(1) Kecepatan penyerahan, berkaitan dengan lamanya waktu antara waktu pelanggan memesan produk dan waktu penyerahan produk itu;
(2) Konsistensi, berkaitan dengan kemampuan memenuhi jadwal yang dijanjikan;
(3) Tingkat pemenuhan pesanan, berkaitan dengan kelengkapan dari pesanan-pesanan yang dikirim;
(4) Informasi, berkaitan dengan status pesanan;
(5) Tanggapan dalam keadaan darurat, berkaitan dengan kemampuan menangani permintaan-permintaan nonstandar yang bersifat tiba-tiba; dan (6) Kebijaksanaan pengembalian, berkaitan dengan prosedur menangani
barang-barang rusak yang dikembalikan pelanggan.
3) Interaksi antara karyawan (pekerja) dan pelanggan, mencakup:
(1) Ketepatan waktu, berkaitan dengan kecepatan memberikan tanggapan terhadap keperluan-keperluan pelanggan;
(2) Penampilan karyawan, berkaitan dengan kebersihan dan kecocokan dalam berpakaian; dan
(3) Kesopanan dan tanggapan terhadap keluhan-keluhan, berkaitan dengan bantuan yang diberikan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang diajukan pelanggan.
Menurut Rangkuti (2008), pihak yang menentukan kualitas pelayanan adalah konsumen. Penentuan kualitas pelayanan tersebut tertuang dalam penilaian berupa kepuasan konsumen. Analisis Customer Satisfaction Index (CSI) adalah analisis yang digunakan untuk mengukur kualitas kepuasan konsumen terhadap pelayanan yang diberikan.
Adapun tahap awal pengolahan data adalah melalui proses uji validitas dan realibilitas (Sugiyono vide Panggabean, 2008). Setelah kuesioner dinyatakan valid dan andal, dilakukan pengukuran kepuasan konsumen dengan menentukan CSI. Analisis CSI diurai kembali melalui Importance Performance Analysis agar dapat diketahui tingkat kepentingan dan kinerja dari masing-masing variabel serta menentukan prioritas variabel yang diperbaiki. Tahapan berikutnya melalui analisis kesenjangan (gap) dapat ditentukan variabel yang memuaskan atau tidak. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui tingkat kualitas pelayanan pada setiap dimensi dan variabelnya. Selanjutnya dihitung nilai tingkat kesesuaian antara tingkat kinerja dengan tingkat kepentingannya agar diketahui persentase kesesuaian kinerja yang telah dilakukan terhadap harapan konsumen atas pelayanan.
Konsumen melakukan penilaian terhadap kualitas pelayanan berdasarkan variabel yang dirasakannya. Ada sepuluh kriteria umum yang menentukan kualitas pelayanan, yaitu keandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), kemampuan (competence), mudah diperoleh (access), keramahan (courtesy), komunikasi (communication), dapat dipercaya (credibility), keamanan (security), memahami pelanggan (understanding atau knowing the customer), dan bukti nyata (tangibles). Kesepuluh dimensi dapat disederhanakan menjadi (Parasuraman, 1988 vide Rangkuti, 2006; Gasperz, 2007):
1) Ketanggapan (responsiveness), yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan dengan baik kepada pelanggan, serta membantu
14
penerima pelayanan apabila menghadapi masalah berkaitan dengan pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan;
2) Keandalan (reliability), yaitu kemampuan untuk melakukan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan dengan segera, akurat, bebas dari kesalahan, dan memuaskan;
3) Empati (emphaty), yaitu rasa peduli untuk memberi perhatian secara individual kepada pelanggan, memahami pelanggan, serta mudah dihubungi; 4) Jaminan (assurance), yaitu pengetahuan, kesopanan petugas serta sifat yang
dapat membangkitkan rasa percaya dan keyakinan penerima pelayanan atas pelayanan yang diterimanya sehingga pelanggan terbebas dari resiko; dan 5) Bukti nyata (tangibles), yaitu fasilitas fisik, peralatan, perlengkapan,
penampilan personel pemberi pelayanan dan sarana komunikasi.
1) Uji validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu instrumen alat ukur telah menjalankan fungsi ukurnya. Menurut Sekaran (2003) vide Wijaya (2009), validitas menunjukkan keketepatan dan kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu skala pengukuran disebut valid bila ia melakukan apa yang seharusnya diukur. Alat ukur yang dimaksud adalah variabel-variabel yang dijadikan pertanyaan dalam kuesioner.
Teknik yang digunakan adalah rumus korelasi rank spearman. Rumus korelasi rank spearman digunakan untuk mencari hubungan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya yang terjadi dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel tersebut adalah positif (Usman, 2003). Rumus dari teknik ini adalah sebagai berikut (Aczel, 1999):
... (1)
dimana:
rs = Koefisien korelasi rank Spearman d = beda antara dua variabel
i = 1, 2, ..., n n = jumlah responden ) 1 ( 6 1 2 1 2 − − =
∑
= n n d r n i i sHipotesis
Ho : Variabel dinyatakan tidak valid H1 :Variabel dinyatakan valid
Bila diperoleh nilai rs hitung lebih besar dari nilai rs tabel, maka tolak Ho artinya pertanyaan pada kuesioner sahih. Uji validitas dilakukan pada tingkat signifikan (toleransi) 5%. Pengujian validitas diolah dengan menggunakan software SPSS 16.
2) Uji realibilitas
Pengujian realibilitas adalah berkaitan dengan masalah adanya kepercayaan terhadap instrumen. Suatu instrumen dapat memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi (konsisten) jika hasil dari pengujian instrumen tersebut menunjukkan hasil yang tetap. Melihat hal tersebut, masalah realibilitas instrumen berhubungan dengan masalah ketepatan hasil. Uji realibilitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kestabilan alat ukur. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila digunakan dalam beberapa kali pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek tidak berubah (Wijaya, 2009).
Pengujian realibilitas yang digunakan adalah realibilitas hasil ukur yang berhubungan dengan sampling eror yaitu sejauh mana terjadi inkonsistensi hasil ukur apabila pengukuran dilakukan secara berulang pada sekelompok individu yang berbeda. Realibilitas hasil ukur dapat dilakukan dengan melihat nilai cronbach’s alpha. Cronbach’s alpha dapat digunakan untuk menguji realibilitas instrumen skala likert (Usman, 2003). Rumus cronbach’s alpha adalah sebagai berikut: − − =
∑
2 2 1 ) 1 ( t i s s k k α ... (2) dimana: α : cronbach’s alphak : jumlah item (banyak pertanyaan) :jumlah varians skor total
2
t
s : varians responden untuk item ke-i
∑
2i s
16
Cronbach’s alpha berada di antara 0-1, semakin dekat dengan angka 1 maka semakin baik instrumen yang diujikan (Triton vide Atharis, 2008). Penilaian cronbach’s alpha berdasarkan aturan berikut:
0,00-0,20 : kurang reliabel 0,21-0,40 : agak reliabel 0,41-0,60 : cukup reliabel 0,61-0,80 : reliabel 0,81-1,00 : sangat reliabel
3) Analisis tingkat kualitas pelayanan
Seperti yang telah disebutkan di awal oleh Rangkuti (2008), bahwa pihak yang menentukan kualitas pelayanan adalah konsumen maka tingkat kualitas pelayanan tersebut diperoleh dari tingkat kepuasan konsumen. Penilaian kepuasan konsumen secara keseluruhan diperoleh melalui penentuan Customer Satisfaction Index (CSI), dilanjutkan dengan Importance Performance Analysis, perhitungan analisis kesenjangan (gap) agar dapat diketahui kualitas pelayanan pada lima dimensi dan selanjutnya perolehan tingkat kesesuaian. Kelima dimensi tersebut yaitu, dimensi ketanggapan (responsiveness), keandalan (reliability), empati (emphaty), jaminan (assurance), dan dimensi bukti nyata (tangibles).
3.1) Customer Satisfaction Index (CSI)
Pengukuran terhadap indeks kepuasan konsumen atau Customer Satisfaction Index (CSI) diperlukan karena hasil dari pengukuran dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan sasaran-sasaran di tahun-tahun mendatang karena indeks ini berbanding lurus dengan kualitas pelayanan. Metode pengukuran indeks kepuasan konsumen meliputi tahap-tahap sebagai berikut (Stratford vide Amalia, 2005):
1) Menghitung weighting factors, yaitu mengubah nilai rata-rata tingkat kepentingan menjadi angka persentase dari total nilai rata-rata tingkat kepentingan untuk seluruh variabel yang diuji, sehingga didapatkan total weighting factors sebesar 100%.
2) Menghitung weighted score, yaitu nilai perkalian antar nilai rata-rata tingkat kinerja/kepuasan masing-masing variabel dengan weighting factors masing-masing tersebut.
3) Menghitung weighted total, yaitu menjumlahkan weighted score dari semua variabel kualitas pelayanan.
4) Menghitung satisfaction index (index kepuasan), yaitu perhitungan dari weighted total dibagi skala maksimal atau highest scale yang digunakan, kemudian dikali 100%.
Tingkat kepuasan konsumen secara menyeluruh dapat dilihat dari kriteria tingkat kepuasan konsumen. Berdasarkan buku panduan survei kepuasan konsumen PT Sucofindo vide Atharis (2008) kriteria yang dimaksud adalah sebagai berikut: 0,00-0,34 : tidak puas 0,35-0,50 : kurang puas 0,51-0,65 : cukup puas 0,66-0,80 : puas 0,81-1,00 : sangat puas
3.2) Importance Performance Analysis
Metode importance performance analysis dilakukan melalui penentuan posisi tingkat kinerja dan tingkat kepentingan suatu variabel. Menurut Supranto (2001), terdapat dua peubah x dan y. Peubah x merupakan tingkat kinerja pelabuhan sedangkan peubah y merupakan tingkat kepentingan pelabuhan yang dapat memberikan kepuasan kepada konsumen. Penilaian terhadap kedua peubah tersebut menggunakan jenis penilaian yang diperoleh dari penentuan banyaknya kelas dengan rumus (Usman, 2003):
(N) = 1 + 3,3 log (n)
dimana N = banyaknya kelas (banyaknya tingkatan)
n = banyaknya data (banyaknya fasilitas yang akan dianalisis) Banyaknya kelas akan menentukan banyaknya tingkatan penilaian. Penilaian tersebut diberikan bobot nilai, baik untuk penilaian tingkat kinerja (Tabel 2) maupun untuk penilaian tingkat kepentingan pelayanan (Tabel 3).
18
Tabel 2 Penilaian tingkat kinerja pelayanan
No. Nilai Jawaban
1 5 Sangat setuju
2 4 Setuju
3 3 Cukup setuju
4 2 Kurang setuju
5 1 Tidak setuju
Tabel 3 Penilaian tingkat kepentingan pelayanan
No. Nilai Jawaban
1 5 Sangat penting
2 4 Penting
3 3 Cukup penting
4 2 Kurang penting
5 1 Tidak penting
Pelaksanaan pengukuran performansi kualitas, pada dasarnya harus memperhatikan aspek internal dan aspek eksternal dari suatu organisasi (Gasperz, 2003). Aspek internal dapat berupa tingkat kecatatan produk, biaya-biaya karena kualitas jelek seperti pekerjaan ulang dan cacat, sedangkan aspek eksternal dapat berupa kepuasan pelanggan dan pangsa pasar (market share).
Penjabaran tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaan variabel-variabel pada mutu pelayanan, digunakan diagram kartesius. Diagram kartesius merupakan suatu bangunan yang terbagi atas empat bagian yang dibatasi oleh dua garis yang berpotongan tegak lurus pada titik (x,y). Adapun tahap-tahap yang dilakukan adalah:
1) Mengisi sumbu X (mendatar) pada diagram kartesius dengan skor tingkat pelaksanaan atau kinerja dan sumbu Y (tegak) diisi dengan skor tingkat kepentingan. Dalam penyederhanaan rumus, setiap variabel akan mempengaruhi kepuasan konsumen dengan rumus:
n Yi Y n Xi X =
∑
=∑
, ……….. (3)dimana: X : Skor rata-rata tingkat kinerja Y : Skor rata-rata tingkat kepentingan n : jumlah responden
Tabel 4 Penilaian responden terhadap variabel tingkat kinerja Variabel tingkat kinerja (X)
Responden 1 2 3 4 5 … i Total (k,
∑
) A B C … N∑
Xi N n n n N n … nTabel 5 Penilaian responden terhadap variabel tingkat kepentingan
Variabel tingkat kepentingan (Y) Responden 1 2 3 4 5 … i Total (k,
∑
) A B C … N∑
Yi N n n n n n … n2) Menghitung letak batas dua garis berpotongan tegak lurus pada (X ,Y ) dengan rumus: k Y Y k X X n i n i
∑
∑
= = = = 1 , 1 ……….. (4) dimana:X : Rata-rata dari rata-rata skor tingkat kinerja Y : Rata-rata dari rata-rata skor tingkat kepentingan k : Banyak variabel yang mempengaruhi kepuasan
20
3) Membuat diagram kartesius
Gambar 1 Matriks importance and performance analysis
Sumbu mendatar (X) diisi oleh skor rataan tingkat kinerja variabel, sedangkan sumbu tegak (Y) diisi oleh skor rataan tingkat kepentingan variabel. Dimana X adalah nilai rata-rata dari skor rata-rata tingkat kinerja variabel dan Y adalah nilai rata-rata dari skor rata-rata tingkat kepentingan variabel.
Diagram atau matriks tersebut terbagi menjadi empat kuadran. Masing-masing kuadran menggambarkan keadaan yang berbeda, menurut Rangkuti (2008) keadaan kuadran tersebut diantaranya:
1) Kuadran 1 (Attributes to Improve)
Kuadran ini merupakan wilayah yang memuat variabel-variabel yang dianggap penting oleh konsumen tetapi pada kenyataannya variabel-variabel ini belum sesuai seperti yang diharapkan (tingkat kepuasan yang diperoleh masih sangat rendah). Variabel-variabel yang masuk ke dalam kuadran ini harus ditingkatkan kinerjanya. Perusahaan dapat meningkatkan variabel-variabel tersebut dengan melakukan perbaikan secara terus menerus sehingga performance variabel yang ada di dalam kuadran ini akan meningkat.
2) Kuadran 2 (Maintain Performance)
Kuadran ini adalah wilayah yang memuat variabel-variabel yang dianggap penting oleh konsumen sudah sesuai dengan yang dirasakan sehingga tingkat kepuasannya relatif lebih tinggi. Variabel-variabel
Tingkat Kepentingan Tingkat Kinerja Attributes to Improve Kuadran 1 Maintain Performance Kuadran 2 Attributes to Maintain Kuadran 3 Attributes to De-emphasize Kuadran 4 Y X Y X
yang termasuk ke dalam kuadran ini harus tetap dipertahankan karena semua variabel ini menjadikan produk/jasa tersebut unggul di mata konsumen.
3) Kuadran 3 (Attributes to Maintain)
Kuadran ini merupakan wilayah yang memuat variabel-variabel yang dianggap kurang penting oleh konsumen dan pada kenyataannya kinerja yang dilakukan tidak terlalu istimewa. Peningkatan variabel– variabel yang termasuk ke dalam kuadran ini dapat dipertimbangkan kembali karena pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan oleh konsumen sangat kecil.
4) Kuadran 4 (Main Priority)
Kuadran ini adalah wilayah yang memuat variabel-variabel yang dianggap kurang penting oleh konsumen dan dirasakan terlalu berlebihan. Variabel-variabel yang termasuk ke dalam kuadran ini dapat dikurangi kinerjanya agar perusahaan dapat menghemat biaya.
3.3) Tingkat kesesuaian
Tingkat kesesuaian merupakan perbandingan skor kinerja dengan skor tingkat kepentingan. Tingkat kesesuaian inilah yang akan menentukan urutan prioritas variabel-variabel yang mempengaruhi kepuasan konsumen. Adapun rumus yang digunakan adalah: % 100 x Yi Xi TKi = ……….(5)
dimana : Xi : Skor penilaian kinerja pemberi pelayanan Yi : Skor penilaian kepentingan konsumen
Tki : Tingkat kesesuaian responden terhadap variabel Tabel 6 Penilaian tingkat kesesuaian terhadap variabel kepuasan
konsumen
No. Variabel Nilai tingkat kinerja (X) Nilai tingkat kepentingan (Y) Tingkat Kesesuaian (TK) 1 2 ... i
22
3.4) Analisis kesenjangan (Gap)
Menurut Rangkuti (2008), gap atau kesenjangan merupakan ketidaksesuaian antara pelayanan yang dipersepsikan (perceived service) dan pelayanan yang diharapkan (expected service). Kesenjangan terjadi apabila konsumen mempersepsikan pelayanan yang diterimanya lebih tinggi daripada desired service atau lebih rendah daripada adequate service kepentingan konsumen tersebut. Perhitungan nilai gap merupakan selisih antara skor tingkat kinerja dan tingkat kepentingan setiap variabel yang menggunakan rumus sebagai berikut:
Nilai kesenjangan tersebut disesuaikan dengan selang kelas penilaian. Menurut Walpole (1997) untuk membuat selang kelas bagi segugusan data dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Penentuan banyaknya selang kelas yang diperlukan. Digunakan lima selang kelas yang terdiri atas kelas sangat puas, puas, cukup puas, kurang puas dan tidak puas terhadap dimensi dan variabel pelayanan pada penelitian ini. 2) Penentuan besar wilayah dengan mengurangi data terbesar dengan data
terkecil,
3) Penentuan lebar atau panjang kelas dengan membagi besar wilayah tersebut dengan banyaknya kelas,
4) Penentuan limit bawah kelas bagi selang pertama dan kemudian batas bawah kelasnya. Tambahkan panjang kelas pada batas bawah untuk mendapatkan batas atas pada kelas yang sama.
5) Daftarkan penentuan kelas berikutnya hingga data terbesar.
Kualitas pelayanan dapat diukur berdasarkan kepuasan konsumennya (Rangkuti, 2008). Kepuasan konsumen tersebut diukur menggunakan analisis Customer Satisfaction Index (CSI), dimana hasil dari analisis ini hanya dapat memberi informasi mengenai kepuasan konsumen secara keseluruhan. Setelah diketahui nilai CSI-nya, maka diperlukan analisis lebih lanjut menggunakan important performance analysis. Analisis ini digunakan untuk mengetahui variabel apa saja yang diprioritaskan untuk ditingkatkan maupun dipertahankan
kinerjanya. Kinerja dari variabel tersebut tidak dapat disamaratakan peningkatannya karena harus mengacu pada kebutuhan para konsumennya. Informasi seberapa besar peningkatan kinerja yang harus dilakukan dapat diperoleh melalui analisis kesenjangan (gap). Semakin besar nilai kesenjangan suatu variabel, maka peningkatan kinerja harus semakin besar, begitu pula sebaliknya. Sebagai tambahan acuan, perlu diketahui tingkat kesesuaian skor kinerja terhadap kepentingannya. Apabila tingkat kesesuaian lebih besar maupun lebih kecil daripada 100%, maka kinerja yang dilakukan oleh pemberi pelayanan masih jauh dari tingkat kepentingan atau harapan dari konsumen sebagai penerima pelayanan. Jadi, analisis CSI merupakan analisis utama untuk mengetahui kualitas pelayanan secara keseluruhan, sedangkan ketiga analisis selanjutnya merupakan analisis yang mengurai kualitas pelayanan menjadi beberapa variabel agar informasi yang diperoleh menjadi lebih rinci.
24
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2010, di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta, Muara Baru, Jakarta Utara.
3.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kasus mengenai aspek kualitas pelayanan di PPS Nizam Zachman Jakarta dimulai dari kegiatan pemenuhan bahan perbekalan melaut, pendaratan hingga pendistribusian ikan. Data primer diperoleh dari hasil observasi, pengisian kuesioner dan wawancara dengan pengelola fasilitas serta penerima pelayanan di PPS Nizam Zachman Jakarta. Begitu banyak fasilitas yang ditawarkan (Tabel 7) oleh PPS Nizam Zachman Jakarta namun tidak semua fasilitas diukur terhadap tingkat kualitas pelayanannya. Maka dari itu penelitian kualitas pelayanan di PPS Nizam Zachman Jakarta ini dibatasi pada:
1) Pelayanan penyediaan bahan perbekalan kapal perikanan, terdiri atas: (1) Fasilitas pengadaan air tawar; dan
(2) Fasilitas pengadaan solar
2) Pelayanan pendaratan hasil tangkapan yang terdiri atas: (1) Fasilitas tambat labuh;
(2) Fasilitas pengadaan tenaga kerja (buruh angkut); dan (3) Fasilitas pengadaan alat angkut
3) Pelayanan penanganan hasil tangkapan yang terdiri atas: (1) Fasilitas pengadaan es balok; dan
(2) Fasilitas cold storage
4) Pelayanan pemasaran hasil tangkapan yang terdiri atas pelayanan: (1) di Tempat Pelelangan Ikan (TPI); dan
Tabel 7 Jenis pelayanan beserta penyelenggaraannya di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007
No Jenis pelayanan Penyelenggara (Instansi terkait) 1 Kapal masuk/keluar UPT PPSNZJ
2 Tambat/labuh Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta 3 Keselamatan pelayaran Syahbandar
4 Kesehatan ABK Kantor kesehatan 5 Ekspor/impor Kantor bea dan cukai
6 ABK asing Imigrasi
7 Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
Koperasi Mina Muara Makmur dan Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan 8 Pusat Pemasaran Ikan
(PPI)
Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta 9 Keamanan dan
ketertiban
UPT PPSNZJ, Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta, POLRI dan KAMLA
10 Kebersihan pelabuhan UPT PPSNZJ 11 Pas masuk pelabuhan UPT PPSNZJ 12 Pengendalian
kebakaran
Dinas kebakaran, UPT PPSNZJ dan Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta
13 Pembinaan nelayan Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan dan UPT PPSNZJ
14 Pengumpulan statistik perikanan
Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan dan UPT PPSNZJ
15 Pembinaan mutu hasil perikanan
Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan dan UPT PPSNZJ
16 Pembinaan organisasi profesi
Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan dan UPT PPSNZJ
17 Penataan kawasan pelabuhan
UPT PPSNZJ dan
Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta
18 Cold Storage Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta
19 Bengkel Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta
20 Dock/slipway Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta
21 Pabrik es Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta 22 Pengadaan air tawar Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta 23 Listrik/telepon Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta
dan UPT PPSNZJ
24 Sewa tanah Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta 25 Pemasangan reklame Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta 26 Pelayanan BBM Perusahaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBB),
Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta, dan UPT PPSNZJ
27 Pengawasan sumberdaya ikan
Pengawas perikanan PPSNZJ 28 Alat angkut Koperasi Mina Muara Makmur dan
Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan
29 Buruh angkut Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta
Sumber: PPSNZJ, 2008
Pembatasan tersebut digunakan untuk memfokuskan pembahasan penelitian. Pengadaan es balok selain sebagai pelayanan penanganan hasil tangkapan dapat
26
juga digunakan sebagai bahan perbekalan kapal perikanan namun fungsinya tetap sama. Fungsinya yaitu sebagai salah satu bahan yang digunakan untuk menangani hasil tangkapan sehingga penyediaan es balok dalam penelitian ini dimasukkan kedalam pelayanan penanganan hasil tangkapan.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil observasi di PPS Nizam Zachman Jakarta dan wawancara dengan pengusaha atau pemilik kapal atau pengurus kapal. Dimana mereka bertanggung jawab atau yang menangani atau yang mengetahui semua kegiatan dalam usaha perikanan tangkap. Wawancara juga dilakukan dengan penerima pelayanan lainnya seperti pedagang, industri pengolah hasil tangkapan dan agen es balok yang berlokasi di dalam PPS Nizam Zachman Jakarta, serta pengelola PPS Nizam Zachman Jakarta. Selain itu diperlukan data sekunder yang diperoleh dari laporan tahunan maupun laporan statistik instansi terkait seperti Unit Pelaksana Teknis (UPT) PPS Nizam Zachman Jakarta, Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta, Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan, Biro Pusat Statistik (BPS) Daerah Khusus Ibukota Jakarta serta pustaka sebagai