• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penjelasan dan Faktor- Faktor Perubahan Cina Benteng

Dalam dokumen Perjalanan Panjang Menuju Cina Benteng S (1) (Halaman 175-181)

8. KESIMPULAN

8.1. Penjelasan dan Faktor- Faktor Perubahan Cina Benteng

Seperti yang sudah dijelaskan dalam Bab 4, kunci akan asal mula perubahan komunitas Orang Keturunan di kedua desa terletak pada Peristiwa Gedoran. Sebelum Peristiwa Gedoran, Orang Keturunan pada kedua desa merupakan satu komunitas yang belum terpecah. Berbagai peristiwa yang terjadi dalam sejarah kedua desa menyebabkan Orang Keturunan pada Desa Situgadung menjadi lebih dekat dengan komunitas Cina, dan Orang Keturunan pada Desa Sampora menjadi lebih dekat dengan pribumi. Ketika Orang Keturunan pada Desa Sampora dapat berinteraksi dengan pribumi sehingga mereka dapat memiliki akses terhadap jaringan sosial yang menguntungkan mereka, Orang Keturunan pada Desa Situgadung mencari hal serupa agar mereka dapat melakukan hal yang sama. Berdeda dengan Orang Keturunan pada Desa Sampora, mereka yang menetap di Desa Situgadung, melakukan hal yang serupa dengan penduduk Cina dari Bumi Serpong Damai. Fenomena yang dinmaksud merupakan manifestasi sebuah dinamika perebutan sumber daya. Dimana sumber daya yang dimaksud adalah jaringan sosial yang diberikan lewat modal sosial. Kedekatan dengan penduduk Cina pada Bumi Serpong Damai juga dipicu oleh

Universitas Indonesia

ketidakmampuan mereka untuk melakukan hal yang sama dengan pribumi. Terlihat adanya faktor ekslusi/inklusi sosial dalam fenomena ini, sehingga mereka tidak memiliki sebuah modal sosial untuk dapat berinteraksi secara erat dengan pribumi. Maka, Cina Benteng memilih untuk melakukannya dengan penduduk Cina pada Bumi Serpong Damai. Hingga seperti yang telah dijelaskan pada Bab 5, penduduk Cina pada Desa Situgadung memaknai identitas Agama Kristen dan Cina sebagai identitas yang dapat merubah kehidupan ke arah yang lebih baik.

Maka, penduduk keturunan Cina di Desa Situgadung melihat Orang Keturunan sebagai sebuah identitas kultural yang identik dengan kemiskinan. Untuk merubahnya, beberapa diantara mereka mulai melakukan kontak dengan penduduk Cina dari daerah perkotaan yang menetap sebagai penduduk baru Bumi Serpong Damai. Secara bersamaan, mayoritas pemukim Cina yang menetap di kota mandiri tersebut beragama Kristen. Kedatangan mereka bersifat konstan mulai dari tahun 1980’an hingga kini. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka timbul gerakan misionari terhadap penduduk sekitar. Fenomena ini memperkenalkan penduduk Desa Situgadung pada ajaran Agama Kristen, terutama Pantekosta. Alhasil, Orang Keturunan pada Desa Situgadung yang telah memeluk Kristen pada akhirnya memaknai bahwa agama tersebut merupakan sebuah sarana yang mempererat kekerabatan mereka dan merubah kehidupan mereka ke arah yang lebih baik. Ketika ditanya mengenai makna menjadi seorang Cina Benteng, anggota komunitas Cina di Desa Situgadung akan mendefinisikannya sebagai “Keturunan Cina yang kabur demi

kehidupan yang lebih baik”. Komunitas Cina Benteng pada Desa Situgadung juga

mulai menganggap diri mereka sebagai lebih Cina, dan bukan Orang Keturunan. Hal inilah yang menjelaskan mengapa Orang Keturunan pada Desa Situgadung yang berpindah ke Agama Kristen Pantekosta dan beralih profesi menjadi pengusaha dan karyawan menganggap diri mereka sebagai Cina Benteng.

Setelah mengetahui proses yang dilalui Orang Keturunan menjadi Cina Benteng versi lokal, maka dapat diketahui alasan yang membuat mereka untuk memilih menjadi Cina Benteng. Dalam penelitian ini, terdapat beberapa peristiwa

Universitas Indonesia yang menjadi pemicu atas tiga faktor yang menyebabkan “nilai” Cina benteng sebagai sebuah identitas baru menjadi berharga. Berikut adalah penggambaran akan pemicu tiga faktor yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.

Gambar 8.1. Fenomena Pemicu Timbulnya Faktor Perubahan Identitas di Desa Situgadung Peristiwa Sejarah Perubahan Infrastruktur Perubahan Demografi Perubahan Ekonomi

Keempat fenomena ini akan dijelaskan pada penjabaran berikut.

Sejarah: Seperti yang sudah dijelaskan pada Bab 3, 4 dan 5, berbagai peristiwa

sejarah, mulai dari Peristiwa Gedoran hingga Era Orde Baru membawa dampak yang besar bagi kehidupan Orang Keturunan di kedua desa. Hall (1996:10) menyatakan bahwa untuk menelaah identitas etnis perantauan,diperlukan konteks kolonialisme yang spesifik agara dapat mengetahui pembentukan identitas etnis yang bersangkutan di masa kini. Hal ini memicu perpecahan pada komunitas Orang Keturunan yang menjadi bibit bagi perubahan menuju Cina Benteng. Meski mengalami kerusuhan yang sama, namun pengalaman Orang Keturunan pada Desa Sampora dan Situgadung berakhir dengan kisah yang berbeda. Pemisahan komunitas Orang Keturunan Desa Sampora dan Situgadung oleh pihak Belanda kian dipertajam oleh negara Indonesia. Ketika Belanda sudah memisahkan Orang Keturunan di Desa Situgadung ke kamp tahanan di Jakarta, pemerintah Indonesia berkali-kali mengeluarkan kebijakan yang cenderung mempertajam perpisahan yang sudah ada, seperti penyediaan kapal khusus untuk mengangkut penduduk pada Desa Situgadung dan sekitarnya ke Republik Rakyat

Keputusan untuk Menjadi

Universitas Indonesia

Cina, hingga peristiwa G 30 S. Namun, informan pada Desa Sampora dengan usia yang sama dengan Informan TEH mengaku tidak mengalami adanya repatriasi secara paksa pada penduduk Orang Keturunan di Desa Sampora. Mereka sudah mendapat rasa kepercayaan pribumi lokal. Orang Keturunan pada Desa Situgadung yang masih berada di Jakarta merasa takut untuk pulang ke kampung mereka. Kecurigaan kepada komunitas keturunan Cina di desa sedang dipraktekkan pada saat itu. Sehingga mereka memutuskan untuk tetap tinggal di Jakarta. Peristiwa ini semakin memisahkan komunitas Orang Keturunan di Desa Situgadung dengan para penduduk pribumi pada desa yang sama. Sehingga, mucullah benih-benih perubahan untuk menjadi Cina Benteng di Desa Situgadung.

Infrastruktur: Infrastruktur yang dimaksud dalam hal ini adalah perumahaan

Bumi Serpong Damai. Di tahun 1980’an inilah, penduduk Cina dari berbagai kota datang dan menetap di perumahan yang berbatasan dengan desa mereka sebagai akibat pembangunan Bumi Serpong Damai. Bahkan, di saat berbagai observasi lapangan yang dilakukan, nampak pihak pengembang Bumi Serpong Damai menambah unit cluster perumahan hingga langsung berbatasan dengan rumah penduduk desa. Sehingga, hubungan antara kedua pihak menjadi sangat dekat.

Universitas Indonesia

Gambar 8.2. Kompleks Perumahan yang Langsung Berbatasan dengan Desa

Secara tidak langsung, pembangunan tersebut memberikan akibat munculnya istilah Cina Benteng versi lokal. Pada akhirnya, warga Cina Benteng dapat menjalankan usaha mereka, karena hadirnya baik penduduk Bumi Serpong Damai, maupun fasilitasnya. Mereka dengan mudah dapat saja membuat toko material untuk memberikan suplai pada pihak yang akan membangun berbagai macam fasilitas di perumahan Bumi Serpong Damai. Kemudian, fasilitas Bumi Serpong Damai bertambah kian kompleks dengan pendirian Sekolah Tinggi Buddha Sriwijaya di dekat Desa Situgadung. Pencetus pendirian ini atas dasar prakarsa Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha, Kementrian Agama RI. Pada akhirnya, Sekolah Tinggi Buddha Sriwijaya didirikan pada tahun 2002. Berdasarkan penuturan informan maupun gatekeeper, lebih banyak mahasiswa sekolah tinggi ini yang memiliki latar belakang etnis pribumi ketimbang Cina. Mayoritas mahasiswa juga datang dari berbagai daerah di luar Jakarta. Oleh karena itulah, kehadiran Sekolah Tinggi Agama Buddha Sriwijaya memberikan peluang usaha baru bagi warga Desa Situgadung yang letaknya lebih dekat ke kampus. Beberapa warga desa mendirikan kost untuk mahasiswa yang

Universitas Indonesia

mayoritas berasal dari luar Jakarta. Pendirian kost bagi mahasiswa membantu penduduk Cina Benteng lokal yang dikatakan memiliki ciri-ciri sebagai seorang pengusaha.

Demografi: Aspek demografi dalam hal ini merupakan kedatangan penduduk

Cina ke daerah sekitar desa. Bab 4 telah menjelaskan bahwa perumahan Bumi Serpong Damai berbatasan secara langsung dengan Desa Situgadung. Ini berarti penduduk Cina dari perkotaan mulai menetap di perumahan yang langsung berbatasan dengan Desa Situgadung. Berdasarkan kisah hidup Informan A dan juga penjelasan yang telah diberikan, anggota komunitas Orang Keturunan pada Desa Situgadung menjadi memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan penduduk keturunan Cina. Kedekatan dengan lingkungan mereka sehingga memungkinkan sosialisasi dan interaksi untuk terjadi diantaranya. Namun, dalam segi demografi dan kultural, para pendatang Cina tersebut juga bersifat beragam. Terutama dalam hal bahasa. Berbeda dengan penduduk Cina pada Desa Sampora dan Situgadung yang seluruhnya keturunan Hokkien, penduduk Cina Bumi Serpong Damai terdiri atas keturunan Hokkien, Hakka, dan Teochiu. Secara domisili mereka juga berasal dari daerah yang berbeda, beberapa penduduk mengaku berasal dari Jakarta, Bangka, Kalimantan, Medan, dan lain-lain. Ini menandakan bahwa orang Cina pada Bumi Serpong Damai, sebagai pemberi identitas, memerlukan sebuah identitas sebagai penunjuk lokalitas. Oleh karena itulah, mereka menyebutnysebagai Cina Benteng, bukan hanya sekedar Cina. Maka, kata “Benteng” yang ditambahkan setelah kata “Cina” diberikan sebagai identitas untuk menunjukkan lokalitas mereka. Hal yang paling penting, penduduk Tionghia yang menetap pada perumahan Bumi Serpong Damai bersifat cenderung terbuka terhadap keberadaan Cina Benteng di Desa Situgadung.

Ekonomi: Bumi Serpong Damai yang memberikan dampak paling besar terhadap

identitas penduduk keturunan Cina di kedua desa. Kebanyakan penduduk yang menetap sebagai penduduk pada perumahan Bumi Serpong Damai memiliki latar belakang etnis Cina status sosial ekonomi menengah dan elit. Secara tidak

Universitas Indonesia

langsung, fenomena ini memicu perubahan struktur mata pencaharian penduduk lokal. Dari yang sebelumnya penduduk Orang Keturunan umumnya bermatapencaharian pada sektor pertanian dan peternakan, kini mereka bergerak menjadi komunitas yang mayoritas bermatapencaharian sebagai pedagang. Maka, baik penduduk Cina Benteng dan Cina dari Bumi Serpong Damai melakukan interaksi sosial dan kultural, salah satunya dalam aspek ekonomi. Hal ini semakin mempererat rasa saling ketergantungan diantara mereka. Identitas sebagai pedagang ini kemudian diterima dengan baik sebagai cikal-bakal identitas Cina Benteng versi lokal. Sebab, identitas Orang Keturunan diidentifikadikan dengan kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, munculnya perubahan ini melatarbelakangi faktor pemilihan identitas Cina Benteng versi lokal.

Setelah mengetahui bahwa terdapat berbagai macam faktor ekternal sebagai pendorong perubahan kolektivitas etnis, studi ini menunjukkan bahwa identitas sebagai identifikasi dalam diri seseorang terhadap suatu kolektivitas bukan merupakan pilihan individu sepenuhnya. Penelitian ini berusaha menunjukkan bahwa terdapat sebuah suatu proses dinamis yang pada akhirnya memaksa individu untuk menerima tekanan kolektivitas, sehingga mereka menjadi anggota dari kolektivitas yang bersangkutan.

Dalam dokumen Perjalanan Panjang Menuju Cina Benteng S (1) (Halaman 175-181)