• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skema Perubahan Orang Keturunan ke Cina Benteng

Dalam dokumen Perjalanan Panjang Menuju Cina Benteng S (1) (Halaman 131-154)

6. PEMBAHASAN FENOMENA

6.1. Analisis Substansi Fenomena

6.1.1. Skema Perubahan Orang Keturunan ke Cina Benteng

Sebelum mengetahui alasan bagi Orang Keturunan di Desa Situgadung untuk merubah diri mereka menjadi Cina Benteng, berikut akan dijabarkan alur perubahan istilah Orang Keturunan hingga Cina Benteng. Skema ini didasarkan oleh pemaparan Informan A, guna memberikan gambaran akan ciri-ciri dan proses yang dilalui dalam berbagai tahapan. Alur perubahan identitas Orang Keturunan menuju Cina Benteng akan dijelaskan secara mikro.

Dalam hal ini fenomena pergantian identitas Orang Keturunan menuju Cina Benteng adalah fenomena sosiologis. Dimana pihak yang mengalami dan memaknai hal tersebut bukan saja Informan A, namun juga para kerabat dan tetangganya yang mengalami perjalanan hidup yang serupa. Berikut akan dijelaskan skema pengalaman perubahan tersebut dari masing-masing pihak yang telah peneliti temui di lapangan. Hal ini merupakan bukti bahwa setidaknya fenomena yang akan dijabarkan bukanlah fenomena individual saja, namun fenomena sosiologis, seperti yang dijelaskan oleh skema berikut.

Universitas Indonesia

Gambar 6.1. Kesamaan Pengalaman Perubahan Idenitas antara Informan A dan Kerabatnya

Skema yang telah digambarkan setidaknya dapat memberikan gambaran secara lebih makro mengenai perubahan identifikasi dari Orang Keturunan menjadi Cina Benteng. Meski dalam hal ini peneliti tidak bermaksud untuk memperhatikan aspek keterwakilan dalam meneliti fenomena ini. Mengingat dua orang kerabat Informan A

Universitas Indonesia

ini juga memiliki latar belakang sosial dan pengalaman yang relatif serupa dengan informan A, maka mereka memiliki kisah dan identifikasi yang serupa dengan Informan A. Hal ini merupakan hasil kunjungan lapangan peneliti pada 9 November 2013. Bentuk pengalaman yang serupa pada masing-masing individu ini menjadikan mereka untuk mengidentifikasikan diri menjadi Cina Benteng. Selain itu, Informan A pernah mepaparkan bahwa banyak penduduk desanya yang memiliki pengalaman yang relatuf sama dengannya.

Ya, kalo dibilang banyak [Penduduk Cina yang memiliki kisah perubahan identifikasi sepertinya-Peneliti] , ya se-desa ini mirip lah. Soalnya kayak saya sama Kang Wah, merantau ke Jakarta, gitu juga. Hampir semua kan gitu, ya , namanya juga kita masih deket sama tetangga kan, sama kerabat, kerabat kita luas lah. Sama deket juga sama semua kerabat. Orang tua kita juga begitu. Diambil Belanda ke kamp, ya kan.

Kedua, Orang Keturunan yang pertama kali melakukan perubahan identifikasi

identitas etnis adalah mereka yang berasal dari generasi Informan A, yakni mereka yang kebanyakan lahir pada tahun 1960’an.

Maka, untuk menjelaskan proses yang terjadi diperlukan untuk menjabarkan skema ini secara khusus. Sebab, berdasarkan penjabaran deskriptif dan analitikal mengenai proses perubahan Orang Keturunan ke Cina Benteng, dapat diketahui bahwa mereka memiliki banyak agen sosialisasi. Secara umum, terdapat keseragaman pola pengakuan identitas Cina Benteng pada Desa Situgadung dari masing-masing agen sosialisasi. Hanya saja, diantara pola yang dimaksud terdapat sedikit perbedaan pada masing-masing agen sosialisasi. Selain itu, penjabaran skema ini juga diperlukan untuk memberikan gambaran mengenai tingkatan perubahan identitas mulai yang bersifat “non-Cina” hingga yang “paling Cina”28

, berdasarkan kerangka berpikir informan. Dalam mendefinisikan diri mereka, etnis Cina di Indonesia selalu dipengaruhi oleh berubah-ubanhnya kondisi politik dan sosial di Indonesia (Freedman, 2000: 89). Oleh karena itu, identifikasi diri etnis keturunan Cina di Desa

28

Universitas Indonesia

Situgadung sudah pasti tidak lepas dari keadaan dan perubahan kondisi politik dan sosial di Indonesua secara lebih luas. Pengaruh fenomena sosial dan politik yang terjadi, baik secara makro, maupun secara mikro. Kedua jenis fenomena sosial dan politik ini, terutama yang makro, sudah divalidasi dengan berbagai macam literatur ilmiah yang digunakan dalam tulisan ini.29

Tabel 6.1. Daftar Fenomena Sosial dan Politik yang Memiliki Andil dalam Proses Perubahan

Fenomena Tahun

Pendudukan Jepang (Relawan Takasago) 1942-1945

Agresi Militer Belanda II 1948

Peristiwa Gedoran 1948

Orde Lama (Peristiwa Repatriasi Penduduk Keturunan Cina)

1959

Orde Baru (G 30 S) 1965

Pembangunan Bumi Serpong Damai 1984-sekarang

Misionari Gereja Pantekosta 1984-sekarang

Bermukimnya Penduduk Cina dari Daerah Perkotaan di Bumi Serpong Damai.

1984-sekarang

29

Mengenai kronologi dan detail masing-masing fenomena sosial dan politik yang dimaksud, dapat dilihat pada La pira e ge ai Ta el Kro ologi .

Universitas Indonesia

Bila digambarkan secara menyeluruh, maka skema perubahan istilah yang digunakan oleh penduduk Desa Situgadung untuk mengidentifikasi diri mereka dapat dijelaskan oleh gambar skema berikut ini. Seperti yang sudah dikemukakan oleh Freedman (2000) dalam Political Participation and Ethnic Minorities, konteks sosial-politik secara luas akan mempengaruhi pembentukan cara identifikasi diri suatu kelompok etnis. Begitupun pula dalam kasus ini. Oleh karena itu, peneliti juga menyertakan deskripsi dalam skema yang akan digambarkan berupa latar sosial-politik yang turut membentuk identifikasi diri penduduk Cina di Desa Situgadung.

Gambar 6.2. Skema Perubahan Identitas dan Faktor Sosial yang Membentuknya

Skema yang telah diberikan merupakan konvergensi atas bermacam-macam aspek dalam proses perubahan menuju Cina Benteng. Bila dilihat dalam kedekatan terhadap identitas Cina dan pribumi, maka keseluruhan proses perubahan dapat digambarkan secara lebih sederhana sebagai berikut.

Universitas Indonesia

Gambar 6.3. Gradasi Identitas Kebudayaan Cina-Pribumi

Keseluruhan proses yang dijalani Orang Keturunan untuk menjadi Cina Benteng di Desa Situgadung sudah terangkum dalam gradasi batang yang telah diberikan. Namun, berdasarkan gambar tersebut, kita dapat melihat adanya peningkatan intensitas “ke-Cina-an” berdaasarkan masing-masing istilah. Dengan kata lain, komunitas keturunan Cina di Desa Situgadung memiliki kecenderungan untuk menjadi semakin dekat dengan kebudayaan Cina, atau yang dalam penelitian ini juga disebut sebagai “semakin dekat dengan ke-Cina-an”. Gradasi tersebut tentu berpedoman pada berbagai ciri yang ada. Berikut akan dijelaskan mengenai ciri-ciri non-fisik dari berbagai macam istilah Cina yang digunakan dalam penelitian ini.

Berikut peneliti akan menjabarkan ciri-ciri masing-masing istilah Cina. Perbandingan ini akan menjadi sarana yang mempermudah untuk mengetahui sedekat apakah sebuah istilah Cina pada identitas kebudayaan Cina ataupun pribumi. Metode utama yang peneliti gunakan untuk menuliskan daftar kategori didasarkan atas wawancara mendalam serta studi literatur. Selain itu, guna meningkatkan validitas daftar kategori yang telah dibuat, peneliti membaca berbagai literatur mengenai Cina Benteng dan mewawancarai tokoh Cina Benteng yang ahli dalam bidang sejarah tersebut, yakni Informan Christine Bachrum dan Oey Tjin Eng, yang sudah dipaparkan dalam bab sebelumnya. Sehubungan penelitian ini adalah penelitian kualitatif, maka peneliti juga menanyakan kepada penduduk Desa Situgadung yang dijadikan informan untuk mendapatkan pandangan mereka akan Cina Benteng.

Universitas Indonesia Tabel 6.2. Perbedaan Berbagai Istilah “Cina” yang Ditemukan

No. Aspek Non-Fisik Cina Benteng Cina Benteng Situgadung Orang Keturunan 1. Agama Buddha sinkretik Kristen Buddha 2. Kedekatan dengan Konghucu

Tidak Dekat Tidak Dekat Tidak Dekat

3. Kehadiran Meja Hio Ya Tidak Ya

4. Bahasa dan Aksara Bahasa Sunda Bahasa Sunda Bahasa Sunda 5. Pelaksanaa Ritual

Tradisional

Ya Tidak Ya

6. Domisili Pedesaan dan Perkotaan Pedesaan Pedesaan 7. Migrasi Gelombang abad ke-17-18 Gelombang abad ke-1730 Gelombang abad ke-1731 8. Mata Pencaharian Pertanian Perdagangan Pertanian 9. Nama Marga Ya Ya Ya, namun

dapat hilang 10. Nama Indonesia Tidak Tidak Tidak 11. Nama Cina Ya Ya Ya 12. Nama Baptis Tidak Ya Tidak 13. Nenek Moyang Campuran Campuran Campuran 14. Pendidikan Sekolah

Negeri

Sekolah Negeri Sekolah Negeri

15. Perayaan Imlek Ya Tidak Ya 16. Pergaulan Dengan

Pribumi

Sesama Cina Dengan Pribumi

30

Berdasarkan penuturan informan dan gatekeeper.

31

Universitas Indonesia 17. Sembahyang Kubur Ya Tidak Ya

Tabel yang sudah diberikan merupakan kumpulan akan ciri-ciri sosial yang ada pada berbagai istilah Cina yang digunakan secara intens dalam penelitian ini. Seperti yang sudah dijelaskan, istilah “Cina Benteng Situgadung” tidak ditemukan di tempat selain desa penelitian. Oleh karena itu, peneliti menggunakan definisi akan ciri-ciri yang dilihat secara langsung di lapangan maupun berdasarkan pemaparan informan khusus mengenai ciri-ciri Cina Benteng Desa Situgadung. Dapat dilihat bahwa secara genealogis maupun linguistik, Cina Benteng Desa Situgadung dan Cina Benteng Objektif memiliki kesamaan. Hanya saja, Cina Benteng Desa Situgadung dan Cina Benteng Objektif memiliki perbedaan pada aspek keagamaan dan pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya secara objektif, Cina Benteng di Desa Situgadung merupakan sebuah kelompok yang sama saja dengan Cina Benteng versi Objektif.

6.1.1.1. “Ke-Cina-an” Masing-Masing Identitas

Bila kita menerapkan Tabel 6.2., maka berikut adalah masing-masing skema proses transformasi menuju Cina Benteng. Secara keseluruhan terdapat lima buah skema yang dijabarkan berdasarkan wawancara mendalam dengan Informan A. Empat skema akan membahas mengenai perubahan identitas berdasarkan empat dimensi. Dimensi yang dimaksud antara lain Pengakuan Diri, Sosial, Domisili, dan Agama. Sementara satu skema akan membahas mengenai tingkat kebanggaan Cina Benteng masing-masing identitas yang pernah dilaluinya.

Universitas Indonesia

Gambar 6.4. Skema Pengakuan Identitas Diri

Skema ini menggambarkan perubahan identitas berdasarkan pengakuan diri Informan A. Secara turun-temurun, istilah Orang Keturunan digunakan bagi penduduk keturunan Cina yang menetap di Desa Sampora dan Situgadung, termasuk Informan A. Hal inilah yang membuat komunitas di sekitar mereka menyebut mereka sebagai Orang Keturunan. Orang Keturunan merupakan istilah asli yang tetap dipertahankan untuk menyebut warga desa keturunan Cina, namun hanya sampai tahun 1980’an. Setelah adanya pembangunan Bumi Serpong Damai (BSD) pada tahun 1980’an, terjadilah sebuah perubahan demografi, yakni menetapnya penduduk Cina dari daerah perkotaan di sekitar desa mereka. Maka, interkasi secara intens dengan komunitas Cina di Bumi Serpong Damai mulai terlaksana.

Universitas Indonesia

Gambar 6.5. Salah Satu Kompleks Bumi Serpong Damai yang Berbatasan dengan Desa

Seiring perkembangan Bumi Serpong Damai yang pesat, Cina pada Bumi Serpong Damai secara kultural menjadi semakin beragam. Mereka tidak hanya datang dari Jakarta, ataupun berasal dari suku Hokkien saja. Pada akhir tahun 1980’an, penduduk Cina mulai datang dari Kalimantan dan Sumatra untuk menetap di Bumi Serpong Damai. Selain itu, mulai pula kedatangan suku-suku Cina selain Hokkien, antara lain Hakka, Kongfu (Kanton), dan Teochiu, seperti yang sudah dipaparkan pada Bab 5. Maka, identitas Cina saja tidak cukup bagi Informan A dan warga lainnya. Diperlukan adanya identitas tambahan untuk membedakan mereka dengan kelompok Cina lainnya yang berkembang semakin beragam di Bumi Serpong Damai. Sebab, seperti yang dipaparkan oleh beberapa warga Cina pada Bumi Serpong Damai, mereka memiliki istilah-istilah seperti Cina Pontianak, Cina Medan, ataupun Cina Semarang yang ditujukan bagi sesama warga Cina di Bumi Serpong Damai. Maka, untuk memberikan identitas yang lebih spesifik karena semakin beragamnya Cina di lingkungan mereka, Informan A dan warga lainnya mengidentifikasi diri sendiri sebagai Cina Benteng.

Universitas Indonesia

Berdasarkan skema ini, nampak bahwa identitas mereka semakin menuju ke arah Cina. Sebab, Orang Keturunan tidak dapat dikatakan sebagai identitas yang identik dengan kultur Cina secara ideal, namun tidak juga bisa dibilang sebagai pribumi. Hal tersebut dijelaskan oleh Informan A mengenai identitas Orang

Keturunan yang menurutnya, “jika dilihat berdasarkan komunitas Cina merupakan

keturunan pribumi, dan jika dilihat dari komunitas pribumi merupakan keturunan Cina.”

Gambar 6.6. Skema Pengakuan Secara Sosial

Berikut adalah pengakuan masyarakat atas identitas Cina Benteng di Desa Situgadung. Secara umum tidak jauh berbeda dengan skema pengakuan individu. Hanya saja, skema ini memiliki lebih banyak agen sosialisasi dan lebih bersifat fluktuatif. Interaksi tersbut merupakan akibat migrasi yang mereka alami. Pertama-tama, berdasarkan pengakuan oleh masyarakat Desa Situgadung, Informan A dan penduduk Cina lainnya dianggap sebagai Orang Keturunan. Istilah Orang Keturunan digunakan oleh pribumi dan komunitas desa karena mereka sudah hidup bersama-sama Orang Keturunan selama beberapa generasi. Istilah ini juga disosialisasikan oleh etnis pribumi secara turun-temurun pula. Secara bersamaan, pada saat itu pula mereka masih beragama Buddha aliran Tri Dharma. Sehingga, diakui pula oleh

Universitas Indonesia

komunitas klenteng Buddha Tri Dharma sebagai Orang Keturunan. Gatekeeper A, seorang banthe (juru dakwah) pada Vihara Sobhita mengkonfirmasi pernyataan tersebut. Dalam pembicaraan dengan peneliti, pada tanggal 25 Mei 2013, Gatekeeper A mengatakan bahwa jemaat vihara tempat ia melakukan dakwah adalah Orang Keturunan. Begitupun pada saat-saat awal masuknya Informan A ke Kristen Pantekosta, yakni awal tahun 1980’an. Pada saat itu ia masih disebut sebagai Orang Keturunan. Sebab, pada saat itu Informan A belum melakukan interaksi kultural secara intens dengan penduduk Cina pada Bumi Serpong Damai serta belum memperbaiki status sosial ekonominya.

Ketika mereka sudah berintraksi secara intens dengan penduduk Cina pada Bumi Serpong Damai, barulah mereka diakui sebagai Cina. Begitupun juga dengan Vihara aliran Theravada. Sebuah aliran Buddha yang biasa dianut oleh penduduk Cina yang menetap di Bumi Serpong Damai. Pada dasarnya, setelah pertengahan tahun 1980’an, mereka sudah diakui sebagai Cina. Namun, karena mereka merantau untuk sementara ke Jakarta, mereka mendapat sebuah julukan lagi sebagai Cina Udik. Barulah setelah menjadi seorang pengusaha dengan status sosial ekonomi yang meningkat, Informan A kembali ke Desa Situgadung yang dekat dengan Bumi Serpong Damai, diakui secara umum sebagai Cina Benteng. Hal ini terjadi mulai pada tahun 1996.

Universitas Indonesia

Gambar 6.7. Skema Pengakuan Berdasarkan Domisili

Skema pengakuan identitas berdasarkan domisili sama dengan skema pengakuan secara sosial. Namun hal yang membedakannya adalah status domisili sebagai dasar pengakuan identitas. Sewaktu mereka tinggal di Desa Situgadung, dikenal sebagai Orang Keturunan, sebab merupakan sebuah istilah asli yang berasal dari desa tersebut. Selain itu, Desa Situgadung pada tahun-tahun seperti yang dijelaskan pada Gambar 6.5., belum berada di sebelah Bumi Serpong Damai. Sebab, perumahan Bumi Serpong Damai pada waktu itu belum dibangun. Maka, istilah asli masih mungkin untuk dipertahankan dan digunakan. Barulah setelah adanya pembangunan Bumi Serpong Damai, mereka mulai mendapatkan istilah Cina. Penggunaan identitas Cina tak lain karena interaksi mereka dengan penduduk Cina pada kota mandiri tersebut. Sewaktu Informan A merantau ke Jakarta pada 1988, mendapatkan istilah Cina Udik. Sebab, ketika ia menetap di Jakarta, komunitas Cina Desa Situgadung dianggap sebagai penduduk yang berasal dari daerah pinggiran. Anggapan yang dianut oleh penduduk Cina di Jakarta saat itu adalah Cina Udik hanya bekerja sebagai buruh dan petani. Barulah setelah kembali ke Desa Situgadung,

Universitas Indonesia

dengan adanya penduduk Cina yang pindah karena berkembangnya Bumi Serpong Damai, Informan A mulai mengenai istilah Cina Benteng. Dimana identitas Cina Benteng dianggapnya sebagai identitas yang paling mendekati identitas kultural Cina. Secara tingkat “ke-Cina-an” masing-masing istilah identitas ini memiliki tingkatan tersendiri. Namun, secara keseluruhan masih sama persis seperti pada skema pengakuan sosial.

Gambar 6.8. Skema Pengakuan Berdasarkan Agama

Dalam konteks kasus penelitian ini, agama memberikan peranan penting dalam membentuk identitas Cina Benteng. Seperti yang sudah dipaparkan oleh Informan A sebelumnya, ia melihat identitas Kristen Pantekosta sebagai identitas yang membuat perubahan secara postif bagi dirinya. Lebih lanjut, Informan A juga mengidetifikasikan afiliasi Agama Kristen dengan identitas Cina. Selain itu, Informan A juga melihat identitas Agama Buddha bertentangan dengan kepercayaan dirinya dan tidak sesuai dengan identitas Cina.

Agama asli Orang Keturunan adalah Buddha Tri Dharma, sebuah aliran Buddha mengalami sinkretisasi dengan ajaran Konghucu. Keluarga Informan A pada

Universitas Indonesia

awalnya merupakan penganut agama tersebut. Oleh karena itulah, Informan A mengaku sebagai Orang Keturunan ketika ia masih beragama Buddha Tri Dharma. Karena adanya sosialisasi yang bersifat turun-temurun. Pengakuannya sebagai Orang Keturunan berakhir pada tahun 1982 seiring masuknya Informan A ke Agama Kristen. Setelah menganut Kristen Pantekosta, seperti yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, mengaku sebagai Cina, atau terkadang Chinese. Namun, karena Informan a baru saja mendalami ajaran agama tersebut, ia masih dianggap belum puritan dalam mengimani ajaran Kristen Pantekosta. Barulah ia menjadi seorang penganut Agama Kristen yang paham secara mendalam ajaran agamanya pada usia 20 tahun. Pada saat itu pula, ia mulai mengaku sebagai Cina Benteng. Secara umum, tingkat “ke-Cina-an” pada skema ini sama seperti pada skema pengakuan diri.

6.1.1.2. Tingkat Kebanggaan Masing-Masing Identitas

Selain memiliki tingkatan yang menunjukkan kedekatan terhadap identitas Cina secara ideal, masing-masing identitas etnis memiliki tingkat kebanggaan yang berbeda pula. Dengan demikian, meski ada beberapa identitas yang sifatnya mendekati identitas Cina secara ideal, namun di sisi lain, pihak yang menggunakan identitas tersebut tidak merasa bangga. Hal ini disebabkan oleh maksud dari pihak yang memberikan identitas yang bersangkutan kepadanya. Berikut adalah penjabaran akan tingkat kebanggaan Cina Benteng yang dipaparkan berdasarkan wawancara mendalam dengan Informan A.

Universitas Indonesia

Gambar 6.9. Grafik Tingkat Kebanggaan Masing-Masing Identitas

Identitas pertama yang dimiliki oleh Informan A sebagaimana Cina Benteng umumnya adalah Orang Keturunan. Informan A mengakui bahwa identitas Orang Keturunan tidak bersifat membanggakan maupun memalukan baginya. Hanya saja, sewaktu ia masih merupakan Orang Keturunan, Informan A masih mengidentifikasi dirinya bahwa ia adalah Orang Keturunan hampir dalamkonteks sosial apapun. Maka, meski ia bersifat netral atas identitas tersebut, ia tetap mengakuinya kepada pihak manapun. Namun, Informan A pernah mendengar istilah Cina yang ia dengar orang tua dan kakeknya. Berbeda dengan Orang Keturunan, meski ia merasa netral dengan istilah tersebut, Informan A mengatakan bahwa ia sama sekali tidak merasa sebagai bagian dari Cina. Hal tersebut dikarenakan istilah Cina yang dianggap asing. Setelah Informan A melakukan perantauan sementara ke Jakarta, ia mendapatkan identitas Cina Udik. Meskipun pada bagan sebelumnya Cina Udik dianggap lebih mendekati identitas Cina secara ideal, namun Informan A tidak bangga dengan istilah tersebut. Ia bahkan tidak menyukainya, salah satunya karena diasosiasikan dengan kejadian pemindahan generasi orang tuanya ke kamp tahanan di Jakarta oleh Belanda.

Barulah mereka mendapatkan identitas Cina dan Chinese, yang mereka gunakan cenderung lebih bangga. Sebab, identitas tersebut didapatkan tak lain karena hasil usaha perubahan identitas mereka sendiri. Seperti yang sudah Informan A

Universitas Indonesia

katakan, bahwa dengan melakukan perubahan hidupnya ke arah yang lebih baik, ia merasa menjadi seorang Cina. Faktor lain Informan A beserta kerabatnya dapat membanggakan diri mereka sebagai Cina Benteng adalah konteks iklim politik pada saat itu. Masa Informan A dan kerabatnya dapat merasa bangga dengan “ke-Cina-an” mereka adalah saat Era Reformasi, dimana etnis Cina di Indonesia dapat secara bebas membanggakan identitas kebudayaan mereka. Hal ini merupakan akibat kebijakan pemerintahan baru setelah Suharto yang mulai mengakui kebudayaan Cina sebagai bagian dari kebudayaan Indonesia secara luas. Freedman (2000:92), mengutarakan iklim politik Indonesia pada masa ini memungkinkan etnis Cina di Indonesia untuk membanggakan identifikasi diri mereka sebagai etnis Cina. Iklim politik semacam ini pula yang turut mendorong penduduk Cina Benteng untuk dapat membanggakan diri mereka.

Kemudian, identitas terkini yang mereka gunakan adalah Cina Benteng. Sejauh ini, Informan A, sebagaimana kerabatnya, mengaku paling bangga atas identritas tersebut. Alasan yang membuat mereka paling bangga atas identitas tersebut ada dua, antara lain:

a. Meskipun secara objektif Cina Benteng adalah sekelompok Cina Peranakan yang kabur dari Batavia Massacre pada tahun 1740, Informan A dan warga Desa Situgadung memaknai Cina Benteng versi mereka sebagai komunitas Cina kabur dari keterpurukan menuju kehidupan yang lebih baik;

b. Cina Benteng adalah manifestasi akan penerimaan penduduk Cina atas kehadiran penduduk keturunan Cina pada Desa Situgadung. Sebab, pihak yang menamai mereka sebagai Cina Benteng tak lain adalah penduduk Cina pada Bumi Serpong Damai.

Berdasarkan pemaparan tersebut, nampak bahwa warga Cina Benteng pada Desa Situgadung, seperti yang direpresentasikan oleh Informan A, memiliki bentuk sosialiasi yang beragam sehubungan dengan identitas mereka. Dalam mendefiniskan identitas Cina Peranakan, aspek sosial lebih berpengaruh ketimbang aspek fisik.

Universitas Indonesia

Seakan-akan fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat secara luas sudah tidak peduli bahwa Cina-an itu ditunjukkan dengan aspek fisik. Dengan kata lain, ke-Cina-an dalam konteks sosial ini lebih ditentukan oleh aspek sosial, dan bukan aspek fisik. Seperti yang sudah dijelaskan pada Bab 5, maka dalam hal ini ke-Cina-an di Desa Situgadung didefinisikan sebagai kemampuan berdagang dan afiliasi dengan Agama Kristen. Ini menunjukkan bahwa identitas itu merupakan aspek sosial, dan bukan aspek fisik.

6.1.2. Identifikasi Kolektivitas Sosial

Fenomena ini menunjukkan sebuah perpindahan dari suatu kelompok sosial kepada kelompok lainnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa fenomena perubahan Orang Keturunan menjadi Cina Benteng merupakan sebuah usaha pergantian identifikasi dari satu kolektivitas sosial kepada kolektivitas sosial lainnya.

Dalam dokumen Perjalanan Panjang Menuju Cina Benteng S (1) (Halaman 131-154)