• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 KARAKTERISTIK KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

3.3. Hasil dan Pembahasan

3.3.5. Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan.

Berdasarkan informasi masyarakat di 11 kecamatan di wilayah Kabupaten Kapuas seperti yang disajikan pada Tabel 3.3, sebagian besar kebakaran disebabkan oleh api liar dari semak belukar atau lahan terlantar dan pembakaran hutan galam untuk kebun. Semak belukar banyak ditemukan di area Eks PLG dan areal yang tidak jelas kepemilikan lahannya. Semak belukar merupakan merupakan lahan tak terkelola (unmanaged area) sehingga menjadi open access

atau mudah digunakan untuk beragam aktivitas oleh masyarakat. Pembukaan lahan untuk kebun umumnya terjadi di hutan galam dan semak belukar rawa yang dibakar untuk persiapan menanam karet atau kelapa sawit. Hutan Galam juga merupakan lahan tidak terkelola seperti semak belukar. Di lahan tidak terkelola masyarakat khususnya dari luar desa (outsider people) dengan mudah dan tidak terpantau melakukan aktivitas pembakaran baik disengaja maupun tidak disengaja.

Penyebab kebakaran lainnya antara lain pembukaan lahan untuk lahan kering pertanian, pembukaan lahan untuk padi sawah, penguasaan lahan, membersihkan areal sekitar tambang emas, pembukaan lahan untuk mengusir hama, api liar dari kegiatan memancing, api liar dari kegiatan merokok, pemanenan kayu di hutan dan konversi dari hutan sekunder ke perkebunan. Penelitian yang dilakukan oleh Akbar et al (2011) di areal lahan gambut Kabupaten Kapuas menemukan bahwa sumber-sumber kebakaran lahan juga berasal dari petani ladang dan penangkap ikan.

Selain semak belukar rawa, hutan galam juga merupakan areal sumber api yang banyak disebutkan masyarakat. Hutan Galam merupakan ekosistem khas yang ada di kawasan rawa pasang surut di Kalimantan. Pohon Galam merupakan tumbuhan adaptif yang tumbuh cepat pada kondisi tergenang. Pohon-pohon galam (Melaleuca cajuputi) yang terbakar mampu beregenerasi cepat. Bahkan menurut masyarakat, semakin hutan galam sering terbakar, semakin rapat pohon yang tumbuh kembali.

Tabel 3.3. Penyebab kebakaran hutan dan lahan dari aktivitas masyarakat di Kabupaten Kapuas Tahun 2012

No. Penyebab/Sumber Kebakaran

Kecamatan

Bas Man Kku Sel Kmu Tim Kte Lta Kti Dad Kba Jumlah 1. Pembukaan lahan

untuk lahan kering pertanian

1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 4

2. Pembukaan lahan untuk lahan padi sawah

0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 2

3. Api liar semak belukar/lahan terlantar 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 6 4. Pembakaran hutan galam untuk kebun 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 5 5. Klaim Penguasaan Lahan 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 6. Membersihkan areal sekitar tambang emas 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 7. Pembakaran lahan untuk mengusir hama 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2

8. Api liar dari

kegiatan Berburu 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 3

9. Api liar dari kegiatan memancing

0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

10. Api liar dari

kegiatan merokok 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 4 11. Pemanenan kayu di hutan 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 12. Konversi dari hutan sekunder ke perkebunan 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 Jumlah 4 7 1 2 2 1 3 1 4 5 1

Keterangan : 1 (ada), 0 (tidak ada), Bas (Basarang), Man (Mantangai), Kku (Kapuas Kuala), Sel (Selat), Kmu (Kapuas Murung), Tim (Timpah), Kte (Kapuas Tengah), Lta (Pasak Talawang), Kti (Kapuas Timur), Dad (Dadahup), Kba (Kapuas Barat). Sumber : Hasil wawancara dengan masyarakat

Kayu galam sangat luas pemanfaatannya khususnya di Kabupaten Kapuas. Kayu galam digunakan untuk berbagai penggunaan seperti pagar, penahan tebing, bahan kontruksi untuk jalan, jembatan dan rumah. Penggunaan kayu galam yang menjadi bahan baku utama bagi berbagai keperluan konstruksi bangunan membuat pemanenan kayu alam berlangsung terus menerus dan cenderung semakin meningkat.

Menurut penyebabnya, kebakaran juga terjadi karena pembukaan lahan baru pertanian dan perkebunan. Pembukaan lahan baru untuk pertanian dengan pembakaran umumnya untuk ditanami padi gunung. Berdasarkan wawancara dengan masyarakat diperoleh informasi bahwa padi gunung akan tumbuh dengan baik hanya bila saat pembersihan lahan dilakukan dengan cara pembakaran. Pembersihan lahan pada areal tanaman padi gunung cara pembakaran, selain murah, muda dan cepat, menurut petani juga bermanfaat untuk menekan gulma dan alang-alang, mengusir hama dan menambah hara tanah.

Sebagian besar kebakaran menurut penggunaan lahan yang disajikan Gambar 3.5 terjadi di semak belukar dan hutan galam (Hutan Sekunder Rawa). Semak belukar seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.21 (c) banyak ditemukan di area Eks PLG dan areal yang tidak jelas kepemilikan lahannya. Disamping itu, semak belukar merupakan lahan yang merupakan lahan menjadi lahan tak terkelola (unmanaged area) menjadi open access atau mudah digunakan untuk beragam aktivitas oleh masyarakat. Di lahan tidak terkelola masyarakat khususnya dari luar kota kampung (outsider people) dengan mudah dan tidak terpantau melakukan aktivitas pembakaran baik disengaja maupun tidak disengaja. Pembakaran yang disengaja contohnya adalah membakar semak untuk membuka jalan pada saat berburu dan mengangkut kayu, menemukan lubang berkumpulnya ikan serta menemukan sarang persembunyian hewan buruan. Pembakaran tidak sengaja yaitu kelalaian dari kegiatan merokok dan membiarkan api dari kegiatan memasak.

Penggunaan lahan lain yang menjadi sumber api adalah hutan galam yang termasuk dalam tutupan hutan rawa sekunder (Gambar 3.21(a)). Hutan Galam merupakan ekosistem khas yang ada di kawasan rawa pasang surut. Pohon Galam merupakan tumbuhan adaptif yang tumbuh cepat pada kondisi tergenang. Pohon- pohon galam yang terbakar mampu beregenerasi cepat. Bahkan menurut masyarakat, semakin hutan galam sering terbakar, semakin rapat pohon yang tumbuh.

Kayu galam sangat luas pemanfaatannya khususnya di Kabupaten Kapuas. Kayu galam digunakan untuk berbagai penggunaan seperti pagar, penahan tebing, bahan kontruksi untuk jalan, jembatan dan rumah. Penggunaan kayu galam yang menjadi bahan baku utama bagi berbagai keperluan konstruksi bangunan membuat pemanenan kayu galam berlangsung terus menerus dan cenderung semakin meningkat. Selain itu, kebutuhan akan lahan pertanian baru, juga mengancam ekosistem hutan galam. Hutan galam yang berfungsi sebagai kawasan tangkapan air usai dikonversi menjadi ladang atau kebun justru menjadi areal yang rawan terbakar khususnya di musim kemarau. Hal ini terbukti dari banyaknya kasus kebakaran dimana api bermula dari kebakaran di hutan galam. Seperti pada Tabel 3.3, beberapa kejadian kebakaran disebabkan aktifitas masyarakat yang membuka lahan atau melakukan penebangan kayu di hutan galam.

Gambar 3.21. Penggunaan Lahan di Kabupaten Kapuas; (a) Hutan rawa sekunder/hutan galam, (b) Perkebunan sawit di lahan gambut, (c) Semak belukar rawa, (d) Perkebunan karet rakyat campur nanas di lahan gambut, (e) Hutan Sekunder Tanah Kering, (f) Perkebunan Karet di lahan kering, (g) Hutan Sekunder untuk Pertambangan, (h) Hutan Sekunder bekas terbakar

3.4. Simpulan

Indikasi kuat terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas ditunjukkan oleh titik panas atau hotspot bersumber dari satelit Terra/Aqua MODIS dengan nilai kepercayaan (confidence)lebih dari 50%.

Jumlah hotspot berhubungan dengan curah hujan. Hotspot semakin meningkat jumlahnya (37 -120 hotspot per bulan) pada tahun dimana terjadi curah hujan bulanan semakin menurun dibawah rata-ratanya (anomali hujan bulanan kumulatif empat bulan sebelumnya 282 mm – 349 mm dibawah rata-rata). Menurut waktu, bulan Agustus – Oktober merupakan waktu terjadi peningkatan titik panas di Kabupaten Kapuas.

Hotspot terpadat umumnya berada pada lokasi dengan karakteristik semak belukar rawa, dekat dengan sungai, dengan dengan jalan, agak jauh dari pusat desa, di lahan gambut dengan kedalaman sangat dalam dengan sistem lahan Peat Basin or Domes (PBD) dan Peat Covered sandy terraces (PCS).

Secara umum, hotspot tersebar sangat rapat di wilayah selatan Kabupaten Kapuas dibandingkan di wilayah utara. Informasi masyarakat menunjukkan bahwa tidak selalu pada tahun-tahun dengan hotspot tinggi terjadi kebakaran yang merata di semua wilayah.

Aktivitas masyarakat yang dominan menyebabkan kebakaran yaitu pembukaan lahan pertanian dan konversi lahan menjadi perkebunan. Aktivitas ini umumnya terjadi di lahan yang tidak terawat.

4 PENENTUAN DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN