• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERINGATAN DINI BERBASIS MASYARAKAT 6.1 Pendahuluan

8 SIMPULAN DAN SARAN 1 Simpulan

Karakteristik kebakaran hutan dan lahan telah ditemukan dari indikasi kuat data hotpot dengan kejadian kebakaran, periode kebakaran, hubungan curah hujan dan jumlah hotspot, sebaran kepadatan hotspot dengan faktor penyebab kebakaran serta penyebab kebakaran yang ditemukan di lapangan. Indikasi kuat kebakaran hutan dan lahan di kabupaten Kapuas ditunjukkan oleh titik panas atau hotspot bersumber dari satelit Terra/Aqua MODIS dengan nilai kepercayaan (confidence) lebih dari 50%. Jumlah hotspot berhubungan dengan curah hujan. Hotspot meningkat jumlahnya pada tahun dimana terjadi curah hujan yang rendah. Menurut waktu, bulan Agustus – Oktober merupakan waktu terjadi peningkatan titik panas di Kabupaten Kapuas. Hotspot terpadat umumnya berada pada lokasi dengan karakteristik semak belukar rawa, dekat dengan sungai, dengan dengan jalan, agak jauh dari pusat desa, di lahan gambut dengan kedalaman sangat dalam,

dengan sistem lahan Peat Basin or Domes (PBD) dan Peat Covered sandy terraces (PCS). Secara umum, hotspot tersebar sangat rapat di wilayah selatan Kabupaten Kapuas dibandingkan di wilayah utara. Informasi masyarakat menunjukkan bahwa tidak selalu pada tahun-tahun dengan hotspot tinggi terjadi kebakaran yang merata di semua wilayah. Aktivitas masyarakat yang menyebabkan kebakaran yaitu berburu, aktivitas merokok, memancing, pembukaan lahan pertanian dan konversi lahan menjadi perkebunan. Aktivitas ini umumnya terjadi di lahan yang tidak terawat.

Variabel atau faktor-faktor yang berperan penting dalam model spasial tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan adalah kedalaman gambut, tutupan lahan dan jarak dari jalan. Model yang disusun oleh variabel kedalaman gambut, tutupan lahan dan jarak dari jalan yaitu y = y = 1.015x3 - 2.987x2 + 2.875x - 0.122

dimana memiliki koefisien determinasi yang cukup 73.8% dan dapat digunakan untuk menduga kepadatan hotspot per km2. Model tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan dengan menggunakan lima variabel memiliki akurasi sebesar 78.8 % untuk pengkategorian ke dalam tiga kelas, dan 57.7 % untuk pengkategorian ke dalam lima kelas. Kelas kedalaman gambut memiliki bobot tertinggi sebesar 73 persen dalam menentukan tingkat kejadian kebakaran hutan dan lahan melalui kepadatan hotpsot. Sebaran tingkat kerawanan tinggi sebagian besar berada di areal lahan gambut sangat dalam sekali tesebar di kelas tutupan lahan hutan rawa sekunder dan semak belukar rawa dan dekat dengan jalan. Wilayah dengan tingkat kerawanan tinggi sekali terletak di Kecamatan Basarang, Kecamatan Dadahup dan Kecamatan Mantangai.

Dalam pengembangan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan, peraturan yang ada sudah mencakup aspek penyediaan informasi, sistem distribusi dan pihak yang bertanggungjawab dalam distribusi peringatan. Meskipun ditemukan kesenjangan dalam implementasi aturan dan belum mengakomodir banyak hal yang menjadi potensi pengembangan di masyarakat, aturan ini mampu menyediakan pedoman bagi masyarakat dalam mencegah meluasnya kebakaran hutan, lahan dan pekarangan khususnya di wilayah Kabupaten Kapuas. BPBD, Disbunhut, BLH dan Pemerintah Desa merupakan aktor kunci dimana merupakan pihak yang memiliki pengaruh dan kepentingan tinggi terhadap pelaksanaan program pengembangan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan. Kelembagaan pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang dibentuk oleh pemerintah dan masyarakat dapat diintegrasikan dengan melihat cakupan peran wewenang dan kapasitas masing-masing. Integrasi kelembagaan formal tingkat Kabupaten dengan kelembagaan yang berasal dari masyarakat terbentuk partisipasi yang tinggi dalam mengurangi risiko kebakaran hutan dan lahan ampai pada tingkat lokal. Faktor pendukung, tantangan dan kebutuhan untuk sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan pada tingkat masyarakat adalah kebijakan, kelembagaan, pengetahuan lokal, sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia. Adapun faktor pendukung, tantangan dan kebutuhan pada lembaga pemerintah adalah kebijakan, kelembagaan, informasi peringatan dini, sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia.

Kelembagaan yang dibentuk dalam rangka pengendalian kebakaran hutan dan lahan terpadu (POSKO) untuk pusat informasi dan komunikasi peringatan dini kebakaran hutan dan lahan dibawah koordinasi kepala daerah (bupati) perlu dikuatkan. Kelembagaan ini terdiri dari unsur atau lembaga BPBD Kapuas,

DPHTP, BLH Kapuas, Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kapuas, Manggala Agni, Pengendali Kebakaran Berbasis Komunitas dan Pemerintah Desa. POSKO memiliki tugas utama mengumpulkan, menganalisis, menyebarluaskan serta merespon laporan masyarakat terkait bahaya kebakaran hutan dan lahan. Informasi peringatan bahaya kebakaran hutan dan lahan mengakomodasi informasi prediksi dari pengetahuan lokal masyarakat serta penyebarannya menggunakan kombinasi teknologi komunikasi dan saluran penyebarluasan yang ada di masyarakat. Kelompok pengendali kebakaran hutan dan lahan memegang peranan penting dalam peningkatan pemahaman penyebab dan dampak kebakaran, pemantauan aktivitas kebakaran, penyebarluasan pesan peringatan bahaya kebakaran

8.2. Saran

Penelitian berikutnya yang diperlukan adalah kajian tipologi areal rawan kebakaran serta sebarannya berdasarkan aspek biofisik, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Kajian ini diharapkan dapat mengungkapkan dan menemukan karakteristik wilayah dan penyebab luasnya lahan yang menjadi sumber api kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kapuas.

Peta rawan kebakaran hutan dan lahan perlu dibuat dari waktu ke waktu (time series) agar perubahan wilayah rawan kebakaran bisa diketahui dari tahun ke tahun. Selain diketahui perubahan wilayah rawan kebakaran, peta rawan yang dibuat per tahun akan bisa menemukan perubahan faktor penyebab kebakaran hutan dan lahan. Selain itu, peta rawan yang sudah dibuat oleh beberapa lembaga di Kabupaten Kapuas perlu dibuat satu sumber dan bisa dipakai bersama untuk memudahkan koordinasi dan mengefisienkan anggaran sehingga pencegahan kebakaran dalam satu koordinasi yang lebih baik.

Tahapan monitoring kegiatan dan evaluasi yang menjadi siklus dalam riset aksi perlu ditindaklanjuti dalam program penanggulangan bencana di Kabupaten Kapuas oleh Pemerintah Kabupaten Kapuas dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang memiliki potensi bekerja sama dan saling mengisi.