• Tidak ada hasil yang ditemukan

Refleksi Sistem Peringatan Dini Pemerintah dan Masyarakat

PERINGATAN DINI BERBASIS MASYARAKAT 6.1 Pendahuluan

6.3. Hasil dan Pembahasan 1 Pengetahuan tentang risiko

6.3.5. Refleksi Sistem Peringatan Dini Pemerintah dan Masyarakat

Faktor-faktor yang diharapkan dapat mendukung para pihak yaitu dari kelompok masyarakat dan pihak pemerintah berasal dari pemahaman mereka sekaligus kritik atas program pengendalian keakaran hutan dan implementasi sistem peringatan dini yang sudah ada sebelumnnya. Pemahaman dan kritik ini menjadi sebuah refleksi untuk memperbaiki sistem yang telah berjalan sebelumnya. Refleksi dari instansi teknis dan masyarakat dapat tercermin dari hasil FGD yang dilakukan yang terkait dengan tantangan kelembagaan sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan.

6.3.5.1. Refleksi Lembaga Pemerintah

Di kalangan instansi pemerintah, semua memahami bahwa perlu adanya penyatuan sumber dan pengelola informasi peringatan dini kebakaran pada skala Kabupaten. Saat ini BPBD Kabupaten Kapuas memiliki tugas dan fungsi mengkoordinir penanggulangan bencana termasuk kebakaran hutan dan lahan di wilayah kabupaten. Dalam penanggulangan kebakaran secara ad hoc dibentuklah

Pos Simpul Komando (POSKO) dibawah koordinasi BPBD untuk menanggulangi Kebakaran Hutan dan Lahan. Sumber informasi yang memasok informasi deteksi dan prediksi kondisi rawan kebakaran adalah selama ini dari BMKG dan Manggala Agni Daerah (Daops) Operasi Kapuas BKSDA Kalteng. POSKO mendapat informasi berupa prakiraan musim kemarau dan prakiraan cuaca 3 harian dari BMKG. Informasi lain berupa jumlah dan sebaran hotspot berasal dari Manggala Agni. Di pihak lain, BLH dan Manggala Agni juga menyediakan peta rawan kebakaran untuk melengkapi data dan informasi di POSKO.

Lembaga penyedia data yaitu BMKG tidak menemukan kendala dalam hal memasok informasi. Sumberdaya manusia yang bertugas dalam tupoksi peringatan dini kebakaran sudah sangat memadai dalam hal pengetahuan dan keahlian. Dalam hal memasok data, POSKO tidak merasa ada kendala terkait data dari BMKG. BMKG belum melakukan pembinaan dan pelatihan secara khusus terkait pengumpulan dan pemanfaatan data untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan pada tingkat masyarakat,. BMKG saat ini masih memiliki Sekolah Lapang Iklim untuk menunjang kegiatan pertanian secara umum namun belum mengembangkannya untuk kegiatan khusus penanggulangan kebakaran hutan dan lahan.

Hasil diskusi kelompok di kalangan instansi pemerintah Kabupaten Kapuas sebagai pengguna data menyebutkan bahwa informasi peringatan dan kesiapsiagaan terbaru dari penyedia data dapat dipahami. Kendala yang mereka hadapi adalah informasi peringatan bahaya kebakaran tidak menjangkau semua tempat yang rawan kebakara. Hal ini disebabkan oleh adanya hambatan diseminasi atau penyebaran informasi khususnya media penyaluran yang terbatas dan minimnya jaringan telekomunikasi yang tidak menjangkau sampai pelosok desa.

Terkait dengan respon masyarakat menghadapi musim kebakaran, instansi pemerintah di Kabupaten Kapuas berpendapat nahwa masyarakat belum pro-aktif dan berinisiatif dalam melaporkan aktivitas yang berisiko menyebabkan kebakaran. Masyarakat baru pro-aktif melaporkan hutan dan lahan yang telah terbakar. Padahal, informasi penting yang dibutuhkan oleh instansi pemerintah agar bisa mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan yang tidak terkendali adalah rencana lokasi dan waktu pembakaran.

Terkait dengan sumberdaya manusia (SDM) yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem peringatan dini di Kabupaten Kapuas, pihak instansi pemerintah menghadapi beberapa kendala yaitu konsistensi SDM yang menangani operasional EWS. Posisi staf-staf di instansi pemerintah daerah kabupaten umumnya bersifat dinamis dalam penempatannya. Staf-staf instansi teknis yang sudah mendapat pelatihan dan memiliki keterampilan pengumpulan dan pengolahan data deteksi dan prediksi kebakaran seringkali dipindah dan diganti dengan staf lain yang belum terlatih. Hal ini menyebabkan keberkelanjutan pengelolaan operasional EWS kebakaran menjadi terkendala.

6.3.5.1. Refleksi Masyarakat

Masyarakat memahami bahwa perlu adanya informasi peringatan dini kebakaran yang mudah dipahami, terkoordinir dan cepat. Saat ini masyarakat menerima peringatan bahaya kebakaran dari dari berbagai instansi pemerintah

seperti Bupati, Gubernur, Kementerian Kehutanan, dan lembaga non-pemerintah (KFCP). Masyarakat selama ini meyakini bahwa kebiasaan turun menurun dalam memprediksi kemarau sudah mulai berubah. Beberapa kebiasaan atau pengetahuan lokal untuk memprediksi iklim mulai meleset. Untuk itu mereka membutuhkan informasi yang lebih akurat yang bisa dipakai membantu dalam menunjang aktivitas khususnya kegiatan pertanian.

Pemerintah desa membuat mekanisme pemantauan melalui kewajiban izin bagi pemilik atau penggarap lahan yang akan membuka lahan dalam upaya pengendalian kebakaran di tingkat masyarakat. Izin pembukaan lahan dengan pembakaran diberikan secara tertulis oleh kepala desa. Selain izin kepala desa, pemilik lahan harus melapor ke tetangga dekat lahan yang akan dibuka. Cara ini diharapkan dapat mencegah menjalarnya api secara tidak terkendali.

Di beberapa desa khususnya yang mendapat program pembinaan dari Lembaga Non-Pemerintah dan Kementerian Kehutanan, terdapat kelompok pengendalian kebakaran hutan. Kelompok inilah yang dengan cepat mendapat informasi terbaru terkait kondisi peringatan bahaya kebakaran. Kelompok tersebut yaitu Masyarakat Peduli Api (MPA) dibawah pembinaan Manggala Agni BKSDA dan RPK yang difasilitasi oleh KFCP. Manggala Agni BKSDA memiliki perangkat SPBK untuk memantau kondisi cuaca dan peringkat bahaya kebakaran harian sedangkan KFCP memiliki staf yang selalu update informasi peringatan dini kebakaran yang diakses dari berbagai sumber.

Terdapat desa-desa yang memakai pengetahuan local masyarakat dalam memprediksi kemarau. Masyarakat asli Kapuas khususnya yang tinggal di wilayah utara di beberapa desanya masih memakai perkiraan melalui pengetahuan lokal mereka. Sebaliknya, masyarakat pendatang yang umumnya melakukan aktivitas budidaya intensif di wilayah selatan Kapuas banyak mendapatkan informasi peringatan bahaya melalui berbagai sumber yaitu Manggala Agni, spanduk papan pengumuman dari gubernur, surat edaran Bupati dari aparat desa dan informasi dari media massa (TV, Radio, surat kabar).

Hasil diskusi kelompok di kalangan masyarakat di Kabupaten Kapuas sebagai penerima data informasi peringatan menyebutkan bahwa informasi peringatan dan kesiapsiagaan terbaru dari penyedia data kurang dipahami sehingga belum mendapat respon yang tinggi dari masyarakat. Masyarakat kurang paham apa implikasi dari datangnya bahaya peringatan kebakaran sehingga sebagian masih tetap beraktivitas membakar lahan seperti kebiasaan dari tahun ke tahun.

Masalah yang dihadapi masyarakat dalam mendapat informasi peringatan bahaya kebakaran adalah tidak semua tempat yang rawan kebakaran dapat terjangkau informasi secara cepat. Hal ini sama yang dikemukan oleh lembaga pemerintah yaitu disebabkan oleh adanya hambatan diseminasi atau penyebaran informasi khususnya media penyaluran, akisesibilitas yang terbatas dan minimnya jaringan telekomunikasi yang tidak menjangkau sampai pelosok desa.

Terkait dengan respon masyarakat menghadapi musim kebakaran, instansi pemerintah di Kabupaten Kapuas berpendapat bahwa masyarakat belum pro-aktif dan berinisiatif dalam melaporkan aktivitas yang berisiko menyebabkan kebakaran. Masyarakat baru pro-aktif melaporkan hutan dan lahan yang telah terbakar. Padahal, informasi penting yang dibutuhkan oleh instansi pemerintah

agar bisa mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan yang tidak terkedali adalah rencana lokasi dan waktu pembakaran.

Konsistensi program pembinaan regu pengendalian kebakaran merupakan dukungan yang diharapkan oleh masyarakat di desa agar mereka bisa berpartisipasi dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Masyarakat masih sekedar mendapat bantuan, pendampingan serta sarana pengendalian kebakaran bila ada proyek pemerintah atau lembaga non-pemerintah (KFCP). Keberlanjutan kelompok masyakarat pengendali kebakaran hutan dan lahan ini akan tersendat atau bahkan bubar, bila proyek berakhir. Disamping itu dukungan lain yang diperlukan masyarakat adalah mesin dan perangkat pemadaman lainnya, infrastruktur jaringan telekomunikasi, pembentukan tim pengendalian kebakaran beserta dukungan logitik dan pembinaannya.