• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYIMPANGAN TINGKAHLAKU

Dalam dokumen Buku Bahan Ajar Teknik Konseling (Halaman 65-69)

A. Konsep perubahan tingkah laku

Penyimpangan tingkahlaku atau behavior disorder menunjuk pada berbagai bentuk abnormalitas yang sulit dirumuskan secara tegas dan tepat. Ada yang merumuskan abnormalitas dalam pengertian statistis, yaitu bahwa individu yang terletak di luar batas garis normal pada kurva normal. Ada pula yang memandangnya dari standard kultural, atau norma subyektif, individual. Setiap orang sewaktu-waktu akan memperlihatkan gejala salah suai, tapi orang yang memperlihatkan penyimpangan tingkahlaku akan menunjukkan gejala maladaptive yang lebih dominant dan continue dalam pola tingkahlakunya. Dengan kata lain, perbedaan antara manusia normal dengan yang abnormal memperlihatkan penyimpangan tingkahlaku tidaklah bersifat kualitatif. Tegasnya, pola tingkahlaku salah suai dan adaptif tidaklah secara tajam terpisah menjadi dua kelompok yang berbeda.

Terapi tingkahlaku terutama digunakan untuk mengubah tingkahlaku yang termasuk abnormal, baik yang tergolong neurotik ataupun psikotik. Penyimpangan tingkahlaku ini dapat dijabarkan dalam berbagai jenis kegiatan, seperti ngompol, gagap, phobia, obsessi, kompulsi, hysteria, tics, alcoholism ataupun mental deficfency. Ada dua issue utama yang memelopori kepesatan penyembuhan penyimpangan tingkahlaku, yaitu operant conditioning (Skinner), dan

reciprocal inhibitionnya (Wolpe). Operant conditioning menggunakan

reinforcement. Reinforcement bisa bersifat umum maupun khusus. Yang umum misalnya perhatian, persetujuan, dan uang. Yang khusus, individual, yang disebut idiosyncratic reinforcement, contohnya

seorang anak yang tidak mau bicara sama sekali, tapi senang permen karet. Permen karet inilah yang dijadikan reinforcement bagi anak itu, antara lain dengan menjatuhkan permen karet itu ke lantai hingga terlihat oleh anak agar terjadi komunikasi.

Terapi tingkahlaku memandang tingkahlaku individu mengikuti hukum kausal. Peranan penyuluh ialah membantu individu mengatasi hambatannya dengan jalan mengatur kembali assosiasi antara stimulus dengan respon, sehingga serasi dengan lingkungannya.

Khusus berkenaan dengan perawatan penyimpangan tingkah Iaku, Wolpe menggunakan reciprocal inhibition yang terdiri atas enam teknik utama, yaitu;

a. Desensitization dengan tujuan mengganti respon cemas terhadap stimulus tertentu dengan respon santai. Caranya ialah dengan mengurangkan ketegangan klien dengan jalan berlatih santai

(relaks). Klien dibantu menyusun urutan stimulus yang mencemaskan

dari mulai yang kurang mencemaskan hingga yang paling mencemaskannya.

b. Assertive training merupakan latihan mempertahankan diri akibat perlakuan orang lain yang menimbulkan kecemasan. Klien dilatih untuk mempertahankannya dalam memelihara dirinya.

c. Sexual training merupakan latihan yang digunakan untuk klien yang menghadapi masalah di waktu menghadapi jenis kelamin lain. Kegiatan ini berulangkali dilakukan hingga kecemasan itu sendiri berangsur berkurang. Klien dihadapkan pada stimulus bertahap, hingga akhirnya tidak memperlihatkan kecemasannya di saat bekerja dengan jenis kelamin lain.

Draf kuliah Teknik Konseling

d. A version therapy yang digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Klien mengganti respon terhadap stimulus dengan prosedur pemberian stimulus yang tidak disenanginya.

e. Covert desensitization digunakan untuk menyembuhkan tingkah-laku klien yang menyenangkan, tapi menyimpang. Klien dilatih untuk memberikan respon negatif terhadap stimulus yang disenanginya itu dengan jalan membayangkan sesuatu yang tidak menyenangkan dirinya.

f. Thought stopping digunakan untuk menghilangkan respon cemas dengan jalan melatih menghentikan bayangan cemas itu.

Selanjutnya Wolpe menyodorkan dua tipe desensitization, yang disebut imaginal desensitization I) dan in vivo desensitization (SD-R). Imaginal desensitization menggunakan reproduksi imaginasi subyek, sedang in vivo desensitization menggunakan situasi yang nyata.

Untuk merawat berbagai penyimpangan tingkahlaku dipergunakan berbagai latihan, dapat menggantikan schock listrik, sirine, berbagai bentuk ganjaran, baik intrinsik ataupun ekstrinsik.

Ada empat pandangan tentang jenis metoda psikotherapi yang ada (terapi tingkahlaku dan terapi lainnya) yaitu, bahwa: (a) metoda-metoda penyuluhan itu berbeda secara tajam baik teori ataupun tekniknya sehingga tidak dapat dipertemukan, (b) metoda-metoda penyuluhan saling melengkapi, karena memiliki kesamaan dan perbedaan, (c) terapi tingkahlaku oleh psikodinamika dipandang sebagai bagian kecil dari psikoterapi, dan (d) para ahli terapi tingkahlaku memandang sebaliknya, bahwa psikoterapi dapat dimasukkan sebagai bagian dari terapi tingkahlaku.

Terdapat perbandingan antara terapi tingkahlaku dengan psikoterapi, sebagai berikut:

 Terapi tingkahlaku menekankan akan perubahan simptom, sedang psikoterapi merawat berbagai perasaan yang tidak teratur.

 Teori tingkahlaku menggunakan latihan yang bertahap, sedang psikoterapi menganggap, bahwa pertalian dengan klien merupakan kunci penyembuhan.

 Terapi tingkahlaku menggunakan tahapan fantasi klien dalam latihan, sedang psikoterapi membina pertalian agar klien berani mengekspresikan segala perasaannya.

 Terapi tingkahlaku menggunakan ayersion technique, sedang psikoterapi menghubungkan tingkahlaku yang ada dengan pola tingkahlaku yang lain.

 Terapi tingkahlaku menggunakan conditioning yang positif, sedang psikoterapi mentafsirkan fantasi dan mimpi klien.

Di samping mengajukan perbedaan, ada pula kesamaan antara kedua metoda terapi itu, yaitu bahwa kedua-duanya menggunakan teknik:  encouragement, advice dan reassurence

 manipulasi lingkungan  mencari sumber stress

 mencari pola tingkahlaku klien.

Berdasarkan perbedaan dan persamaan itu, berbagai metoda terapi itu saling melengkapi. Apa yang tiada terjangkau oleh aliran terapi tertentu dapat juga digunakan metoda lain. Konsep tingkahlaku yang digambarkan dalam pandangan ahli terapi tingkahlaku belum mencakup seluruh aspek penggerak tingkahlaku itu sendiri. Kiranya akan memadai apabila terapi tingkahlaku tidak dipertentangkan dengan terapi lainnya, tapi justru digunakan sebagai metoda yang lengkap melengkapi.

Ditinjau dari metodologinya, terapi tingkahlaku memerlukan ruangan khusus tempat eksperimen. Ruang seperti ini kadang-kadang justru

Draf kuliah Teknik Konseling

berlainan dengan situasi real bahkan tidak identik. Apabila individu menghadapi kondisi baru, mungkin terbentuk tingkahlaku salah suai baru pula. Oleh karena itu keterbatasan metoda ini hendaknya diimbangi oleh kemampuan penyuluh dalam menganalisis stimulus yang mana yang menimbulkan tingkahlaku salah suai, dan respon manakah yang seharusnya diperkuat.

Dalam pembentukan tingkah laku baru, metoda ini dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak, baik guru, orang tua ataupun klien sendiri. Namun demikian metoda terapi apa pun, janganlah dipandang sebagai yang mujarab untuk berbagai gangguan tingkahlaku. Pandangan penyuluh, masalah dan keadaan klienlah yang akan menentukan keberhasilan perawatan klien.

Penyimpangan tingkahlaku itu dalam empat katagori: (1) memperlihatkan gejala neuroticism yang tinggi sekalipun ada tekanan

(stress) yang rendah, tapi dihayati oleh subyek sebagai ancaman. (2)

memperlihatkan gejala neuroticism yang rendah, akan tetapi mengalami tekanan (stress) yang tinggi. (3) memperlihatkan gejala

neuroticism yang rendah, akan tetapi gagal untuk memperoleh

keterampilan yang kompleks. (4) memperlihatkan gejala psychoticism yang tinggi.

Terapi tingkahlaku akan mencoba mengubah tingkahlaku yang termasuk abnormal, baik yang tergolong neurotik, psikotik, ataupun tingkahlaku manusia yang tergolong normal. Penyimpangan tingkah-laku ini dapat dijabarkan dalam berbagai bentuk seperti: ngompol, gagap, phobia, obsessi dan kompulasi, histeri, tiks, delingkuensi, psikopat, kriminalitas, ketimpangan seksual, psikosa alcoholism, dan

mentaldeficiency pada manusia yang tergolong normal.

B. Berbagai Teknik Mengubah Tingkahlaku

Dalam mengubah tingkahlaku tidak ada prosedur yang berlaku untuk setiap perawatan penyimpangan tingkahlaku. Pada dasarnya

setiap gangguan merupakan kasus yang menuntut kreativitas ahli terapi. Namun demikian ada pola umum yang dapat digunakan.

1. Enuresis (ngompol)

Terdapat perbedaan pengertian Enuresis, yang intinya dikemukakan sebagai perilaku ngompol yang tidak terkendalikan dan tidak diinginkan. Biasanya terjadi di waktu tidur pada anak-anak yang telah menginjak umur tiga tahun ke atas.

Untuk terapinya, perlu dibedakan jenis enuresis ini yaitu:

 primary enuresis (ngompol malam hari) dan secondary enuresis (ngompol setelah diganti pakaian).

 ngompol yang reguler dan sewaktu-waktu.

 ngompol karena gangguan organik atau bukan karena gangguan organik.

 kurang memperoleh latihan buang air kecil di waktu kecil atau karena kekeliruan latihan di masa kecil.

Para ahli sering berbeda pendapat tentang gejala ngompol yang disebabkan karena kriteria yang berbeda. Manakah yang sebenarnya jadi masalah:

 anak yang berumur empat tahun yang ngompol dua malam seminggu, ataukah

 anak yang berumur tujuh tahun, yang ngompol satu malam seminggu,

 anak yang berumur sepuluh tahun yang ngompol sebulan satu kali. Namun demikian mereka sependapat, bahwa seorang anak berumur

empat tahun yang ngompol satu bulan satu kali, dipandang kurang

serius masalahnya apabila dibandingkan dengan seorang remaja yang ngompol sebulan sekali.

Draf kuliah Teknik Konseling

Gejala ngompol ini sebenarnya merupakan masalah sosial dan strata sosial orang tua mempunyai pengaruh terhadap pandangan mereka. Bagi kelas sosial rendah, anak yang berumur tiga tahun yang selalu ngompol, dianggap tidak apa-apa. Akan tetapi pada kelas sosial tinggi, masalah anak yang berumur dua tahun, yang seminggu sekali ngompol, sudah dipandang sebagai masalah.

Ahli teori Psikodinamika memandang enuresis sebagai "overt

symptom" dari gangguan yang dialami yang bersangkutan. Sedang

para psikiatris memandang enuresis sebagai sindrom kepribadian ataupun fisiologis.

Kaum behavioris berpegang pada tiga prinsip:

bayi yang baru lahir memiliki daya refleks yang wajar, yang polos. anak yang lebih besar menghadapi masalah pengembangan pusat syaraf melalui kematangan dan belajar, dan masih berpegang pada gerak refleks yang wajar. keterampilan buang air kecil menggambarkan tingkat keterampilan yang kompleks, yang dapat menimbulkan masalah bagi anak, terutama dalam mengendalikannya.

Yang menjadi masalah pokok bagi kaum behavioris ialah bagaimanakah pembentukan pengendalian buang air kecil itu (baik siang ataupun malam) dan faktor-faktor apa yang menyebabkan kegagalan dalam pengendalian tersebut.

Menurut mereka, ada 2 proses yang terlibat dalam pengendalian tingkahlaku tersebut, yaitu:

proses fisiologis yang kompleks, mulai dari ginjal hingga keluar kealat kelamin, dengan daya otot dan volume air kencing itu sendiri. proses perkembangan pengendalian oleh pusat syaraf.

Berdasarkan perkembangannya, ada tiga tahapan cara penyembuhan ngompol dengan conditioning, yaitu:

a. menggunakan theori classical conditioning dan metoda lonceng. Ada tahapan yang dapat diikuti untuk mengubah prilaku ngompol: tahapan pre-training, dan tahapan training, membangunkan anak setelah ngompol, dengan menggunakan lonceng (bell), yang dapat digambarkan: anak terbangun apabila terjadi ketegangan ingin buang air kecil, sebelum lonceng berbunyi (sebelum ngompol).

b. menggunakan shock listrik. Pinggang anak dibalut dengan ikat pinggang yang dihubungkan dengan elektroda. Apabila anak itu kencing, terjadi denyutan elektroda pada alat kelamin anak. Dengan demikian anak itu pun terbangun.

c. menggunakan instrumental avoidence conditioning. Lovibond menggunakan sirine sebagai alat untuk menghukum anak ngompol. Di saat anak mulai ngompol, sirine berbunyi cukup keras, sehingga mengejutkan anak. Tapi kemudian sirine itu tidak perlu lama berbunyi cukup satu sekon.

2. Encorpresis (gangguan buang air besar )

Encorpresis merupakan gangguan dalam pengaturan buang air besar, yang tidak disebabkan oleh gangguan organ tubuh. Gangguan ini diperoleh akibat perlakuan orang tua terhadap anak berkenaan dengan buang air besar. Ada orang tua yang sangat santai, membiarkan anaknya berbuat sekehendak anak itu. Dan ada juga orang tua yang justru sangat keras terhadap anaknya.

Adapun teknik penyembuhannya dengan jalan: Latihan kembali secara sistematis, dengan menggunakan prinsip-prinsip operant

conditioning. Di samping itu dapat juga menggunakan satu deretan

tahapan reward training untuk buang air pada waktu dan tempat yang ditentukan. Kemudian dilanjutkan dengan self control, dengan dijanjikan ganjaran apabila dapat melaksanakannya dengan baik. Pada dasarnya penyembuhan tersebut bersifat situasional, dan sejalan dengan penyembuhan Enuresis.

Draf kuliah Teknik Konseling

Dalam dokumen Buku Bahan Ajar Teknik Konseling (Halaman 65-69)