• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Bahan Ajar Teknik Konseling

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Buku Bahan Ajar Teknik Konseling"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK

KONSELING

Draf bahan kuliah jurusan BPI

Mengutarakan cara-cara konselor dalam melakukan

proses konseling dengan konselinya.

MIHARJA, S.Ag.,M.Pd.

9/1/2010

(2)

Draf kuliah Teknik Konseling

DAFTAR ISI

BAB 1 Pengertian dan ruang lingkup (1)

BAB 2 Tahapan proses konseling (12)

BAB 3 Teknik-teknik melakukan konseling (23)

BAB 4 Teknik konseling verbal (40)

BAB 5 Teknik konseling nonverbal (63)

BAB 6 Teknik-teknik dalam tahapan konseling (67) BAB 7 Teknik konseling dalam teori konseling Client Center (81) BAB 8 Teknik konseling dalam teori konseling RET (93) BAB 9 Teknik konseling dalam teori konseling Trait & Factor (98) BAB 10 Teknik konseling dalam teori konseling behavioristic (109) BAB 11 Teknik konseling dalam Analisis Transaksional (122) BAB 12 Teknik pemulihan Penyimpangan tingkahlaku (129)

BAB I

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP

TEKNIK KONSELING

A. Lingkup Teknik Konseling

Konseling merupakan pekerjaan profesional seperti halnya guru. Sebagai suatu pekerjaan profesional menuntut dimilikinya sejumlah kompetensi dan keterampilan tertentu. Selain itu, konseling juga merupakan suatu proses. Dalam setiap tahapan proses konseling memerlukan penerapan keterampilan-keterampilan tertentu. Agar proses konseling dapat berjalan secara lancar dan tujuannya tercapai secara efektif dan efisien, konselor harus mampu mengimplementasikan keterampilan-keterampilan tertentu yang relevan. Konselor yang terampil adalah yang mengetahui atau memahami sejumlah keterampilan tertentu dan mampu mengimplementasikannya dalam proses konseling.

Bimbingan dan konseling merupakan suatu proses. Proses bimbingan dan konseling menempuh tahap-tahap tertentu. Dalam setiap tahapannya akan menggunakan teknik-teknik tertentu pula. Konseling merupakan salah satu teknik dalam bimbingan.

Ruang lingkup teknik konseling meliputi kajian teoretis dan praktis mengenai segala kemampuan dan kesemaptaan konselor hingga mampu melakukan proses konseling yang berhasil guna. Lingkup teknik konseling meliputi kajian sejumlah asumsi mengenai implikasi teori konseling pada teknik konseling, keterampilan dasar selama proses konseling, komunikasi verbal

(3)

Draf kuliah Teknik Konseling

dan nonverbal dalam konseling, dan cara-cara dalam melakukan terapi penyimpangan tingkah laku (abnormalitas), hingga cara-cara melakukan konseling melalui media elektronik.

Suasana batin konseli selama proses konseling dapat berupa perasaan senang ataupun sebaliknya yakni perasaan tidak senang. Konseling yang baik, tentunya diupayakan seoptimal mungkin mencapai derajat konseling yang menumbuhkan perasaan senang.

Suasana Batin yang Tergolong "Perasaan Senang" Merasa akrab/dekat

Merasa antusias Merasa bahagia Merasa bebas Merasa bergairah Merasa bangga hati Merasa bersukacita Merasa cocok

Merasa cinta/terpikat Merasa diakui/diterima Merasa damai/tenteram Merasa tak janggal Merasa geli Merasa kagum Merasa kerasan/betah Merasa lega Merasa mantap Merasa nyaman Merasa nikmat Merasa optimis Merasa pantas Merasa puas

Merasa penuh harapan Merasa penuh harga diri Merasa riang/gembira Merasa rindu/kangen Merasa berterima kasih Merasa santai/rileks Merasa simpati Merasa sabar Merasa terlindung/aman Merasa terhibur Merasa tenang/kalem Merasa terharu Merasa tertarik Merasa tabah Merasa terpukau/terpana Merasa terpesona Merasa tergugah/terlibat Merasa suka

Suasana Batin yang Tergolong "Perasaan Tidak Senang" Merasa apatis Merasa antipati Merasa malas Merasa merana Merasa asing Merasa benci Merasa bingung Merasa bengong Merasa bosan/jenuh/jemu Merasa berat hati

Merasa berkabung Merasa berdosa/bersalah Merasa curiga Merasa cemburu Merasa canggung Merasa diabaikan Merasa dihina/terhina Merasa dendam Merasa sebatang kara Merasa kehilangan Merasa kasihan/iba Merasa dingin Merasa dioyak-oyak Merasa gugup/grogi Merasa hambar/hampa Merasa hancur/tercacah Merasa iri Merasa jengkel/mangkel Merasa jera/kapok Merasa khawatir/gelisah Merasa kecewa/ gagal Merasa kikuk Merasa kesal Merasa kesepian Merasa tertipu Merasa takut/gentar Merasa kaget/terhenyak Merasa kecil hati

Merasa muak Merasa ngeri/jijik Merasa pesimis/depresif Merasa tanpa harapan Merasa pasrah

Merasa panik Merasa patah hati Merasa panas hati Merasa prihatin Merasa bimbang Merasa risih Merasa minder

Merasa sedih/ murung Merasa sakit hati/pedih Merasa segan/enggan Merasa sebal/sebel Merasa terancam Merasa terpukul Merasa ada kejanggalan Merasa terbebani Merasa terpaksa Merasa tersinggung Merasa tergerak Merasa tersiksa Merasa tak betah Merasa terganggu Merasa tersayat/pilu Merasa terpojok/ terdesak Merasa terkekang

Merasa tak sabar

Merasa tak berdaya/kalah Merasa tegang

Merasa goyah Merasa tersipu-sipu

(4)

Draf kuliah Teknik Konseling

Merasa tak berdaya Merasa malu/jengah Merasa marah /gusar

Merasa diasingkan Merasa tercengang Merasa duka

Hasil yang ingin dicapai dari konseling adalah manusia yang mempunyai hubungan baik antara manusia dengan lingkungan, dengan Tuhan dan manusia sebagai organisme, maka perlu diperhatikan beberapa prinsip mewujudkan kondisi: Keadaan jasmani yang baik terintegrasi sebagai organisme; Sesuai dengan hakikat kemanusiaan dalam moral, intelektual religi, emosional dan sosial; Memiliki integritas dan kontrol diri dalam cara berpikir, berkhayal, emosi, keinginan, dan perilaku; Memperluas pengetahuan dan memiliki tilikan diri (self insight); Memiliki konsep diri yang sehat; Memiliki penerimaan diri, perbaikan diri dan realisasi diri; Mengembangkan moral yang luhur; Menanamkan kebiasaan dan mengembangkannya dengan baik; Mampu melakukan perubahan sesuai dengan kepribadian; Berusaha mencapai kematangan emosi dalam berpikir dan memiliki hubungan antar pribadi terutama dengan baik; Kepuasan dalam bekerja mempengaruhi perasaan dan ketenangan batin; Bersikap realistis; dapat menerima kenyataan dalam keluarga; agama memegang peranan penting dalam kehidupannya; selalu menjaga hubunga yang tetap dan teratur dengan Tuhan dalam melaksana ajaran agama yang dianut.

Bimbingan dan konseling merupakan upaya untuk mengembangkan kemampuan individu dalam bidang pribadi dan sosial. Bidang-bidang pribadi antara lain penyesuaian diri dan segala aspeknya seperti penyesuaia diri, dan kesehatan mental. Tidak selamanya individu berhasil menyesuaikan diri dan mengatasi berbagai rintangan, baik yang datang dari diri maupun dari luar diri individu. Yang berhasil menyesuaikan diri disebut

well adjusted person dan yang gagal disebut mal adjusted person.

Penyesuaian yang normal (well adjusted person) mempunyai ciri-ciri yang normal antara lain : Tidak menunjukan adanya ketegangan emosional; Tidak menunjukan adanya frustasi pribadi; Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri; sosial dan moral merupakan bekal untuk mampu belajar; menghargai pengalaman. Bentuk penyesuaian diri secara normal antara lain : mampu mengemukakan masalah dan pemecahannya secara langsung, melakukan penelitian, mampu melakukan trial and error (uji coba) mencari substitusi (pengganti), menggali potensi diri, belajar, memilih tindakan yang tepat dan control diri serta melakukan perencanaan yang cermat. Adapun ciri mental sehat lainnya pada orang dewasa: Merasa disukai oleh orang lain; Merasa aman dengan kehadiran sesuatu yang asing; Senang humor; Dapat tidur dengan baik; Merasa memiliki kebebasan; Dapat menyatakan diri dengan bebas; Memiliki hobbi dan suka berekreasi sesudah mengalami kelelahan; Merasa bagian dari masyarakat; Merasa mudah memasuki suatu kelompok; Merasa diperlakukan baik oleh orang lain dan di rumah; Mencintai kehidupan dan memiliki falsafah hidup; Memiliki elusi yang seimbang, Berbuat sesuai dengan usianya; Bersikap wajar terhadap lain jenis; Segar, tenang dan tidak letih; Merasa puas dengan status ekonominya; Percaya diri dan menyukai orang lain; Dapat tidur dengan baik; Mudah melupakan hal-hal yang salah terhadap dirinya; Dapat bersahabat dengan baik; Menyenangi orang tua dan rumah; Memiliki hobi dan suka berkreasi; Memiliki kemerdekaan dan dapat berbuat untuk diri sendiri; Merasa dipercaya oleh teman-temannya; Mampu menyatakan diri sendiri secara terbuka; Mempunyai selera makan yang baik.

Karakteristik mental yang sehat pada anak-anak yang harus diwujudkan antara lain: Merasa disukai oleh teman-temannya; Merasa aman, terutama menghadapi kejadian yang akan datang; Merasa tenang dan teguh; Tidak takut sendirian; Dapat tertawa

(5)

Draf kuliah Teknik Konseling

dalam situasi yang lucu; berbuat sesuai denqan umurnya; Menunjukan sikap tenang, tidak takut terhadap obyek tertentu seperti air, tempat yang tinggi, dll; Senang bersekolah dan permainan pra sekolah; Senang bermain dan menyenangi permainan; Senang berkelompok dan merasa bagian dari kelompok; Periang dan optimis; Kepribadian termasuk konsep dalam penerimaan diri dan realisasi diri; kondisi fisik, termasuk pembawaan, sistem saraf, kelenjar otot, kesehatan fisik dan lain-lain; Perkembangan dan kematangan termasuk aspek intelektual, sosial, moral, emosional; Kondisi psikologis, termasuk pengalaman, sikap, frustasi, konflik, suasana psikis dan lain-lain; Kondisi lingkungan dan kulturasi; Kondisi agama (religi) hubungan manusia dengan Tuhan, sikap keagamaan deln lain-lain.

Prinsip-prinsip mewujudkan kondisi mental yang sehat dapat didasarkan pada hakekat hubungan manusia dengan lingkungan, dengan Tuhan dan manusia sebagai organisme. Karenanya perlu diperhatikan beberapa prinsip mewujudkan kondisi: Keadaan jasmani yang baik terintegritas sebagai organisme; Sesuai dengan hakikat kemanusiaan dalam moral, intelektual religi, emosional dan sosial; Memiliki integritas dan kontrol diri dalam cara berpikir, berkhayal, emosi, keinginan, dan perilaku; Memperluas pengetahuan dan memiliki tilikan diri (self insight); Memiliki konsep diri yang sehat; Memiliki penerimaan diri, perbaikan diri dan realisasi diri; Mengembangkan moral yang luhur; Menanamkan kebiasaan dan mengembangkannya dengan baik; Mampu melakukan perubahan sesuai dengan kepribadian; Berusaha mencapai kematangan emosi dalam berpikir dan memiliki hubungan antar pribadi terutama dengan baik; Kepuasan dalam bekerja mempengaruhi perasaan dan ketenangan batin; Bersikap realistis; dapat menerima kenyataan dalam keluarga; agama memegang peranan penting dalam kehidupannya; selalu

menjaga hubungan yang tetap dan teratur dengan Tuhan dalam melaksana ajaran agama yang dianut.

B. Apa itu teknik Konseling?

Teknik konseling merupakan cara-cara tertentu yang digunakan oleh seorang konselor dalam proses konseling untuk membantu klien agar berkembang potensinya serta mampu mengatasi masalah yang dihadapi dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi lingkungannya yakni nilai-nilai sosial, budaya dan agama.

Bagi seorang konselor, menguasai teknik-teknik konseling merupakan suatu keharusan. Dalam proses konseling, penguasaan terhadap teknik konseling akan merupakan kunci keberhasilan untuk mencapai tujuan konseling. Seorang konselor yang efektif harus mampu merespons klien secara baik dan benar sesuai keadaan klien saat itu. Respons yang baik berupa pertanyaan-pertanyaan verbal dan nonverbal yang dapat menyentuh, mamacu, dan mendorong sehingga klien terbuka untuk menyatakan secara bebas perasaan, pikiran, dan pengalamannya.

Sebagai suatu proses, implementasi teknik-teknik konseling melalui beberapa tahap kegiatan, dari mulai persiapan konseling, selama konseling, hingga berakhirnya proses konseling.

Konseling mengandung suatu proses antarpribadi yang berlangsung melalui saluran komunikasi verbal dan nonverbal. Dengan menciptakan Susana yang kondusif, seperti empati, penerimaan penghargaan, keikhlasan serta kejujuran, dan perhatian yang tulen

(facilitative conditions).

Konselor memungkinkan konseli untuk merefleksi atas diri sendiri serta pengalaman hidupnya, memahami diri sendiri serta situasi

(6)

Draf kuliah Teknik Konseling

kehidupannya dan, berdasarkan itu, menemukan penyelesaian atas masalah yang dihadapi. Melalui berbagai tanggapan verbal dan aneka reaksi nonverbal, konselor mengkomunikasikan kondisi positif itu kepada konseli, sehingga konseli menyadari adanya kondisi pendukung dan karenanya bersedia pula untuk berkomunikasi dengan konselor. Kondisi serasi dapat dikomunikasikan melalui suatu teknik verbal tertentu, seperti refleksi dan klarifikasi, dan melalui suatu teknik nonverbal seperti sikap badan dan pandangan mata.

Kondisi kondisi konseling pula penerapan teknik verbal dan nonverbal yang lain, sehingga dari awal sampai akhir kondisi pendukung itu tercipta dan terbina terus-menerus. Maka, bantuan diberikan oleh seorang konselor meliputi baik penciptaan serta pembinaan seluruh kondisi (core conditions) maupun struktur serta organisasi pada pembicaraan, sehingga konseli secara bertahap dapat menuntaskan penyelesaian atas masalah yang dihadapinya. Dalam batinnya konselor selalu mempunyai maksud atau intensi untuk membantu konseli; tanggapan batin ini merupakan dasar bagi setiap kali ada tanggapan verbal dan suatu reaksi nonverbal. Adanya intensi dasar untuk memberikan bantuan terlaksana, antara lain, dalam memberikan tanggapan tertentu, seperti memberikan tanggapan pemantulan; memberikan tanggapan evaluatif, korektif, atau sugestif; memberikan tanggapan analitis atau interpretatif memberikan tanggapan suportif; atau memberikan tanggapan eksploratif.

Penggunaan teknik dalam proses konseling memerlukan timbal-balik antara konselor dan konseli, tetapi pun tidak lepas dari sistematika kerja tertentu yang terwujud dalam berpegang pada suatu pendekatan konseling berdasarkan pertimbangan rasional. Meskipun pelayanan konseling memuat unsur akal sehat yang menyertai penggunaan teknik, namun pandangan para pakar konseling tentang apa yang menyebabkan manusia menghadapi masalah dan bagaimana caranya memberikan bantuan psikologis dalam mengatasi

masalah itu berlainlainan. Perbedaan pandangan ini harus disadari oleh konselor dan memperluas cakrawalanya berpikir, bahkan membantunya dalam mendampingi klient yang datang kepadanya untuk konseling secara lebih efisien dan efektif, dengan tetap menggunakan teknik konseling sejauh selaras dengan pendekatan konseling yang diterapkannya serta metode konseling yang diikutinya.

(7)

Draf kuliah Teknik Konseling

BAB II

TAHAPAN PROSES KONSELING

Tahapan konseling dimulai dari tahapan permulaan konseling hingga tahapan selama proses konseling. Tahapan permulaan merupakan segala upaya menuju pada proses konseling dapat berjalan dengan baik. Tahapan selama konseling mengacu pada pendeatan dalam berbagai teori konseling. Disini akan diutarakan tahapan konseling yang diajukan dalam sistematika Carkhuff dan klinikal. Sistematika Carkhuff mengenai bagaimana tahapan dalam wawancara konseling, adapun penedekatan klinikal mengenai tahapan suatu masalah dapat diselesaikan selama proses konseling.

A. Tahapan permulaan konseling

Ada tiga hal yang dilakukan oleh konselor untuk memulai proses konseling yaitu: (a) membentuk kesiapan untuk konseling, (b) memperoleh riwayat kasus, dan ( c) evaluasi psikodiagnostik. 1. Kesiapan untuk Konseling

Kesiapan untuk konseling tertuju kepada konselor atau kliennya. Setiap aktivitas yang berproses akan memerlukan persiapan yang matang. Aktivitas konseling sebagati suatu proses, memerlukan persiapan yang matang. Tanpa persiapan konseling tidak akan dapat beljalan secara efektif dan sangat mungkin tujuan konseling tidak tercapai. Untuk dapat melakukan konseling secara efektif dan agar konseling berhasil dan berdaya guna, konselor harus melakukan persiapan.

Begitu juga klien, agar dapat berpartisipasi secara aktif sesuai tuntutan konseling, harus siap untuk mengikuti konseling. Tanpa

partisipasi dari klien atau tanpa kesiapan klien, proses konseling bisa gagal.

Hal-hal yang berkenaan dengan kesiapan konseling terutama yang berhubungan dengan klien adalah: (1) motivasi klien untuk memperoleh bantuan, (2) pengetahuan klien tentang konseling, (3) kecakapan intelektual, (4) tingkat tilikan terhadap masalah dan dirinya sendiri, (5) harapan-harapan terhadap peran konselor, dan (6) sistem pertahanan diri.

Motivasi klien untuk memperoleh bantuan akan menentukan jalannya proses konseling. Klien yang mengikuti sesi konseling karena mengikuti keinginan guru wali kelas atau orang lain termasuk konselornya sendiri (terpaksa), akan berbeda partisipasinya dalam konseling jika motivasi mereka benar-benar ingin memperoleh bantuan. Begitu pun klien yang mengetahui ten tang konseling. Klien yang tidak mengetahui tentang konseling, ia akan tidak maksimal memanfaatkan jasa konselor. Dalam proses konseling harus ada respons-respons tertentu dari klien. Klien yang kemampuan intelektualnya rendah, akan sulit merespons proses konseling. Ada klien yang mampu melihat masalahnya sendiri dan ada yang tidak. Klien yang mampu melihat masalahnya sendiri, akan mampu berpartisipasi secara aktif dalam konseling sehingga proses konseling akan betjalan secara lancar. Sebaliknya, klien yang tidak mampu melihat masalahnya sendiri, akan sulit untuk berpartisipasi dalam proses konseling. Klien yang banyak berharap dan mengerti peran-peran konselor, ia akan memanfaatkan jasa konselor secara maksimal, sebaliknya yang tidak mengerti tentang peran-peran konselor, maka ia tidak banyak berharap bahwa konselor dapat membantunya untuk memecahkan masalah. Dampak lanjutnya adalah klien tidak mau di konseling. Sistem pertahan diri yang baik dari klien, akan membantu kelancaran proses konseling,

(8)

Draf kuliah Teknik Konseling

sebaliknya sistem pertahanan diri yang jelek akan menghambat proses konseling; karena ketika konselor bertanya sesuatu yang sedikit memojokkan klien, ia akan menangis.

Agar klien siap dalam mengikuti konseling, disarankan kepada konselor agar melakukan hal-hal sebagai berikut: (1) memulai pembicaraan dengan berbagai pihak tentang berbagai topik masalah dan pelayanan konseling yang diberikan, (2) menciptakan iklim kelembagaan yang kondusif sehingga membangkitkan klien untuk memperoleh bantuan, (3) menghubungi sumber-sumber referal (rujukan) misalnya dari organisasi, sekolah dan madrasah dan sebagainya, (4) memberikan informasi kepada klien tentang dirinya dan prospeknya, (5) melalui proses pendidikan itu sendiri, (6) melakukan survei terhadap masalah-masalah klien, dan (7) melalukan orientasi prakonseling.

2. Riwayat Kasus

Riwayat kasus adalah suatu kumpulan fakta yang sistematis tentang kehidupan klien sekarang dan masa yang lalu. Dengan perkataan lain mengumpulkan sejumlah kasus yang dialami oleh klien pada masa sekarang maupun yang telah lalu. Secara sederhana riwayat kasus bisa dikatakan melakukan identifikasi terhadap masalah-masalah yang dialami klien.

Riwayat kasus dapat dibuat dalam berbagai bentuk: (1) Riwayat konseling psikoterapeutik, yang lebih memusatkan pada masalah-masalah psikoterapeutik dan diperoleh melalui wawancara konseling. (2) Catatan kumulatif (cummulative record), yaitu suatu catatan tentang berbagai aspek yang menggambarkan perkembangan seseorang. (3) Biografi dan autobiografi. (4) Tulisan-tulisan yang dibuat sendiri oleh helpee yang berkasus sebagai dokumen pribadi (mungkin dalam bentuk catatan

anekdot). (5) Grafik waktu tentang kehidupan helpee yang berkasus.

3. Evaluasi Psikodiagnostik

Dalam bidang medis, diagnosis diartikan sebagai suatu proses memeriksa gejala, memperkirakan sebab-sebab, mengadakan observasi, menempatkan gejala dalam kategori, dan memperkirakan usaha-usaha penyembuhannya Dalam bidang psikologis, proses diagnosis mempunyai beberapa arti dan sulit dipisahkan secara tegas sebagaimana halnya dalam bidang medis. Secara umum diagnosis dalam bidang psikologis berarti pernyataan tentang masalah klien, perkiraan sebab-sebab kesulitan, kemungkinan teknik-teknik konseling untuk memecahkan masalah, dan memperkirakan hasil konseling dalam bentuk tingkah laku klien di masa yang akan datang. Psikodiagnosis mempunyai dua arti yaitu: pertama, sebagai suatu klasiftkasi deskriptif masalah-masalah yang sama dengan klasiftkasi psikiatris untuk gangguan neurosis, psikosis, dan karakter yang selanjutnya disebut diagnosis diferensial. Kedua, psikodiagnosis sebagai suatu prosedur menginterpretasikan data kasus, yang selanjutnya disebut diagnosis struktural.

Dalam proses konseling hendaknya berhati-hati menggunakan diagnosis dengan pengertian di atas; sebab dapat menimbulkan bahaya sebagai berikut: (1) data yang terbatas atau kurang memadai, padahal kehidupan klien (helpee) sangat kompleks, (2). konselor kurang memperhatikan keadaan tingkah Iaku klien sekarang, (3) terlalu cepat menggunakan tes, (4) hilangnya pemahaman terhadap indiyidualitas atau hunikan sistem diri klien, (5) pengaruh sikap menilai dari konselor.

(9)

Draf kuliah Teknik Konseling

Psikodiagnosis dapat dilakukan melalui tes dengan tujuan untuk memperoleh data tentang kepribadian klien melalui sampel tingkah Iaku dalam situasi yang terstandar. Asumsi yang melandasi penggunaan tes dalam psikodiagnosis adalah kepribadian sebagai suatu yang dinamis dan dapat diukur melalui sampel tingkah Iaku. Selain itu juga didasarkan atas asumsi bahwa pola berpikir dan merasa klien yang diperoleh melalui tes akan menggambarkan struk-tur dasar karakter klien. Penggunaan tes psikodiagnosis dalam konseling berfungsi untuk: (1) menyeleksi data yang diperlukan bagi konseling, (2) meramalkan keberhasilan konseling, (3) memperoleh informasi yang lebih terinci, (4) merumuskan diagnostik yang lebih tepat.

B. Tahapan selama proses konseling

Tahapan proses konseling berbeda asumsi apabila mengacu pada teorinya. Tahapan konseling yang umum dapat mengacu pada sistematika Carkhuff dan klinikal. Sistematika Cahkhuff menekankan pada proses selama wawancara konseling, adapun konseling klinikal mencakup lebih menyeluruh dari mulai penentuan masalah hingga evaluasi.

1. Sistematika Carkhuf

Pada pendekatan sistematika Carkhuff konseling melalui empat pase dalam proses (1) keterlibatan (2) eksplorasi, (3) pemahaman (4) bertindak. Aktivitas dan keterampilan konselor pada tiap pase disajikan sebagai berikut:

Fase Aktivitas konseli Keterampilan konselor

Keterlibatan

Melibatkan diri: Menghadap konselor.

Mengungkapkan sesuatu, secara verbal dan nonverbal.

Mulai mengutarakan masalah pribadi yang dihadapi

Melibatkan konseli dengan menggunakan attending skills, seperti merapikan meja; mengamati isyarat-isyarat nonverbal;

mendengarkan dan menunjukkan penerimaan. (Keterampilan ini ada

dalam fase-fase selanjutnya).

Eksplorasi

Menggali aspek-aspek penting dalam masalah yang dihadapi:

Mengambil unsur-unsur pokok dalam masalah.

Meninjau makna bagi dirinya. Menghayati perasaan-perasaan yang timbul.

Melihat alasan-alasan timbulnya semua reaksi perasaan itu.

Membantu konseli menggali aspek-aspek penting dengan menggunakan responding skills, seperti Refleksi dan Klarifikasi Perasaan; Permintaan untuk Melanjutkan;

Pertanyaan-Pertanyaan spesifik

Pemahaman

Menyadari bahwa masalah adalah problem dirinya sendiri, yang tidak dapat ditimpakan pada orang lain; dia sendiri bertanggung jawab mengatasinya:

Akibat permasalahan bagi dirinya. Merumuskan masalah dalam bentuk:"Problemku adalah ... Menyadari perasaan sendiri dalam menghadapi masalah ini, disertai alasan berperasaan demikian. Menetapkan tujuan yang ingin dicapai, sehingga masalah dapat diatasi.

Membantu konseli memahami diri berkaitan dengan masalah yang dihadapi dan menerima tanggung jawab terhadap masalah itu, dengan menggunakan personalizing

skills, seperti Refleksi, Klarifikasi,

Interpretasi, Konfrontasi, Diagnosis, Penyajian Alternatif-Alternatif, Pemberian Umpan Balik.

Bertindak

Mengimplementasikan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu program kerja yang konkret; Tujuan dirumuskan dalam bentuk tindakan yang nyata. Menetapkan jalan/cara yang tepat untuk mencapai tujuan. Merencanakan urutan langkah kerja yang akan ditempuh.

Mulai melaksanakan langkah pertama yang direncanakan.

Membantu konseli menuangkan kemauan untuk mencapai tujuan dalam bentuk rencana urutan langkah kerja yang konkret, dengan menggunakan initiating skills, seperti Pemberian Struktur, Penyelidikan, Pemberian Informasi, Usul/Saran, Pemberian Umpan balik, Dukungan/Bombongan.

(10)

Draf kuliah Teknik Konseling

2. Tahapan konseling standard pendekatan konseling klinikal Proses konseling pendekatan klinikal menempuh beberapa langkah yaitu: (1) menentukan masalah, (2) pengumpulan data, (3) analisis data, (4) diagnosis, (5) prognosis, (6) terapi, dan (7) evaluasi atau follow up.

(1) Menentukan Masalah

Menentukan masalah dalam proses konseling dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan identiflkasi masalah (identifIkasi kasus-kasus) yang dialami oleh klien. Misalnya, seorang helpee sebut saja bernama Dawar berdasarkan fenomena dan perilaku sehari-hari yang ditunjukkan oleh helpee tersebut dapat diidentifikasi bahwa masalah yang sedang dialaminya adalah: (a) sering terlambat masuk kelas (tidak disiplin), (b) sering bolos sekolah. (c) sering mengganggu teman dalam belajar (suka usil), (d) sulit berkonsentrasi dalam belajar agama Islam, (e) prestasi belajar terus menurun, (f) merokok secara sembunyi-sembunyi (ketagihan rokok), (g) dikucilkan dari pergaulan, teman-teman di sekolah atau madrasah, (h) sering ribut dengan orang tua terutama ayah, dan lain-lain.

.

Berdasarkan identifikasi di atas dapat diketahui bahwa Dawar memiliki delapan jenis masalah. Untuk menentukan masalah yang mana untuk dipecahkan harus menggunakan prinsip skala prioritas. Penetapan skala prioritas ditentukan atas dasar akibat atau dampak yang lebih besar terjadi apabila masalah tersebut tidak dipecahkan. Berdasarkan identifikasi masalah di atas, misalnya pembimbing (konselor) menetapkan masalah "prestasi belajar yang menurun" untuk diprioritaskan dipecahkan melalui layanan konseling. Alasannya karena Dawar statusnya sebagai pelajar kelas III, apabila tidak segera dibantu, dikhawatirkan ia tidak lulus. Mudah-mudahan dengan terpecahkannya masalah

"prestasi menurun" masalah-masalah yang lain juga menjadi berkurang.

(2) Pengumpulan Data

Setelah ditetapkan masalah yang akan dibicarakan dalam konseling, selanjutnya adalah mengumpulkan data helpee yang bersangkutan (data Dawar). Data helpee yang dikumpulken harus secara komprehensif (menyeluruh) yang meliputi: data diri, data orang tua (ayah ibu), data pendidikan, data kesehatan, dan data lingkungan.

Data diri bisa mencakup (nama lengkap dan panggilan atau nama kesayangan, jenis kelamin, anak keberapa (status anak dalam keluarga misalnya anak kandung, tiri, atau angkat), tempat tanggal lahir, agama, hobi atau cita-cita, ciri-ciri tubuh, alamat dan lain sebagainya). Data orang tua dapat mencakup: (nama ayah, tempat dan tanggal lahir, agama, pekerjaan, penghasilan setiap bulan, alamat, dan nama ibu, tempat dan tanggal lahir, agama, pekerjaan, penghasilan, alamat, dan lain-lain). Data pendidikan dapat mencakup: tingkat pendidikan, status sekolah, lokasi sekolah, sekolah sebelumnya, kelas berapa, dan lain-lain. Data kesehatan dapat mencakup: (riwayat penyakit yang pernah diderita, pernah atau tidak dirawat di rumah sakit dan gangguan kesehatan lain yang bisa mempengaruhi fisik dan psikis helpee yang bersangkutan). Data lingkungan dapat mencakup (di mana helpee tinggal, dengan siapa ia tinggal, bagaimana pola asuh keluarga, dalam lingkungan seperti apa, dan lain sebagainya).

Data-data helpee (Dawar) di atas dapat dikumpulkan dengan cara tes dan nontes. Pengumpulan data helpee dengan tes dapat mencakup: tes kecerdasan (IQ), tes hasil belajar, tes bakat, minat, dan lain sebagainya. Pengumpulan data helpee dengan cara nontes seperti: observasi atau pengamatan angket atau daftar

(11)

Draf kuliah Teknik Konseling

isian (untuk orang tua dan helpee), wawancara, sosiometri, biografi atau catatan harian, pemeriksaan fisik atau kesehatan, studi kasus, kunjungan rumah, dan lain sebagainya.

(3) Analisis Data

Data-data helpee yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis. Data hasil tes bisa dianalisis secara kuantitatif dan data hasil nontes dapat dianalisis secara kualitatif. Misalnya hasil tes belajar Dawar pada setiap mata pelajaran memperoleh nilai lima dan rata-rata di bawah lima. Berdasarkan data tersebut bisa dinyatakan bahwa prestasi belajar Dawar rendah dan seterusnya untuk data yang diperoleh melalui tes. Selanjutnya untuk data yang diperoleh melalui non test (misalnya sosiometri) dan 40 orang teman sekelas Dawar hanya lima orang yang rnemilih suka berteman dengan Dawar. Berdasarkan data tersebut, analisisnya adalah bahwa Dawar cenderung tidak disukai oleh teman-temannya (fenornenanya adalah Dawar dikucilkan dari pergaulan oleh tenan-temannya di sekolah) dan seterusnya. Dari analisis data akan diketahui siapa Dawar? dan apa sesungguhnya rnasalah yang dialami oleh Dawar?

(4) Diagnosis

Diagnosis rnerupakan usaha pembimbing (konselor) menetapkan latar belakang rnasalah atau faktor-faktor penyebab timbulnya masalah pada klien. Pada contoh di atas pembimbing (konselor) mencari faktor-faktor penyebab timbulnya masalah pada Dawar; yakni faktor-faktor penyebab prestasi belajar Dawar yang rendah dan dikucilkan dari pergaulan teman-teman di sekolah dan madrasah.

(5) Prognosis

Setelah diketahui faktor-faktor penyebab timbulnya masalah pada helpee (dalam contoh di atas adalah masalah pada Dawar) selanjutnya pembimbing atau konselor menetapkan langkah-Iangkah bantuan yang akan diambil. jenis bantuan apa bisa

diberikan sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh Dawar. Berdasarkan rnasalah Dawar di atas, bisa diberikan bimbingan belajar misalnya pengajaran remedial, les tambahan, dan lain-lain yang sesuai dengan bimbingan belajar atau bimbingan sosial yang tujuannya agar Dawar memperoleh penyesuaian sosial dengan teman-temannya di sekolah dan madrasah. (6) Terapi

Setelah ditetapkan jenis atau langkah-langkah pemberian bantuan selanjutnya adalah melaksanakan jenis bantuan yang telah ditetapkan. Dalam contoh di atas, pembimbing atau konselor melaksanakan bantuan belajar atau bantuan sosial yang telah ditetapkan untuk memecahkan masalah Dawar.

(7) Evaluasi atau Follow Up

Evaluasi dilakukan untuk melihat apakah upaya bantuan yang telah diberikan memperoleh hasil atau tidak. Dalam contoh di atas apakah pelaksanaan pemberian bimbingan belajar dan sosial kepada Dawar telah memberikan hasil di mana prestasi belajar Dawar meningkat atau perilaku Dawar berubah sehingga mulai disenangi oleh teman-temannya atau belum. Apabila sudah memberikan hasil apa langkah-Iangkah selanjutnya yang perlu diambil? Begitu juga sebaliknya apabila belum berhasil.

(12)

Draf kuliah Teknik Konseling

BAB III

TEKNIK-TEKNIK MELAKUKAN KONSELING

Proses konseling memerlukan teknik-teknik tertentu sehingga konseling bisa berjalan secara efektif dan efisien atau berdaya guna dan berhasil guna. Berikut ini diuraikan beberapa teknik dalam konseling.

1. Teknik Rapport

Teknik rapport dalam konseling merupakan suatu kondisi saling memahami dan mengenal tujuan bersama. Tujuan utama teknik ini adalah untuk menjembatani hubungan antara konselor dengan klien, penerimaan dan minat yang mendalam terhadap klien dan masalahnya. Melalui teknik ini akan tercipta hubungan yang akrab antara konselor dan klien yang ditandai dengan saling mempercayai. Implementasi teknik rapport dalam konseling adalah: (1) pemberian salam yang menyenangkan, (2) menetapkan topik pembicaraan yang sesuai, (3) suasana ruang konseling yang menyenangkan, (4) sikap yang ditandai dengan: (a) kehangatan emosi, (b) realisasi tujuan bersama, (c) menjamin kerahasiaan klien, (4) kesadaran terhadap hakikat klien secara alamiah.

2. Perilaku Attending

Attending merupakan upaya konselor menghampiri klien yang

diwujudkan dalam bentuk perilaku seperti kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik harus mengombinasikan ketiga aspek di atas sehingga akan memudahkan konselor untuk membuat klien terlibat pembicaraan dan terbuka. Perilaku attending yang baik akan dapat: (1) meningkatkan harga diri klien, (2) menciptakan

suasana yang aman dan akrab, (3) mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.

Wujud perilaku attending dalam proses konseling misalnya:

pertama, kepala mengangguk sebagai pertanda setuju atas

pernyataan klien. Kedua, ekspresi wajah tenang, ceria, dan senyum. Ketiga, posisi tubuh agak condong ke arah klien, jarak duduk antara konselor dengan klien agak dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan. Keempat, melakukan variasi isyarat gerakan tangan lengan secara spontan untuk memperjelas ucapan (pernyataan konselor). Kelima,

mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian, menunggu ucapan klien hingga selesai, diam (menunggu saat kesempatan bereaksi), perhatian terarah pada klien (lawan bicara).

Sebaliknya, wujud perilaku attending yang tidak baik adalah:

pertama, kepala kaku. Kedua, wajah kaku (tegang), ekspresi

melamunr mengalihkan pandangan, tidak melihat ketika klien

berbicara, mata melotot. Ketiga, posisi tubuh tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien agak jauh, duduk kurang akrab dan berpaling. Keempat, memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa ada teknik diam guna memberi kesempatan berpikir dan berbicara. Kelima, perhatian terpecah, mudah buyar oleh gangguan dari Iuar.

Perilaku attending berkenaan dengan teknik penerimaan konselor terhadap klien. Teknik penerimaan menggambarkan cara bagaimana konselor menerima klien dalam proses atau sesi konseling. Atau cara bagaimana konselor bertindak agar klien merasa· diterima dalam proses konseling. Teknik ini dalam proses konseling bisa diwujudkan melalui ekspresi wajah, (misalnya ceria atau cemberut). Ekspresi wajah ceria bisa menggambarkan penerimaan konselor atas kliennya, sebaliknya ekspresi wajah cemberut bisa menggambarkan penolakan atau

(13)

Draf kuliah Teknik Konseling

ketidaksetujuan konselor atas kliennya. Selanjutnya juga bisa diwujudkan dalam bentuk tekanan atau nada suara dari konselor (tinggi, mendatar, dan rendah) dan jarak duduk antara konselor dan klien.

Konselor yang berkata dengan nada tinggi atau duduk yang berjarak melebihi batas ketentuan dalam konseling, mungkin merupakan indikasi bahwa konselor tidak menerima klien. 3. T eknik Structuring

Structuring adalah proses penetapan batasan oleh konselor

tentang hakikat, hatas-batas dan tujuan proses konseling pada umumnya dan hubungan tertentu pada khususnya. Structuring memberikan kerangka kerja atau orientasi pada klien. Structuring ada yang bersifat inplisit di mana secara umum peranan konselor diketahui oleh klien dan ada yang bersifat formal berupa pernyataan konselor untuk menjelaskan dan membatasi proses konseling. Misalnya, berapa lama konseling ini akan kita lakukan, atau kapan waktu-waktu Anda bisa untuk mengikuti konseling dan seterusnya.

Ada lima macam structuring dalam konseling; yaitu: (1) Batas-batas waktu baik dalam satu individu maupun seluruh proses konseling. (2) Batas-batas tindakan baik konselor maupun klien. (3) Batas-batas peranan konselor. (4) Batasbatas proses atau prosedu, misalnya menyangkut waktu atau jadwal, berapa lama konseling akan dilakukan dan lain sebagainya. (5) Structuring dalam proses, misalnya menyangkut tahapan-tahapan yang harus ditempuh (dilalui), apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama proses konseling berlangsung.

4. Empati

Empati merupakan kemampuan konselor untuk merasakan apa

yang dirasakan oleh klien, merasa dan berpikir bersama klien

dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan bersamaan dengan attending, karena tanpa attending tidak akan ada empati. Empati ada dua macam, pertama: empati primer

(primary empathy), yaitu apabila konselor hanya memahami

perasaan, pikiran, keinginan dan pengalaman klien dengan tujuan agar klien terlibat pembicaraan dan terbuka. Kedua, empati tingkat tinggi (advanced accurate empathy), yaitu apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran, keinginan, dan pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut. Melalui empati tingkat tinggi, akan inembuat klien tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi hatinya berupa perasaan, pikiran, pengalaman bahkan penderitaannya.

Dalam melakukan empati, konselor harus mampu: pertama, mengosongkan perasaan dan pikiran egoistik. Kedua, Memasuki dunia dalam klien. Ketiga, melakukan empati primer dengan mengatakan: "Saya dapat merasakan bagaimana perasaan Anda". Atau "Saya dapat memahami pikiran Anda." Atau "Saya mengerti

keinginan Anda." Keempat, melakukan empati tingkat tinggi

dengan mengatakan: "Saya merasakan apa yang Anda rasakan, dan saya ikut terluka dengan pengalaman Anda itu".

Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri. Semakin terbuka kita kepada emosi diri sendiri, semakin terampil kita membaca perasaan. Kemampuan berempati merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain ikut berperan dalam pergulatan dalam arena kehidupan. Kunci untuk memahami perasaan orang lain adalah mampu membaca pesan nonverbal (nada bicara, gerak-gerik, ekspresi wajah, dan sebagainya).

(14)

Draf kuliah Teknik Konseling

Refleksi perasaan merupakan suatu usaha konselor untuk menyatakan dalam bentuk kata-kata yang segar dan sikap yang diperlukan terhadap klien. Refleksi perasaan juga merupakan teknik penengah yang bermanfaat untuk digunakan setelah hubungan permulaan (tahap awal konseling) dilakukan dan sebelum pemberian informasi serta tahap interpretasi dimulai. Refleksi perasaan bisa berwujud positif, negatif, dan ambivalen. Refleksi perasaan positif ditunjukkan oleh konselor dalam konseling melalui pernyataan persetujuan atas apa yang disampaikan oleh klien. Refleksi perasaan negatif ditunjukkan oleh konselor dalam konseling melalui pernyataan ketidaksetujuan atau penolakan konselor atas apa yang di-nyatakan oleh klien. Sedangkan refleksi perasaan yang ambivalen (masa bodoh) ditunjukkan oleh konselor dengan membiarkan saja (tidak menyatakan setuju ·dan tidak menolak) atas apa yang dinyatakan oleh klien.

Refleksi perasaan akan mengalami kesulitan apabila: (1) streotipe dari konselor, (2) konselor tidak dapat mengatur waktu sesi konseling, (3) konselor tidak dapat memilih perasaan mana untuk direfleksikan, (4) konselor tidak dapat mengetahui isi perasaan yang direfleksikan, (5) konselor tidak dapat menemukan ke dalam perasaan, (6) konselor menambah arti perasaan, dan (7) konselor menggunakan bahasa yang kurang tepat.

Manfaat refleksi perasaan dalam proses konseling adalah: (1) membantu klien untuk merasa dipahami secara mendalam, (2) klien merasa bahwa perasaan menyebabkan tingkah laku, (3) memusatkan evaluasi pada klien, (4) memberi kekuatan untuk memilih, (5) memperjelas cara berpikir klien, dan (6) menguji kedalaman motif-motif klien.

Refleksi merupakan keterampilan konselor untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan nonverbalnya. Refleksi terbagi atas tiga jenis, yaitu (1) refleksi perasaan, (2) refleksi pengalaman, dan (3) refleksi pikiran.

Pertama, refleksi perasaan, yaitu keterampilan konselor untuk

dapat memantulkan (merefleksikan) perasaan klien sebagai hasil pengamatan verbal dan nonverbal terhadap klien.

Kedua, refleksi pengalaman, yaitu keterampilan konselor untuk

memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan perilaku verbal dan nonverbal klien.

Contoh refleksi perasaan: "Tampaknya yang Anda katakan adalah ... ".

Atau "Barangkali Anda merasa .... " atau "Hal itu rupanya seperti ... " atau "Adakah yang Anda maksudkan .... " dan seterusnya. Dalam proses

konseling, refleksi perasaan misalnya ketika klien mengatakan :"

Si A itu sialan." "Saya membencinya." "Saya tidak akan berteman lagi dengannya." "Sampai kapan pun saya tidak akan berteman lagi dengannya."

Mendengar perkataan tersebut, konselor merefleksikan dengan mengatakan: " Tampaknya Anda sungguh-sungguh marah dengan si A." Contoh refleksi pengalaman: "Tampaknya yang Anda kemukakan

adalah suatu ... " atau "Barangkali yang akan Anda utarakan adalah.." atau "Adakah yang Anda maksudkan suatu peristiwa ". Dalam proses

konseling, refleksi pengalaman misalnya ketika klien mengatakan: "Saya trauma dengan masa lalu saya yang hampir tidak ada

yang menyenangkan". Konselor merefleksi dengan mengatakan: "Adakah yang Anda maksudkan adalah peristiwa-peristiwa sedih yang Anda alami pada masa lalu".

(15)

Draf kuliah Teknik Konseling

Eksplorasi merupakan keterampilan konselor untuk menggali perasaan, pengalaman, dan pikiran klien. Teknik ini dalam konseling sangat penting karena umumnya klien tidak mau terus terang (tertutup), menyimpan rahasia batin, menutup diri atau tidak mampu mengemukakannya secara terus terang. Eksplorasi memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan, dan terancam. Eksplorasi ada tiga macam: (1) eksplorasi perasaan; (2) eksplorasi pikiran; dan (3) ekplorasi pengalaman.

Pertama, eksplorasi perasaan, yaitu keterampilan konselor untuk

menggali perasaan klien yang tersimpan.

Contoh eksplorasi perasaan: "Dapatkah Anda menjelaskan apa perasaan

bingung yang dimaksudkan" atau "Saya kira rasa sedih Anda begitu mendalam dalam peristiwa tersebut. Dapatkah Anda kemukakan perasaan Anda lebih jauh"

Kedua, eksplorasi pikiran, yaitu keterampilan konselor untuk

menggali ide, pikiran, dan pendapat klien.

Contoh eksplorasi pikiran: "Mungkin Anda dapat menjelaskan lebih

jauh ide Anda ten tang sekolah sambil bekerja. "

Ketiga, refleksi pikiran, yaitu keterampilan konselor untuk

memantulkan ide, pikiran, dan pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan nonverbal klien. Contoh refleksi pikiran: "Tampaknya yang akan Anda katakan .... " atau

"Mungkin yang akan Anda uia[akan adalah ... " atau "apakah yang Anda maksudkan ... "

Ketiga, ekplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau kemampuan konselor untuk menggali pengalaman-pengalaman klien yang telah dilaluinya.

Contoh eksplorasi pengalaman: "Saya amat terkesan dengan

pengalaman yang Anda lalui, namun saya ingin memahami lebih jauh

tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap kesuksesan belajar Anda. "

7. Teknik Paraphrasing (Menangkap Pesan Utama)

Sering klien mengemukakan pikiran, ide, perasaan, pengalaman secara berbelit-belit dan tidak terarah sehingga intinya sulit dipahami. Untuk memudahkan klien memahami pikiran, ide, perasaan, dan pengalamannya, konselor perlu menangkap pesan utama dari apa yang disampaikan oleh klien dan menyampaikannya kepada klien dengan bahasa konselor sendiri. Tujuan paraphrase antara lain adalah mengatakan kembali esensi atau inti ungkapan klien. Selain itu, praphrase juga bertujuan untuk: pertama, untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia, dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan klien. Kedua, mengendapkan apa yang dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan. Ketiga, membeIi arah wawancara konseling. Keempat mengecek kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan klien.

Untuk dapat melakukan paraphrasing yang baik, konselor harus: (1) menggunakan kata-kata yang mudah dan sederhana, (2) dengan teliti mendengarkan pesan utama pembicaraan klien, (3) nyatakan kembali dengan ringkas, (4) amati respons klien terhadap konselor. Dalam proses konseling, paraphrasing misalnya ketika klien mengatakan:

"Biasanya Si A selalu senang dengan saya, tetapi entah kenapa …

8. Teknik Bertanya

Umumnya konselor mengalami kesulitan untuk membuka percakapan dengan klien, karena sulit menduga apa yang dipikirkan klien. Untuk itu, konselor harus memiliki keterampilan bertanya. Teknik bertanya ada dua macam, yaitu bertanya terbuka (open question) dan bertanya tertutup (closed

(16)

Draf kuliah Teknik Konseling

jawabannya, sedangkan pada pertanyaan tertutup telah menggambarkan alternatif jawabannya misaInya jawaban ya atau tidak, setuju atau tidak setuju, dan lain sebagainya. Contoh pertanyaan terbuka: "Bagaimana perasaan Anda saat ini?" Sedangkan contoh pertanyaan tertutup adalah: "Biasanya Anda menempati posisi

rangking berapa di dalam kelas?" Kemungkinan jawabannya adalah

rangking pertama, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. 9. Dorongan Minimal (Minimal Encouragement)

Dalam proses konseling, konselor harus mengupayakan agar klien selalu terlibat dalam pembicaraan. Untuk itu konselor harus mampu memberikan dorongan minimal kepada klien, yaitu suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikatakan klien seperti pernyataan oh. .. , ya ... , terus ... , lalu ... , dan

.... Teknik ini memungkinkan klien untuk terus berbicara dan

dapat mengarahkan agar pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan minimal juga dapat meningkatkan eksplorasi diri. Dorongan minimal diberikan secara selektif, yaitu ketika klien menunjukkan tanda-tanda akan mengurangi atau menghentikan pembicaraan atau pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada pembicaraan dan saat konselor ragu terhadap pembicaraan klien.

10. Interpretasi

Interpretasi merupakan usaha konselor mengulas pikiran, perasaan, dan perilaku atau pengalaman klien berdasarkan atas teori-teori tententu. Tujuan utama teknik ini adalah untuk memberikan rujukan, pandangan atau tingkah laku klien, agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan. Contoh interpretasi: "Saya berhenti sekolah dan memusatkan

perhatian membantu orang tua, berarti bakti saya terhadap keluarga karena adik-adik saya banyak dan membutuhkan biaya sekolah." Mendengar

perkataan klien di atas, konselor mengatakan: "Pendidikan MA

saat ini mudak bagi setiap warga negara, terutama yang hidup di kota besar

seperti Anda. Karena tantangan masa depan yang semakin kompleks, maka dibutuhkim SDM Indonesia yang handal. Membantu orang tua memang harus, tetapi sangat disayangkan jika orang seperti Anda yang tergolong pintar di sekolah akan meninggalkan MA."

11. Teknik Mengarahkan (Directing)

Seperti telah disebutkan di muka, bahwa proses konseling memerlukan partisipasi secara penuh dari klien. Untuk mengajak klien berpartisipasi secara penuh di dalam proses konseling, perlu ada ajakan dan arahan dari konselor. Upaya konselor mengarahkan klien dapat dilakukan dengan menyuruh klien memerankan sesuatu (bermain peran) atau mengkhayalkan sesuatu. Penerapan teknik ini dalam konseling. Misalnya: "Ayah saya sering marah-marah tanpa sebab. Saya tidak dapat

lagi menahan diri. Akhimya terjadi pertengkaran sengit". Lalu konselor

mengatakan: "Bisakah Anda mendemonstrasikan di depan saya,

bagaimana sikap dan katakata ayah Anda ketika memarahi Anda?"

12. Teknik Menyimpulkan Sementara (Summarizing)

Agar pembicaraan dalam konseling maju secara bertahap dan arah pembicaraan semakin jelas, maka setiap periode waktu tertentu konselor bersama klien perlu menyimpulkan pembicaraan. Membuat kesimpulan bersama perlu dilakukan agar klien memiliki pemahaman dan kesadaran bahwa keputusan tentang dirinya menjadi tanggung jawab klien, sedangkan konselor hanya membantu. Kapan suatu pembicaraan akan disimpulkan bisa ditetapkan sendiri oleh konselor atau bisa tergantung kepada felling konselor.

Contoh summarizing: “Setelah kita. mendiskusikan persoalan yang

Anda hadapi, sebaiknya kita simpulkan terlebih dahulu agar jelas hasil pembicaraan kita sampai saat ini. Dari materi pembicaraan kita tadi, setidaknya sudah sampai pada dua hal pertama, tekad Anda untuk belajar sambil bekerja. Kedua, hambatan yang akan Anda hadapi seperti yang Anda

(17)

Draf kuliah Teknik Konseling

beritakan tadi adalah orang tua Anda yang menginginkan Anda lebih konsentrasi kepada pelajaran dan waktu bekerja di perusahaan yang menuntut Anda bekerja seeara penuh".

Tujuan utama menyimpulkan sementara (summarizing) adalah:

pertama, memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik (feed back) dari hal-hal yang telah dibicarakan bersama konselor. Kedua, untuk menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap. Ketiga, untuk meningkatkan kualitas diskusi. Keempat, mempertajam atau memperjelas fokus atau arah wawancara konseling.

13. Teknik-teknik Memimpin

Agar wawancara konseling tidak menyimpang (pembicaraannya terfokus pada masalah yang dibicarakan), konselor harus mampu memimpin arah pembicaraan sehingga tujuan konseling bisa tercapai secara efektif dan efisien. Memimpin dalam konseling bisa memiliki dua arti, pertama: menunjukkan keadaan di mana konselor berada di dalam atau di Iuar pikiran klien. Kedua, keadaan di mana konselor mengarahkan pikiran klien kepada penerimaan perkataan konselor. Penerapan teknik ini dalam konseling harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: pertama, memimpin hanya sebatas klien dapat memberikan toleransi sesuai dengan kecakapan dan pemahamannya. Kedua, memimpin bisa berbeda dari topik ke topik. Ketiga, memulai proses konseling dengan sedikit memimpin. Keberhasilan konselor memimpin dalam sesi konseling juga ditentukan oleh tipe-tipe kepemimpinan konselor yang demokratis, otoriter, atau permisif (masa bodoh).

Teknik ini bertujuan agar pembicaraan klien tidak menyimpang dari fokus yang dibicarakan dan agar arah pembicaraan terfokus pada tujuan konseling. Contohnya: "Saya mungkin berpikir juga

tentang masalah hubungan dengan pacar. Tapi bagaimana ya .... ?"

Mendengar perkataan tersebut, konselor mengatakan: "Bukankah

sampai saat ini kepedulian Anda tertuju kepada belajar sambil bekerja. Mungkin Anda tinggal merinci kepedulian itu. Tentang pacaran, apakah termasuk ke dalam kepedulian Anda juga?"

14. Teknik Fokus

Konselor yang efektif harus mampu membuat fokus melalui perhatiannya yang terseleksi terhadap pembicaraan dengan klien (wawancara konseling). Fokus akan membantu klien untuk memusatkan perhatiannya pada pokok pembicaraan. Ada empat fokus dalam konseling; pertama: fokus pada diri klien.

Misalnya: "Dawar, Anda tidak yakin apa yang akan Anda lakukan"? atau

"Tampaknya Anda berjuang sendirian?" Kedua, fokus pada orang lain.

Misalnya perkataan konselor sebagai berikut: "Siska telah membuat

Anda gelisah dan tersiksa. Terangkanlah tentang dia, dan apa yang telah dilakukannya pada Anda?" Ketiga, fokus pada topik. Misalnya

perkataan konselor sebagai berikut: "Minum baigon? Anda akan

bunuh diri? Sebaiknya pertimbangkan masak-masak dengan berbagai pertimbangan." Keempat, fokus mengenai budaya. Misalnya

perkataan konselor sebagai berikut: "Cepat menyerah atau putus asa

bukan budayanya laki-laki. Laki-laki tidak boleh mudah menyerah atau mudah putus asa."

Dalam wawancara konseling selalu ada fokus yang membantu klien untuk menyadari bahwa persoalan pokok yang dihadapinya adalah "A". Mungkin banyak masalah yang berkembang di dalam wawancara konseling, tetapi konselor harus membantu klien agar ia memfokuskan pada masalah tertentu (misalnya tentang "A" dan lain-lain). Misalnya perkataan konselor: "Apakah tidak sebaiknya pokok pembicaraan kita

difokuskan pada rencana Anda yang ingin belajar sambil bekerja?

(18)

Draf kuliah Teknik Konseling

Teknik ini dalam konseling dikenal juga dengan "mem-perhadapkan". Teknik konfrontasi adalah suatu teknik yang menantang klien untuk melihat adanya inkonsistensi (tidak konsisten) antara perkataan dengan perbuatan, ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan. Misalnya klien menceritakan hal-hal yang sedih tetapi sambil tertawa dan tersenyum gembira.

Dalam proses konseling, teknik tampak dari ungkapan klien sebagai berikut: "Oh. .. , saya baik-baik saja". (suara rendah, wajah tidak ceria/cerah, duduk gelisah). Selanjutnya konselor mengatakan: "Anda katakan baik-baik saja, tetapi kelihatannya ada

sesuatu yang tidak beres" atau "Saya melihat ada perbedaan antara ucapan Anda dengan kenyataan diri Anda."

Tujuan teknik ini adalah: pertama, mendorong klien untuk mengadakan penelitian diri secara jujur (instrospeksi diri secara jujur). Kedua, meningkatkan potensi klien. Ketiga, membawa klien kepada kesadaran adanya. diskrepansi (kondisi pertentangan antara harapan seseorang dengan kondisi nyata di lingkungan) dari klien dengan, inkonsistensi, konflik atau kontradiksi dalam dirinya.

16. Menjemihkan (Clarifying)

Dalam konseling, teknik ini dilakukan oleh konselor dengan mengklarifIkasi ucapan-ucapan klien yang tidak jelas, samar-samar, atau agak meragukan. Tujuan teknik ini adalah: pertama, mengundang klien untuk menyatakan pesannya secara jelas, ungkapan kata-kata yang tegas, dan dengan alasan-alasan yang logis. Kedua, agar klien menjelaskan, mengulang dan mengilustrasikan perasaannya. Misalnya klien mengatakan:

"Konflik yang terjadi di rumah membuat saya bingung dan stress. Saya tidak mengerti siapa yang menjadi pemimpin di rumah itu." Selanjutnya

konselor mengatakan: "Bisakah Anda menjelaskan persoalan pokoknya?

Misalnya peran ayah, ibu, atau saudara-saudara Anda"

17. Memudahkan (Facilitating)

Facilitating adalah suatu teknik membuka komunikasi agar klien

dengan mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan pengalamannya secara bebas. Melalui teknik ini, komunikasi dan partisipasi meningkat dan proses konseling berjalan secara efektif.

Misalnya ketika konselor mengatakan: "Saya yakin Anda akan

berbicara secara jujur apa adanya, karena saya akan mendengarkan dengan sebaik-baiknya."

18. Diam sebagai Suatu Teknik

Diam dalam konseling bisa dijadikan sebagai suatu teknik. Dalam konseling, diam bukan berarti tidak ada komunikasi. Komunikasi tetap ada, yaitu melalui perilaku nonverbal. Diam amat penting pada saat attending. Saat diam yang ideal dalam proses konseling adalah antara 5-10 detik. Tetapi waktu itu tidak harga mati, artinya saat diam bersifat kondisional dan bisa tergantung kepada feeling konselor.

Dalam konseling, diam bisa memiliki beberapa makna: pertama, penolakan atau kebingungan klien. Kedua, klien atau konselor telah mencapai akhir suatu ide dan ragu mengatakan apa selanjutnya.

Ketiga, kebingungan yang didorong oleh kecemasan atau

kebencian. Keempat, klien mengalami perasaan sakit dan tidak siap untuk berbicara. Kelima, klien mengharapkan sesuatu dari konselor. Keenam, klien sedang memikirkan apa yang dikatakan.

Ketujuh, klien baru menyadari kembali dari ekspresi emosional

sebelumnya.

Tujuan teknik ini adalah: pertama, menanti klien yang sed-ang berpikir. Kedua, sebagai protes apabila klien berbicara

(19)

berbelit-Draf kuliah Teknik Konseling

belit (nglantur). Ketiga, menunjang perilaku attending dan empati sehingga klien bebas berbicara. Keadaan diam di pihak konselor bermanfaat bagi proses konseling, yaitu pertama, mendorong klien untuk berbicara. Kedua, membantu klien untuk lebih memahami dirinya. Ketiga, klien dapat mengikuti ekspresi yang membawa klien berpikir dengan tilikan yang mendalam. Keempat, mengurangi kecepatan interviu.

Kondisi diam dalam proses konseling, misalnya ketika klien mengatakan: "Saya kurang senang dengan perilaku guru itu, dan … saya (diam berpikir). Konselor : diam. Klien : "Saya .... harus bagaimana

... Saya tidak mengetahui... " Konselor : "…." (diam).

19. Mengambil Inisiatif

Pengambilan inisiatif perlu dilakukan oIeh konselor ketika klien kurang bersemangat untuk berbicara, lebih sering diam, dan kurang partisipatif. Konselor mengucapkan kata-kata yang mengajak klien untuk berinisiatif dalam menuntaskan diskusi. Teknik ini diterapkan apabila: pertama, untuk mengambil inisiatif apabila klien kurang bersemangat. Kedua, klien lambat berpikir untuk mengambil keputusan, dan Ketiga, klien kehilangan arah pembicaraan. Dalam konseling teknik ini tercermin dari perkataan konselor sebagai berikut: "Baiklah, saya pikir Anda

memiliki suatu keputusan, tetapi Anda ragu menyatakannya. Coba Anda renungkan lagi."

20. Memberi N asihat

Dalam konseling, pemberian nasihat sebaiknya dilakukan apabila klien memintanya. Meskipun demikian, konselor tetap harus mempertimbangkannya, apakah pantas atau tidak memberikan nasihat. Hal yang harus diperhatikan dalam pemberian nasihat adalah aspek kemandirian dalam konseling. Para penganut teori

Client Centered menyatakan bahwa apabila klien masih dinasihati

berarti belum mandiri. Dengan perkataan lain, pemberian nasihat

tidak sesuai dengan hakikat kemandilian dalam konseling. Jalan tengah yang ditawarkan adalah dalam pemberian nasihat harus tetap dijaga agar tujuan konseling, yakni kemandirian klien tetap tercapai.

21. Pemberian Informasi

Apabila konselor tidak mengetahui suatu informasi, sedangkan klien memintanya, maka konselor harus secara jujur mengatakan tidak mengetahuinya. Sebaliknya, apabila konselor mengetahui, sebaiknya diupayakan agar klien tetap mengusahakannya sendiri. Misalnya, klien bertanya tentang syarat-syarat masuk Sekolah Islam Unggulan dan terpadu, karena konselor tidak mengetahui, secara jujur konselor mengatakannya tidak mengetahui informasi tersebut dan menganjurkan klien mencari sendiri ke sumber informasi (mendatangi sekolah yang bersangkutan).

22. Merencanakan

Menjelang akhir sesi konseling, konselor harus membantu klien untuk dapat membuat rencana suatu program untuk action (melakukan tindakan sesuatu) guna memecahkan masalah yang dihadapinya. Atau rencana perbuatan nyata yang produktif bagi kemajuan klien. Rencana yang baik harus merupakan hasil kerja sama antara konselor dengan klien.

Misalnya konselor mengatakan: "Sebaiknya Anda memulai menyusun

rencana yang baik dengan berpedoman kepada hasil pembicaraan kita." 23. Menyimpulkan

Pada akhir sesi konseling, bersama klien konselor membuat suatu kesimpulan. Atau konselor membantu klien membuat suatu kesimpulan yang menyangkut hal: pertama, bagaimana keadaan perasaan klien saat ini terutama menyangkut kecemasannya akibat masalah yang dihadapinya. Kedua, memantapkan rencana klien. Ketiga, pokok-pokok yang akan dibicarakan selanjutnya

(20)

Draf kuliah Teknik Konseling

pada sesi berikut. Misalnya, menjelang waktu akan berakhir, konselor mengatakan: "Apakah sudah dapat kita buat kesimpulan akhir

pembicaraan kita?"

24. Teknik Mengakhiri (Menutup Sesi Konseling)

Mengakhiri sesi konseling merupakan suatu teknik dalam proses konseling. Untuk mengakhiri sesi konseling, dapat dilakukan konselor dengan cara: pertama, mengatakan bahwa waktu sudah habis. Kedua, merangkum isi pembicaraan. Ketiga, menunjukkan kepada pertemuan yang akan datang (menetapkan jadwal pertemuan sesi berikutnya). Keempat, mengajak klien berdiri dengan isyarat gerak tangan: Kelima, menunjukkan catatan-catatan singkat hasil pembicaraan konseling. Keenam, memberikan tugas-tugas. tertentu kepada klien yang relevan dengan pokok pembicaraan apabila diperlukan.

(21)

Draf kuliah Teknik Konseling

BAB IV

TEKNIK KONSELING YANG VERBAL

A. Teknik-Teknik Konseling yang Verbal

Suatu teknik konseling yang verbal adalah segala tanggapan verbal yang

diberikan oleh konselor, yang merupakan perwujudan konkret dari maksud, pikiran, dan perasaan yang terbentuk dalam batin konselor (tanggapan batin) untuk membantu konseli pada saat tertentu. Wawancara konseling terdiri atas rangkaian ungkapan di pihak konseli yang disusul dengan ungkapan-ungkapan di pihak konselor; setiap ungkapan konseli disusul dengan suatu ungkapan di pihak konselor. Dengan demikian, wawancara membentuk suatu rangkaian mata rantai-mata rantai, di mana setiap mata rantai terdiri atas Suatu ungkapan konseli dan suatu ungkapan konselor. Ungkapan konselor yang berupa tanggapan verbal dengan membantu konseli. menggunakan satu atau Iebih teknik yang verbal, tergantung dari intensi konselor, misalnya hanya menunjukkan penerimaan saja (satu teknik), atau menunjukkan penerimaan dan memantulkan perasaan konseli (dua teknik), atau memantulkan pikiran dan memberikan informasi serta menanyakan hal tertentu (tiga teknik). Beberapa ungkapan verbal konselor yang bercorak tata kesopanan atau sopan santun pergaulan sosial, seperti ucaran selamat siang pada awal wawancara dan sampai berjumpa pada akhir wawancara, tidak termasuk dalam teknik konseling yang verbal.

Tanggapan verbal konselor dapat dituangkan dalam bentuk

pernyataan atau dalam bentuk kalimat tanya atau dalam bentuk

kombinasi dari pernyataan dan kalimat/kata tanya. Hal ini

menyangkut bentuk gramatikal tanggapan konselor, menurut

ketentuan tata bahasa. Menurut ketentuan tata bahasa beberapa

tanggapan atau bagian tanggapan dapat sama-sama menggunakan

kalimat/kata tanya, tetapi hal ini tidak harus berarti bahwa juga

digunakan teknik verbal yang sama. Misalnya, pada akhir tanggapan

yang menggunakan teknik klarifikasi konselor dapat memakai kata

tanya "begitu?"; kata tanya yang sama juga dipakai pada akhir

tanggapan yang menggunakan teknik ringkasan. Selain itu, bentuk

gramatikal kalimat tanya tidak harus berarti bahwa konselor

menggunakan teknik pertanyaan mengenai hal tertentu: mungkin juga

menggunakan teknik yang lain, misalnya klarifikasi perasaan. Oleh

karena itu, bentuk gramatikal ungkapan verbal konselor tidak

memberikan petunjuk yang pasti tentang teknik konseling mana yang

digunakan; teknik konseling yang digunakan tergantung dari intensi

konselor yang terdapat di belakang kata-kata yang diucapkan.

Kata-kata itu dapat dituangkan dalam bentuk kombinasi dari pernyataan

dan kalimat/kata tanya.

Khususnya mengenai kalimat tanya, perlu dibedakan antara bentuk

pertanyaan terbuka (open question) dan bentuk pertanyaan tertutup

(closed question). Dalam kalimat tanya yang mengandung pertanyaan

terbuka. konselor memberikan kesempatan kepada konseli untuk

menanggapi secara luas dan memberikan ulasan menurut ketentuan

dan kesukaan sendiri, sehingga tanggapan itu tidak dapat diberikan

dalam satu-dua kata saja. Misalnya, bila konselor berkata: .. Bagaimana

perasaanmu pada saat itu?" atau "Selanjutnya bagaimana?", konseli

diharuskan untuk memberikan tanggapan yang agak panjang. Dalam

kalimat tanya yang mengandung pertanyaan tertutup, konselor

mengharapkan tanggapan terbatas yang cukup tertuangkan dalam

(22)

Draf kuliah Teknik Konseling

satu-dua kata saja, sesuai dengan hal dan segi tertentu yang

ditanyakan.

Misalnya, bila konselor berkata: "Kapan hal itu terjadi?" atau "Dengan

siapa Anda pergi nonton?", konseli cukup menjawab dengan "Kemarin

dahulu" atau "Dengan adik"; atas pertanyaan: "Apa perasaanmu pada

saat itu, cukup dijawab "Sedih". Pada umumnya lebih baik konselor

merumuskan kalimat tanya yang mengandung pertanyaan terbuka.

Penggunaan kontinyu kalimat-kalimat yang mengandung bentuk

pertanyaan tertutup menimbulkan bahaya bahwa wawancara

konseling menjadi pertemuan tanya jawab, sebagaimana tampak

dalam contoh di bawah ini.

"Saya ingin ikut tes seleksi, tetapi saya belum mendaftar."

"Apa Saudara merasa takut gagal" "Barangkali!"

"Apakah orang tua mendukung pendaftaran di BIMBEL!"… "Ya,"

"Sejak kapan Saudara berkeinginan ikut tes di BIMBEL ?" "Awal

tahun."

"Apakah keinginan ini pernah dibicarakan dengan wali kelas)""

"Tidak."

"Apakah orang tua mampu membiayai studi di BIMBEL?" "Mampu

saja."

Wawancara yang bercorak demikian membuat konseli mengambil

sikap pasif sambil menunggu dilempari pertanyaan berikutnya dan

tidak mengajak konseli untuk ikut berpikir. Kalimat tanya yang

mengandung pertanyaan tertutup tidak harus salah, asal digunakan

pada saat-saat tertentu bila memang relevan untuk mengajukan

pertanyaan tentang hal tertentu, misalnya "Kamu sudah sampai di

semester berapa?" atau "Saudara sekandung ada berapa orang?"

Selain itu, konselor harus sangat hati-hati dalam memulai suatu

kalimat tanya dengan Mengapa atau Kenapa. Penggunaan kedua kata

itu mengandung bahaya karena konseli mendapat kesan dia diminta

pertanggungjawaban atau konselor secara implisit menyatakan

keheranannya atas hal yang sudah terjadi, bahkan secara implisit dia

diadili; kalau konseli mendapat kesan yang demikian, dia mungkin

sekali cenderung membela diri daripada memberikan gambaran yang

jujur. Misalnya, kalimat tanya: "Mengapa kamu menjadi marah?",

mudah memacu konseli untuk menghindar, apalagi bila nada bicara

konselor mengandung suatu tuduhan sehingga terdengar: "Mengapa,

sih, kamu menjadi marah?" Kalimat tanya yang dimulai dengan

Mengapa atau Kenapa, dapat diubah, misalnya " Kiranya ada alasan

untuk menjadi marah; coba jelaskan" atau "Alasan apa yang

mendorong Anda untuk marah?" Oleh karena itu, penggunaan

kata-kata Mengapa atau Kenapa sebaiknya dihindari; kalau toh digunakan,

hendaklah konselor waspada terhadap nada bicaranya, jangan sampai

mengandung

tuduhan,

tuntutan

pertanggungjawaban,

atau

keheranan.

Pengarang-pengarang profesional tidak memberikan nama yang sama

pada setiap teknik yang verbal; jumlah teknik yang mereka bahas juga

tidak sama. Di samping itu, sistematika yang digunakan dalam

Referensi

Dokumen terkait