VI. LINGKUP PEKERJAAN PENGAWASAN
6.7. Kegiatan Administrasi Konsultan Pengawas
6.7.3. Penyusunan Laporan Bulanan Konsultan Pengawas
Laporan bulanan merupakan salah satu bentuk kewajiban yang harus dilaksanakan oleh konsultan dalam mempertanggung jawabkan pekerjaan pengawasan secara berkala kepada pihak pemberi kerja (PT. Jasa Marga). Hal yang dilaporkan dalam laporan bulanan mencakup kemajuan (progress) pekerjaan kontraktor dan keterlambatannya baik dalam bentuk laporan tertulis maupun pada kurva-s ataupun segala hal yang berkaitan dengan perubahan kerja yang terjadi selama kurun waktu pengawasan. Laporan kegiatan pengawasan dibuat sebanyak 5 (lima) rangkap, yaitu 1 rangkap laporan menggunakan hardcover dan 4 (empat) rangkap laporan menggunakan softcover dengan susunan laporan sebagai berikut : a) Sampul laporan (cover), b) Dafar isi, c) Bab 1. Rangkuman eksekutif, d) Bab 2. Organisasi proyek, e) Bab 3.
Laporan kegiatan konsultan pengawas, f) Bab 4. Waktu proyek, g) Bab 5.
Progres pekerjaan, h) Bab 6. Laporan visualisasi dan i) Lampiran.
Laporan tersebut diserahakan kepada satuan tugas (satgas) selambatnya satu minggu setelah akhir setiap bulan pengawasan. Dalam menyerahkan hasil laporan bulanan, konsultan pengawas menerbitkan surat pengantar yang Tabel 20. Daftar surat resmi yang diterbitkan oleh konsultan pengawas (lanjutan)
ditujukan kepada pihak PT. Jasa Marga. Secara keseluruhan, laporan bulanan yang disusun dalam kegiatan pengawasan pekerjaan penanaman terdiri atas tiga buah laporan bulanan, yang dimulai dari laporan konsultan pengawas bulan Desember sampai dengan bulan Februari yang menandai diakhirinya pengawasan terhadap pekerjaan penanaman.
VIII. PEMBAHASAN
7.1. Manajemen Proyek
Tugas konsultan pengawas dalam kegiatan manajemen proyek adalah mengawasi dan memastikan kontraktor melaksanakan pekerjaan sesuai dengan rencana dan memenuhi bobot kemajuan kerja sesuai dengan jadwal pada setiap minggunya. Cara yang dilakukan untuk melaksanakan hal tersebut adalah dengan melakukan pengendalian terhadap alokasi kerja yang dilaksanakan kontraktor setiap minggunya. Untuk dapat memenuhi rencana kerja yang telah ditetapkan, konsultan pengawas memberikan sejumlah saran mengenai jenis dan kuantitas pekerjaan kepada kontraktor.
Setiap jenis pekerjaan yang dilaksanakan oleh kontraktor kemudian didokumentasikan dalam sebuah laporan harian yang selanjutnya dirangkum dalam laporan mingguan yang diserahkan kepada konsultan pengawas.
Dokumen tersebut kemudian digunakan sebagai data dalam pengawasan dan pembobotan penyelesaian pekerjaan. Dokumen laporan harian dan mingguan yang diberikan oleh kontraktor kemudian diperiksa silang (cross references) terhadap data yang dimiliki oleh konsultna pengawas. Persamaan yang digunakan dalam menentukan bobot pekerjaan yang telah diselesaikan oleh kontraktor adalah :
dimana,
Rn = Bobot realisasi minggu ke-n
Σ RW n = Realisasi pekerjaan-n pada minggu-n Σ Wn = Nilai total dari satuan pekerjaan-n Bn = Bobot pekerjaan ke-n
Persamaan tersebut digunakan dalam menentukan seluruh realisasi bobot pekerjaan terlaksana dilapangan. Berdasarkan hasil pengawasan secara keseluruhan, kontraktor yang bertugas dalam proyek ini memiliki kemampuan rendah dalam menjalankan rencana proyek. Hal ini tampak dari bobot penyelesaian pekerjaan yang hampir selalu minus atau berada pada kisaran angka di bawah bobot penyelesaian pekerjaan yang ditetapkan setiap
minggunya. Rangkuman dari keterlambatan waktu penyelesaian pekerjaan kotraktor tiap minggunya dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Bobot rencana dan realisasi pekerjaan penataan lanskap CTC
Rencana
Minggu III 5.396 11.407 2.066 2.073 -3.330 -9.335
Minggu IV 4.940 16.347 2.103 4.176 -2.837 -12.172 Minggu V 9.023 25.371 6.884 11.060 -2.139 -14.310 Minggu VI 11.650 37.020 6.844 17.904 -4.806 -19.117 Minggu VII 11.601 48.622 17.882 35.785 6.280 -12.837 Minggu VIII 11.709 60.332 14.570 50.355 2.861 -9.976 Minggu IX 10.475 70.807 3.2762 53.631 -7.199 -17.175 Minggu X 5.463 76.271 4.240 57.872 -1.223 -18.398 Minggu XI 4.781 81.051 8.814 66.686 4.033 -14.365 Minggu XII 3.033 84.084 14.790 81.475 11.756 -2.609
Dari tabel di atas tampak bahwa kontraktor memiliki bobot minus pada setiap minggunya, kecuali pada minggu ke-7, 8, 11 dan 12. Bobot minus ini merupakan indikasi bahwa kontraktor tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal rencana yang ditetapkan atau memiliki performa dibawah rencana kerja, selain itu bobot minus tersebut juga terus terakumulasi pada minggu-minggu berikutnya sehingga seluruh bobot pekerjaan yang ada pada kolom deviasi kumulatif memiliki nilai negatif. Dalam tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada minggu-12 atau pada akhir masa pekerjaan, kumulatif rencana kerja yang seharusnya sudah dikerjakan oleh kontraktor adalah sebesar 84,08 % sedangkan pada realisasinya, kontraktor hanya mampu merealisasikan pada kisaran bobot sebesar 81,48 %. Hal ini menunjukan bahwa kontraktor masih berada di bawah target pekerjaan yang direncanakan dengan deviasi kumulatif pada minggu terakhir adalah sebesar -2,61 %. Nilai minus ini berasal dari pekerjaan pengadaan tanah, penentuan lokasi dan pekerjaan penanaman lantana serta pengadaan penopang bambu yang masih kurang dari ketetapan kontrak.
Performa rendahnya kinerja kontraktor juga tercermin pada rencana dan realisai kerja kontraktor yang terdapat pada Lampiran 23. Dalam pelaksanaan kerjanya, kontraktor tidak bekerja sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.
Seluruh pekerjaan dikerjakan di luar jadwal atau tidak sesuai dengan rencana.
Sebagai salah satu contoh yaitu pada pekerjaan pengadaan kantor gudang dan lapangan yang direncanakan dilaksanakan pada minggu-2 dan baru direalisasikan kontraktor pada minggu-9. Hal ini mengakibatkan keberadaan kantor dan gudang lapangan dirasakan kurang bermanfaat sebagaimana seharusnya.
Secara umum, keterlambatan tersebut diatas disebabkan karena sub-kontraktor sebagai pihak pelaksana pekerjaan di lapangan tidak mampu bekerja secara optimal dan merupakan dampak lanjutan dari kurang baiknya komunikasi serta koordinasi antara kontraktor dengan sub-kontraktor lanskap. Minimnya sponsoritas yang diberikan oleh kontraktor kepada sub-kontraktor ditengarai sebagai penyebab utama timbulnya permasalahan selama masa pelaksanaan penanaman. General Superintendant (GS) yang ditugaskan oleh PT. SK kurang dapat bekerja sama dengan Site Manager (SM) CV. BIF. Hal ini mengakibatkan proses penyampaian informasi terkadang berjalan lambat atau bahkan terhambat. Hal tersebut berdampak pada terlambatnya upaya penanggulangan masalah yang terjadi di lapangan. Selain itu GM juga dirasakan kurang menguasai pelaksanaan proyek secara keseluruhan, hal ini tampak dari ketidakpahaman GM terhadap metode maupun bahan yang digunakan dalam pekerjaan penanaman.
Pada lingkup manajemen perubahan, dilakukan sejumlah perubahan yang lebih bersifat korektif. Perubahan tersebut dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap gambar kerja dan dokumen kontrak yang dilakukan dalam pekerjaan pendahuluan, sejumlah perubahan kemudian diusulkan kepada pihak PT. Jasa Marga cabang CTC. Koreksi yang dilakukan terhadap gambar kerja dilakukan dengan jalan melakukan penggambaran ulang terhadap seluruh gambar pada lanskap ruas Cengkareng, sedangkan pada lanskap ruas Jagorawi koreksi hanya dilakukan dengan memperbaiki jumlah tanaman yang terdapat pada gambar tersebut agar sesuai dengan jumlah tanaman yang tercantum pada dokumen kontrak. Sedangkan perubahan pada dokumen kontrak dilakukan menyangkut jumlah dan spesifikasi dari beberapa jenis tanaman dan kuantitas tanah merah yang harus diadakan oleh kontraktor.
Dalam perubahan kontrak kerja, terjadi perubahan terhadap beberapa jenis pekerjaan hingga lebih dari 10 % dari ketetapan dokumen kontrak dan merupakan suatu hal yang seharusnya tidak diperkenankan. Hal tersebut sesuai
dengan ketentuan dalam perubahan kontrak kerja (Variation Order - VO) yang diperkenankan sesuai dengan Kepres No. 08 tahun 2003. Perubahan tersebut terjadi pada item pekerjaan pengadaan tanah urugan, penambahan tanaman baru berupa nanas merah, ubi singapur, rumput gajah mini dan sambang darah.
Rangkuman dari VO yang terjadi terhadap dokumen BQ dapat dilihat pada Lampiran 26. Perubahan kerja terbesar terdapat pada pekerjaan pemberian tanah dan pengadaan pupuk untuk pekerjaan penanaman, penambahan pekerjaan instalasi pot ruas Cengkareng serta adanya penambahan tanaman baru yang pada awalnya tidak terdapat dalam ketentuan gambar kerja seperti bayam merah, ubi singapur, nanas merah, sambang darah dan penanaman rumput gajah mini.
Selain itu, perubahan juga terjadi pada alokasi waktu keseluruhan yang diperlukan dalam menyelesaikan pekerjaan penanaman. Waktu yang diberikan kepada kontraktor diperpanjang dengan adanya surat permohonan addendum waktu kerja selama 3 minggu. Adapun waktu tersebut digunakan untuk melakukan kegiatan pengadaan tanah dan penanaman lantana (Lantana cammara) pada ruas Cengkareng yang terdapat pada Km 25+200 sampai dengan Km 27+200.