• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Keuangan Negara

Dalam dokumen buku dasar penyusunan APBN (Halaman 37-45)

Dalam pasal 23 ayat (2) UUD 1945 diamanatkan bahwa rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Terkait dengan hal tersebut dalam undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pasal 69 ayat (1), DPR mempunyai fungsi:

a. legislasi; b. anggaran; dan c. pengawasan.

Fungsi legislasi dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-undang. Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan persetujuan terhadap rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden. Sedangkan fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan APBN.

Untuk hal-hal yang berkaitan dengan APBN DPR mempunyai tugas dan wewenang antara lain: a. Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang tentang APBN dan

rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;

b. Membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan memberikan persetujuan atas rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden;

c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang dan APBN;

d. Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;

e. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang dan APBN.

Alat kelengkapan DPR terdiri atas: Pimpinan, Badan Musyawarah, Komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara, Badan Kehormatan, Badan Kerjasama Antar- Parlemen, Badan Urusan Rumah Tangga, Panitia Khusus dan alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna.

A. Komisi

Pada periode 2009–2014, DPR mempunyai 11 komisi dengan ruang lingkup tugas dan pasangan kerja masing-masing. Komisi merupakan unit kerja utama yang membidangi masalah-masalah

tertentu. Tugas komisi dalam pembentukan undang-undang adalah mengadakan persiapan, penyusunan, pembahasan, dan penyempurnaan rancangan undang-undang. Komisi-komisi di DPR tersebut adalah:

Tabel 1.5 Komisi DPR dan Ruang Lingkup Tugasnya

Nama Komisi Ruang Lingkup Tugas

Komisi I Pertahanan, Intelijen, Luar negeri, Komunikasi, dan Informatika

Komisi II Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria

Komisi III Hukum, HAM dan Keamanan.

Komisi IV Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Kelautan, Perikanan, Pangan

Komisi V Perhubungan, Pekerjaan Umum, Perumahan Rakyat, Pembangunan Pedesaan dan Kawasan Tertinggal, Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika

Komisi VI Perdagangan, Perindustrian , Investasi , Koperasi UKM dan BUMN Standarisasi Nasional Komisi VII Energi Sumber Daya Mineral, Riset dan Teknologi, Lingkungan Hidup

Komisi VIII Agama, Sosial, Pemberdayaan Perempuan

Komisi IX Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kependudukan, Kesehatan

Komisi X Pendidikan, Kebudayaan, Pariwisata, Ekonomi Kreatif, Pemuda, Olahraga, Perpustakaan Komisi XI Keuangan, Perencanaan Pembangunan, Perbankan, dan Lembaga Keuangan bukan bank Pelaksanaan tugas Komisi

1. Komisi dalam melaksanakan tugas dapat mengadakan:

a. rapat kerja dengan Pemerintah yang diwakili oleh menteri/pimpinan lembaga. b. mengadakan konsultasi dengan BPK.

c. konsultasi dengan DPD.

d. rapat dengar pendapat dengan pejabat Pemerintah yang mewakili instansinya.

e. rapat dengar pendapat umum, baik atas permintaan komisi maupun atas permintaan pihak lain.

f. rapat kerja dengan menteri atau rapat dengar pendapat dengan pejabat Pemerintah yang mewakili instansinya yang tidak termasuk dalam ruang lingkup tugasnya apabila diperlukan. g. mengadakan rapat gabungan komisi apabila ada masalah yang menyangkut lebih dari satu

komisi.

h. mengadakan kunjungan kerja dalam masa reses, atau apabila dipandang perlu, dalam masa sidang dengan persetujuan pimpinan DPR yang hasilnya dilaporkan dalam rapat komisi

untuk ditentukan tindak lanjutnya, komisi menentukan tindak lanjut hasil pelaksanaan tugas komisi.

i. mengadakan rapat dengan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara dalam menindaklanjuti hasil laporan BPK.

2. Keputusan dan/atau kesimpulan hasil rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara DPR dan Pemerintah.

3. Komisi membuat laporan kinerja pada akhir masa keanggotaan DPR, baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh komisi pada masa keanggotaan berikutnya.

4. Jumlah, ruang lingkup tugas, dan mitra kerja komisi ditetapkan dengan keputusan DPR.

Di dalam masing-masing komisi I sampai dengan XI terdapat komisi di bidang anggaran, dan bersama dengan Badan Anggaran mempunyai tugas dalam hal penetapan alokasi anggaran, pada saat pembahasan RUU APBN dengan pemerintah. Selain itu terdapat komisi di bidang pengawasan yang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang termasuk APBN, serta peraturan pelaksanaannya.

Tugas komisi di bidang anggaran adalah:

a. mengadakan pembicaraan pendahuluan mengenai penyusunan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan Pemerintah;

b. mengadakan pembahasan dan mengajukan usul penyempurnaan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan Pemerintah;

c. membahas dan menetapkan alokasi anggaran untuk fungsi, program, dan kegiatan kementerian/lembaga yang menjadi mitra kerja komisi;

d. mengadakan pembahasan laporan keuangan negara dan pelaksanaan APBN termasuk hasil pemeriksaan BPK yang berkaitan dengan ruang lingkup tugasnya;

e. menyampaikan hasil pembicaraan pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, huruf c, dan huruf d, kepada Badan Anggaran untuk sinkronisasi;

f. menyempurnakan hasil sinkronisasi Badan Anggaran berdasarkan penyampaian usul komisi sebagaimana dimaksud dalam huruf e; dan

g. menyerahkan kembali kepada Badan Anggaran hasil pembahasan komisi sebagaimana dimaksud dalam huruf f untuk bahan akhir penetapan APBN.

B. Badan Anggaran

Mengenai Badan Anggaran:

a. Badan Anggaran dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap.

b. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Anggaran menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.

c. Susunan dan keanggotaan Badan Anggaran terdiri atas anggota dari tiap-tiap komisi yang dipilih oleh komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota dan usulan fraksi. d. Pimpinan Badan Anggaran merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan

kolegial.

e. Pimpinan Badan Anggaran terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Anggaran berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan mempertimbangkan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.

f. Pemilihan pimpinan Badan Anggaran dilakukan dalam rapat Badan Anggaran yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan Badan Anggaran.

Badan Anggaran bertugas:

a. membahas bersama Pemerintah yang diwakili oleh menteri untuk menentukan pokok-pokok kebijakan fiskal secara umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga (K/L) dalam menyusun usulan anggaran;

b. menetapkan pendapatan negara bersama Pemerintah dengan mengacu pada usulan komisi terkait;

c. membahas rancangan undang-undang tentang APBN bersama Presiden yang dapat diwakili oleh menteri dengan mengacu pada keputusan rapat kerja komisi dan Pemerintah mengenai alokasi anggaran untuk fungsi, program, dan kegiatan K/L;

d. melakukan sinkronisasi terhadap hasil pembahasan di komisi mengenai rencana kerja dan anggaran K/L;

e. membahas laporan realisasi dan prognosis yang berkaitan dengan APBN; dan

f. membahas pokok-pokok penjelasan atas rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.

Pelaksanaan Tugas Badan Anggaran

a. Dalam melaksanakan tugas Badan Anggaran bersama pemerintah menetapkan asumsi makro dengan mengacu pada keputusan komisi yang sesuai dengan ruang lingkup tugasnya.

b. Dalam melaksanakan tugas Badan Anggaran dapat melakukan kunjungan kerja pada masa reses atau pada masa sidang dengan persetujuan pimpinan DPR.

c. Badan Anggaran dalam melaksanakan tugas terlebih dahulu menetapkan siklus dan jadwal pembahasan APBN bersama pemerintah.

d. Badan Anggaran dalam melaksanakan tugasnya mengacu pada Tata Cara Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Badan Anggaran hanya membahas alokasi anggaran yang sudah diputuskan oleh komisi. Anggota komisi dalam Badan Anggaran harus mengupayakan alokasi anggaran yang diputuskan komisi dan menyampaikan hasil pelaksanaan tugas kepada komisi.

C. Panitia Kerja

Menurut pasal 94 Peraturan DPR RI nomor 1/DPR RI/2009-2010 tentang Tata Tertib DPR RI disebutkan bahwa Alat kelengkapan DPR selain pimpinan DPR dapat membentuk panitia kerja. Tugas panitia kerja diatur dalam pasal 96 yaitu:

1. Panitia kerja bertugas melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh alat kelengkapan DPR yang membentuknya.

2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), panitia kerja dapat mengadakan rapat dengar pendapat dan rapat dengar pendapat umum.

3. Tata cara kerja panitia kerja ditetapkan oleh alat kelengkapan DPR yang membentuknya. 4. Panitia kerja bertanggung jawab kepada alat kelengkapan DPR yang membentuknya.

5. Panitia kerja dibubarkan oleh alat kelengkapan DPR yang membentuknya setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai.

6. Tindak lanjut hasil kerja panitia kerja ditetapkan oleh alat kelengkapan DPR yang membentuknya.

Panitia kerja yang terkait dengan pembahasan undang-undang APBN adalah: - Panja Asumsi Dasar, Kebijakan Fiskal, Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan - Panja Kebijakan Belanja Pemerintah Pusat

- Panja Kebijakan Transfer ke Daerah - Tim Perumus Draft RUU tentang APBN

Panja Asumsi Dasar, Kebijakan Fiskal, Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan

Keanggotaan Panja Asumsi Dasar, Kebijakan Fiskal, Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan dari unsur pemerintah adalah dari Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian BUMN, dan Bappenas.

Tugas Panja Asumsi Dasar, Kebijakan Fiskal, Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan:

1. Membahas dan menetapkan asumsi dasar ekonomi makro, sebagai dasar perhitungan berbagai besaran APBN, berdasarkan masukan dari komisi terkait (pertumbuhan ekonomi,

inflasi, nilai tukar, dan suku bunga dari Komisi XI; serta lifting minyak dan harga minyak mentah Indonesia dari Komisi VII).

2. Membahas dan menetapkan pendapatan negara (penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak/PNBP).

3. Membahas dan menetapkan besaran subsidi energi (subsidi BBM dan subsidi Listrik) berdasarkan parameter, asumsi, dan langkah-langkah kebijakan (policy measures) yang ditetapkan oleh Komisi terkait (komisi VII).

4. Membahas dan menetapkan defisit dan pembiayaan anggaran, baik penerimaan pembiayaan maupun pengeluaran pembiayaan, yang meliputi pembiayaan utang maupun pembiayaan non- utang.

5. Membahas dan menetapkan postur (sementara) APBN, sebagai hasil rekapitulasi dari pembahasan dan kesepakatan tentang pendapatan negara (butir 2), belanja subsidi energi (butir 3), belanja yang bersumber dari penggunaan PNBP dan transfer ke daerah sebagai implikasi dari hasil pembahasan pendapatan negara (butir 2), serta defisit dan pembiayaan anggaran (butir 4).

6. Melaporkan hasil pembahasan kepada Rapat Kerja Badan Anggaran dengan Pemerintah dan Bank Indonesia untuk diambil keputusan pada akhir Pembicaraan Tingkat I, guna diteruskan ke Pembicaraan Tingkat II (pengambilan keputusan pada Rapat Paripurna).

Panja Kebijakan Belanja Pemerintah Pusat

Keanggotaan panja kebijakan belanja pemerintah pusat dari unsur pemerintah adalah dari Kementerian Keuangan, dan Bappenas.

Tugas Panja Kebijakan Belanja Pemerintah Pusat:

1. Membahas dan menetapkan kebijakan belanja pemerintah pusat menurut jenis (belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi non-energi, belanja bantuan sosial dan belanja lain-lain).

2. Membahas dan menetapkan kebijakan belanja K/L, serta alokasi belanja pemerintah pusat menurut organisasi.

3. Membahas dan menetapkan kebijakan dan besaran belanja non-K/L (berbagai jenis subsidi non-energi, seperti subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, subsidi/bantuan PSO, subsidi bunga kredit program, subsidi pajak), pembayaran bunga utang, dan belanja lain-lain.

4. Membahas dan menetapkan postur belanja pemerintah pusat berdasarkan hasil rekapitulasi pembahasan dan kesepakatan kebijakan belanja pemerintah pusat menurut jenis (butir 1), baik belanja K/L (butir 2) maupun belanja non-K/L (butir 3).

5. Melaporkan hasil pembahasan kepada Rapat Kerja Badan Anggaran dengan Pemerintah dan Bank Indonesia untuk diambil keputusan pada akhir Pembicaraan Tingkat I, guna diteruskan ke Pembicaraan Tingkat II (pengambilan keputusan pada Rapat Paripurna).

Panja Kebijakan Transfer ke Daerah

Keanggotaan panja Panja Kebijakan Transfer ke Daerah dari unsur pemerintah adalah dari Kementerian Keuangan, Bappenas, Kementrian Dalam Negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bakosurtanal.

Tugas Panja Kebijakan Transfer ke Daerah:

1. Membahas dan menetapkan kebijakan umum Transfer ke daerah.

2. Membahas dan menetapkan kebijakan dana perimbangan, baik dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU), maupun dana alokasi khusus.

3. Membahas dan menetapkan kebijakan dana otonomi khusus dan dana penyesuaian.

4. Melaporkan hasil pembahasan kepada Rapat Kerja Badan Anggaran dengan Pemerintah dan Bank Indonesia untuk diambil keputusan pada akhir Pembicaraan Tingkat I, guna diteruskan ke Pembicaraan Tingkat II (pengambilan keputusan pada Rapat Paripurna).

Tim Perumus Draft RUU tentang APBN

Keanggotaan Tim perumus draft RUU tentang APBN dari unsur pemerintah adalah dari Kementerian Keuangan, dan Bappenas.

Tugas Tim Perumus Draft RUU tentang APBN adalah: 1. Mengakomodir hasil kesepakatan Panja-Panja.

2. Mengoreksi konsep legal drafting berkaitan dengan penyusunan RUU APBN.

3. Melaporkan hasil pembahasan Tim Perumus kepada Rapat Pengambilan keputusan Rancangan Undang-Undang tentang APBN antara Badan Anggaran dengan pemerintah pada akhir Pembicaraan Tingkat I.

1.7 Peran DPR dalam Undang-undang yang Terkait Dengan Penerimaan Keuangan Negara

Hal lain yang diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 adalah adanya kewajiban pembentukan undang-undang atas pengenaan pajak maupun pungutan yang bersifat memaksa untuk keperluan negara. Ketentuan ini termuat dalam pasal 23A Undang-undang Dasar 1945: Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan undang-undang. Persyaratan ini menunjukkan bahwa pajak dan setiap jenis pungutan tersebut adalah atas persetujuan DPR.

Undang- undang yang terkait dengan penerimaan keuangan negara antara lain: 1. Undang-undang di bidang Perpajakan yang terdiri dari:

- Undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo. Undang-undang nomor 9 tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo. Undang-undang nomor 18 tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo. Undang-undang nomor 9 tahun 1994 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo. Undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

- Undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan jo. Undang-undang nomor 7 tahun 1991 tentang Perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan jo. Undang-undang nomor 10 tahun 1994 tentang Perubahan Kedua atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan jo. Undang-undang nomor 17 tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan jo. Undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

- Undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak atas penjualan barang mewah jo. Undang-undang nomor 11 tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak atas penjualan barang mewah jo. Undang-undang nomor 11 tahun 1994 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang nomor 18 tahun 2000 tentang Pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak atas penjualan barang mewah

- Undang-undang nomor 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan. 2. Undang-undang nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan jo. Undang-undang nomor 17 tahun

2006 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. 3. Undang-undang nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai jo. Undang-undang nomor 39 tahun 2007

tentang Perubahan Undang-undang nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai.

4. Undang-undang nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.

5. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2003 tentang Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Keuangan

BAB II SIKLUS APBN

Dalam dokumen buku dasar penyusunan APBN (Halaman 37-45)

Dokumen terkait