• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBENTUKAN KNID SURAKARTA DAN PERANNYA DALAM PERGERAKAN POLITIK DI SURAKARTA

PENJERAHAN PEMERINTAHAN

3. Peran KNID Surakarta dalam gerakan Anti Swapraja

Di daerah Surakarta, peristiwa revolusi sosial terjadi karena keinginan partai-partai dan pemuka-pemuka pergerakan agar swapraja dihapuskan. Cara-caranya adalah lebih halus daripada peristiwa-peristiwa di Jawa Barat dan Sumatera. Namun revolusi di daerah ini berlangsung terpimpin.

KNID Surakarta yang diketuai oleh Sumodiningrat, bekas opsir PETA dan seorang bangsawan, dengan cara yang terpuji menyelesaikan tugasnya yang pertama yakni:

1. Melucuti tentara Jepang.

2. Memindahkan kekuasaan pemerintahan dari tangan Jepang kepada

KNID Surakarta.

Tanggal 30 September 1945 beribu-ribu rakyat mendengarkan hasil usaha itu di depan Gubernuran. Cokan Watanabe menyerahkan kekuasaan kepada KNID Surakarta. Sumodiningrat keluar dan terus didukung oleh hadirin beramai-ramai. KNID Surakarta meneruskan perlucutan Jepang. Pekerjaan pemerintahan itu diserahkan kepada suatu Dewan Pemerintahan yang terdiri atas Suprapto, Sutopo, dan Sumantri.

Tanggal 19 Oktober 1945 datanglah R.P. Suroso yang menjadi Komisaris Tinggi daerah-daerah Swapraja. Diterangkannya, bahwa tugasnya adalah sebagai koordinator antara Kasunanan dan Mangkunegaran. Sudah selayaknya raja-raja memperjuangkan kekuasaannya sebagai kepala daerah istimewa. Namun dalam hal ini raja-raja di Surakarta tidak bersatu seperti di Yogyakarta antara Sultan dan

commit to user

Paku Alam, yang menjadi Kepala dan Wakil Kepala Daerah Istimewa. Di Surakarta terjadi persaingan antara kedua orang raja, sambil pula tuntutan partai-partai semakin hebat, supaya swapraja dihapuskan saja.

Komisaris Tinggi akhirnya menghapuskan Dewan Pemerintahan yang ada dan atas keputusan Badan Pekerja KNI Pusat dibentuklah Direktorium, sebagai overkapping atas kedua bagian daerah dan dengan demikian agar hanya ada satu pemerintahan di Surakarta. BP KNIP menunjuk lima orang untuk duduk dalam Direktorium, yaitu Dalyono, Projosudodo, Ronomarsono, Dasuki, dan Juwardi.

Dewan pemerintahan ini diketuai oleh Komisaris Tinggi dan para raja diundang mengirim wakil-wakilnya (patih). Jumlah anggota menjadi 9 orang. Pada prakteknya Direktorium ini tidak berjalan lancar, hal ini disebabkan karena para raja kurang membantunya, terutama pihak Mangkunegaran yang kurang menyetujuinya.

Komisaris Tinggi menyusun Panitia Tata Negara untuk merancang Undang-undang Dasar untuk daerah Surakarta. Hasil panitia ini dikirim kepada Menteri Dalam Negeri Sudarsono untuk meminta pengesahan. Bersamaan dengan itu, gerakan anti-swapraja sudah memuncak. Tanggal 29 April 1946 lahir mosi dari Kepolisian, Angkatan Muda, Pamongpraja, GRI, Partai Sosialis, BTI, BPRI,

Banteng dan PNI:16

16

A.H. Nasution, 1977, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid II, Bandung: Angkasa, hal 552-554.

commit to user

1. Menuntut supaya daerah istimewa Surakarta dihapuskan artinya kedua Sri

Paduka di Surakarta tidak memegang pemerintahan lagi.

2. Supaya daerah istimewa Surakarta dijadikan sebagai residensi lainnya.

3. Supaya kedua Sri Paduka tersebut hanya mengurus kraton dan istananya

masing-masing.

Pada tanggal 30 April 1946 SP Paku Buwono XII dan Wuryaningrat, pembesar pemangku jabatan Pepatih Dalem, mengeluarkan maklumat:

Mengingat apa yang tersebut dalam pasal 18 anggaran dasar kita dan piagam PYM Presiden tanggal 19 Agustus 1945 dan mengetahui gerak-gerik di dalam kalangan rakyat di daerah kami hal lenyap atau tidaknya daerah istimewa Surakarta Hadiningrat, kami mempermaklumkan kepada rakyat kami, bahwa jikalau memang terang menjadi kehendak rakyat sebenar-benarnya akan lenyapnya daerah istimewa Surakarta Hadiningrat dan telah ditetapkan oleh pemerintah negara Republik Indonesia, kami tidak berkeberatan akan menyerahkan pemerintahan kami

kepada pemerintah agung tadi.17

Menteri Dalam Negeri Sudarsono sendiri datang ke Surakarta untuk mengurus pertikaian. Ia berunding dengan kedua raja dan wakil-wakil rakyat, dan meminta kesabaran, sampai DPR memutuskan. Tanggal 6 Mei 1946 dikeluarkan maklumat Menteri Dalam Negeri:

17

commit to user

Dalam 7 hari sesudah pengumuman maklumat ini akan dibentuk suatu panitia yang merencanakan dan menjalankan pemilihan umum di daerah istimewa Surakarta. Badan-badan perwakilan rakyat yang terbentuk sebagai hasil pemilihan umum itu mempunyai kekuasaan yang syah untuk menyelesaikan hal keistimewaan dalam daerah tersebut.

Sebagai penjelasan dikatakan, untuk menyelesaikan hal

keistimewaan dalam daerah istimewa Surakarta, maka dicari jalan yang sesuai dengan Undang-undang Dasar, program pemerintah dan hasrat segenap lapisan rakyat di daerah Surakarta. Pemerintah berpendapat, bahwa dengan jalan membentuk badan perwakilan rakyat soal keistimewaan dapat diselesaikan dengan kekuasaan yang syah, artinya kekuasaan berdasarkan kedaulatan rakyat yang sebenar-benarnya.

Berhubung dengan mendesaknya soal tersebut, maka pemilihan

umum dan sebagainya akan dimulai dengan segera.18

Tanggal 2 Mei 1946 Mangkunegoro VIII telah mengeluarkan maklumat yang lain pendiriannya dari pada Paku Buwono XII. Namun BP KNI kabupaten kota Mangkunegaran memutuskan supaya segera diakhiri adanya tiga macam pemerintahan di Surakarta dan mendesak agar segera terlaksananya kedaulatan rakyat.

Dengan tiadanya keputusan yang tegas, terkatung-katungnya posisi Komisaris Tinggi serta Direktorium dan dengan tetap resminya daerah istimewa,

18

commit to user

maka pada hakekatnya sudah timbul vacuum pemerintahan di daerah Surakarta,

dan dalam kesempatan ini berbagai aliran yang ekstrim bergolak, yang semakin

membuat daerah ini yang disebut sebagai wild west.19

Terlepas dari segala konflik istana, keberadaan KNID Surakarta pada akhirnya digunakan sebagai sarana semangat revolusi pemuda dalam mewujudkan impiannya tentang Negara yang berkedaulatan rakyat dan menjadi motor gerakan

anti swapraja dalam menentukan pemerintahan kerakyatan.20

Di tengah upaya untuk menyusun pemerintahan yang sesuai dengan kehendak rakyat Surakarta,muncul suara-suara kebencian dan penolakan atas pemerintah swapraja di Surakarta. Penolakan ini sejalan dengan semangat revolusi yang anti feodalisme.

Melihat kenyataan yang begitu besar keperayaan rakyat maupun pemuda, maka segala hal yang berbau kerajaan dicoba untuk disingkirkan. Ketua KNID Surakarta yang semula dipegang oleh ipar Susuhunan, yaitu Mr. Sumodiningrat kemudian diganti Ir. Sakirman tanggal 29 Oktober 1945 berdasarkan garis-garis besar BP KNIP di Jakarta. Sebuah badan pekerja baru didirikan tanggal 1 November 1945 yang dikuasai oleh seorang veteran PKI sebelum perang dan

19

A.H. Nasution, op.cit., hal. 552-554.

20

Hal ini terbukti dengan penggeseran BPH Sumodiningrat sebagai ketua KNID Surakarta oleh Suyono bekas aktivis PKI 1926 yang merupakan pendukung utama Anti Swapraja.

commit to user

dikuasai oleh berbagai golongan pemuda yang berpendidikan radikal dan

tokoh-tokoh dari pergerakan.21

KNID Surakarta sangat mendukung gerakan Anti Swapraja. Usaha dari KNID terlihat saat Badan Pekerja KNID Kabupaten Klaten mengadakan pertemuan dengan wakil-wakil dari 60 organisasi termasuk PBI, BTI, Laskar Rakyat, Laskar Buruh, Pesindo, Barisan Banteng, Masyumi, Hizbullah, GPII, Parkindo, dan Pangreh Praja setempat dengan mengeluarkan pernyataan sebagai berikut:

Mengingat bahwa: Oendang-oendang Dasar menoentoet soeatoe pemerintah kera’jatan, sedangkan pemerintah Daerah Istimewa boekan pemerintahan kera’jatan; bahwa di dalam soetaoe negara kesatoean

seharoesnja adanja hanja satoe kekoeasaan; bahwa djelasnja ra’jat

menoejoe ke masjarakat socialist, sedang Daerah Istimewa itoe adalah hal jang bertentangan;

Menimbang bahwa: Ra’jat daerah Klaten hampir semoea tidak menjoekai

pada pemerintah istimewa; kekoeasaan pemerintah istimewa

mengoerangkan hak ra’jat dalam kedaoelatan ra’jat; pemerintah daerah Soerakarta dan Mangkunegaran jang beroepa pemerintah monarchi soedah tidak tjotjok dengan aliran jang ada pada ra’jat;

21

Ben Anderson, 1988, Revolusi Pemoeda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-1946, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,hal. 364.

commit to user

Memoetoeskan: 1. Selekas moengkin menghapoeskan Daerah Istimewa; 2. Menghapoeskan pemerintahan feodal; 3. Menghendaki adanja satoe pemerintahan kera’jatan oentoek seloeroeh daerah Soerakarta.22

Usaha yang dilakukan KNID Kab. Klaten tersebut kemudian diikuti oleh KNID Kab. Sragen dan Kab. Mangkunegaran. Pemerintah Mangkunegaran terkesan lambat dalam mersepon aspirasi rakyatnya. Pihak istana tidak setuju dengan dilepaskannya status daerah istimewa di Surakarta. Sikap tersebut yang mengundang kecaman dari KNID Kabupaten Kota Mangkunegaran dengan

mengeluarkan mosi pada tanggal 4 Mei 1946 sebagai berikut:23

Mendesak kepada pemerintah Agoeng Mangkoenegaran selekas moengkin mendjamin terbentoeknja pemerintahan di Soerakarta jang

soenggoeh-soenggoeh berdasar kedaoelatan rakjat di bawah Pemerintah Repoeblik.24

Revolusi sosial merupakan gerakan spontan dari rakyat bawah untuk mewujudkan kehidupan sosial yang dikehendaki. Di Surakarta, gerakan spontan dari rakyat yang menghasilkan revolusi sosial ini dimanfaatkan oleh kekuatan-kekuatan politik yang ada di kota ini. Masa lampau Surakarta yang penuh

22

Antara, 27 April 1946.

23

Julianto Ibrahim, 2008, Kraton Surakarta dan Gerakan Anti Swapraja, Jogjakarta: Malioboro Press, hal. 87.

24

commit to user

pergolakan dan eksploitasi yang berlebihan menyebabkan munculnya paham komunisme.

Keinginan KNID Surakarta agar wilayah Surakarta menjadi satu daerah Istimewa didukung oleh pembentukan KNID-KNID setingkat Kabupaten di Surakarta. Apabila KNID setingkat Kabupaten di wilayah Kasunanan mengakui keberadaan KNID Surakarta sebagai KNID daerah Istimewa Surakarta sebaliknya di wilayah Mangkunegaran terjadi penolakan oleh pemerintah Mangkunegaran

untuk mengakui KNID setingkat Kabupaten yang didukung KNID Surakarta.25

Mangkunegaran beralasan bahwa pendirian KNID setingkat kabupaten di wilayah Mangkunegaran dianggap tidak perlu mengingat status Mangkunegaran sebagai daerah istimewa. Tradisi Mangkunegaran menempatkan pembagian wilayah di daerahnya (kabupaten, kawedanan dan kapanewon) sebagai wilayah administratif dan para kepala wilayah tersebut hanya bertugas sebagai penghubung kekuasaan antara Raja dengan kekuasaannya. Hal tersebut berbeda dengan kondisi di tanah Jawa lainnya yang menempatkan pembagian wilayah sebagai daerah otonom. Pembagian wilayah berarti pembagian kekuasaan yang didominasi oleh aspek-aspek politik dan memiliki kebebasan dalam menjalankan

pemerintahan.26

25

Pembentukan KNID kab. Kota Mangkunegaran dan KNID Kab. Wonogiri merupakan hasil dari gerakan pemuda dan politisi non bangsawan di daerah tersebut, berbeda dengan daerah Kasunanan dimana para Bupati terlibat dalam pembentukan KNID tingkat Kabupaten. Berkas surat-surat yang masuk Mangkunegaran dan Konsep Balasannya, Arsip Reksa Pustaka Mangkunegaran.

26

commit to user

Pada masa tersebut, argumen-argumen Mangkunegaran yang mendasari penolakannya terhadap KNID Surakarta belum dapat dipastikan kesahihannya akibat ketiadaan perangkat hukum yang mengatur tentang daerah istimewa. Oleh karena itu penolakan Mangkunegaran tidak menyurutkan niat KNID Surakarta untuk menyatukan wilayah Surakarta dengan upaya memperoleh dukungan politik rakyat Mangkunegaran. Intervensi KNID Surakarta terhadap Mangkunegaran terlihat pada pendirian KNID Kabupaten Kota Surakarta yang sebagian besar wilayah kekuasaannya berada di daerah Mangkunegaran. Adanya hubungan kerjasama antara KNID Kabupaten Kota Surakarta dengan KNID Surakarta dan pembentukan Badan Pekerja (BP) pada KNID Kabupaten Kota Surakarta yang

bertugas untuk mengadakan pemerintahan menimbulkan protes dari

Mangkunegaran karena terjadinya dualisme pemerintahan di Kabupaten Kota

Mangkunegaran.27

Protes Mangkunegaran mencapai hasil yang memuaskan ketika pemerintah mengeluarkan UU No. 1 tahun 1945. Tampaknya hanya Mangkunegaran yang menyetujui keputusan yang dibuat oleh KNIP dan pemerintah sedangkan badan-badan perjuangan di Surakarta memprotes kebijakan ini. Upaya Pemerintah RI untuk mengkonsolidasikan kekuatan di daerah diartikan berbeda-beda oleh sebagian besar partisan politik di Surakarta. Ketidakpuasan badan perjuangan dan lembaga terkait dalam menanggapi kebijakan pemerintah

27

commit to user

ini merupakan benih dari Gerakan Anti Swapraja sebagai perwujudan revolusi sosial di Surakarta.

Munculnya protes terhadap UU No. 1 tahun 1945, justru memperkuat KNID Kab. Kota Surakarta sebagai lembaga kekuasaan yang diakui dan diterima oleh badan perjuangan dan KNIDS. Berdasarkan pengakuan tersebut keberadaan KNID Kab. Kota Surakarta tetap bertahan dan eksis menjalankan pemerintahan yang diyakininya sehingga menimbulkan kekhawatiran bagi Mangkunegaran karena tidak ada tindak lanjut dari pemerintah pusat dalam menuntaskan persoalan KNID di Mangkunegaran.

KNID Surakarta ingin memberikan bukti bahwa kedudukan KNID Surakarta sebagai lembaga kekuasaan di Surakarta adalah resmi dengan adanya pengakuan kedudukan KNID Surakarta berkaitan dengan pengambilalihan kekuasaan. Akan tetapi Mangkunegaran tetap beranggapan bahwa keberadaan KNIDS dan KDPRI tidak sah mengingat kekuasaan Mangkunegaran berada langsung di bawah pemerintah pusat bukan berada di bawah KNID Surakarta. Kehadiran KDPRI sebagai bagian dari KNID Surakarta menyebabkan persaingan dan pertentangan menjadi semakin terbuka.

commit to user

C. Hubungan antara kekuatan pergerakan politik dengan KNID