• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Peran Media

Dalam hal ini, peran media dilihat dari bentuk penyampaian informasi atau pesan tentang program TJS kepada masyarakat. Media massa merupakan salah satu bentuk sarana komunikasi yang paling efektif dalam mensosialisasikan dan mendesiminasikan berbagai informasi ke masyarakat banyak. Media massa menjadi salah satu ujung tombak bagi percepatan penyebaran informasi bagi masyarakat. Apalagi pada era globalisasi sekarang ini, ketika batasan-batasan dan hambatan-hambatan geografis, iklim, atau cuaca, tidak menjadi penghalang berarti bagi tersebarnya informasi ke masyarakat. Melalui Tabel 15 terlihat untuk indikator peran media secara umum dinilai belum maksimal. Ternyata, dari empat indikator saluran komunikasi, peran media merupakan indikator yang memiliki skor terendah.

Penerima manfaat tidak ada yang menilai baik peran media frekuensi dan persentase. Penerima manfaat yang menilai peran media kategori baik hanya sebanyak 13 responden atau 3.2 persen dari 410 responden. Sebaliknya frekuensi dan persentase penerima manfaat yang menilai peran media kategori buruk sebesar 189 responden atau 46.1 persen dan frekuensi persentase kategori sangat buruk melebihi 50 persen atau 208 responden. Hal ini juga didukung oleh pendapat Sari (2012) di mana kualitas corporate social responsibility disclosure (CSRD) tidak mudah diukur, umumnya perusahaan melakukan CSRD hanya bagian dari iklan dan menghindari pemberikan informasi yang relevan. Dengan demikian, peran media sebagai sumber informasi tidak menjadi bagian penting dalam implementasi program TJS perusahaan.

Penerima manfaat jarang mendapatkan informasi mengenai TJS perusahaan Indocement melalui media massa. Penerima manfaat mengakui bahwa terkadang memang ada informasi yang ditempel di papan informasi desa, namun tidak banyak masyarakat yang sadar akan informasi tersebut. Penerima manfaat terkadang menganggap informasi yang terdapat di papan informasi adalah informasi mengenai kas masjid dan berkaitan dengan administrasi kependudukan.

Mulyandari et al. (2010) dalam penelitiannya membagi sumber informasi komunikasi menjadi tiga bagian. Sumber informasi pertama adalah sumber informasi langsung yang interpersonal, yaitu petani lain, orang tua, penyuluh, staf BPTP, penyedia saprodi dan pedagang. Sumber informasi kedua, yaitu media cetak, terdiri dari: koran, majalah/buku, brosur/leaflet/ poster. Adapun sumber informasi ketiga, yaitu media audio-visual, yang terdiri dari: radio, televisi, film/VCD dan internet. Sementara jenis saluran komunikasi menurut Rogers (2003) dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (1) Saluran interpersonal dan media massa; dan (2) Saluran lokalit dan kosmopolit. Saluran interpersonal adalah

saluran yang melibatkan tatap muka antara sumber dan penerima, antar dua orang atau lebih. Saluran media massa adalah saluran penyampaian pesan yang memungkinkan sumber mencapai audiens dalam jumlah besar, dapat menembus waktu dan ruang.

Pendekatan Komunikasi Program TJS Perusahaan

Bentuk TJS perusahaan Indocement yang terkait dengan pemberdayaan masyarakat terdiri dari program community development (CD) dan sustainable development (SD). Kepala departemen TJS bertugas untuk mengkoordinasi seluruh program pengembangan masyarakat dan proyek pembangunan berkelanjutan. Kepala seksi pengembangan masyarakat (CD Officer) bertanggung jawab dalam kelangsungan program pengembangan masyarakat melalui lima pilar, yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial-budaya-keagamaan-olahraga- infrastruktur, dan keamanan. Sementra kepala seksi proyek pembangunan berkelanjutan (SDP Officer) bertanggung jawab dalam penyelenggaraan proyek berkelanjutan dibantu oleh junior data analys dan project leader. Junior data analys bertugas dalam pengumpulan dan analisis data. Project leader bertugas dalam pelaksanaan proyek pembangunan berkelanjutan.

Berdasarkan pengolahan data, diketahui bahwa sebanyak 229 responden atau 55.6 persen menilai baik dan 57 responden atau 13.9 persen menilai sangat baik tentang pendekatam komunikasi program TJS community development yang telah dilakukan oleh Indocement. Namun, 117 responden atau 28.5 persen menilai buruk dan tujuh orang responden atau 1.7 persen menilai pendekatan komunikasi community development yang telah dilakukan oleh Indocement sangat buruk. Sementara untuk pendekatan komunikasi program TJS sustainable development, 171 responden atau 41.7 persen menilai baik, 109 responden atau 26.6 persen menilai sangat baik. Namun, 123 responden atau 30.0 persen menilai buruk dan tujuh orang responden atau 1.7 persen menilai pendekatan komunikasi program TSJ sustainable develompent sangat buruk. Tabel 16 menampilkan sebaran rataan skor peubah pendekatan komunikasi program TJS berdasarkan masing-masing indikator.

Dari Tabel 16 terlihat bahwa masyarakat menilai baik pendekatan komunikasi program TJS perusahaan yang dilakukan oleh Indocement. Kondisi ini menegaskan bahwa Indocement melihat masyarakat desa binaan juga memiliki posisi penting dalam maju dan berkembangnya perusahaan. Hal ini berkaitan dengan teori stakeholders yang menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri, namun juga harus mampu memberikan manfaat bagi stakeholder-nya.

Keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholders perusahaan tersebut (Ghozali & Chariri, 2007). Menurut Warsono et al. dalam Adinugraha dan Herawati (2015), Asumsi teori stakeholders dibangun atas dasar pernyataan bahwa perusahaan berkembang menjadi sangat besar dan menyebabkan masyarakat menjadi sangat terkait dan memerhatikan perusahaan, sehingga perusahaan perlu menunjukkan akuntabilitas maupun responsibilitas secara lebih luas dan tidak terbatas hanya kepada pemegang saham.

Tabel 16 Sebaran rataan skor peubah pendekatan komunikasi program TJS perusahaan, 2016

Peubah Pendekatan Komunikasi Rataan Skor*

Community development 2.81

Sustainable development 2.87

Keterangan: *Rentang skor 1,57 – 2,18;Sangat Buruk; 2,19 – 2,79:Buruk; 2.80 – 3,4 Baik; 3,41 – 4:Sangat Baik Terdapat tiga argumen yang mendukung pengelolaan perusahaan berdasarkan perspektif teori stakeholders, yaitu:

1) Argumen deskriptif menyatakan bahwa pandangan pemangku kepentingan secara sederhana merupakan deskripsi yang realistis mengenai bagaimana perusahaan sebenarnya beroperasi atau bekerja. Manajer harus memberikan perhatian penuh pada kinerja keuangan perusahaan. Akan tetapi, tugas manajemen lebih penting dari itu. Untuk dapat memperoleh hasil yang konsisten, manajer harus memberikan perhatian pada produksi produk-produk berkualitas tinggi dan inovatif bagi para pelanggan mereka, menarik dan mempertahankan karyawan-karyawan yang berkualitas tinggi, serta mentaati semua regulasi pemerintah yang cukup kompleks. Secara praktis, manajer mengarahkan energi mereka terhadap seluruh pemangku kepentingan, tidak hanya terhadap pemilik saja;

2) Argumen instrumental menyatakan, bahwa manajemen terhadap pemangku kepentingan dinilai sebagai suatu strategi perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang mempertimbangkan hak dan memberi perhatian pada berbagai kelompok pemangku kepentingannya akan menghasilkan kinerja yang lebih baik;

3) Argumen normatif menyatakan, bahwa manajemen terhadap pemangku kepentingan merupakan hal yang benar untuk dilakukan. Perusahaan mempunyai penguasaan dan kendali yang cukup besar terhadap banyak sumber daya. Hak istimewa ini menyebabkan adanya kewajiban perusahaan terhadap semua pihak yang mendapat efek dari tindakan-tindakan perusahaan. Adanya teori stakeholders ini memberikan landasan bahwa suatu perusahaan harus mampu memberikan manfaat bagi stakeholders-nya. Manfaat tersebut dapat diberikan dengan cara menerapkan program TJS Perusahaan. Adanya program tersebut pada perusahaan diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan bagi karyawan, pelanggan, dan masyarakat lokal, sehingga diharapkan terjalin hubungan yang baik antara perusahaan dengan lingkungan sekitar. Hubungan yang baik dengan lingkungan menentukan keberlangsungan bisnis perusahaan.

1. Community development

Berdasarkan Tabel 16 diketahui bahwa pendekatan komunikasi dengan konsep community development atau pembangunan masyarakat memiliki kategori baik yakni dengan rataan skor 2.81. Kendatipun demikian, pendekatan melalui dimensi ini masih dinilai belum maksimal. Terdapat pandangan pembangunan ekonomi pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dengan pembangunan masyarakat. Program community development lima pilar ini mencakup program ekonomi, pendidikan, ksehatan, sosial dan infrastuktur dan keamanan. Program community development lima pilar ini merupakan implementasi dari tujuan yang terdapat

dalam MDG’s. Kategori program sustainable development terdiri dari program pusat pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (P3M), program biogas, flora

energy crops, UPK produktif, bengkel motor terpadu (BMT), serta rumah seni dan budaya (RSB).

Penerima manfaat menilai bahwa komunikasi melalui program community development masih tidak terbuka, dalam mekanisme penentuan programnya ditentukan secara searah oleh pihak perusahaan. Program-program yang diberikan dalam community development dinilai baik tetapi belum maksimal. Salah satu peserta FGD di Desa Lulut mengatakan bahwa program infrastruktur sudah baik tetapi masyarakat masih menilai penggunaan anggaran masih tidak transparan, sama halnya sepertinya dengan program beasiswa, masyarakat menilai seleksinya sangat sulit dan tidak terbuka, sehingga yang mendapatkan bantuan hanya orang- orang tertentu saja dan orang-orang yang tidak pandai (bodoh) tetap tidak mendapatkan beasiswa dan terpaksa tidak sekolah. Sementara itu, program keamanan dianggap baik, namun belum optimal karena para penerima manfaat menilai tingkat pengangguran masih tinggi, sehingga potensi kejahatan masih ada meski belum banyak muncul.

Menurut Sugihen (2006), pembangunan masyarakat (community development) secara sederhana dirumuskan sebagai gabungan antara pembangunan organisasi masyarakat (community organization) dengan pembangunan ekonomi (economic development). Dari pendapat tersebut dapat dipahami, bahwa untuk mencapai tujuan pembangunan harus ada sinergi antara pembangunan organisasi-organisasi yang ada di masyarakat dan organisasi pelaksana pembangunan, seperti pemerintah dan atau pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, koperasi, dunia usaha (perusahaan negara atau perusahaan swasta) yang mampu meningkatkan aktivitas perekonomian dan menyebabkan terjadinya pertumbuhan ekonomi baik di tingkat lokal maupun nasional.

Terkait program pengembangan masyarakat, pemberdayaan masyarakat diselenggarakan melalui pelatihan dan pemberian pinjaman bergulir kepada masyarakat. Pelatihan diberikan kepada masyarakat yang bergerak di bidang pertanian, industri rumah tangga, dan jasa. Pinjaman modal usaha secara bergulir diberikan kepada masyarakat dari semua jenis usaha (perdagangan, pertanian, industri rumah tangga, dan jasa) yang dilaksanakan dengan dua pola. Pola pertama, diperuntukkan bagi masyarakat dengan kebutuhan pinjaman modal, pemberian pinjaman modal kerja difasilitasi secara langsung oleh perusahaan. Pola kedua, diperuntukkan bagi pelaku UMK dengan kebutuhan pinjaman modal kerja, perusahaan bertindak sebagai avalis (penjamin) untuk mendapatkan pinjaman modal kerja.

Jika dilihat pandangan penerima manfaat terkait pendekatan program TJS perusahaan Indocement melalui pengembangan masyarakat, secara umum masuk kategori baik (Tabel 16). Frekuensi dan persentase penilaian penerima manfaat sebesar 229 responden atau 55.9 persen untuk kategori baik, 57 responden atau 13.9 persen kategori sangat baik, 117 responden atau 28.5 persen menilai buruk dan tujuh responden atau 1.7 persen kategori sangat buruk.

Berdasarkan hasil penelitian Estafianto (2014) yang meneliti mengenai

“Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus corporate social responsibility PT Pertamina dan UNNES di Desa Ledok, Kecamatan Sambong Kabupaten Blora),” dapat disimpulkan perencanaan program yang digunakan dalam program CSR di Desa Ledok menggunakan model perencanaan top down, di mana pihak PT Pertamina dan UNNES yang melakukan proses perencanaan secara keseluruhan

tanpa melibatkan warga masyarakat. Pelaksanaan program CSR di Desa Ledok secara keseluruhan menggunakan konsep pemberdayan masyarakat (community development).

2. Sustainable development

Berdasarkan rataan skor pada Tabel 16, terlihat pendekatan komunikasi melalui pembangunan berkelanjutan lebih dinilai positif dibandingan dengan pengembangan masyarakat. Jika dilihat pandangan penerima manfaat terkait pendekatan program TJS perusahaan Indocement melalui pembangunan berkelanjutan, secara umum telah maksimal. Hal tersebut terlihat dari frekuensi dan persentase penilaian penerima manfaat sebesar 171 atau 41.7 persen untuk kategori baik, 109 atau 26.6 persen kategori sangat baik, 123 atau 30 persen menilai buruk dan tujuh atau 1.7 persen kategori sangat buruk. Hal ini senada dengan hasil penelitian Kurniasari (2015). Menurutnya, peran perusahaan atau korporat sangat penting dalam mereduksi angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia melalui program CSR. Program yang lebih tepat adalah CSR berbasis community empowerment (pemberdayaan masyarakat). Bentuk CSR yang bisa dilakukan adalah membuat program pelatihan, kemitraan, dan promosi. Program ini merupakan salah satu cara untuk membantu pengembangan UMKM. Menurut Kurniasari (2015), permasalahan utama UMKM di Madura adalah packaging (pemasaran), permodalan, dan pemasaran. Harapannya, kemiskinan yang melanda sebagian masyarakat di Pulau Madura akan bisa dikurangi.

Perwakilan pelaku UMKM dari 12 desa binaan telah diberi pelatihan tentang budi daya ternak domba, budi daya ternak ayam arab, dan budi daya ternak lele. Jenis usaha ini dipandang sebagai kegiatan yang memberikan manfaat secara sosial, ekonomi dan lingkungan. Partisipasi merupakan sebuah konsep dan praktik terhadap keterlibatan masyarakat dalam menciptakan dan berbagi pengetahuan, pengalaman, serta keinginannya untuk mengejar dan memilih tujuannya sendiri (Cornish & Alison 2009). Partisipasi merupakan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam mengambil bagian dalam suatu kegiatan TJS perusahaan. Inisiatif kegiatan atau program dapat berasal dari perusahaan, pemerintah daerah, maupun dari masyarakat itu sendiri. Partisipasi masyarakat merupakan suatu proses di mana masyarakat dilibatkan dalam suatu kegiatan, dimulai dari tahapan merencanakan kegiatan, melaksanakan kegiatan, memanfaatkan kegiatan, dan mengevaluasi kegiatan. Tujuan dari partisipasi masyarakat dalam berbagai program kegiatan TJS perusahaan adalah untuk menciptakan persepsi dan citra positif masyarakat terhadap kegiatan TJS perusahaan. Selain itu, TJS perusahaan dapat menciptakan keberdayaan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat.

Hasil dari penelitian Rudito dan Famiola (2013) menyebutkan, pendekatan budaya sebagai metode utama untuk mengusulkan program CSR yang sesuai melalui pengembangan masyarakat menunjukkan perubahan positif dalam masyarakat, baik intern ekonomi juga nilai orientasi yang membawa masyarakat pada pertumbuhan berkelanjutan. Merujuk hasil penelitian Sumaryo (2009), model CSR Integratif dan CSR Partisipatif lebih tepat diterapkan dalam implementasi CSR di Provinsi Lampung. Model CSR integratif dapat meminimalkan konflik antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya, sedangkan Model CSR Partisipatif dapat menampung aspirasi dan kebutuhan

dasar masyarakat sekitar perusahaan. Dalam in depth interview LD, senior CSR officer Indocement, menjelaskan arah community development dan sustainable development.

“.. Kalau program Community development arahnya memang agak charity

sedikit. TJS itu kalau tidak dipagari dengan charity agak berat. Jadi tetap Comdev yang lima pilar itu pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya dan keagamaman. Kalau program sustainable development (SDP) kita mencoba mencreat program yang jangka panjang. Kita menggali potensi lokal. Gak bisa kita buat program yang sifatnya top down. Basisnya tetap potensi masyarakat. Kita mencoba membuat proyek yang memang ini potensial dikembangkan misalnya pertanian, peternakan dan sesuai dengan kearifan lokal. Harapan kita adalah masyakat makin mandiri terutama dari sisi ekonomi. Kalau masyarakat bisa mandiri nanti juga desa bisa mandiri…”(LD, 44, P).

Ternyata, dari hasil FGD dengan pemangku kepentingan di Desa Bantarjati, pendekatan komunikasi bersifat berkelanjutan yang perlu dibangun adalah melakukan rekruitmen karyawan yang berasal dari desa binaan. Berikut kutipan wawancanya.

“.. Kita ingin perusahaan lebih banyak merekrut karyawan dari desa kami.

Bukan jadi pekerja lepas. Kebanyakan warga kami ingin jadi karyawan tetap...” (ED, 50, L).

Dari hasil rataan skor pada Tabel 16, dapat dilihat bahwa masyarakat menilai positif program TJS perusahaan yang dilakukan oleh Indocement. Positifnya pandangan masyarakat terhadap program TJS juga sejalan dengan penilaian Kepala Bappeda Kabupaten Bogor yang menyatakan bahwa program TJS perusahaan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar (salah satunya Indocement) sudah mampu merancang program jangka panjang. Bahkan, Bappeda menyatakan sering diundang oleh perusahaan perusahaan besar yang melaksanakan program TJS perusahaan untuk melakukan monitoring di lapangan. Monitoring dilakukan dalam sebuah pertemuan antara wakil perusahaan dengan tokoh-tokoh masyarakat desa secara kontinyu. Di dalam pertemuan tersebut ada proses komunikasi antara wakil perusahaan dan wakil masyarakat untuk merumuskan program TJS bersama. Berikut ini adalah kutipannya.

“.. Saya menilai program sustainable development lebih memberdayakan

masyarakat di desa. Dan program-program model sustainable development yang saya pantau sudah dilakukan di Chevron, Antam dan Indocement. Mereka sudah melakukannya dengan membuat program yang berorientasi jangka panjang. Pemerintah daerah hadir sebagai fasilitator dan monitoring. Mereka melakukan musyawarah langsung dengan desanya. Mereka punya media forum. Kita juga diundang pada saat musyawarah tersebut. Program-program mereka sangat holistik dan

berbagai macam programnya…”(SS, 50, P).

Dalam rangka menghasilkan program TJS yang terintegrasi dan mampu berkontribusi terhadap kemajuan suatu wilayah, perlu adanya integrasi antara

perusahaan, pemerintah daerah, dan masyarakat. Pada penelitian ini ditemukan bahwa sudah terdapat embrio-embrio integrasi program TJS perusahaan yang dapat berkontribusi terhadap kemajuan wilayah terutama Kabupaten Bogor. Pemerintah Kabupaten Bogor sudah mulai untuk membangun suatu mekanisme yang mencoba menjembatani para pemangku kepentingan. Pada tahun 2017 nanti Pemkab Bogor akan melakukan Musrenbang CSR yang berfokus pada integrasi program-program TJS perusahaan dengan prioritas pembangunan Kabupaten Bogor, seperti yang diutarakan oleh Kepala Bappeda Kabupaten Bogor. Berikut ini adalah kutipan wawancaranya.

“.. Di tahun 2017 kita akan membuat Musrenbang CSR. Selama ini kita

melaksanakan Musrenbang itu untuk APBD saja. Padahal uang pemerintah kabupaten Bogor tidak banyak. Di Musrenbang CSR kita ingin menggali

potensi CSR dan sinkronisasi…” (SS, 50, P).

Keberdayaan Masyarakat dalam Implementasi Program TJS Perusahaan

Keberadaan TJS perusahaan memiliki landasan yang kuat sejak John Eklington melalui karya tulisnya cannibals with forks, the triple bottom line of twentieth century business memperkenalkan konsep triple bottom line. Konsep ini menganut pandangan bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan (sustainable) haruslah memerhatikan 3P, yakni profit (keuntungan), people (masyarakat pemangku kepentingan), dan planet (lingkungan). Menurut pandangan ini, perusahaan selain mengejar keuntungan (profit), juga mesti memerhatikan dan terlibat dalam pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet) (Wibisono 2007). Pandangan ini bermuara pada kemampuan dan usaha perusahaan untuk menciptakan keberdayaan masyarakat.

Banyak ahli mulai dari Ife dan Tesoriero (2008), Payne (1997), Sulistiyani (2004), dan Suharto (2006) memberikan pandangan yang sama terkait pemberdayaan, yaitu upaya untuk memberi atau memperoleh kemampuan, (1) akses terhadap sumber daya produktif dan kesempatan kepada atau oleh individu, kelompok individu, atau masyarakat yang kurang berdaya agar mereka memiliki kemampuan; (2) akses yang lebih besar kepada sumber daya produktif dan kesempatan untuk mengatasi masalah, memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kualitas hidup. Menurut persepektif teori pemangku kepentingan, tanggung jawab suatu perusahaan tidak hanya sebagai pencari keuntungan (profit responsibility) bagi pemegang saham (shareholders), tetapi juga memiliki tanggung jawab sosial (social responsibility), yaitu tanggung jawab perusahaan untuk memberi perhatian dan bantuan bagi pemenuhan kepentingan para pihak yang memberikan pengaruh atau terkena pengaruh atas kebijakan dan operasional perusahaan (stakeholders) (Branco & Rodriguez 2007).

Dapat ditarik kesimpulan, dari enam desa binaan hasil penelitian menunjukkan semua aspek keberdayaan dinilai kategori baik (Tabel 17). Dari kelima aspek keberdayaan masyarakat, aspek kesehatan dinilai memiliki rataan skor paling tinggi dibandingkan dengan aspek lain yakni 2.98. Secara berurutan keberdayaan kesehatan diikuti keberdayaan pendidikan dengan rataan skor 2.85, keberdayaan ekonomi 2.83, keberdayaan sosiol-infrasturktur 2.70, dan keberdayaan bidang keamanan 2.65.

Tabel 17 Sebaran rataan skor peubah keberdayaan masyarakat program TJS perusahaan, 2016

Peubah Keberdayaan Masyarakat Rataan Skor*

Keberdayaan ekonomi 2.83

Keberdayaan pendidikan 2.85

Keberdayaan kesehatan 2.98

Keberdayaan sosial-infrastruktur 2.70

Keberdayaan keamanan 2.65

Keterangan: *Rentang skor 1 – 1,75 Sangat Buruk; 1,75 – 2,5:Buruk; 2,5 – 3,25 Baik; 3,25 – 4 Sangat Baik 1. Keberdayaan Ekonomi

Jika dilihat masing-masing aspek yang tergambar pada Tabel 18, sebaran frekuensi dan persentase keberdayaan ekonomi dapat dikatakan merata. Dengan kata lain, dari empat kategori penilaian, tidak ada penilaian yang dominan atau melebihi 50 persen di mana frekuensi tertinggi pada kategori baik yakni sebanyak 188 orang dari 410 resonden atau sekitar 45.6 persen, diikuti kategori buruk 113 resonden (27.6%), kategori sangat baik 86 resonden (21%) dan kategori sangat buruk 23 resonden (5.6%). Pandangan masyarakat terkait implementasi program TJS perusahaan Indocement untuk aspek ekonomi belum dinilai maksimal.

Program ekonomi yang dilakukan terdiri dari (1) program pemberian modal bergulir; (2) program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL) yang merupakan kerja sama dengan bank mandiri; (3) program pemberdayaan tenaga kerja atau kontraktor lokal; dan (4) pemberdayaan UMKM desa binaan melalui program local purchase. Hasil penelitian yang dilakukan Ariefianto (2015) menunjukkan program TJS perusahaan telah membelajarkan sebagian anggota masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Program TJS mampu meningkatkan pengetahuan (wirausaha, jaringan usaha, membaca peluang, memanajemen usaha), keterampilannya (pemimpin, berkomunikasi, bernegosiasi), dan sikap/kesadarannya (disiplin, percaya diri, motivasi). Namun pada sisi lain, pembinaan usaha melalui pelatihan menjawab kebutuhan sebagian orang saja dan kurang menyeluruh dan tidak semuanya berhasil mandiri terbukti masih ada warga yang masih tergantung dengan pinjaman modal.

Keberdayaan masyarakat di bidang ekonomi termasuk kategori baik, walaupun belum merata. Hal ini karena masih relatif rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di desa binaan. Hal berdampak pada sulitnya akses terhadap peluang-peluang kerja yang ada. Hal ini juga diperkuat oleh temuan Situmeang (2012). Dalam penelitiannya ditemukan masyarakat penerima manfaat juga terkategorikan baik keberdayaan ekonominya, tetapi masih banyak pula ditemukan masyarakat yang secara ekonomi masih belum baik. Hal ini disebabkan tingkat pendidikan yang rendah, sehingga mereka tidak memiliki peluang atau kesempatan kerja di luar kegaitan sehari-hari sesuai dengan mata pencahariannya. Sugianto (2008) juga menyebutkan dalam penelitiannya, ketidakmampuan ekonomi masyarakat perdesaan lebih disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya ketiadaan jaminan ekonomi, ketiadaan pengalaman dalam arena kekuasaan, ketiadaan akses terhadap informasi, ketiadaan dukungan finansial, ketiadaan pelatihan-pelatihan, dan adanya ketegangan fisik dan emosional. Parsons et al. (Suharto 2005) menyatakan bahwa proses pemberdayaan pada umumnya dilakukan secara kolektif melalui kelompok. Oleh karena melalui

kelompok, masyarakat dapat melakukan interaksi secara terus-menerus dengan lingkungannya dalam membangun potensi diri, rasa percaya diri, dan termotivasi menjauhkan sikap keterasingan dari semua layanan akses dan sumber-sumber pendukung usaha.

Keberdayaan ekonomi masyarakat desa binaan disebabkan oleh terintegrasinya pembangunan-pembangunan sarana pendukung yang ada di desa. Hadi, dalam Situmeang (2012), mengatakan bahwa keberhasilan program keberdayaan masyarakat ditandai dengan adanya pembangunan prasarana umum, pembangunan sekolah untuk pendidikan formal, pembangunan jembatan, pembangunan tempat inadah, pembangunan poliklinik kesehatan, dan

Dokumen terkait