• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

3. The house model

The house model digunakan untuk menggambarkan usaha organisasi dalam mengubah mimpi menjadi sebuah tindakan. Konsep the house model ditemukan oleh Horovits dan Anne-Valerie Ohlsson-Corboz (2007) pada buku yang berjudul a dream with a deadline turning strategy into action yang dapat membantu manajer dan perusahaan untuk:

1) Memperjelas arah perusahaan di masa yang akan datang;

2) Menyeimbangkan strategi jangka panjang dan pelaksanaan strategi jangka pendek;

3) Mengkomunikasikan visi atau tujuan perusahaan kepada setiap elemen pada tiap tingkatan untuk memiliki visi yang sama;

4) Mendapatkan semangat, motivasi da antusiasme dari setiap elemen perusahaan untuk meraih hasil; dan

5) Memonitor proses dalam pencapaian hasil;

6) Menjadikan pimpinan yag disiplin dan efektif dan menyebarkan pesan yang benar kepada setiap elemen perusahaan.

The house model terdiri dari tiga kompenen, yaitu visi (atap), kunci (pilar), dan perilaku yang mendukung (pondasi). Atap diartikan sebagai visi inspirasional tentang masa depan organisasi. Kunci utama (key way) diartikan sebagai bagian yang harus dilakukan dalam mewujudkan visi. Pada kunci utama ini disertakan rencana aksi yang merupakan bagian dari semua fungsi organisasi yang dapat diukur. Pengukuran di sini dapat berupa kuantitatif ataupun pernyataan iya dan tidak terkait pelaksanaan program. Pondasi diartikan sebagai tindakan pendukung. Kata tindakan di sini direpresentasikan menjadi nilai-nilai organisasi, seperti kerja sama atau kejujuran.

Penafsiran the house model diinterpretasikan untuk mencapai visi. Selain itu, diperlukan kunci utama (key way) dalam bentuk pilar-pilar dan juga pondasi— yang merupakan ciri perusahaan. Hal ini dapat mendorong keberadaan dan pencapaian tujuan organisasi. Kerangka the house model dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Kerangka the house model

Sumber: Horovits dan Ohlssson-Corboz (2007)

The house model ini telah digunakan pada beberapa penelitian sebelumnya, yaitu oleh Rekasiwi et al. dalam Kartika dan Muzayanah (2015) dengan judul penelitian “Strategi Peningkatan Kinerja Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Agro Kota Bogor melalui Modal Insani dan Modal Sosial”. The house model digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan kinerja UKM yang dapat diimplementasikan dalam rangka perbaikan lingkungan internal UKM. Kebanyakan dari UKM yang dijadikan sampel penelitian belum memilki visi dan misi yang jelas dan didokumentasikan. Tujuan dari UKM ini pada umumnya sekadar untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Hal ini timbul dikarenakan

motivasi UKM untuk berkembang masih tergolong rendah. Oleh sebab itu, diperlukan sebuah pemicu atau pijakan sebagai standar yang dapat memotivasi UKM dalam mencapai cita-citanya. The house model merupakan alat yang dapat digunakan oleh UKM untuk membantu UKM dalam merancang strategi dan menentukan impian dari usaha yang didirikannya.

Kartika dan Muzayanah (2015) juga menggunakan the house model dalam penelitian yang berjudul “Pelatihan dan Model Pengembangan Berdasarkan Sociopreneurship untuk Menciptakan Daya Saing Berkelanjutan Karyawan pada Sektor Perikanan”. The house model digunakan untuk menentukan strategi dalam meningkatkan sumber daya manusia socialpreneurship berbasis kompetensi melalui pilar model rumah. Untuk menghasilkan hasil yang diinginkan, dapat melalui (1) peningkatan permintaan kesehatan dan pengasuh; (2) kerja pemuda; (3) pengakuan akademik; (4) berkurangnya pengeluaran pemerintah; (4) kewirausahaan global yang meningkat indeks untuk Indonesia dan gaya hidup sehat yang melibatkan kontribusi dari masyarakat akademik; (5) masyarakat dan usaha kecil menengah dalam hal mengoptimalkan peran P2MKP melalui kegiatan survei, modul membentuk dan pelatihan yang terus menerus dievaluasi.

Tsurayya dan Kartika (2015) juga menggunakan the house model untuk meneliti tentang kelembagaan dan strategi peningkatan daya saing komoditas cabai di Kabupaten Garut. Dua penelitian tersebut menunjukkan bahwa the house model relevan untuk mendesain model pada lingkup organisasi. Pilar the house model pada penelitian ini digunakan sebagai cara utama dalam mencapai peningkatan daya saing, dengan merumuskan sasaran strategis dan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing komoditas cabai di Kabupaten Garut yaitu produk, SDM serta kelembagaan dan pemasaran.

Berdasarkan ketiga penelitian yang sudah dipaparkan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa the house model adalah alat yang dapat digunakan pada lingkup organisasi untuk memformulasikan model dalam pencapaian visi dengan sokongan dari kunci utama berupa pilar dan juga perilaku pendukung berupa nilai- nilai yang dianut oleh oraganisasi tersebut. Oleh karena itu, the house model dapat digunakan pada penelitian ini untuk memformulasikan model komunikasi program TJS perusahaan untuk keberdayaan masyarakat.

State of the art

Kajian penerapan komunikasi partisipatif dalam berbagai program pembangunan telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Sumardjo (1999) meneliti penerapan model komunikasi pada implementasi program Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) di Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan penerapan model komunikasi linier melalui transfer teknologi pada program SLPHT telah menyebabkan stagnasi teknologi pertanian di tingkat petani dan rendahnya kemandirian petani. Mefalopulos (2003) meneliti penerapan komunikasi partisipatif pada communication for development project in Southern Africa. Temuan penelitian menunjukkan penerapan komunikasi partisipatif membantu penyelenggara program memahami kebutuhan warga peserta program. Selanjutnya, Chitnis (2005) di Ohio University meneliti bagaimana komunikasi bisa memfasilitasi pembangunan partisipatif untuk memperbaiki kehidupan masyarakat melalui program comprehensive rural health project

(CRHP) di Jamkhed, India. Program tersebut bertujuan untuk memberikan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan pencegahan penyakit, seperti malaria, kusta bahkan busung lapar. Komunikasi yang dilakukan pada program ini bertujuan untuk menyediakan informasi baru serta menjalin hubungan dengan masyarakat melalui dialog yang akhirnya bisa menggiring tindakan positif dari komunitas masyarakat.

Penelitian ini menggunakan berbagai teori dari konsep komunikasi partisipatif, seperti (1) berpikir kritis dalam menghadapi permasalahan dengan pendekatan pemberdayaan yang merujuk pada teori Paulo Freire; (2) peran komunikator sebagai fasilitator dalam mewujudkan perubahan sosial dengan memegang konsep dari White; dan (3) peran dari change agents dalam mendistribusikan informasi dan ide untuk perubahan sosial yang mengacu pada konsep Rogers. Hasil penelitian Chitnis (2005) menghasilkan kesimpulan bahwa proses komunikasi dengan menggunakan prinsip dari Freire mempunyai kontribusi terhadap pemberdayaan masyarakat miskin di Jamkhed, India. Komunikasi partisipatif dan collective action bisa sukses apabila change agents bertindak sebagai fasilitator yang peka terhadap kebutuhan masyarakat.

Penelitian juga memasukkan karakteristik kelompok; di antaranya adalah lamanya kelompok yang mendapatkan program CHRP dan aktivitas kegiatan kelompok. Peneliti memasukkan karakteristik kelompok dengan asumsi bahwa partisipasi tidak hanya ditentukan oleh tingkat kebebasan dari satu orang saja, melainkan dengan karakteristik orang-orang yang berpartisipasi, lingkungan sosial mereka, dan kebutuhan kelompok. Proses komunikasi partisipatif pada program CRHP menggunakan sistem dialog terbuka yang mampu membangun kepercayaan diri anggota masyarakat; meningkatkan sikap peduli dan saling menghormati antaranggota kelompok; menghapuskan sistem diskriminasi kasta. Selain itu peneliti juga menyimpulkan bahwa pemberdayaan dalam program CRHP bisa terjadi bila ada motivasi dan keinginan untuk melakukan perubahan secara kontinyu dari para change agents dan anggota komunitas (Chitnis 2005).

Penelitian Msibi dan Penzhorn (2010) dibuka dengan sejarah pendekatan partisipatif dalam pembangunan. Dikatakan, akar pendekatan partisipatif dalam pembangunan dapat ditelusuri ke awal 1970-an ketika orang-orang di pengembangan masyarakat mulai mempertanyakan pendekatan top-down yang digunakan pada 1950-an dan 1960. Lebih jauh, penelitian Msibi dan Penzhorn (2010) ini memaparkan peran dan fungsi komunikasi partisipasi dalam lingkup pemerintah lokal dengan contoh kasus di Afrika Selatan. Konsep komunikasi partisipatif dalam kajian Msibi dan Penzhorn (2010) berfokus pada keterlibatan aktif masyarakat dalam semua tahapan pembangunan. Penelitian ini mencoba menyinergikan pendekatan komunikasi dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan baik pada tingkat lokal, maupun nasional.

Lebih lanjut, Msibi dan Penzhorn (2010) membahas sebuah studi yang bertujuan untuk menentukan capaian pemerintah daerah lokal menerapkan prinsip komunikasi partisipatif dan praktik untuk berkomunikasi dengan masyarakat. Pendekatan komunikasi dihargai sebagai aspek penting untuk pembangunan di tingkat pemerintah daerah dan berhasil diterapkan oleh pemerintah daerah setempat. Komunikasi partisipatif berfokus pada keterlibatan masyarakat dalam semua tahap komunikasi pengembangan proyek. Hal ini berbeda dengan praktik

di mana penekanannya adalah pada proyek-proyek dengan bantuan dari luar dan di mana penerima manfaat penerima hanya pasif jadi yang produk.

Pendekatan baru ini menunjukkan jalan menuju teori berbagi informasi dan pengetahuan, kepercayaan, dan komitmen dalam pengembangan proyek. Pendekatan baru ini (1) berfokus pada keterlibatan partisipatif rakyat—di mana masyarakat dapat menentukan perjalanan hidup mereka sendiri; (2) berkonsentrasi pada kebutuhan unik mereka, solusi mengembangkan, dan membuat perubahan pilihan mereka sendiri. Salah satu kesimpulan utama dari penelitian ini adalah terdapat keberhasilan dalam meningkatkan komunikasi antarpemangku kepentingan dalam proyek-proyek pembangunan perdesaan. Selain itu, peningkatan kesetaraan gender membutuhkan perubahan dalam struktur birokrasi dan sistem pendidikan formal dan non formal. Transformasi pendidikan bagi pekerja dan masyarakat perdesaan sangat sulit jika dikerjakan waktu yang relatif singkat dan dengan pendekatan top down.

Hubungan kebijakan pemerintah dengan pemberdayaan masyarakat diulas melalui penelitian Rumesten (2012) yang berjudul “Model Ideal Partisipasi

Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Daerah”. Rumesten menjelaskan peraturan daerah (perda) yang dibuat pemerintah daerah cenderung tidak partisipatif. Pembuatan Perda belum mampu mengakomodasi aspirasi semua lapisan masyarakat, sehingga ketika diberlakukan bertentangan dengan yang diinginkan masyarakat. Hasil penelitian Rumesten (2012) menekankan pada pertentangan antara perda dengan peraturan yang lebih tinggi pada tataran pusat. Hal ini berakibat pada banyaknya perda yang dicabut dan diganti dengan perda yang baru. Rumesten menyimpulkan bahwa kondisi tersebut diakibatkan oleh kurangnya partisipasi aktif masyarakat dalam pembuatan perda, mulai dari proses pembuatan rancangan peraturan daerah sampai dengan tahap evaluasi.

Sehubungan dengan partisipasi aktif masyarakat dalam pembentukkan perda, Tjandra dan Sudarsono (2009) dalam Rumesten (2012) menjabarkan tiga akses yang perlu disediakan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintah, yaitu (1) akses terhadap informasi (yakni hak akses informasi pasif dan hak akses informasi aktif); (2) akses partisipasi dalam pengambilan keputusan yang meliputi hak masyarakat untuk memengaruhi keputusan, partisipasi dalam penetapan kebijakan, rencana dan program pembangunan dan partisipasi dalam pembentukan peraturan perundangan; (3) akses terhadap keadilan dengan menyediakan mekanisme bagi masyarakat untuk menegakkan hukum lingkungan secara langsung. Tulisan ini juga memaparkan model partisipasi yang dapat digunakan dalam menjaring aspirasi masyarakat, di antaranya (1) mengikutsertakan anggota masyarakat yang dianggap sah dan independen dalam tim dan kelompok kerja; (2) melakukan public hearing melalui seminar, lokakarya atau mengundang pihak-pihak yang berkepentingan dalam rapat-rapat, ataupun musyawarah; (3) melakukan uji sahih terhadap output program pemerintah; (4) melakukan jajak pendapat, kontak publik melalui media massa dan lembaga pemberdayaan masyarakat kelurahan (LPMK) atau membentuk forum warga.

Selanjutnya, Kamali (2007) memaparkan penelitian bertema partisipatory action research (PAR) di Iran. Tujuan dari penelitian ialah untuk meningkatkan komunikasi antara penyuluh laki-laki dan penyuluh perempuan dan meningkatkan pengetahuan peserta tentang komunikasi partisipatif dan kesadaran akan jenis kelamin mereka. Tim peneliti mengadopsi perspektif bahwa orang tidak dapat

dikembangkan, mereka hanya bisa mengembangkan diri. Salah satu temuan utama ialah bahwa analisis gender kritis merupakan sesuatu yang berharga pada semua peserta. Kamali (2007) menganggap penelitian PAR dirasakan sangat menantang dalam masyarakat dengan struktur hegemonik terpusat. Dalam hal ini, untuk mencapai partisipasi dan komunikasi, dibutuhkan kesabaran, komitmen, dan pengorbanan dari peneliti. Meskipun demikian, penelitian telah mengubah sikap penyuluh perdesaan dan birokrat menuju pengambilan keputusan dengan proses yang lebih partisipatif.

Ada juga beberapa hasil penelitian berkaitan TJS perusahaan dengan pemberdayaan masyarakat, yakni hasil penelitian implementasi TJS perusahaan dalam pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang mengambil kasus di Provinsi Lampung. Kasus ini menunjukkan persepsi masyarakat tentang TJS perusahaan. Masyarakat menilai bahwa TJS perusahaan merupakan kegiatan perusahaan yang membantu masyarakat dalam bidang fisik, sosial, budaya, dan atau ekonomi. TJS perusahaan dilakukan agar masyarakat lebih berdaya dan mandiri, sehingga mereka dapat lebih meningkatkan kesejahteraannya (Sumaryo, 2009). Hal ini didukung oleh Situmeang (2012). Ia menyatakan terdapat hubungan sangat nyata dan nyata (yang positif) antara tingkat persepsi masyarakat dan tingkat keberdayaan masyarakat. Namun, terdapat pengecualian untuk hubungan antara persepsi di bidang ekonomi dengan keberdayaan di bidang sosial dan pengelolaan lingkungan hidup, persepsi di bidang sosial dengan keberdayaan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.

Hasbullah (2012) menyatakan bahwa peran TJS perusahaan PKT dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat di kawasan pesisir cenderung masih lemah dan bersifat sporadis. Hal ini terlihat dari kinerja sebagian besar program TJS perusahaan PKT yang dinilai belum cukup memenuhi harapan masyarakat dan kurang berfokus pada upaya pengelolaan kawasan pesisir terpadu. Birth et al. (2008) memberikan gambaran bahwa komunikasi TJS perusahaan di Swiss berkembang dengan baik, meskipun masih memiliki batas-batas untuk pembangunan. Kemudian, analisis hubungan antara TJS perusahaan dan konsep pemberdayaan ekonomi di Afrika Selatan oleh Sharlene (2012) menyatakan bahwa pimpinan perusahaan di Afrika Selatan berhasil memberdayakan ekonomi melalui komitmen dalam mengimplementasikan TJS perusahaan

Andre et al. (2012) menunjukkan bahwa UKM proaktif dan konsisten dalam membangun citra dan posisi yang baik, perusahaan yang reaktif dan oportunistik akan mendapatkan sanksi oleh stakeholders. Organisasi melakukan pemenuhan masyarakat melalui TJS perusahaan. Analisis ini mendukung pandangan bahwa perusahaan melakukan penyeimbangan antara kebutuhan dan kesesuaian di dalam masyarakat (Johansen & Nielsen 2012). Realisasi pelaksanaan TJS perusahaan pada perusahaan tambang batu bara di Kabupaten Lahat meliputi bidang kemitraan, bina lingkungan, dan bina wilayah.

Adapun peran pemda dan tokoh masyarakat berupa pemberdayaan berbasis kearifan lokal melalui program TJS perusahaan (Suhadi et al. 2014). Rosyida dan Nasdian (2011) mengungkapkan terdapat perbedaan derajat partisipasi penyelenggara program TJS perusahaan, tingkat partisipasi tertinggi oleh perusahaan geothermal, mitra perusahaan, dan pengurus koperasi, tingkat partisipasi sedang terletak pada anggota simpan pinjam, dan tingkat partisipasi yang paling rendah terdapat pada pemerintah desa dan kecamatan, serta dinas

koperasi. Faktor pendukung dan faktor penghambat dari pelaksanaan program TJS perusahaan dijelaskan oleh Semson (2014), di mana faktor pendukung tersedianya dana berupa beasiswa, tersedianya lahan pertanian, pihak perusahaan berkomitmen akan memberikan bantuan-bantuan sosial dan memberikan pajak kompensasi berupa fee. Sedangkan faktor penghambat adalah rendahnya SDM masyarakat, kurangnya partisipasi dari masyarakat, dan kurangnya pemantauan langsung dari pihak perusahaan dalam setiap program TJS perusahaan.

Hadi (2013) mengatakan, faktor-faktor yang mampu membangun keberdayaan penilaian manfaat pemberdayaan melalui kegiatan TJS perusahaan perusahaan meliputi keberdayaan penilaian hasil pemberdayaan, partisipasi masyarakat, persepsi tentang ragam penerima manfaat pemberdayaan, persepsi tentang dinamika kelompok, persepsi tentang TJS perusahaan, dukungan dalam perusahaan, dukungan pemerhati perusahaan, persepsi tentang dukungan pemerintah, persepsi tentang kinerja TJS perusahaan, dan informasi TJS perusahaan. Soesilowati et al. (2011) mengungkapkan kendala eksternal yang terjadi dalam program TJS perusahaan bersumber dari perbedaan kultur organisasi pemerintah dan swasta serta keberadaan cuaca ekstrem, sedangkan kendala internal bersumber dari tingkat pengetahuan petani.

Estafianto (2014) mengungkapkan bahwa program TJS perusahaan di Desa Ledok dilaksanakan mengunakan perencanaan top down. Program TJS berdampak pada empat bidang garapan (pendidikan, ekonomi, kesehatan, lingkungan dan infrastruktur). Suwandi et al. (2013) menjelaskan, komitmen dan strategi perusahaan adalah faktor yang menentukan dalam keberhasilan praktik TJS perusahaan. Praktik TJS perusahaan telah memberikan kontribusi terhadap kondisi ekonomi dan sosial masyarakat.

Berdasarkan beberapa referensi dari penelitian terdahulu—mengenai berbagai pendekatan komunikasi dan tanggung jawab sosial perusahaan, diperoleh kesimpulan bahwa perbedaan konsep penelitian dari berbagai penelitian terdahulu adalah penelitian ini ingin melihat model komunikasi program TJS perusahaan di desa binaan Indocement. Perbedaan juga disebabkan oleh sumber referensi yang digunakan peneliti, fokus obyek penelitiannya, dan sudut pandang dari masing- masing peneliti. Peneliti menyimpulkan dari berbagai variasi hasil penelitian terdahulu bahwa model komunikasi merupakan komunikasi dilakukan dengan berbagai pendekatan untuk menampung aspirasi dan merefleksikannya dalam tindakan nyata.

Kebaruan

Penelitian pada disiplin ilmu komunikasi, khususnya komunikasi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, memiliki berbagai peranan penting, baik untuk pengembangan keilmuan maupun pengembangan praktik komunikasi. Terkait pengembangan keilmuan, penelitian menghasilkan teori-teori komunikasi yang digunakan dalam penelitian-penelitian selanjutnya serta dipelajari di ruang akademis. Melalui pengembangan praktik, penelitian komunikasi seperti konsumsi media, respons konsumen, komunikasi antarbudaya, dan sebagainya dapat berguna bagi praktisi di bidang periklanan, jurnalisme, hubungan masyarakat, industri kreatif, dan juga penyiaran. Penelitian komunikasi juga dapat berguna bagi pengambilan kebijakan di bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya.

Penelitian ini berbeda dari beberapa penelitian sebelumnya. Kebaruan (novelty) terletak pada cara merumuskan model pendekatan komunikasi program TJS perusahaan dilihat dari karakteristik masyarakat penerima manfaatnya. Jika penelitian sebelumnya melihat sisi implemetasi program TJS perusahaan sebagai indikator peningkatan citra perusahaan, penelitian ini melihat saluran dan pendekatan komunikasi program TJS perusahaan dari karakteistik penerima manfaat untuk mendukung keberdayaan masyarakat. Kebaruan lain yang terdapat pada penelitian ini adalah model komunikasi yang digunakan adalah pendekatan komunikasi yang memang menjadi ciri khas (signature) dari Indocement. Kebaruan lain yang terdapat dalam penelitian adalah integrasi partial least square (PLS) dengan house model. Penelitian diharapkan juga berhasil membangun house model yang dapat memberikan kontribusi terhadap keberhasilan program TJS perusahaan melalui model komunikasi yang dapat memberdayakan masyarakat sekitar.

Dokumen terkait