• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 Program 35.000 MW di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata

3.2 Peran Pemerintah dalam Sektor Kelistrikan

Pengembangan sistem kelistrikan nasional merupakan suatu proses perencaan yang dilakukan secara terpusat. Dua payung undang-undang (UU) yaitu UU No 30 Tahun 2007 tentang Energi dan UU No 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan merupakan hulu regulasi yang mengatur

51 | P u s a t P e n e l i t i a n E k o n o m i L I P I

dasar perencanaan kelistrikan. Kebijakan Energi Nasional (KEN) dibentuk dengan Peraturan Pemerintah No 79 Tahun 2014. Hal mendasar dari KEN yaitu sudah diaturnya akan bauran penyediaan energi primer di tahun 2025 dan tahun 2050. Dalam KEN disebutkan di tahun 2025 sudah terpenuhi penyediaan kapasitas pembangkit listrik sebesar 115 GW dan di tahun 2050 menjadi sektiar 430 GW. Sementara itu, dalam hal capaian pemanfaatan listrik per kapita di tahun 2025 mencapai 2.500 Kwh dan di tahun 2050 mencapai 7.000 kWh.

Masih dalam dokumen KEN disebutkan juga, di tahun 2020 rasio elektrifikasi mendekati 100%. Kata ‘mendekati’ tentu dapat diinterprestasikan secara bebeda dan tentu saja ini dapat menjadi suatu celah perdebatan. Hal penting lainnya dari KEN juga disebutkan di tahun 2025, peran energi baru dan terbarukan paling sedikir 23% dari bauran energi primer dan di tahun 2050 meningkat menjadi paling sedikit 31%, sepanjang keekonomiannya terpenuhi. Kembali kata ‘sepanjang keekonomiannya terpenuhi’ akan menjadi celah untuk melakukan diskresi kebijakan.

Dalam kaitannya dengan pasar tenaga listrik, KEN menyebutkan empat hal penting yaitu: (i) pemerintah melakukan pengaturan harga energi primer; (ii) pemerintah menetapkan tarif listrik progresif; pemerintah menetapkan mekanisme feed in tariff dan penetapan harga jual energi terbarukan; dan (iv) pemerintah melakukan manajemen risiko terkait dengan pengelolaan panas bumi.

KEN menjadi dasar dalam penyusunan tidak hanya Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), tetapi juga Rencana Umum Kelistrikan Nasional (RUKN) dan Rencana Umum Kelistrikan Daerah (RUED). Baik dokumen RUEN dan RUED serta RUKN dan RUKD merupakan dukumen yang saling berhubungan. Tentu saja RUKN dan RUKD, perlu merujuk pada dokumen RUEN dan RUED. Selanjutnya dokumen RUKN dan RUKD menjadi dasar dalam penyusunan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang juga menjadi dokumen perencanaan pengembangangan kelistrikan daerah yang akan dilakukan oleh PT. PLN. Tata tata atur kelistrikan, juga disebutkan akan posisi Peraturan Pemerintah PP No 14/2012 jo PP 23/2014 terkait dengan Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik. Dari sisi perencanaan kelistrikan yang penting diperhatikan yaitu sinkronisasi antara RUPTL yang disiapkan oleh PLN dengan Rencana Umum Energi Daerah (RUED).

52 | P u s a t P e n e l i t i a n E k o n o m i L I P I

Gambar 3.1 Kerangka Kebijakan Sektor Kelistrikan

Merujuk pada mekanisme perencanaan kelistrikan nasional, ada dua aspek besar yang penting untuk dicermati. Pertama, terkait dengan besaran target yang hendak dicapai. Target ini tentu melekat pada tanggung jawab kementerian terkait, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Kedua, terkait dengan jalur koordinasi dan kerjasama antara instansi vertikal, horizontal maupun dengan PLN dan lembaga lainnya yang berkaitan secara langsung dan tidak lansung terkait dengan penyediaan listrik.

Menimbang pada peran dan tanggung jawab pemerintah yang sangat besar dalam penyediaan listrik nasional, maka perlu dilakukan penelusuran literatur akan hal-hal yang dapat ‘mengganggung’ pencapaian target nasional atau dalam istilah lain mengindentifikasi prospek terjadinya kegagalan pemerintah (government failure). Dalam literatur ekonomi pembangunan, disebutkan dua peran pemerintah yang kerap kali dilakukan yaitu (Krueger, 1990): (i) penyediaan infrastruktur (social overhead cost); dan (ii) mengambil tindakan-tindakan yang dapat mengatasi terjadinya kegagalan pasar (market failure). Krueger (1990) mengatakan ada dua tipe kegagalan yaitu: omission dan commission. Kegagalan commission mencakup biaya ekonomi yang tinggi terjadi di sektor perusahaan-perusahaan milik negara. Masih dalam kategori ini, program-program investasi pemerintah sangat tidak efisien dan boros, pengendalian pemerintah atas

53 | P u s a t P e n e l i t i a n E k o n o m i L I P I

peran sektor swasta berbiaya tinggi, defisit negara didanai oleh defisit di badan usaha milik negara, program-program investasi yang berlebihan, serta belanja negara yang mendorong kenaikan tingkat harga, memburuknya alokasi sumber daya, prilaku menabung, dan prilaku sektor swasta.

Kegagalan omission berkaitan dengan fenomena memburukanya fasilitas transportasi dan komunikasi (infrastruktur dalam arti luas) yang membuat ekonomi biaya tinggi; kebijakan mengendalikan nilai tukar, lisensi impor, nilai tukar, dan alokasi kredit. Krueger (1990) mengatakan pemerintah perlu melakukan hal-hal dalam skala yang besar seperti menjaga supremasi hukum, menyediakan informasi yang berguna bagi masyarakat luas termasuk penelitian, dan barang-barang publik yang mendasar.

Menimbang pada kondisi pemerintah memiliki sumber daya yang besar, Krueger (1990) memberikan dua preposisinya. Pertama, prilaku rent-seeking akan marak untuk meminta sumber daya (property rights) yang dimiliki oleh pemerintah. Kedua, kelompok-kelompok yang ada akan menyebar dan diantara mereka dapat saling berkonflik dan bersaing untuk memperebutkan klaim. Kondisi ini merupakan biaya dari kebijakan awal yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Untuk terhindar dari kedua hal tersebut, maka pemerintah perlu melakukan empat langkah berikut (Krueger, 1990). Pertama, memastikan tindakan pemerintah tidak akan berbiaya mahal. Dengan demikian, pemerintah perlu menetapkan standar kriteria, dan aturan akan bagaimana intervensi akan dilakukan, termasuk pada tingkatan bagaimana proses tersebut akan dilakukan. Kedua, pemerintah telah menetapkan akan kebutuhan adminstrasi minimum, dan input birokrasi yang diperlukan. Ketiga, pemerintah perlu mencari mekanisme dan kebijakan aternatif yang mampu menutup ruang terjadinya prilaku rent-seeking. Keempat, pemerintah perlu menjalankan kebijakan dengan biaya informasi yang rendah dan hal ini dapat terjadi dalam lingkungan kebijakan yang transparan.

Negara tidak hanya memegang peranan penting dalam pembangunan sektor kelistrikan nasional, namun juga penting memperhatikan dalam lingkup KEK. Pembangunan sektor kelistrikan di KEK tidak dapat dilepaskan dari desain kebijakan kelistrikan baik di tingkap pusat dan daerah. Saat ini, urusan kelistrikan menjadi kewenangan provinsi dan saat ini sudah dibentuk cabang dinas di masing-masing kabupaten/kota, walaupaun dengan segala keterbatasan

54 | P u s a t P e n e l i t i a n E k o n o m i L I P I

khususnya dari sisi sumber daya manusia. Dalam hal perencaan kelistrikan PT. PLN telah mempertimbangkan rencana pemerintah untuk membangun KEK. Dalam RUPTL 2015-2024, PT. PLN telah mempertimbangkan rencana pemerintah untuk membentuk KEK Pariwisata Mandalika. Peran pemerintah yang dominan dalam hal perencaan kelistrikan menjadi suatu acuan yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kelistrikan di KEK. Jika KEK bisa tumbuh sesuai yang diharapkan maka kebutuhan akan pasokan listrik juga penting disediakan secara baik.

Hal yang penting untuk dicermati yaitu sejauhmana perencanaan sektor kelistrikan yang telah dilakukan oleh pemerintah mampu ‘fit in’ atau sesuai dengan harapan pemangku usaha. Misalkan saja, kecenderungan untuk menggunakan energi terbarukan sebagai sumber energi utama menjadi permintaan utama banyak investor yaitu Unilever, IKEA, Microsoft, NIKE, Adidas, dan Google yang memiliki target untuk membeli 100% kebutuhan listriknya dari energi terbarukan (cnbcinindonesia, 2018).

Merujuk pada struktur organisasi KEK, tampak bahwa Badan Usaha Pembangunan dan Pengelolaan (BUPP), menjadi jembatan penghubung kepentingan pemerintah (administrator) dan pelaku usaha. Dengan demikian, kepentingan pelaku usaha yang mensyaratkan bauran energi terbarukan perlu diakomodasi secara baik, karena jika tidak maka investor akan mencari tempat usaha atau KEK lainnya yang dapat memenuhi keinginannya. Dalam konstruksi memenuhi keinginan pasar dan desain kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah maka bisa saja terjadi kebuntuan. Chaudhuri (1990: 38) mengatakan ‘how to develop a mutually supportive

structure of market and non-market institutions, which is well-suited to promote economic development. This makes normative development economics a difficult art.’ Hal ini

mengindikasikan bahwa kondisi ini adalah keputusan sulit yang harus dihadapi oleh pemerintah. Namun demikian, pemerintah perlu bergerak dalam dasar yang kokoh akan arah kebijakan sektor kelistrikan.