• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini menjelaskan mengenai peran perempuan pesisir Desa Bugel dalam gerakan petani lahan pasir Kulon Progo. Peran perempuan dilihat dari berbagai aspek, yakni keterlibatan perempuan dalam berbagai aktivitas pergerakan perlawanan petani, kesempatan perempuan terlibat dalam gerakan petani, dan kewenangan perempuan dalam gerakan petani.

Keterlibatan Perempuan dalam Aktivitas Gerakan Petani

Gerakan petani tidak dapat menghindari kegiatan pertanian dan kegiatan kerumahtanggaan yang merupakan proses biologis. Pekerjaan pertanian (budidaya tanaman dan ternak) dan pekerjaan rumah tangga tidak dapat ditinggalkan, secara berkelanjutan harus ada yang mengurus. Suatu bentuk pembagian kerja merupakan keharusan. Pembagian kerja yang berlaku pada masyarakat pedesaan di Indonesia umumnya dipengaruhi oleh pembagian gender yang tradisional. Dimana perempuan ditempatkan pada kerja reproduktif dan laki-laki pada kerja produktif.

Tahun 2006 merupakan tonggak awal perjuangan masyarakat pesisir menolak rencana penambangan pasir besi, yakni dibentuknya Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo (PPLP-KP). PPLP-KP merupakan wadah bagi seluruh petani untuk saling berbagi informasi dan menyusun strategi rencana penolakan pertambangan pasir besi. Seluruh petani lahan pasir tergabung dalam kelompok tani yang ada di setiap desa. Seluruh kelompok tani ini kemudian menghimpun diri dalam wadah PPLP-KP. Ide pembentukan PPLP-KP pada awalnya timbul karena keresahan warga atas issu yang berkembang di masyarakat terkait adanya rencana pertambangan di sepanjang lahan pasir Kulon Progo. Jauh sebelum issu pertambangan pasir besi berkembang, pihak penambang telah melakukan penelitian-penelitian terkait kandungan yang terdapat dalam pasir. Namun, pada masa itu masyarakat belum menyadari sepenuhnya. Berdasarkan hasil penelitian- penelitian tersebut, ditemukan tidak hanya kandungan besi yang terkandung dalam lahan pasir, namun terdapat kandungan-kandungan mineral lainnya yang memiliki daya jual tinggi. Hal ini lah yang membuat pihak penambang terus mendesak masyarakat untuk menjual lahannya.

Desa Bugel merupakan salah satu basis perlawanan petani melawan rencana mega proyek pertambangan pasir besi. Sejak tahun 2006 hingga saat ini, masyarakat pesisir Desa Bugel telah melakukan banyak perlawanan, baik perlawanan yang bersifat terbuka maupun secara sembunyi-sembunyi, baik secara fisik maupun secara non-fisik. Oleh karena itu, Desa Bugel memiliki sejarah panjang dalam memperjuangkan lahan pertanian mereka. Beberapa inisiator dan tokoh perjuangan petani lahan pasir berasal dari Desa Bugel, yang tidak hanya laki-laki, namun juga perempuan. Tokoh perempuan ini lah yang mengawali pergerakan perempuan di Desa Bugel. Berikut profil singkat mengenai tokoh perempuan yang berasal dari Desa Bugel.

Keterlibatan peran perempuan Desa Bugel dalam gerakan petani tidak terlepas dari peran Ibu IST. Dari sudut pandang perempuan pesisir, peran-peran yang lakukan oleh laki-laki adalah sama dengan peran-peran yang dilakukan oleh perempuan dalam gerakan petani. Antara laki-laki dan perempuan saling melengkapi. Perempuan mengambil peran sesuai kapasitas yang mereka miliki. Adapun peran perempuan dalam gerakan petani dapat dibagi ke dalam beberapa jenis aksi perlawanan petani, yakni:

1. Menanam sebagai suatu prinsip

Perempuan pesisir memiliki konsepsi bahwa menanam dan merawat tanaman yang mereka lakukan setiap harinya adalah bagian dalam melawan. Dengan mereka tetap menanam, masyarakat pesisir ingin

Ibu IST, Tokoh Pergerakan Perempuan Desa Bugel

Beliau bernama Ibu IST. Ibu IST adalah penduduk asli Desa Bugel, yang lahir dan dibesarkan di desa pesisir Kulon Progo. Beliau bekerja sebagai petani lahan pasir. Selain sebagai petani, beliau terlibat aktif dalam program-program PNPM Mandiri yakni sebagai tim pengelola kegiatan desa tahun 2014, pengelolaan lembaga PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), program pengembangan desa pesisir tangguh, dan terlibat aktif dalam Para Legal LBH (Lembaga Bantuan Hukum). Keterlibatan beliau dalam LBH adalah awal mula keterlibatan beliau dalam PPLP-KP (Paguyuban Petani Lahan Pasir-Kulon Progo). Sejak berdiri pada tahun 2006, PPLP-KP bersolidaritas dengan Para Legal LBH. PPLP-KP banyak melakukan diskusi-diskusi dengan LBH untuk membahas kasus kriminalisasi terhadap Pak Tukijo atas tuduhan pencemaran nama baik Kepala Dusun Bedoyo, Isdiyanto, karena Pak Tukijo menanyakan tujuan pendataan tanah warga. Sejak saat itu lah interaksi antara Ibu IST dengan PPLP-KP meningkat dan beliau memutuskan untuk bergabung dengan PPLP-KP. Bagi beliau keputusan untuk ikut melawan menolak rencana pertambangan pasir besi dan mempertahankan lahan pertanian adalah panggilan hati. Setelah bergabung dengan PPLP-KP beliau menyadari bahwa perlawanan ini harus dilakukan bersama-sama, laki-laki dan perempuan. Gerakan petani ini adalah milik bersama. Perjuangan ini adalah milik bersama. Perjuangan untuk mempertahankan ruang hidup petani lahan pasir yang ingin direnggut oleh sekelompok penguasa, baik penguasa modal maupun penguasa kebijakan. Menurut beliau, kesadaran perempuan Desa Bugel untuk menolak rencana pertambangan pasir besi tidaklah serta merta ketika issu rencana pertambangan pasir besi berhembus sejak tahun 2006. Oleh karena itu, Beliau memanfaatkan kelompok-kelompok sosial yang ada dalam masyarakat pesisir untuk menyebarkan semangat perjuangan seperti kelompok-kelompok pengajian. Selain itu beliau juga banyak berkomunikasi dengan para petani perempuan ketika di ladang. Secara bertahap perempuan-perempuan di Desa Bugel terdorong untuk terlibat dalam gerakan petani. Beliau terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan dalam PPLP-KP. Ibu IST adalah satu-satunya perempuan yang ikut dalam rapat-rapat inti yang dilakukan oleh PPLP-KP. Beliau ikut memberikan pendapat dalam diskusi-dikusi yang terkait strategi perjuangan petani. Beliau adalah salah seorang perempuan yang memberikan orasi ketika aksi-aksi demo berlangsung. Ketika orasi berlangsung, beliau adalah orang yang mengumpulkan massa perempuan, menggerakkan perempuan, dan mengkoordinir perempuan dalam beberapa kesempatan aksi-aksi perlawanan. Beliau menyebarkan semangat perjuangan kepada perempuan-perempuan Desa Bugel melalui berbagai kesempatan seperti ketika perempuan-perempuan sedang bekerja di ladang, ketika berkumpul istirahat di ladang, dan dalam kegiatan-kegiatan sosial lainnya, seperti pengajian, hajatan, dan gotong-royong.

menunjukan keberadaan mereka dan sikap keras penolakan mereka atas rencana pertambangan pasir besi. Rencana pembangunan yang diagung- agungkan oleh kelompok penguasa, sama sekali tidak bernilai di mata masyarakat pesisir Kulon Progo.

2. Aksi-aksi politik.

Perempuan-perempuan Desa Bugel juga terlibat aktif dalam perlawanan-perlawanan fisik yang dilakukan oleh PPLP-KP. PPLP-KP telah melakukan banyak aksi-aksi perlawanan secara fisik di masa awal pergerakan petani. Hal ini merespon aksi JMI (Jogja Magasa Iron) yang secara terang-terangan meneror dan menekan masyarakat agar menyetujui rencana pertambangan pasir besi dengan menjual lahan mereka. Namun masyarakat pesisir yang tergabung dalam PPLP-KP telah mendeklrasikan bahwa menolak pertambangan pasir besi adalah harga mati. Tidak dapat ditawar-tawar, tidak ada negosiasi, dan tidak ada kata menerima dengan syarat dan ketentuan apapun. Diantara perlawanan-perlawanan fisik tersebut adalah aksi yang bertujuan menuntut hak politik.

Aksi tersebut diantaranya adalah aksi mendatangi gedung-gedung pemerintahan, aksi-aksi demonstrasi, aksi pembuatan surat untuk presiden yang dilakukan sebanyak tiga kali, aksi demo di pemerintah Kabupaten Kulon Progo, aksi demo di kantor DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) baik DPRD maupun DPR RI yang dilakukan sebanyak lima kali, dan aksi-aksi mengorganisir petani ketika sebelum dan saat aksi-aksi demosntrasi berlangsung. Berdasarkan hasil kuesioner terhadap 30 responden perempuan, terlihat bahwa mayoritas perempuan terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan aksi dan demonstrasi. Diantaranya yakni aksi demo di Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, aksi demo di kantor DPRD Kulon Progo, dan aksi demo ke UGM (Universitas Gadjah Mada) terkait keberpihakan UGM kepada JMI dengan kesediannya melakukan penelitian terkait reklamasi lahan pasca penambangan. Aksi-aksi demo yang diikuti oleh perempuan adalah aksi-aksi yang masih dalam lingkup Kulon Progo dan dilakukan dalam waktu satu hari. Ketika aksi demo berlangsung, perempuan ikut menyuarakan menolak rencana pertambangan pasir besi.

Selain itu, masyarakat pesisir juga pernah menduduki kantor DPRD Kulon Progo untuk menuntut pembatalan proyek pertambangan pasir besi karena berpotensi pada pelanggaran Hak Asasi Manusia. Aksi ini dilakukan selama tiga hari dan hanya diikuti oleh laki-laki. Selama tiga hari tersebut perempuan-perempuan pesisir setiap harinya memasak untuk dikirimkan kepada suami dan anak laki-laki mereka yang sedang memperjuangkan hak atas ruang hidup petani lahan pasir Kulon Progo. Selama tiga hari pula perempuan-perempuan lah yang mengambil peran laki-laki di ladang untuk merawat tanaman. Disinilah terlihat, perempuan- perempuan pesisir menggantikan peran-peran yang biasanya dilakukan oleh laki-laki, terutama peran-peran produktif di sektor pertanian. Di dalam aksi tersebut petani pesisir melibatkan orang-orang yang bersolidaritas dengan PPLP-KP. Orang-orang yang berpihak kepada petani, yang ikut memperjuangkan nasib petani lahan pasir sesuai kemampuan yang mereka miliki.

Aksi-aksi fisik ini merupakan aksi-aksi yang tidak direncanakan, sehingga bersifat spontan. Aksi ini menjadi kewajiban seluruh masyarakat pesisir untuk menjaga agar tidak ada pihak asing yang masuk ke desa pesisir Kulon Progo. Masyarakat pesisir telah memiliki kesepakatan untuk tidak menerima pihak manapun yang berusaha masuk ke desa pesisir tanpa izin dari pihak yang telah ditunjuk oleh PPLP. Baik mahasiswa yang ingin melakukan penelitian, LSM yang ingin bersolidaritas, dan peneliti yang mengatasnamakan lembaga tertentu. Seluruh pihak yang ingin masuk ke

desa pesisir harus melalui “satu pintu”. Menurut salah satu pengakuan perempuan Desa Bugel DRT, 46 tahun menyatakan bahwa

Saat itu ketika menjelang magrib terdapat enam mobil Paku Alaman yang melintas di Desa Bugel tanpa seizin warga. Kemudian secara otomatis saya langsung keluar membawa parang untuk mencegat keenam mobil tersebut. Saya berdiri di tengah

jalan dan mengatakan “berhenti!”. Suasana hening petang itu membuat ibu-ibu yang lain seketika keluar membawa parang. Beberapa warga langsung menghubungi warga di desa pesisir lainnya. Tidak sampai lima menit warga pesisir lain sudah berkumpul di Desa Bugel. Kami para ibu-ibu langsung menghadang orang per orang pekerja JMI. Satu orang pekerja di hadang oleh tiga perempuan lengkap dengan parang masing- masing. Saya sudah tidak berpikir lagi bagaimana keselamatan saya atas tindakan saya tersebut. Bagi saya menolak pertambangan adalah harga mati.

4. Aksi-aksi non fisik

Selain perlawanan secara fisik, masyarakat pesisir yang tergabung dalam PPLP-KP juga melakukan aksi-aksi non fisik seperti menjalin solidaritas dan melakukan diskusi-diskusi. Kegiatan-kegiatan diskusi dilakukan di sepanjang perjuangan petani lahan pasir. Pada awal pergerakan PPLP-KP banyak melakukan diskusi-diskusi dengan petani- petani di daerah lain yang juga menghadapi mega proyek pertambangan. Tujuannya adalah untuk mempelajari strategi perlawanan, memperluas jaringan, dan menjalin solidaritas. Hasil dari solidaritas yang terjalin diantara petani tersebut terbentuk FKMA (Forum Komunikasi Masyarakat Agraris).

Petani pesisir juga melakukan diskusi dengan mahasiswa- mahasiswa di kampus-kampus. Diskusi-diskusi terkait perjuangan masyarakat pesisir melawan kepentingan korporasi dan penguasa. Di dalam kegiatan diskusi tersebut, petani pesisir Kulon Progo juga menampilkan pementasan teater yang mengisahkan kehidupan petani pesisir sebelum dan setelah adanya proyek pertambangan pasir besi. Teater

yang diberi nama “unduk gurun” ini bersolidaritas dengan seniman- seniman Jogja. Selain teater PPLP-KP juga mendorong kampanye di dunia maya melalui media sosial seperti facebook dan website. Alamat website PPLP-KP adalah http://petanimerdeka.tk/. Semua itu dilakukan untuk menyebarkan dan memperluas isu rencana pertambangan pasir besi. Menurut petani pesisir WDD, 34 tahun hal ini dikarenakan

Selama ini media massa bungkam terhadap nasib kehidupan petani lahan pasir atas rencana mega proyek pertambangan pasir besi Kulon Progo. Media massa dikuasai oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan. Padahal kasus-kasus perampasan tanah dan konflik agraria sangat penting diangkat dan diketahui masyarakat luas. Kami sangat menyadari perjuangan ini akan tetap terus berlanjut. Untuk itu kami harus terus mengkampanyekan perjuangan kami, menyebarkan issu mengenai rencana pertambangan yang tidak berdampak pada pembangunan ekonomi kami, justru merusak kehidupan kami. Kami menginginkan lahan kami. Kami hanya ingin ruang hidup kami tidak diusik. Kami hanya ingin menanam karena menanam adalah kehidupan kami.

Perjuangan petani lahan pasir Kulon Progo tidak hanya berada dalam lingkup lokal maupun nasional. Namun mereka juga menjalin solidaritas dengan orang-orang luar negeri yang peduli terhadap nasib kehidupan petani pesisir Kulon Progo. Diantaranya yakni mereka bersolidaritas dengan CAF (Casual Anarchist Federalism) yang berada di Inggris, warga Australia, dan warga Filipina. Solidaritas dengan masyarakat Filipina diwujudkan dalam bentuk diskusi masyarakat pesisir Kulon Progo dengan masyarakat Filipina yang dilaksanakan di Filipina. Berdasarkan hasil kuesioner terlihat bahwa mayoritas perlawanan- perlawanan non fisik tersebut dilakukan oleh laki-laki dan banyak melibatkan solidaritas-solidaritas PPLP. Hal ini sama halnya dengan kegiatan-kegiatan internal PPLP seperti proses inisiasi pembentukan PPLP, diskusi internal PPLP terkait strategi perlawanan petani, dan keputusan-keputusan kunci yang diambil petani dalam rangka menolak rencana pertambangan pasir besi.

Mayoritas kegiatan-kegiatan tersebut diikuti oleh petani laki-laki. Hanya satu perempuan yang ikut dalam rapat-rapat inti PPLP-KP, yakni tokoh perempuan dari Desa Bugel. Namun, hal ini tidak berarti perempuan pesisir tidak mengetahui perlawanan-perlawanan apa saja yang akan dilakukan oleh PPLP. Sebagian besar perempuan pesisir mengetahui langsung dari suami apa hasil yang dirapatkan oleh PPLP. Sebagian lain mengetahui hal tersebut dari perempuan-perempuan pesisir lainnya ketika sama-sama bekerja di ladang. Perempuan pesisir Desa Bugel STY, 33 tahun menyatakan bahwa

Kami menyerahkan berbagai keputusan perlawanan tersebut di tangan petani-petani laki-laki dalam forum PPLP. Kami percaya semua itu dilakukan untuk mempertahankan lahan pertanian kami. Kami selalu mendukung segala bentuk perjuangan yang menjadi keputusan dalam PPLP. Kami tidak ingin terpecah. Saya sebagai istri tidak mungkin ikut dalam rapat-rapat yang dilakukan oleh PPLP karena biasanya rapat berlangsung hingga larut malam. Dan terkadang memang dilakukan pada dini hari untuk menghindari mata-mata ataupun intel JMI maupun Paku Alaman. Saya berkewajiban untuk menjaga anak-anak. Toh pada

akhirnya suami saya juga menyampaikan hasil rapat kepada saya. Oleh karena itu, untuk urusan tersebut saya serahkan kepada suami dan laki-laki pesisir Kulon Progo lainnya.

Sebagai bentuk protes, masyarakat pesisir juga mengirimkan surat pernyataan sikap penolakan rencana pertambangan pasir besi kepada presiden RI. Ini dilakukan oleh petani-petani pesisir (laki-laki) dan orang- orang yang bersolidaritas dengan petani. Perempuan tidak terlibat dalam proses pembuatannya. Namun mereka mengetahui aksi dan isi dari surat tersebut. Hal ini menggambarkan bahwa ketidakikutsertaan perempuan di dalamnya bukan karena ketidaktahuan perempuan akan aksi tersebut, namun karena mereka memilih menyerahkan hal tersebut kepada orang- orang yang mumpuni melakukan hal tersebut. Segala bentuk gerakan menolak pertambangan selalu didukung oleh kaum perempuan.

5. Aksi-aksi internal petani pesisir dalam wadah PPLP-KP

Petani-petani pesisir yang tergabung dalam PPLP-KP memiliki sejumlah kegiatan-kegiatan yang bersifat internal seperti perayaan Ulang Tahun PPLP yang bertepatan pada tanggal 1 April, panen raya, syawalan, mujadahan. Di dalam kegiatan tersebut, perempuan terlibat aktif di dalamnya. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak kalah pentingnya dengan perlawanan-perlawanan petani yang telah dijabarkan di atas. Kegiatan ulang tahun, panen raya, syawalan, dan mujadahan merupakan momen penting bagi masyarakat pesisir untuk berkumpul dan bersilaturahmi antarsesama. Di dalam kegiatan ini pula masyarakat saling menguatkan dalam perjuangan menolak penambangan pasir besi. Selain itu juga bentuk apresiasi atas hasil kerja keras petani dan menunjukkan eksistensi petani pesisir Kulon Progo, khususnya di mata JMI, Paku Alaman, dan Kasultanan Yogyakarta. Berikut merupakan gambaran tingkat keterlibatan perempuan dalam gerakan petani.

Tabel 12 Keterlibatan perempuan Desa Bugel dalam gerakan petani,2014 Keterlibatan perempuan dalam gerakan petani Jumlah

responden Kegiatan dalam PPLP-KP

Proses inisiasi pembentukan PPLP 0

Diskusi terkait rencana penambangan pasir besi di awal pembentukan PPLP

0 Memberikan pendapat ketika diskusi berlangsung 0 Mengambil keputusan ketika menentukan sikap terkait perencanaan

penambangan pasir besi

0

Perayaan hari terbentuknya PPLP-KP 30

Kegiatan diskusi dan menjalin solidaritas

Diskusi tentang perjuangan masyarakat pesisir di kampus-kampus 0 Pementasan teater di kampus Atma Jaya, Jakarta 0 Diskusi tentang perjuangan masyarakat pesisir di beberapa

kumpulan masyarakat yang juga memperjuangkan lahan pertaniannya

Pementasan teater di kampus Universitas Gajah Mada 0 Kunjungan ke Kebumen dalam rangka menjalin solidaritas 0

Proses pembentukan kesenian teater “unduk gurun” 0

Proses pembentukan FKMA (Forum Komunikasi Masyarakat Agraris)

0

Diskusi di Gerbang Revolusi, Garongan 0

Menjalin hubungan dengan seniman terkait strategi perlawanan penambangan pasir besi

0 Menjalin hubungan dengan agamawan terkait strategi perlawanan

penambangan pasir besi

30 Menjalin hubungan dengan akademisi terkait strategi perlawanan

penambangan pasir besi

0

Kampanye permasalahan petani di dunia maya 0

Menjalin solidaritas dengan masyarakat pendukung penolakan penambangan pasir besi yang bertempat di Australia

0 Menjalin solidaritas dengan CAF (Casual Anarchist Federalism)

yang berada di Inggris

0 Kegiatan aksi dan demonstrasi

Memblokade jalur lalu lintas rencana penambangan untuk menghalangi aktivitas rutin pihak penguasa pertambangan pasir besi

21 Aksi penutupan jalan menuju pilot plan proyek penambangan pasir

besi

22 Pencegatan pekerja pilot proyek PT. Jogja Magasa Iron (JMI) oleh

warga masyarakat Gupit

22

Mendatangi gedung-gedung pemerintahan 27

Kampanye penolakan pertambangan pasir besi di Filipina 0

Mengikuti aksi-aksi demosntrasi 27

Pembuatan surat untuk presiden yang pertama 0

Pembuatan surat untuk presiden yang kedua 0

Pembuatan surat untuk presiden yang ketiga 0

Aksi demo di pemerintah Kabupaten Kulon Progo 9

Aksi demo di kantor DPR yang pertama 27

Aksi demo di kantor DPR yang kedua 27

Aksi demo di kantor DPR yang ketiga 27

Aksi demo di kantor DPR yang keempat 27

Aksi demo di kantor DPR yang kelima 27

Mengorganisir petani-petani ketika sebelum dan saat aksi-aksi demontrasi berlangsung

Tabel 13 Tingkat keterlibatan perempuan Desa Bugel dalam gerakan petani, 2014

Variabel tingkat keterlibatan perempuan

dalam gerakan petani Skala Jumlah responden

Kegiatan dalam PPLP-KP Tinggi -

Sedang -

Rendah 30

Kegiatan diskusi dan menjalin solidaritas Tinggi -

Sedang -

Rendah 30

Kegiatan aksi dan demonstrasi Tinggi 3

Sedang 24

Rendah 3

Tabel 13 memperlihatkan tingkat keterlibatan perempuan yang dibagi dalam ke dalam tiga kategori kegiatan. Pemberian skor dan dan pemberian skala ke dalam tingkat tinggi, sedang, dan rendah adalah upaya penulis untuk mengetahui tingkat keterlibatan perempuan pesisir Desa Bugel secara kuantitatif. Upaya penulis untuk mengkuantitatifkan data kuesioner tersebut pada dasarnya banyak kelemahan. Pertama, pengkategorian kegiatan perlawanan yang hanya dibagi ke dalam tiga bagian umum. Seharusnya dapat dibedakan perlawanan- perlawanan yang berada dalam lingkup lokal dan nasional, perlawanan- perlawanan yang membutuhkan mobilitas tinggi dan perlawanan sehari-hari. Perlawanan-perlawanan dalam lingkup lokal diantaranya adalah aksi-aksi memblokade jalur lalu lintas rencana pertambangan untuk menghalangi aktivitas rutin pihak penguasa pertambangan pasir besi, aksi penutupan jalan menuju pilot plan proyek pertambangan pasir besi, dan aksi pencegatan pekerja pilot priyek PT. JMI (Jogja Magasa Iron) oleh masyarakat Gupit. Aksi-aksi tersebut bersifat spontan, tanpa ada perencanaan, dan setiap warga berkesempatan untuk ikut serta. Di Desa Bugel, terlihat bahwa perempuan terlibat aktif dalam aksi-aksi ini. Perempuan Desa Bugel menjadi garda terdepan untuk aksi-aksi tersebut. Namun beda halnya dengan aksi-aksi demontrasi di UGM dan kantor DPR, baik DPRD Kabupaten Kulon Progo maupun DPR RI. Aksi-aksi tersebut merupakan aksi-aksi yang direncanakan, membutuhkan koordinasi dan kerjasama. Aksi-aksi ini banyak melibatkan laki-laki dalam hal perencanaan melalui diskusi-diskusi dan rapat. Namun hal ini tidak berarti perempuan tidak terlibat di dalamnya. Perempuan terlibat secara sadar di dalam perjuangan, namun secara umum pembagian kerja di dalam gerakan petani di Kulon Progo masih mengikuti pembagian kerja gender tradisional. Hal ini terlihat dari salah satu peran perempuan pesisir ketika akan melakukan aksi demontrasi yakni menyiapkan segala perlengkapan makanan dan minuman. Selain itu, saat demo berlangsung, perempuan juga ikut berpartisipasi dengan menyuarakan tuntutan petani lahan pasir Kulon Progo.

Perempuan juga terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan panen raya, mujadahan, syawalan, dan Ulang Tahun PPLP-KP. Ulang Tahun PPLP-KP misalnya perempuan menjadi bagian dalam panitia pelaksanaan, terutama di bidang yang membutuhkan keterampilan yang secara tradisional dikaitkan dengan perempuan, seperti memasak. Namun beda halnya dalam aksi-aksi solidaritas dan

diskusi, baik dalam lingkup lokal, nasional maupun internasional, yang dilakukan