• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Peran Perempuan dalam Sistem Penghidupan Penduduk dengan Peran Perempuan dalam Gerakan Petani Lahan Pasir Kulon Progo Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Peran Perempuan dalam Sistem Penghidupan Penduduk dengan Peran Perempuan dalam Gerakan Petani Lahan Pasir Kulon Progo Yogyakarta"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PERAN PEREMPUAN DALAM SISTEM

PENGHIDUPAN PENDUDUK DENGAN PERAN

PEREMPUAN DALAM GERAKAN PETANI LAHAN PASIR

KULON PROGO YOGYAKARTA

FIKA FATIA QANDHI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Hubungan Peran Perempuan dalam Sistem Penghidupan Penduduk dengan Peran Perempuan dalam Gerakan Petani Lahan Pasir Kulon Progo Yogyakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

Fika Fatia Qandhi

(4)
(5)

ABSTRAK

FIKA FATIA QANDHI Hubungan Peran Perempuan dalam Sistem Penghidupan Penduduk dengan Peran Perempuan dalam Gerakan Petani Lahan Pasir Kulon Progo Yogyakarta. Di bawah bimbingan SATYAWAN SUNITO

Gerakan petani tidak pernah luput dari peran dan keterlibatan perempuan di dalamnya. Perempuan tidak hanya berperan di bidang domestik, namun peran perempuan juga dirasakan sebagai pendorong dan penyokong gerakan petani. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis peran perempuan dalam gerakan petani lahan pasir Kulon Progo, serta menganalisis hubungannya dengan peran perempuan dalam sistem penghidupan penduduk pesisir. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian survei. Metode penarikan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah acak sederhana dengan jumlah responden sebanyak 30 orang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa perempuan terlibat secara sadar di dalam perjuangan, namun secara umum pembagian kerja di dalam gerakan petani di Kulon Progo masih mengikuti pembagian kerja gender tradisional. Perempuan terlibat aktif dalam perlawanan-perlawanan lingkup lokal, dimana aksi-aksi tersebut bersifat spontan, tanpa ada perencanaan, dan setiap warga berkesempatan untuk ikut serta.

Kata kunci: Gerakan petani, Peran gender, Peran perempuan

ABSTRACT

FIKA FATIA QANDHI The Relationship between Women Role in Livelihood System with Their Role in The Movement of Sand Land Farmer of Kulon Progo Yogyakarta. Under the guidance of SATYAWAN SUNITO

The farmer movement never occur without women role in the movement. Women not only play domestic role, but also as a booster and advocate in the farmer movement. The purpose of this study is to analyze the role of women in the movement of Kulon Progo farmer, as well as to analyze the relationship between women role in livelihood system of coastal society. The study was conducted using research survey method. The sampling method used in this study is simple random sampling with 30 correspondences. This study uses a quantitative approach and qualitative approach. The results shows that women consciously involved in the movement, but in general the division of labor in the movement still follow the traditional gender. Women are actively involved in the local fight, where the actions were spontaneous, without any plan and every member of the society had the chance to participate.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

HUBUNGAN PERAN PEREMPUAN DALAM SISTEM

PENGHIDUPAN PENDUDUK DENGAN PERAN PEREMPUAN

DALAM GERAKAN PETANI LAHAN PASIR

KULON PROGO YOGYAKARTA

FIKA FATIA QANDHI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Hubungan Peran Perempuan dalam Sistem Penghidupan Penduduk dengan Peran Perempuan dalam Gerakan Petani Lahan Pasir Kulon Progo Yogyakarta

Nama : Fika Fatia Qandhi

NIM : I34100132

Disetujui oleh

Dr Satyawan Sunito Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, M.Sc Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Hubungan Peran Perempuan dalam Sistem Penghidupan Penduduk dengan Peran Perempuan dalam Gerakan Petani Lahan Pasir Kulon Progo Yogyakarta dengan baik. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini mengangkat tema peran perempuan dengan lokasi penelitian di Desa Bugel, Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Bapak Dr Satyawan Sunito selaku pembimbing skripsi. Penulis juga menyampaikan hormat dan terima kasih kepada orang tua tersayang, Ayahanda Saiful Fikri dan Ibunda Elidawati serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan, bantuan, dan doa untuk penulis. Selain itu, penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan untuk Keluarga Besar Mas Warsito, Mas Widodo, Mbak Isyanti, Keluarga Besar Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo, dan seluruh responden serta masyarakat pesisir Kulon Progo. Kemudian penulis ucapkan terima kasih kepada Mas Eko dan Muhammad Ichsan yang membantu penulis dalam proses penelitian ini.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh keluarga besar SKPM terutama kepada para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang telah memberikan ilmu dan bantuan untuk penulis. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada sahabat-sahabat SKPM 47 sebagai keluarga kedua yang telah memberikan banyak dukungan dan semangat. Kemudian terima kasih juga penulis sampaikan kepada para sahabat Fida, Arin, Chakim, Aktiandari dan Idah, atas dukungannya. Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam kehidupan penulis yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa FEMA IPB, serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Oktober 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xvi

DAFTAR LAMPIRAN xvi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Kegunaan Penelitian 4

PENDEKATAN TEORITIS 5

Tinjauan Pustaka 5

Gerakan Petani 5

Bentuk-bentuk dan Strategi Perlawanan Petani 6

Faktor-faktor Munculnya Gerakan Petani 9

Bentuk-bentuk Peran Perempuan 12

Peran Gender 14

Analisis Gender 15

Kerangka Penelitian 17

Hipotesis Penelitian 19

Definisi Operasional 19

PENDEKATAN LAPANGAN 25

Metode Penelitian 25

Lokasi dan Waktu Penelitian 25

Teknik Pengambilan Informan dan Responden 26

Teknik Pengumpulan Data 27

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 27

PROFIL DESA BUGEL 29

Kondisi Geografis 29

Kondisi Sosial Budaya 29

Kondisi Pertanian Lahan Pasir 31

Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir 35

Ikhtisar 39

PENDAPAT PEREMPUAN TENTANG KONFLIK DI KULON PROGO DAN GERAKAN PETANI KULON PROGO

41

Pendapat Perempuan tentang Konflik di Kulon Progo 41

Pendapat Perempuan tentang Gerakan Petani Lahan Pasir Kulon Progo 43

Ikhtisar 49

PERAN PEREMPUAN DALAM SISTEM PENGHIDUPAN PENDUDUK 51

Peran Gender 51

Peran Reproduktif 52

Peran Produktif 53

Peran Sosial (Masyarakat) 57

Akses dan Kontrol 58

(14)

Akses dan Kontrol terhadap Pasar Komoditas dan Tenaga Kerja 61

Akses dan Kontrol terhadap Manfaat 62

Ikhtisar 62

PERAN PEREMPUAN DALAM GERAKAN PETANI LAHAN PASIR KULON PROGO

65

Keterlibatan Perempuan dalam Gerakan Petani 65

Akses dan Kontrol Perempuan terhadap Gerakan Petani 74 Faktor-faktor Lain yang Mempengaruhi Peran Perempuan dalam Gerakan Petani

78

Ikhtisar 80

PENUTUP 83

Simpulan 83

DAFTAR PUSTAKA 85

LAMPIRAN 87

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Klasifikasi peran gender 15

Tabel 2 Tabel kronologi gerakan petani lahan pasir Kulon Progo 46 Tabel 3 Pembagian peran reproduktif laki-laki dan perempuan Desa

Bugel,2014

53 Tabel 4 Pembagian peran produktif laki-laki dan perempuan Desa

Bugel pada pertanian komoditas cabai keriting, 2014

54 Tabel 5 Pembagian peran produktif laki-laki dan perempuan Desa

Bugel pada pertanian komoditas melon, 2014

55 Tabel 6 Pembagian peran produktif laki-laki dan perempuan Desa

Bugel pada sektor perdagangan dan peternakan, 2014

56 Tabel 7 Pembagian peran sosial laki-laki dan perempuan Desa

Bugel, 2014

57 Tabel 8 Akses dan kontrol laki-laki dan perempuan Desa Bugel

terhadap sumberdaya fisik/material, 2014

60 Tabel 9 Akses dan kontrol laki-laki dan perempuan Desa Bugel

terhadap sumberdaya sosial-budaya, 2014

61 Tabel 10 Akses dan kontrol laki-laki dan perempuan Desa Bugel

terhadap pasar komoditas dan tenaga kerja, 2014

62 Tabel 11 Akses dan kontrol laki-laki dan perempuan Desa Bugel

terhadap manfaat, 2014

62 Tabel 12 Keterlibatan perempuan dalam gerakan petani Desa Bugel,

2014

70 Tabel 13 Tingkat keterlibatan perempuan Desa Bugel dalam gerakan

petani, 2014

72 Tabel 14 Tabulasi silang antara tingkat pendidikan perempuan

dengan tingkat keterlibatan perempuan Desa Bugel dalam gerakan petani, 2014

74

Tabel 15 Akses dan kontrol perempuan Desa Bugel dalam gerakan petani, 2014

75 Tabel 16 Tingkat akses dan kontrol perempuan Desa Bugel dalam

gerakan petani, 2014

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka penelitian peran perempuan dalam gerakan petani lahan pasir kulon progo

18

Gambar 2 Peta Desa Bugel 89

Gambar 3 Salah satu ladang cabe keriting di Desa Bugel 106 Gambar 4 Salah satu contoh tanaman cabe keriting di Kulon Progo 106 Gambar 5 Kegiatan konvoi Ulang Tahun PPLP tahun 2014 106 Gambar 6 Salah satu kegiatan Fundrising PPLP yakni penyablonan

baju

106 Gambar 7 Wawancara dengan petani Kulon Progo 106 Gambar 8 Masyarakat pesisir saat memeriahkan Ulang Tahun PPLP

tahun 2014

106 Gambar 9 Hasil lukisan bertema perlawanan petani oleh seniman 107 Gambar 10 Wawancara dengan petani Kulon Progo 107 Gambar 11 Perempuan Desa Bugel ketika menyiangi tanaman 107 Gambar 12 Aksi solidaritas petani Kulon Progo di Titik 0 KM,

Jogjakarta

107 Gambar 13 Perempuan memetik cabe keriting ketika panen raya 107

Gambar 14 Kegiatan panen raya di Garongan 107

Gambar 15 Aksi demontrasi Kulon Progo pada 22 Desember 2010 108 Gambar 16 Aksi demontrasi Kulon Progo pada 22 Desember 2010 108 Gambar 17 Aksi demontrasi Kulon Progo pada 22 Desember 2010 108 Gambar 18 Aksi demontrasi Kulon Progo pada 22 Desember 2010 108 Gambar 19 Aksi demontrasi Kulon Progo pada 15 Desember 2010 108 Gambar 20 Aksi demontrasi Kulon Progo pada 15 Desember 2010 108 Gambar 21 Aksi demontrasi Kulon Progo pada 15 Desember 2010 109 Gambar 22 Kegiatan Ulang Tahun PPLP tahun 2014 109 Gambar 23 Aksi demontrasi Kulon Progo pada 15 Desember 2010 109 Gambar 24 Aksi demontrasi Kulon Progo pada 15 Desember 2010 109 Gambar 25 Kegiatan diskusi petani Kulon Progo di Bandung 109 Gambar 26 Kegiatan menonton film perjuangan petani Trisik 109

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Peta Desa Bugel 89

Lampiran 2 Jadwal kegiatan penelitian 90

Lampiran 3 Kerangka responden 91

Lampiran 4 Kuesioner penelitian 96

Lampiran 5 Panduan pertanyaan wawancara mendalam 105

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris. Bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang kehidupannya masih tergantung pada sektor pertanian, maka pemilikan dan penguasaan lahan merupakan faktor penting. Dilema yang dihadapi tentang peruntukan lahan pada sektor pertanian seringkali bersaing dengan sektor lain seperti industri, pemukiman, dan perdagangan. Dilihat dari segi aspek hukum, hak memiliki dan menguasai pada umumnya melekat pada tiga jenis subyek hukum yaitu masyarakat, negara atau pemerintah, dan perusahaan swasta.

Fauzi (1999) menyatakan bahwa kebijakan-kebijakan politik agraria yang dibangun oleh Orde Baru, pertama adalah menjadikan masalah land reform hanya sebagai masalah teknis. Kedua, menghapus semua legitimasi partisipasi organisasi petani di dalam program land reform. Ketiga, penerapan kebijakan massa mengambang (floating mass) pada menjelang pemilu tahun 1971 dengan memotong hubungan massa pedesaan dengan partai-partai politik. Keempat, diundangkannya UUPD (Undang-undang Pemerintahan Desa) tahun 1979. Dan

kelima, terlibatnya unsur polisi dan militer di dalam pengawasan dinamika pembangunan desa. Pembangunan kapitalisme di sektor agraria terlihat dari dilaksanakannya program revolusi hijau, eksploitasi hutan, dan agroindustri. Pembangunan kapitalisme ini melahirkan konflik agraria dan aksi protes agraria.

Terdapat sejumlah konflik utama yang muncul: Pertama, pemerintah mewajibkan petani untuk mempergunakan unsur-unsur revolusi hijau, demi tercapai-terjaganya swasembada beras. Kedua, perkebunan mengambil alih tanah tanah yang sebelumnya dikuasai oleh rakyat. Ketiga, terdapat sejumlah kasus dimana pemerintah melakukan pengambilalihan (penggusuran) tanah untuk apa

yang dinyatakan sebagai “program pembangunan” baik oleh pemerintah sendiri

maupun swasta. Keempat, konfilik akibat eksploitasi hutan. Aksi protes terhadap penindasan dan penaklukan petani ini mempunyai ciri khas, yakni: protes dilakukan oleh sejumlah petani korban, dengan didampingi oleh Organisasi Non Pemerintah (Ornop) tertentu; protes disalurkan pada parlemen dan pemerintah; isu protes bersifat kausitis; dan media massa dipercaya akan membantu penyelesain masalah.

(18)

menentukan apa yang terbaik bagi hidup mereka, berhak mengambil keputusan, dan berhak memperjuangkan yang menjadi hak-hak mereka.

Di dalam pergerakan petani, jarang sekali digambarkan secara terperinci bagaimana peran perempuan. Padahal keterlibatan perempuan dalam kegiatan pertanian tidak saja menjadi bagian terbesar dari tenaga kerja di sektor pertanian, tetapi juga memiliki pengetahuan dan keterampilan utama dalam kegiatan pekerjaan pertanian. Rasa kepemilikan atas lahan yang melekat pada perempuan tidak dapat memungkiri keterlibatan perempuan dalam setiap gerakan petani. Kodrat perempuan sebagai yang melahirkan anak membuat perempuan menjadi produsen primer dan pekerja pemeliharaan sedangkan laki-laki identik dengan pengelola kebudayaan. Identifikasi ini mengakibatkan perempuan diberi peran di sektor domestik, mengurus rumah tangga dan laki-laki dalam peran publik, mengurus berbagai hal yang berhubungan dengan sektor produksi. Hampir secara universal, berlaku batas-batas sosial dan politik atas laki-laki dan perempuan yang disebabkan berlakunya perbedaan peran gender (Wahyuni 2007).

Salah satu contoh kasus yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah gerakan petani lahan pasir yang berada di Kulon Progo. Saouki, dkk (2010) menyatakan bahwa di Kulon Progo, terjadi konflik perebutan penguasaan lahan pantai yang mengandung bijih besi, antara Raja, yakni pihak Kraton Yogyakarta, Paku Alaman, dan masyarakat pesisir Kulon Progo. Pihak Kerajaan ingin membuka pertambangan pasir besi di lahan ini. Bermula dari rencana proyek besar penambangan pasir besi oleh PT. Jogja Magasa Mining (JMM) yang saham utamanya dimiliki oleh keluarga besar Kraton Yogyakarta dan Paku Alaman serta bekerja sama dengan PT Indomine Australia. Rencana ini disetujui oleh Pemda Kulon Progo dengan alasan dapat meningkatkan pemasukan daerah. Lahan pantai yang direncanakan sebagai lahan tambang seluas lebih dari 3000 Ha, sepanjang 22 Km dari garis pantai. Pembangunan ini direncanakan di sejumlah desa di empat kecamatan. Desa-desa tersebut adalah Jangkaran dan Palihan di Kecamatan Temon, Glagah dan Karangwuni di Kecamatan Wates, Nomporejo, Kranggan dan Banaran di Kecamatan Galur, dan Garongan, Pleret, Bugel, dan Karangsewu di Kecamatan Panjatan.

(19)

perlawanan yang telah petani lakukan, yang melibatkan berbagai kalangan, baik perlawanan secara terbuka maupun secara sembunyi-sembunyi. Oleh karena itu, menarik bagi peneliti untuk menganalisis bagaimana hubungan peran perempuan dalam sistem penghidupan penduduk dengan peran perempuan dalam gerakan petani lahan pasir Kulon Progo Yogyakarta?

Rumusan Masalah

Peranan perempuan tidak hanya dirasakan dalam rumah tangga. Perempuan juga terlibat dan berperan di bidang pertanian. Wahyuni (2007) menyatakan bahwa keterlibatan perempuan dalam kegiatan pertanian tidak saja menjadi bagian terbesar dari tenaga kerja di sektor pertanian, tetapi perempuan juga memiliki pengetahuan dan keterampilan utama dalam kegiatan pekerjaan pertanian. Secara tradisional perempuan memiliki keterampilan memilih benih padi yang baik dan menyimpannya untuk ditanam pada musim tanam berikutnya. Perempuan juga mampu memilih lahan yang cocok untuk budidaya pertanian. Mereka juga mampu memilih tanaman yang cocok untuk pengobatan. Kemampuan tersebut dipelajari para perempuan untuk kebutuhan bertahan hidup keluarganya. Keterlibatan perempuan dalam bidang pertanian inilah yang memupuk rasa memiliki atas lahan dan hasil pertanian. Hal ini merupakan salah satu alasan perempuan terlibat langsung dalam gerakan petani. Perempuan memiliki pendapat dan gambaran tersendiri mengenai konflik yang mereka hadapi dan perlawanan-perlawanan yang mereka lakukan. Oleh karena itu penting bagi peneliti untuk mengetahui bagaimana pendapat perempuan tentang konflik yang terjadi di Kulon Progo dan gerakan petani Kulon Progo?

Di dalam sistem penghidupan penduduk secara alami tumbuh pembagian kerja atas laki-laki dan perempuan. Selain itu juga terdapat perbedaan akses dan kontrol terhadap sumber daya yang dimiliki bersama antara laki-laki dan perempuan. Nilai-nilai gender antara satu budaya dengan budaya lain adalah berbeda. Begitu pula dengan budaya masyarakat pesisir selatan yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani lahan pasir. Baik perempuan maupun laki-laki petani lahan pasir tidak pernah terlepas dari aktivitas reproduktif, aktivitas produktif, dan aktivitas sosial atau yang bersifat kemasyarakatan. Di mana di setiap aktivitas tersebut muncul pembagian kerja serta akses dan kontrol yang berbeda antara laki-laki dan perempuan terhadap sumber daya yang dimiliki bersama. Oleh karena itu penting bagi peneliti untuk menganalisis bagaimana peran perempuan dalam sistem penghidupan penduduk petani lahan pasir Kulon Progo?

(20)

massa dan dalam mengomunikasikan perjuangan-perjuangan yang mereka lakukan kepada sesama perempuan lainnya. Selain itu, kehadiran perempuan juga memperkuat kesan bahwa persoalan menuntut hak oleh petani Jenggawah bukan hanya persoalan kaum pria saja. Perjuangan tersebut tidak semata persoalan politis, tetapi sudah masuk pada persoalan keluarga dan kesejahteraan anak-anaknya. Oleh karena itu penting bagi peneliti untuk menganalisis bagaimana peran perempuan dalam gerakan petani lahan pasir Kulon Progo?

Tidak dapat dipungkiri perempuan banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan produktif seperti dalam halnya kegiatan-kegiatan pertanian, kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan, kegiatan pendidikan, dan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya. Tidak jarang perempuan menempati posisi penting dan terlibat aktif di dalamnya. Begitu pula dalam hal gerakan petani. Perempuan yang terlibat langsung dalam kegiatan pertanian dan merasakan langsung manfaat dari adanya lahan pasir memiliki rasa kepemilikan yang besar terhadap lahan pasir. Posisi dan peran-peran yang yang diambil atau diberikan perempuan dalam gerakan petani diduga memiliki hubungan dengan posisi dan peranan perempuan dalam sistem penghidupan penduduk. Oleh karena itu penting bagi peneliti untuk menganalisis bagaimana hubungan peran perempuan dalam sistem penghidupan penduduk dengan peran perempuan dalam gerakan petani?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka tujuan penelitian umum pada penelitian ini adalah menganalisis peran perempuan dalam gerakan petani lahan pasir Kulon Progo. Adapun tujuan khusus pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pendapat perempuan tentang konflik yang terjadi di Kulon Progo dan gerakan petani Kulon Progo.

2. Menganalisis peran perempuan dalam sistem penghidupan penduduk petani lahan pasir Kulon Progo.

3. Menganalisis peran perempuan dalam gerakan petani lahan pasir Kulon Progo.

4. Menganalisis hubungan antara peran perempuan dalam sistem penghidupan penduduk dengan peran perempuan dalam gerakan petani lahan pasir Kulon Progo.

Kegunaan Penelitian

(21)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Gerakan Petani

Wolf dan Moore dalam Landsberger (1984) mengatakan terdapat tiga karakteristik yang mencirikan petani, diantaranya adalah subordinasi legal,

kekhususan kultural, dan khususnya ‘pemilikan de facto’ atas tanah. Sepuluh

tahun kemudian Wolf dalam monografnya, mendefiniskan peasants sebagai tukang cocok tanam pedesaan yang surplusnya dipindahkan kepada kelompok penguasa yang dominan. Bukan pemilikan, tetapi lepasnya penguasaan terhadapnya dan penguasaan atas tenaga kerjanya sendiri. Dengan kata lain telah ditutupi oleh sistem lain dimana kontrol atas alat-alat produksi, termasuk penentuan tenaga kerja manusia, berpindah-pindah dari tangan produsen primer kepada kelompok-kelompok yang tidak melakukan proses produktif itu sendiri. Namun kemudian Wolf juga mendefinisikan petani sebagai penduduk yang secara ekstensial terlibat dalam cocok tanam dan membuat keputusan yang otonom tentang proses cocok tanam, mencakup penggarapan atau penerima bagi hasil maupun pemilik-penggarap selama mereka ini berada pada posisi pembuat keputusan yang relevan tentang bagaimana pertumbuhan tanaman mereka.

Landsberger dan Alexandrov dalam Landsberger (1984) mendefinisikan bahwa petani adalah para tukang cocok tanam pedesaan yang menduduki posisi yang relatif rendah pada berbagai dimensi yang penting. Dimensi penting yang dimaksudkan disini adalah dimensi ekonomi dan politik. Dimensi ekonomi dan politik dapat dibagi ke dalam tiga rangkaian dimensi yang setara yakni pengendalian atas masukan ekonomi dan politik yang relevan, pengendalian proses transformasi dalam ekonomi dan politik, dan dimensi yang berkaitan dengan tingkat faedah dari keluaran (output) dari masing-masing sektor ini di masyarakat. Suatu contoh dalam hal masukan ekonomi, para tukang cocok tanam desa dapat diukur dari (1) jumlah masukan yang mereka kendalikan (tanah, modal, tenaga kerja); dan (2) kepastian dengan mana mereka mengendalikan masukan itu. Dalam hal proses transformasi, petani dapat melakukan partisipasi, kurang lebih dalam perumusan nyata keputusan-keputusan politik. Pada akhirnya petani, sedikit atau banyak, memperoleh keuntungan dari isi keputusan yang dibuat.

(22)

tentang statusnya yang sekarang dan perasaan adanya ancaman terhadap status di masa depan. Inkonsistensi status didefinisikan sebagai kedudukan yang relatif baik menurut satu karakteristik sementara tetap rendah menurut karakteristik lain, yang merupakan salah satu pencetus pemberontakan petani di Inggris di tahun 1831 dan di Perancis di tahun 1789. Dalam kedua kasus tersebut, perbaikan nasib petani telah terjadi dalam berbagai hal, namun di sisi lain justru hal tersebut lah yang membuat ketaksanggupan yang masih ada seperti dalam hal pajak perkawinan dan kerja bakti yang menyulitkan petani. Kemudian, kedudukan yang tak menguntungkan dibandingkan dengan yang lain –kemorosotan relatif- sedikitnya memainkan peranan di Mexico, dimana meningkatnya kontak dengan Amerika Serikat memungkinkan petani untuk membandingkan nasibnya dengan tetangganya dan akibatnya menjadi tidak puas. Dan yang terakhir adalah kemorosotan sehubungan dengan masa lalu atau yang diharapkan sekarang ataupun ancaman terhadapnya di masa depan, sebagaimana terjadi dalam kasus pemberontakan Pugachev.

Salah satu perubahan masyarakat yang dapat menghasilkan ketidakpuasan petani adalah penggusuran petani dan komunitas petani yang telah ada sebelumnya, pencaplokan hak-hak meraka oleh tuan-tuan tanah dan negara dalam suatu proses feodalisasi, yang akan membawa kepada perasaan merosotnya status petani. Kebijaksanaan pencaplokan serupa itu mungkin dicetuskan oleh perangsang-perangsang seperti keinginan untuk mengambil keuntungan dari kesempatan komersial dan teknik yang baru, atau dari tekanan negatif pada elite politik dan ekonomi, seperti kekalahan perang.

Rasa ketidakpuasan yang timbul tersebut kemudian mendorong petani untuk melakukan gerakan-gerakan perlawanan terhadap kondisi yang memarginalkan mereka. Landsberger dan Alexandrov dalam Landsberger (1984) mendefinisikan gerakan sebagai reaksi kolektif terhadap kedudukan rendah. Kedudukan rendah ini digambarkan sebagai petani yang posisinya selalu termarginalkan dari berbagai aspek, baik ekonomi maupun politik. Rasa-rasa ketidakpuasan inilah yang juga mendasari gerakan-gerakan petani yang ada di Indonesia seperti dalam kasus Serikat Petani Pasundan, SPPQT, kasus tanah Jenggawah, dan kasus petani di Desa Cisarua. Di negara-negara lain kondisi ini juga terlihat dalam gerakan-gerakan petani yang ada di negara India, Zimbabwe, dan Filipina.

Bentuk-bentuk dan Strategi Perlawanan Petani

(23)

pemerintah. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Aprianto (2008) yang menyatakan bahwa kelahiran gerakan sosial baru di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari hadirnya organisasi non pemerintah (Ornop) sebagai aktor kritis terhadap pembangunan di tingkat lokal, nasional dan internasional.

Terdapat dua pendekatan yang dilakukan oleh gerakan sosial dalam rangka memasuki ruang politik kenegaraan yakni, pertama, mendorong keterlibatan tokoh atau pemimpin dari gerakan sosial untuk memasuki ranah politik praktis dari tingkat yang paling rendah yaitu kepala desa maupun level eksekutif dan legislatif baik lokal maupun nasional. Kedua, menyiapkan upaya-upaya untuk melakukan intervensi dan mempengaruhi agenda-agendda negara dalam rangka pelaksanaan gerakan sosial. Atas alasan tersebut, berbagai serikat tani kemudian mendorong upaya untuk memasuki ranah politik praktis dalam rangka membuka peluang jalannya gagasan dari gerakan sosial. Hal ini pula lah yang dilakukan oleh petani-petani di Salatiga melalui SPPQT.

Hasil penelitian Purwandari (2006) menunjukkan bahwa pola perlawanan yang dikembangkan oleh organisasi petani SPPQT (Serikat Paguyuban Petani Qoryah Thoyibah) tidak dilakukan dengan mengubah struktur yang ada, melainkan mempergunakan struktur yang ada dan menjadi bagian dari sistem tersebut untuk kemudian memperbaiki sistem dari dalam. Perlawanan dilakukan terhadap kemapanan yang ada dengan cara memperkuat aliansi dan menjadi bagian dari agenda negara.Gerakan perlawanan yang dikembangkan SPPQT merupakan basis dekonstruksi sosial. Saat ini strategi yang dikembangkan adalah SPPQT mulai masuk dalam pembahasan APBD dan masuk dalam ranah politik. SPPQT mulai ambil bagian dalam proses pengambilan keputusan. Upaya yang saat ini dikembangkan adalah penguatan pola gerakan sebagai upaya mempengaruhi kebijakan lokal.

Selain itu juga terdapat perlawanan-perlawanan yang dilakukan secara kolektif melalui afiliasi dengan lembaga swadaya masyarakat dan lembaga hukum. Hafid (2001) menyatakan bahwa strategi perlawanan yang dilakukan oleh petani Jenggawah adalah perlawanan kolektif. Cara yang digunakan adalah dengan unjuk rasa. Selain itu, petani Jenggawah juga menguatkan jaringan dengan beberapa lembaga hukum dan LSM. Perlawanan petani dalam bentuk yang lebih radikal dan langsung yakni lewat aksi massa juga merupakan jalan yang dipilih petani. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Serikat Petani Pasundan (SPP). Aji (2005) menyatakan bahwa salah satu kewajiban anggota SPP adalah melakukan aksi massa. Beberapa aksi massa tersebut adalah reclaiming atau secara aktif melakukan penguasaan tanah, ekspansi anggota baru di lingkungan sekitarnya untuk menambah jumlah anggota OTL, dukungan solidaritas terhadap OTL-OTL yang lain melalui pengerahan massa, dan (d) aksi demonstrasi untuk mendesakkan isu-isu penyelesaian sengketa tanah dan reformasi agraria yang dilakukan secara bersama-sama dengan organisasi lain.

Strategi yang dilakukan SPP berbeda antara aksi massa yang dilakukan “di dalam” dengan aksi massa “di luar”. Sebagai suatu bentuk perlawanan langsung,

aksi massa “di dalam” seringkali dilakukan secara rahasia (underground), terutama aksi reclaiming yang mana mereka harus berhadapan dengan “preman perkebunan”, kepolisian, bahkan militer. Massa SPP ini tidak terlihat karena

(24)

gerakan-gerakannya. Sedangkan aksi massa “di luar” atau yang sering disebut dengan

demonstrasi dilakukan dengan cara sebaliknya. Aksi massa ini dilakukan secara terbuka dan justru menggalang kekuatan-kekuatan dari organisasi tani di luar SPP. Strategi aksi massa yang terbuka antara lain diperlihatkan pada jumlah massa yang sangat besar di tempat-tempat tertentu seperti kantor DPR, DPRD, di jalan-jalan protokol; sejumlah poster, baliho, bendera SPP, lagu-lagu perjuangan dan

menyebarkan “statement” yang terkait dengan tema aksi saat itu.

Hal ini juga dilakukan oleh gerakan-gerakan petani di Zimbabwe, India, dan Filipina. Kasus gerakan petani di India, Routledge (2005) menyatakan bahwa gerakan petani di India dipelopori oleh organisasi Narmada Bachao Andolan (NBA). NBA melancarkan dua bentuk perjuangan yang saling berkait. Pertama,

disebut dengan perlawanan wacana. Perang-perang kata ini meliputi kesaksian, lagu, syair dan naras (slogan-slogan), disertai riset serta analisis rinci tentang dampak waduk dan alternatif-alternatif pembangunan berkelanjutan. Kedua, dikenal dengan istilah perlawanan fisik. Taktik-taktik perjuagan mereka melebar menjangkau berbagai macam repetoar perlawanan, termasuk bentuk-bentuk konflik institusional dan ekstra-institusional, serta aneka metode aksi langsung non-kekerasan- mulai dari demonstrasi dan pawai, perkemahan dan pendudukan

satyagraha, puasa serta mogok makan.

Kemudian kasus gerakan petani di Filipina, Boras dan Franco (2005) menyatakan bahwa jenis-jenis aksi yang digunakan adalah dengan melakukan pendudukan tanah, pemogokan, demonstrasi jalan, aksi di tempat kerja dan dialog. Gerakan petani di Filipina juga diwakili oleh nama organisasi UNORKA (Koordinator Nasional Organisasi Lokal Rakyat Pedesaan Otonom). Aksi-aksi kolektif UNORKA tampil beragam mulai dari pendudukan tanah paksa sampai dialog, dari turun ke jalan sampai serangan-serangan legal, dari surat petisi sampai menyegel gerbang DAR (Departemen Reforma Agraria) untuk mendramatisasi protes mereka. Selanjutnya kasus yang terjadi di Zimbabwe, Moyo (2005) menyatakan bahwa perlawanan-perlawanan yang dilakukan oleh petani adalah dengan melakukan pendudukan tanah dan invansi. Invasi mencakup kunjungan sementara yang berlangsung hanya sekian hari, serta kunjungan sporadis yang berulang-ulang dan tidak diikuti aksi menetap berkepanjangan.

Namun kondisi sebaliknya, yakni perlawanan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan lokalistik terjadi pada kasus petani di Desa Cisarua. Kinseng dan Ariendi (2011) menyatakan bahwa bentuk perlawanan kecil yang dilakukan di Desa Cisarua ialah memperluas lahan garapan secara diam-diam dengan koordinasi yang dilakukan hanya berdasarkan asas sama tahu saja. Organisasi yang anonim, bersifat non formal, dengan bentuk perlawanan kecil dan sembunyi-sembunyi yang dilakukan setiap hari oleh petani Desa Cisarua dengan penuh kesabaran dan kehati-hatian serta berpura-pura bodoh dengan berpura-pura tidak mengetahui bahwa lahan yang mereka garap merupakan tanah HGU yang tidak boleh digarap oleh petani. Perjuangan yang dilakukan oleh petani ialah bersifat individual, tidak secara kolektif.

(25)

puasa, mogok makan, dialog, melancarkan serangan-serangan legal melalui surat petisi. Sedangkan perlawanan secara sembunyi-sembunyi dilakukan dalam bentuk perlawanan kecil secara diam-diam dan berpura-pura bodoh. Selain itu bentuk perlawanan tidak langsung dapat terlihat dengan memasuki ruang politik kenegaraan dan mempergunakan struktur yang ada dan menjadi bagian dari sistem tersebut untuk kemudian memperbaiki sistem dari dalam. Selain itu terdapat pula perlawanan yang dilakukan secara individual maupun kolektif serta perlawanan wacana dan perlawanan fisik. Perlawanan wacana meliputi perang-perang kata seperti kesaksian, lagu, syair, dan naras (slogan-slogan), disertai riset serta analisis rinci tentang dampak waduk dan alternatif-alternatif pembangunan berkelanjutan.

Faktor-faktor Munculnya Gerakan Petani

Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya masih menggantungkan penghidupannya pada sektor pertanian. Oleh karena itu lahan memegang peranan penting bagi kesejahteraan masyarakat. Lahan merupakan hal yang paling esensial dan keberadaannya seringkali diperebutkan oleh berbagai pihak, pada umumnya diwakili oleh tiga aktor yakni, masyarakat, negara, dan pihak swasta. Lahan merupakan bagian dari kajian agraria. Berbicara mengenai agraria di Indonesia tidak pernah terlepas dari historis Indonesia sejak dari zaman kolonialisme, era Orde Lama hingga Orde Baru. Era Orde Lama ditandai dengan lahirnya UUPA. Fauzi (1999) menyatakan bahwa berlakunya UUPA berusaha mengatasi dualisme hukum agraria masa kolonial, yakni: hukum yang berasal dari penjajah (kolonial), disebut juga Hukum Barat, dan hukum yang berasal dari adat asli Indonesia. Dengan UUPA, pemerintah, dan masyarakat pasca kolonial melaksanakan rekonstruksi bangunan politik agraria untuk pemenuhan tujuan-tujuan pendirian negara bangsa sebagaimana tercantum pada dokumen-dokumen dasar negara: Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. UUPA beserta peraturan-peraturan jabarannya, ingin mengubah kenyataan yang berkembang di masa kolonial. Yakni, menjamin hak rakyat petani atas sumber daya agraria (bumi, air, ruang angkassa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya) dan mengatur perolehan hasilnya agar rakyat menjadi makmur. Usaha ini disebut juga sebagai pembaruan agraria (land reform).

Fauzi (1999) dalam bukunya Petani dan Penguasa menyatakan bahwa pada masa selanjutnya terjadi perubahan penguasa politik (suksesi rezim) dari Orde Lama ke Orde Baru, yang berakibat pada berhentinya pelaksanaan populisme dan dimulainya skenario politik agraria yang baru yang merubah seluruh sendi-sendi

kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Retorika “Revolusi” dan praktek politik

agraria populis digantikan secara drastis dan dramatis oleh retorika

“Pembangunan” dan praktek politik agraria kapitalis. Strategi pembangunisme ini

dijalankan dengan mengaitkan diri dengan kapitalisme internasional, yang dilakukan dengan membuka diri terhadap agen-agen donasi internasional seperti

(26)

petani di dalam program land reform. Ketiga, penerapan kebijakan massa mengambang (floating mass) pada menjelang pemilu tahun 1971 dengan memotong hubungan massa pedesaan dengan partai-partai politik. Keempat, diundangkannya UUPD (Undang-undang Pemerintahan Desa) tahun 1979. Dan

kelima, terlibatnya unsur polisi dan militer di dalam pengawasan dinamika pembangunan desa. Pembangunan kapitalisme di sektor agraria terlihat dari dilaksanakannya program revolusi hijau, eksploitasi hutan dan agroindustri.

Pembangunan kapitalisme ini melahirkan konflik agraria dan aksi protes agraria. Terdapat sejumlah konflik utama yang meruyak: Pertama, pemerintah mewajibkan petani untuk mempergunakan unsur-unsur revolusi hijau, demi tercapai terjaganya swasembada beras. Kedua, perkebunan mengambil alih tanah tanah yang sebelumnya dikuasai oleh rakyat. Ketiga, terdapat sejumlah kasus dimana pemerintah melakukan pengambilalihan (penggusuran) tanah untuk apa

yang dinyatakan sebagai “program pembangunan” baik oleh pemerintah sendiri maupun swasta. Keempat, konfilik akibat eksploitasi hutan.

Berdasarkan sejarah panjang politik agraria di atas, terlihat bahwa landasan terciptanya konflik atas lahan di Indonesia yang terus terjadi hingga saat ini adalah hasil dari sebuah perencanaan panjang pada era Orde Baru yang secara sengaja mengaburkan agenda land reform. Hal tersebut berdampak pada terciptanya kondisi tumpang tindih kepemilikan lahan, perebutan lahan, penguasaaan lahan yang tidak seimbang, dan berbagai kondisi ketimpangan lainnya. Alexandrov dan Landsberger dalam Landsberger (1984) menyatakan bahwa permulaan suatu gerakan petani tidak hanya sendirinya mewakili suatu perubahan, tetapi merupakan konsekuensi dari perubahan yang mendahului sebagaimana halnya setiap kejadian historis. Gerakan petani tidak hanya terjadi secara simultan. Pembentukan gerakan petani dapat dilatarbelakangi oleh berbagai kejadian, diantaranya yakni: (a) kejadian jangka pendek yang mempercepat – kalah perang, pajak baru, sederetan panen yang gagal—sebagai hal yang berbeda dari perubahan jangka panjang dalam struktur sosial, ekonomi maupun politik: seperti kemorosotan aristokrasi yang berdasar feodal, pembukaan kemungkinan komersial dalam pertanian dan tendensi sentralistis pada pemerintah nasional, (b) perubahan pada fase pertama membawa akibat kepada kelas yang mendominasi petani dan baru kemudian diteruskan kepada petani, (c) perubahan-perubahan di sektor ekonomi dan (d) perubahan-perubahan obyektif.

(27)

mengindikasikan bahwa akar-akar pembangunan yang ditanamkan pada era Orde Baru tidak menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang sangat mendasar yakni permasalahan pendistribusian lahan secara adil dan merata, sebagaimana yang diamanahkan dalam UUPA Tahun 1960. Padahal kepemilikan dan penguasaan atas lahan mutlak diperlukan untuk pengembangan sektor pertanian.

Pergolakan agraria juga terjadi di beberapa negara belahan lain di dunia. Kondisi ini memperlihatkan bahwa permasalahan agraria bukan hanya menjadi agenda bangsa namun juga dunia. Boras dan Franco (2005) menyatakan bahwa pergolakan agraria di Filipina berpangkal dari periode kolonial Spanyol (1565-1898). Selama kurun waktu tiga setengah abad penjajahan Spanyol inilah, konsep kepemilikan privat individu sebesas-bebasnya atas tanah diperkenalkan. Konsep yang diperkenalkan pada abad-16 ini, membentuk landasan sosial dan ekonomi untuk perkembangan bertahap distribusi kepemilikan dan kontrol tanah yang sangat kacau balau. Selama kurun waktu tersebut terjadi pemberontakan-pemberontakan besar. Kondisi yang melatarbelakangi terjadinya pergolakan di Filipina tidak jauh berbeda dengan kondisi yang terjadi di Indonesia, yang sama-sama mengalami masa penjajahan yang sangat panjang. Pada masa tersebut Indonesia dan Filipina sebagai negara terjajah tidak memiliki kekuasaan untuk mengatur kepemilikan lahan bagi warga negaranya sendiri dan hal ini diperparah dengan langgengnya sistem tersebut di masa pemerintahan selanjutnya.

Hal yang sama juga terjadi di Zimbabwe. Moyo (2005) menyatakan bahwa di Zimbabwe, masyarakat sipil yang didominasi kaum perkotaan, termasuk gerakan ornop tidak pernah memprioritaskan agenda land reform, sementara masyarakat sipil pedesaan secara formal telah disisihkan dari debat pertanahan akibat mengalami kemiskinan berbasis kelas. Selain itu, prospek akan demokratisasi dan land reform egaliter di Zimbabwe pupus akibat perubahan arah kebijakan dari sosialisme ke neoliberalisme. Pemaksaan program-program penyesuaian struktural di seantero Afrika pada tahun 1980an dirasionalisasi

dengan penjelasan tentang adanya ‘krisis’ ekonomi politik di Afrika.

Selain itu, kondisi yang melatarbelakangi lahirnya permasalahan agraria juga dapat dipengaruhi oleh adanya adopsi budaya barat yang diinisiasi dalam bentuk proyek-proyek pembangunan, sebagaimana yang terjadi di India. Routledge (2005) menyatakan bahwa pergolakan di India terjadi bersamaan dengan pembangunan waduk raksasa, yang diasosiasikan sebagai wujud pembangunan berkelanjutan mengenai penanggulangan kemarau. Penerapan pembangunan kerap didahului oleh penciptaan abnormalitas di suatu tempat. Masalah-masalah ini karenanya membutuhkan profesionalisasi dan institusionalisasi praktek-praktek pembangunan. Hal ini terjadi melalui wacana pakar-pakar pembangunan, kolonisasi proses pembangunan oleh otoritas seperi otoritas Kontrol Narmada serta diperkuat dengan iming-iming manfaat dan kegunaan bagi calon pengguna dan penerima manfaat.

(28)

untuk melakukan perlawanan-perlawanan yang diwujudkan dalam bentuk tindakan-tindakan nyata, yang sering disebut sebagai gerakan petani. Petani secara mandiri mengorganisir dan melakukan perlawanan-perlawanan.

Hasil-hasil penelitian di atas menunjukan bahwa banyak hal yang melatarbelakangi lahirnya perlawanan-perlawanan yang dilakukan oleh petani. Diantaranya adalah keterbatasan akses dan penguasaan lahan akibat dilegitimasinya lahan petani oleh pihak pemerintah maupun swasta atau dengan kata lain kebijakan pemerintah tidak berpihak kepada nasib petani. Kondisi ini memperlihatkan bahwa land reform tidak menjadi primadona dalam agenda pemerintah yang berakibat pada terjadinya tumpang tindih kepemilikan lahan dan dominasi penguasaan lahan oleh sejumlah pihak yang berkuasa. Hal ini diperkuat dengan belum adanya perubahan kebijakan yang tegas atas proses pembangunan yang tidak adil. Perlawanan-perlawanan yang mencuat juga dapat disebabkan oleh adanya proses adopsi budaya barat yang diinisiasi dalam bentuk proyek-proyek pembangunan yang telah merasuki di hampir semua negara-negara dunia ketiga.

Bentuk-bentuk Peran Perempuan

Peranan perempuan meliputi banyak hal, baik dalam rumah tangga, bidang pertanian, perkebunan, dan gerakan-gerakan sosial. Wahyuni (2007) menyatakan bahwa keterlibatan perempuan dalam kegiatan pertanian tidak saja menjadi bagian terbesar dari tenaga kerja di sektor pertanian, tetapi perempuan juga memiliki pengetahuan dan keterampilan utama dalam kegiatan pekerjaan pertanian. Secara tradisional perempuan memiliki keterampilan memilih benih padi yang baik dan menyimpannya untuk ditanam pada musim tanam berikutnya. Perempuan juga mampu memilih lahan yang cocok untuk budidaya pertanian. Mereka juga mampu memilih tanaman yang cocok untuk pengobatan. Kemampuan tersebut dipelajari para perempuan untuk kebutuhan bertahan hidup keluarganya. Kodrat perempuan sebagai yang melahirkan anak membuat perempuan menjadi produsen primer dan pekerja pemeliharaan. Peran perempuan diidentifikasi dengan alam dan pemelihara kehidupan, sedangkan laki-laki identik dengan pengelola kebudayaan. Identifikasi ini mengakibatkan perempuan diberi peran di sektor domestik, mengurus rumah tangga dan laki-laki dalam peran publik, mengurus berbagai hal yang berhubungan dengan sektor produksi.

Kemudian Sukesi (1995) menyatakan bahwa dalam perkebunan tebu rakyat, wanita menunjukkan peran kerja yang nyata, baik pekerjaan pengelolaan maupun pekerjaan fisik. Keterampilan kerjanya tidak berbeda dengan pekerja pria, namun ruang geraknya dibatasi oleh nilai-nilai gender di rumah tangga dan di perkebunan tebu. Curahan kerja wanita diperlukan terutama dalam kedudukan sebagai pekerja keluarga dan buruh tani. Di rumah tangga, wanita mendominasi pekerjaan rumah tangga dan melakukan pekerjaan jasa bagi terlaksananya produksi tebu, namun kurang mendapat perhatian. Kekuasaan wanita nyata tetapi sebatas rumah tangga dan pengelolaan tanaman pangan yang subsisten.

(29)

Dalam kasus tanah Jenggawah, terlihat bahwa perempuan juga ikut andil dalam proses pengambilan keputusan, dalam hal ini diidentikkan dengan menggunakan pertimbangan hati nurani. Sehingga komposisi antara laki-laki dan perempuan akan melahirkan komposisi strategis yang harmonis. Perempuan juga berperan dalam mobilisasi massa dan dalam mengomunikasikan perjuangan-perjuangan yang mereka lakukan kepada sesama perempuan lainnya. Selain itu, kehadiran perempuan juga memperkuat kesan bahwa persoalan menuntut hak oleh petani Jenggawah bukan hanya persoalan kaum pria saja. Perjuangan tersebut tidak semata persoalan politis, tetapi sudah masuk pada persoalan keluarga dan urusan perut anak-anaknya.

Tidak hanya sebatas itu, perempuan juga terlibat dalam gerakan-gerakan sosial yang meliputi aspek-aspek yang lebih luas. Suryochondro (1995) dalam tulisannya memaparkan gerakan-gerakan wanita di beberapa negara. Gerakan wanita di Inggris memperjuangkan perolehan hak pilih. Di Amerika, setelah Revolusi Amerika berakhir (1861-1863) kaum wanita mulai ikut bergerak dalam rangka pembaharuan kehidupan agama. Selain itu, kaum wanita juga berperan dalam gerakan anti perbudakan yang dimulai tahun 1830. Kemudian, gerakan wanita di Jepang dimulai pada abad ke-19 yang menuntut persamaan hak pria dan wanita dalam keluarga dan masyarakat, peningkatan kesempatan pendidikan bagi wanita, penghapusan sistem selir, dan penghapusan perizinan pelacuran. Di India, yang menjadi jajahan Inggris sejak tahun 1857 dan memperoleh kemerdekaan tahun 1947, timbuk gerakan wanita yang bergandengan dengan gerakan kemerdekaan. Dalam hal ini Mahatma Gandhi sangat berjasa dengan mendorong wanita berpartisipasi dalam perjuangan memperoleh kemerdekaan bangsa. Dan terakhir gerakan wanita di Filipina sangat dipengaruhi oleh kekuasaan politik. Sedangkan di Indonesia pada awal pergerakan perempuan berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan dengan mengusung semangat nasionalisme.

(30)

1. Ikut ambil bagian dalam musyawarah keluarga dan berani memutuskan sikap menghadapi persoalan-persoalan keluarga dan persoalan kampungnya.

2. Ikut ambil bagian dalam musyawarah keluarga dan musyawarah kampungnya menentukan sikap dalam pengelolaan organisasi SPP.

3. Ikut ambil bagian dalam musyawarah kampungnya dan menentukan sikap apa yang harus diambil dalam musyawarah tersebut.

4. Ikut ambil bagian dan berperan aktif dalam musyawarah-musyawarah di kampungnya dari tingkat kelompok, kampung, desa, kabupaten dan tingkat nasional.

5. Bersama-sama dengan petani laki-laki, pemuda dan pihak lain mengurus organisasi SPP dan melakukan pembagian kerja yang adil sehingga organisasi tertata dan terkelola dengan baik.

6. Ikut ambil bagian dalam merumuskan dan melaksanakan kerja-kerja organisasi SPP yang telah disepakati bersama.

7. Bersama-sama dengan petani lainnya baik laki-laki dan perempuan belajar bersama dalam mengelola organisasi dan mengelola desanya.

8. Ikut ambil bagian dalam upaya penyelesaian sengketa agraria di desanya melalui organisasi SPP dan pemerintahan desa.

9. Memperkuat peran-peran perempuan dalam organisasi, misalnya membuat kegiatan-kegiatan khusus perempuan, contohnya: pengajian perempuan, pendidikan ibu-ibu, diskusi, dan lain-lain.

Dari penjelasan kasus di atas, terlihat bahwa peranan perempuan pada nyatanya sangat esensial dan beragam. Terlihat bahwa perempuan berperan dalam proses pengembangan pertanian, beperan dalam bidang perkebunan, gerakan-gerakan petani dan gerakan-gerakan-gerakan-gerakan sosial. Peranan perempuan di berbagai bidang ini menggugat pemikiran-pemikiran pihak yang mengsubordinatkan peranan perempuan.

Peran Gender

Peran merupakan suatu status yang dijalankan oleh seorang individu yang berada pada suatu kelompok atau situasi sosial tertentu. Maksud dari peran gender menurut Hubeis (2010):

Peran gender menampilkan kesepakatan pandangan dalam masyarakat dan budaya tertentu perihal ketepatan dan kelaziman bertindak untuk seks tertentu (jenis kelamin tertentu) dan masyarakat tertentu”.

(31)

dalam tiga peran pokok, yaitu peran reproduktif (domestik), peran produktif (publik) dan peran sosial (masyarakat), Hubeis (2010):

1) Peran Reproduktif (domestik)

Merupakan peran yang dilakukan seseorang untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan pemeliharaan sumber daya insani (SDI) dan tugas kerumahtanggaan. Tidak jarang kegiatan reproduktif ini tidak dianggap sebagai suatu pekerjaan yang konkret dan tidak diperhitungkan sebagai kerja produktif yang menghasilkan pendapatan.

2) Peran Produktif

Merupakan peran yang menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa perihal kebedaan tanggung jawab antara laki-laki dengan perempuan. Misalnya laki-laki identik melakukan pekerjaan yang berat dengan menggunakan bantuan mesin, sedangkan perempuan melakukan pekerjaan yang ringan.

3) Peran Masyarakat (sosial)

Peran masyarakat terkait dengan kegiatan jasa partisipasi politik. Kegiatan jasa masyarakat banyak yang bersifat relawan dan biasanya dilakukan oleh perempuan. Sedangkan kegiatan politik di masyarakat terkait dengan status dan kekuasaan seseorang, sehingga pada umumnya dilakukan oleh laki-laki. Terdapat klasifikasi tiga peran gender (Hubeis 2010):

Tabel 1 Klasifikasi peran gender

Gender Reproduktif Produktif Sosial

(32)

1) Profil Aktivitas

Profil aktivitas didasarkan pada pembagian kerja gender yang dapat dilihat dari profil kegiatan. Profil ini mencakup informasi mengenai siapa yang melakukan kegiatan, kapan, dan dimana kegiatan dilaksanakan, berapa frekuensi dan waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut, dan berapa pendapatan yang dihasilkan dari kegiatan tersebut. Analisis pembagian kerja pada penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi peran perempuan dalan sistem penghidupan penduduk dan dalam gerakan petani.

2) Profil Akses dan Kontrol

Akses adalah kesempatan untuk menggunakan sumber daya maupun hasilnya tanpa memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Selanjutnya kontrol adalah penguasaan atau kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya. Profil akses dan kontrol (peluang dan penguasaan) terhadap sumber daya mencakup informasi mengenai siapa yang mempunyai peluang dan penguasaan terhadap sumber daya fisik atau material, pasar komoditas dan pasar kerja, dan sumber daya sosial-budaya. Berikutnya, profil peluang dan penguasaan terhadap manfaat mencakup informasi mengenai siapa yang mempunyai peluang dan penguasaaan atas hasil pendapatan, kekayaan bersama, kebutuhan dasar, pendidikan, prestise, dan seterusnya.

Akses dan kontrol juga dapat dilihat dari tinggi rendahnya partisipasi. Aksesbilitas dapat diukur dengan partisipasi kuantitatif, yaitu berapa jumlah laki-laki dan perempuan yang berperanserta dalam lembaga tertentu dengan kedudukan dan tugas apa. Selanjutnya kontrol diukur dengan partisipasi kualitatif yaitu bagaimana peranan laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan kebijakan di dalam sistem penghidupan penduduk dan gerakan petani. Kegunaan analisis ini adalah untuk memperlihatkan hierarki wewenang, pengambilan keputusan dan peran serta perempuan. Selain itu pola pengambilan keputusan dalam keluarga juga dapat digunakan untuk melihat siapa yang bertanggung jawab untuk apa dan siapa memperoleh manfaat apa.

3) Faktor-faktor pengaruh

(33)

Kerangka Penelitian

Gerakan petani merupakan bentuk perlawanan petani terhadap sistem yang dengan sengaja berupaya untuk mengambil hak petani atas tanah. Gerakan petani dilakukan atas dasar kesadaran petani dan rasa kepemilikan atas tanah yang telah menghidupi keluarga dan orang banyak. Oleh karena itu, gerakan petani melibatkan seluruh pihak dan seluruh lapisan dari masyarakat, laki-laki dan perempuan. Peran-peran yang diambil atau diberikan kepada perempuan dalam gerakan petani berhubungan dengan peran perempuan dalam sistem penghidupan penduduk. Peran perempuan dalam sistem penghidupan penduduk mencakup tiga peran, yakni: peran reproduktif, peran produktif, dan peran sosial (masyarakat).

(34)

Perkembangan

(35)

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini dapat disajikan sebagai berikut:

1. Diduga terdapat hubungan nyata antara peran perempuan dalam kegiatan reproduktif, produktif, dan sosial masyarakat petani dengan peran perempuan dalam gerakan petani.

2. Diduga terdapat hubungan nyata antara akses (kesempatan) perempuan terhadap sumber daya dan manfaat dengan peran perempuan dalam gerakan petani.

3. Diduga terdapat hubungan nyata antara kontrol (penguasaan) perempuan terhadap sumber daya dan manfaat dengan peran perempuan dalam gerakan petani.

Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan definisi yang digunakan oleh peneliti dalam mengukur variabel-variabel yang diteliti. Adapun definisi operasional yng digunakan adalah sebagai berikut:

1. Pembagian kerja reproduktif adalah pembagian kerja gender yang dapat dilihat dari profil kegiatan peran yang dilakukan seseorang untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan pemeliharaan sumberdaya manusia dan tugas kerumahtanggaan. Adapun aktivitas reproduktif dalam penelitian ini adalah berbelanja kebutuhan rumah sehari-hari, memilih pangan yang akan dikonsumsi, memasak, membereskan rumah, menyetrika pakaian, mengasuh anak-anak, merawat orang sakit, dan mencuci pakaian. Skala pengukuran yang dipakai adalah skala nominal yang terbagi menjadi tiga kategori yakni:

- Dominan laki-laki, apabila laki-laki melakukan sebagian atau lebih pekerjaan reproduktif tertentu.

- Dominan perempuan, apabila perempuan melakukan sebagian atau lebih pekerjaan reproduktif tertentu.

- Bersama, apabila laki-laki dan perempuan melakukan sebagian atau lebih pekerjaan reproduktif tertentu.

2. Pembagian kerja produktif adalah pembagian kerja gender yang dapat dilihat dari profil kegiatan peran yang menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa perihal kebedaan tanggung jawab antara laki-laki dengan perempuan. Kerja produktif dalam penelitian ini terdiri dari lima kategori, yakni pertanian komoditas cabai keriting, pertanian komoditas melon, perdagangan, peternakan, dan lain-lainnya terkait bidang jasa. Masing-masing kategori pada pembagian kerja produktif akan dijabarkan dalam bentuk pertanyaan yang terangkum dalam kuesioner. Berikut aktivitas produktif pada berbagai sektor:

(36)

mengendalikan hama dan penyakit, melakukan pemupukan sususlan, dan memetik hasil panen.

 Pertanian komoditas melon: mengolah lahan, membersihkan lahan, mencangkul, melakukan pemupukan dasar, menanam, menyiram tanaman, menyiang tanaman, mengendalikan hama/menyemprot pestisida, memupuk tanaman, memetik hasil panen, dan menjarang buah.

 Perdagangan: menjaga toko/warung/berjualan di pasar, membeli barang/bahan baku, membuat produk, dan mengatur keuangan.  Peternakan: membersihkan kandang, menyiapkan makan ternak,

menggembalakan ternak, merawat ternak, dan melakukan pemasaran hasil.

 Sektor jasa: mengajar, menarik ojek, kuli bangunan, bekerja di pabrik, bekerja di kantor.

Skala pengukuran yang digunakan adalah skala nominal. Variabel pembagian kerja produktif dibagi menjadi tiga kategori, yakni: - Dominan laki-laki, apabila laki-laki melakukan sebagian atau lebih

jenis pekerjaan produktif tertentu.

- Dominan perempuan, apabila perempuan melakukan sebagian atau lebih jenis pekerjaan produktif tertentu.

- Bersama, apabila laki-laki dan perempuan melakukan sebagian atau lebih jenis pekerjaan produktif tertentu.

3. Pembagian kerja sosial adalah pembagian kerja gender yang dapat dilihat dari profil kegiatan peran masyarakat terkait dengan kegiatan sosial dan jasa partisipasi politik. Aktivitas sosial dalam penelitian ini adalah kegiatan keagamaan, kegiatan PNPM, kegiatan kelompok tani/Gapoktan, gotong-royong, rapat RT/lainnya, penyuluhan pertanian, dan hajatan. Skala pengukuran yang dipakai adalah skala nominal yang terbagi menjadi tiga kategori yakni:

- Dominan laki-laki, apabila laki-laki melakukan sebagian atau lebih pekerjaan sosial tertentu.

- Dominan perempuan, apabila perempuan melakukan sebagian atau lebih pekerjaan sosial tertentu.

- Bersama, apabila laki-laki dan perempuan melakukan sebagian atau lebih pekerjaan sosial tertentu.

4. Akses terhadap sumberdaya fisik adalah kesempatan untuk menggunakan sumber daya fisik/material maupun hasilnya tanpa memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Sumberdaya fisik diantaranya adalah lahan pertanian, modal uang untuk kebutuhan keluarga, modal uang untuk kegiatan pertanian, sarana produksi pertanian, dan hasil pertanian. Skala pengukuran yang dipakai adalah skala nominal yang terbagi menjadi tiga kategori yakni: - Laki-laki, apabila laki-laki memiliki kesempatan untuk menggunakan

sebagian atau lebih sumberdaya fisik/material tertentu.

- Perempuan, apabila perempuan memiliki kesempatan untuk menggunakan sebagian atau lebih sumberdaya fisik/material tertentu. - Bersama, apabila laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan untuk

(37)

5. Akses terhadap sumberdaya sosial-budaya adalah kesempatan untuk menggunakan sumber daya sosial-budaya tanpa memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Sumberdaya sosial-budaya adalah mengeyam pendidikan, mengikuti penyuluhan pertanian, mengikuti penyuluhan lainnya, ikut menentukan komoditas tanaman, dan ikut menentukan strategi pengelolaan pertanian. Skala pengukuran yang dipakai adalah skala nominal yang terbagi menjadi tiga kategori yakni:

- Laki-laki, apabila laki-laki memiliki kesempatan untuk menggunakan sebagian atau lebih sumberdaya sosial-budaya tertentu.

- Perempuan, apabila perempuan memiliki kesempatan untuk menggunakan sebagian atau lebih sumberdaya sosial-budaya tertentu. - Bersama, apabila laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan untuk

menggunakan sebagian atau lebih sumberdaya sosial-budaya tertentu. 6. Akses terhadap pasar komoditas dan tenaga kerja adalah kesempatan untuk

menggunakan sumber daya pasar komoditas dan tenaga kerja tanpa memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Sumberdaya pasar komoditas dan tenaga kerja adalah menyediakan (membeli) bibit dan saprotan, menentukan waktu penjualan, menentukan tempat penjualan, menentukan jumlah komoditas yang akan dijual, menentukan jumlah buruh tani, pengelolaan usaha pertanian, dan pengelolaan usaha non pertanian. Skala pengukuran yang dipakai adalah skala nominal yang terbagi menjadi tiga kategori yakni:

- Laki-laki, apabila laki-laki memiliki kesempatan untuk menggunakan sebagian atau lebih sumberdaya pasar komoditas dan tenaga tertentu. - Perempuan, apabila perempuan memiliki kesempatan untuk

menggunakan sebagian atau lebih sumberdaya pasar komoditas dan tenaga tertentu.

- Bersama, apabila laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan untuk menggunakan sebagian atau lebih sumberdaya pasar komoditas dan tenaga tertentu.

7. Akses terhadap manfaat adalah kesempatan untuk menggunakan hasil pendapatan, kekayaan bersama, kebutuhan dasar, pendidikan, prestise, dan lain-lain tanpa memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Sumberdaya manfaat adalah hasil pendapata, kekayaan bersama, kebutuhan dasar, dan pendidikan di keluarga. Skala pengukuran yang dipakai adalah skala nominal yang terbagi menjadi tiga kategori yakni:

- Laki-laki, apabila laki-laki memiliki kesempatan untuk menggunakan sebagian atau lebih hasil pendapatan, kekayaan bersama, kebutuhan dasar, pendidikan, dan prestise.

- Perempuan, apabila perempuan memiliki kesempatan untuk menggunakan sebagian atau lebih hasil pendapatan, kekayaan bersama, kebutuhan dasar, pendidikan, dan prestise.

(38)

8. Kontrol terhadap sumberdaya fisik/material adalah penguasaan atau kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya fisik atau material. Sumberdaya fisik diantaranya adalah lahan pertanian, modal uang untuk kebutuhan keluarga, modal uang untuk kegiatan pertanian, sarana produksi pertanian, dan hasil pertanian. Skala pengukuran yang dipakai adalah skala nominal yang terbagi menjadi tiga kategori yakni:

- Laki-laki, apabila laki-laki memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan atas sebagian atau lebih sumberdaya fisik/material tertentu. - Perempuan, apabila perempuan memiliki kewenangan untuk

mengambil keputusan atas sebagian atau lebih sumberdaya fisik/material tertentu.

- Bersama, apabila laki-laki dan perempuan memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan atas sebagian atau lebih sumberdaya fisik/material tertentu.

9. Kontrol terhadap sumberdaya sosial-budaya adalah penguasaan atau kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan sumberdaya sosial-budaya. Sumberdaya sosial-budaya adalah mengeyam pendidikan, mengikuti penyuluhan pertanian, mengikuti penyuluhan lainnya, ikut menentukan komoditas tanaman, dan ikut menentukan strategi pengelolaan pertanian. Skala pengukuran yang dipakai adalah skala nominal yang terbagi menjadi tiga kategori yakni:

- Laki-laki, apabila laki-laki memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan atas sebagian atau lebih sumberdaya sosial-budaya tertentu. - Perempuan, apabila perempuan memiliki kewenangan untuk

mengambil keputusan atas sebagian atau lebih sumberdaya sosial-budaya tertentu.

- Bersama, apabila laki-laki dan perempuan memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan atas sebagian atau lebih sumberdaya sosial-budaya tertentu.

10.Kontrol terhadap pasar komoditas dan tenaga kerja adalah penguasaan atau kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan pasar komoditas dan tenaga kerja. Sumberdaya pasar komoditas dan tenaga kerja adalah menyediakan (membeli) bibit dan saprotan, menentukan waktu penjualan, menentukan tempat penjualan, menentukan jumlah komoditas yang akan dijual, menentukan jumlah buruh tani, pengelolaan usaha pertanian, dan pengelolaan usaha non pertanian. Skala pengukuran yang dipakai adalah skala nominal yang terbagi menjadi tiga kategori yakni: - Laki-laki, apabila laki-laki memiliki kewenangan untuk mengambil

keputusan atas sebagian atau lebih sumberdaya pasar komoditas dan tenaga kerja tertentu.

- Perempuan, apabila perempuan memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan atas sebagian atau lebih sumberdaya pasar komoditas dan tenaga kerja tertentu.

(39)

11.Kontrol terhadap manfaat adalah penguasaan atau kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas hasil pendapatan, kekayaan bersama, kebutuhan dasar, pendidikan, prestise, dan lain-lain. Sumberdaya manfaat adalah hasil pendapata, kekayaan bersama, kebutuhan dasar, dan pendidikan di keluarga. Skala pengukuran yang dipakai adalah skala nominal yang terbagi menjadi tiga kategori yakni:

- Laki-laki, apabila laki-laki memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan atas sebagian atau lebih hasil pendapatan, kekayaan bersama, kebutuhan dasar, pendidikan, dan prestise.

- Perempuan, apabila perempuan memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan atas sebagian atau lebih hasil pendapatan, kekayaan bersama, kebutuhan dasar, pendidikan, dan prestise.

- Bersama, apabila laki-laki dan perempuan memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan atas sebagian atau lebih hasil pendapatan, kekayaan bersama, kebutuhan dasar, pendidikan, dan prestise.

12.Tingkat keterlibatan perempuan dalam gerakan petani adalah pembagian kerja gender yang dapat dilihat dari profil kegiatan-kegiatan gerakan petani. Kegiatan dalam gerakan petani dapat dibagi ke dalam tiga kategori besar yakni:

 Kegiatan dalam internal PPLP-KP: proses inisiasi pembentukan PPLP, diskusi terkait rencana pertambangan di awal pembentukan PPLP, memberi pendapat ketika diskusi berlangsung, mengambil keputusan ketika menentukan sikap terkait rencana pertambangan, dan kegiatan perayaan hari terbentuknya PPLP-KP.

 Kegiatan diskusi dan menjalin solidaritas: diskusi tentang perjuangan masyarakat di kampus-kampus, pementasan teater di kampus Atma Jaya, diskusi tentang perjuangan masyarakat di beberapa kumpulan masyarakat yang juga memperjuangkan lahan pertaniannya, pementasan teater di kampus Universitas Gadjah Mada, kunjungan ke Kebumen dalam rangka menjalin solidaritas,

pembentukan kesenian teater “unduk gurun”, pembentukan FKMA

(Forum Komunikasi Masyarakat Agraris), diskusi di Gerbang Revolusi, Garongan, menjalin solidaritas dengan seniman, menjalin solidaritas dengan agamawan, menjalin solidaritas dengan akademisi, kampanye di dunia maya, menjalin solidaritas dengan masyarakat pendukung penolakan penambangan pasir besi yang bertempat di Australia, dan menjalin solidaritas dengan CAF

(Casual Anarchist Federalism) yang berada di Inggris.

(40)

Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal yang terbagi menjadi tiga kategori, yakni:

- Tinggi, apabila skor total variabel pada setiap jenis kegiatan berada pada rentang 1-3

- Sedang, apabila skor total variabel pada setiap jenis kegiatan berada pada rentang 4-6

- Rendah, apabila skor total variabel pada setiap jenis kegiatan berada pada rentang 7-9

13.Tingkat akses perempuan terhadap gerakan petani adalah kesempatan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan gerakan petani. Akses terhadap kegiatan kegiatan dalam gerakan petani diantaranya adalah kesempatan untuk mengikuti diskusi-diskusi terkait rencana penolakan penambangan pasir besi, kesempatan untuk mengikuti pertemuan dengan kelompok gerakan petani lainnya, kesempatan untuk mengikuti diskusi dengan kelompok gerakan petani lainnya, kesempatan untuk menjalin solidaritas dengan kelompok gerakan petani lainnya, kesempatan untuk menjalin solidaritas dengan individu-individu lainnya (seniman, agamawan, dan akademisi), kesempatan untuk mengikuti aksi-aksi, demonstrasi, atau kampanye, dan kesempatan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan gerakan petani lainnya (pementasan drama, pencegatan pihak penambang, dll). Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal yang terbagi menjadi tiga kategori, yakni:

- Tinggi, apabila skor total variabel berada pada rentang 6-8 - Sedang, apabila skor total variabel berada pada rentang 9-11 - Rendah, apabila skor total variabel berada pada rentang 12-14

14.Tingkat kontrol perempuan terhadap gerakan petani adalah penguasaan atau kewenangan penuh perempuan untuk mengambil keputusan atas kegiatan-kegiatan gerakan petani. Kontrol terhadap kegiatan kegiatan dalam gerakan petani diantaranya adalah kewenangan untuk mengikuti diskusi-diskusi terkait rencana penolakan penambangan pasir besi, kewenangan untuk mengikuti pertemuan dengan kelompok gerakan petani lainnya, kewenangan untuk mengikuti diskusi dengan kelompok gerakan petani lainnya, kewenangan untuk menjalin solidaritas dengan kelompok gerakan petani lainnya, kewenangan untuk menjalin solidaritas dengan individu-individu lainnya (seniman, agamawan, dan akademisi), kewenangan untuk mengikuti aksi-aksi, demonstrasi, atau kampanye, dan kewenangan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan gerakan petani lainnya (pementasan drama, pencegatan pihak penambang, dll). Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal yang terbagi menjadi tiga kategori, yakni:

Gambar

Gambar 1   Kerangka penelitian hubungan peran perempuan dalam  sistem penghidupan penduduk
Tabel 2
Tabel 3 Pembagian peran reproduktif laki-laki dan perempuan Desa Bugel, 2014
Tabel 4 Pembagian kerja produktif laki-laki dan perempuan Desa Bugel pada
+7

Referensi

Dokumen terkait

Program pembinaan olahraga yang berkesinambungan melalui Kelompok Berlatih Olahraga (KBO) yang lebih memadai, adalah merupakan kegiatan pembinaan kesegaran jasmani yang lebih

Barang ba)aan disimpan di 3CFs untuk diantar ke gerbang dengan cepat. 3FCs adalah kendaraan tanpa manusia yang mampu membongkar dan memuat barang tanpa mengehntikan gerakannya.

yang dilakukan pada tanggal, 12 Februari 2017 di SMA Negeri 1 Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat tentang pembelajaran mengonversi teks negosiasi di

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana penerapan metode cooperative learning tipe talking chips

Penilaian sebaiknya didasarkan pada sejumlah hasil produk yang relevan dengan kompetensi yang diukur, selain itu penilaian juga sebaiknya didasarkan pada seluruh aspek kompetensi

Adapun pengertian dari mineralogi yaitu suatu kajian ilmu dari ilmu geologi yang mempelajari mengenai mineral, baik dalam bentuk individu maupun dalam suatu

Setiap peserta ujian Kelompok IPA-D3-S1 hanya dapat memilih satu program studi sarjana pada jenis program studi IPA Asal Diploma yang bersesuaian dengan bidang

Dari latar belakang diatas, penulis melakukan penelitian berupa pengenalan gender berdasarkan parameter fitur atau matriks ( features-based ) pada wajah dengan menggunakan