• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan semut dalam pengendalian hayati

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Oryctes rhinoceros

2.4 Peranan semut dalam pengendalian hayati

de Bach (1974) mendefinisikan pengendalian hayati sebagai pengaturan populasi organisme dengan musuh-musuh alami sehingga kepadatan populasi organisme tersebut berada di bawah populai rata-ratanya dibandingkan bila tanpa pengendalian. Pengendalian hayati sebagai komponen utama Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada dasarnya adalah pemanfaatan dan penggunaan musuh alami untuk mengendalikan populasi hama. Pengendalian hayati sangat dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan dasar ekologi terutama teori tentang pengaturan populasi oleh pengendali alami dan keseimbangan ekosistem. Hubungan fungsional antara hama dan musuh alaminya akan berlangsung dengan baik apabila memenuhi beberapa persyaratan yaitu: a) musuh alami dapat menemukan inang atau mangsa, b) jumlah minimal populasi musuh alami mampu membunuh inang atau mangsa, c) sinkronisasi dan fenologi antara musuh alami dengan inang atau mangsa, d) selalu tersedia pakan bagi agens hayati untuk dapat bertahan hidup (de Bach 1974).

Semut sebagai salah satu serangga yang menghuni suatu ekosistem mempunyai banyak peranan penting, yaitu dapat berperan sebagai polinator dan penyebaran biji, dan juga sebagai predator pada serangga herbivor (Rizal et al.

2011; Konopik et al. 2014). Semut merupakan hewan yang sangat peka terhadap perubahan dan gangguan yang ada pada suatu habitat. Perubahan serta gangguan habitat mampu mengubah komposisi spesies semut yang ada sehingga berpengaruh terhadap perubahan interaksi tropik dan jaring makanan yang ada pada ekosistem tersebut (Philpot et al. 2010). Semut-semut invasif seperti semut

A. gracilipes penyebarannya sering mendominasi komunitas semut lain dan mengungguli spesies semut asli dalam perolehan sumber daya. Invasi oleh semut ini secara ekologis dapat merusak dan mempengaruhi berbagai taksa, terutama semut asli yang ada di ekosistem tersebut (Drescher et al., 2011). Hasil penelitian Rubiana (2014) menyatakan bahwa modifikasi dan transformasi habitat dari hutan menjadi perkebunan sawit menyebabkan perubahan terhadap struktur komunitas semut. Fayle et al. (2010) menyatakan bahwa konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit, menurunkan keanekaragaman spesies hingga 74%. Keanekaragaman semut pada perkebunan kelapa sawit dinilai lebih tinggi dibanding perkebunan karet, hutan sekunder dan hutan primer serta didominasi oleh semut predator dan omnivor (Rubiana et al., 2015).

Pemanfaatan semut sebagai salah satu agens hayati telah dilakukan sejak tahun 300-an M. Bangsa Cina menggunakan semut rangrang (Oecophylla smaragdina) untuk melindungi tanaman jeruk Mandarin mereka dari serangan hama. Semut Oecophylla mampu mengurangi populasi hama pada mangga di Australia, jeruk di Vietnam, dan kakao serta kelapa di Asia dan Afrika (Peng dan Christian 2010). Way dan Khoo (1992) menyebutkan bahwa semut rangrang (O.

smaragdina) menjadi musuh alami pada sekitar 16 spesies hama yang menyerang tanaman kakao, kelapa, kelapa sawit, mangga, eukaliptus dan jeruk. Perilaku agresif semut rangrang dalam mempertahankan daerah teritorialnya membuat semut ini berpotensi besar sebagai agens hayati.

Semut hitam Dolichoderus thoracicus, juga merupakan predator yang potensial menekan serangan hama Helopeltis sp. di perkebunan kakao di Sulawesi

(Anshary dan Pasaru 2008). Herlinda et al. (2014) mendapatkan semut Solenopsis germinata dan Polyrhachis sp. sebagai predator yang melimpah pada pertanaman padi di sawah pasang surut di Sumatera Selatan. Semut Solenopsis germinata ini juga merupakan predator yang potensial untuk hama keong mas di Philipina.

Dalam waktu dua hari semut ini mampu memakan 50% telur-telur keong mas yang menempel di daun padi. Subagiya (2013) mendapatkan semut S. germinata mampu mematikan larva-larva dari penggerek batang padi sebanyak 34%.

Di perkebunan kelapa sawit, semut rangrang juga merupakan predator yang potensial dalam mengendalikan UPDKS (Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit). Falahudin (2013) dan Nurdiansyah (2016) mendapatkan bahwa semut rangrang (Oecophylla smaragdina) mampu memangsa ulat api (Setora nitens) dengan tingkat pemangsaan yang cukup baik. Semut yang paling dominan berada di perkebunan kelapa sawit adalah semut gila (Anoplolepis gracilipes). Semut ini membentuk koloni besar pada perkebunan kelapa sawit dan dapat mempengaruhi sebagian besar arthropoda dan vertebrata yang ada di perkebunan kelapa sawit (Asyifa et al. 2015; Wang dan Foster 2015). Diperkirakan semut yang ada di perkebunan kelapa sawit berjumlah sekitar 110 spesies (Brühl dan Eltz 2010;

Fayle et al. 2010). Kelimpahan semut pada tanaman kelapa sawit yang pohonnya tinggi (4 m) lebih berlimpah daripada pohon yang lebih rendah (2 m). Hal ini terkait dengan penggunaan herbisida dalam teknik pengendalian gulma yang dilakukan dan tanaman penutup tanah yang ada di perkebunan kelapa sawit tersebut (Ganser et al, 2016). Keberadaan semut predator dan omnivor pada suatu

ekosistem berpotensi untuk menekan populasi serangga hama, karena semut termasuk predator yang mempunyai kisaran mangsa yang cukup luas.

DAFTAR PUSTAKA

Anshary, A. & Pasaru, F. 2008. Teknik perbanyakan dan aplikasi predator Dolichoderus thoracicus Smith (Hymenoptera: Formicidae) untuk pengendalian penggerek buah kakao Conomorpha cramerella (Snellen) di perkebunan rakyat. J. Agroland. 15(4): 278-287.

Asfiya, W.A.R.A., Lach, L., Majer, J.D., Heterick, B.R.I.A.N. & Didham, R.K.

2015. Intensive agroforestry practices negatively affect ant (Hymenoptera: Formicidae) diversity and composition in southeast Sulawesi, Indonesia. Asian Myrmecol. 7:87-104.

Bedford, G.O. 1980. Biology, ecology and control palm of palm Rhinoceros beetle. Ann. Rev. Entomol. 25: 309-339.

______ . 2013. Biology and management of palm dynastid beetles: recent advances. Ann. Rev. Entomol. 58:353-372.

______ . 2014. Advances in the control of rhinoceros beetle, Oryctes rhinoceros in oil palm. J. Oil Palm Res. 26(3):183-194.

Borror, D.J., Triplehorn, C.A. & Johnson, N.J. 1992. Pengenalan pelajaran serangga. Yogyakarta: Gadjah Mada University.

Brady, S.G. 2003. Evolution of the army ant syndrome: the origin and long-term evolutionary stasis of a complex of behavioral and reproductive adaptations. Proceedings of the National Academy of Sciences.

100(11):6575-6579. (Coleoptera: Scarabaeidae: Dynastidae). PANS Pest Articles & New Summaries. 15(1):18-30.

Darwis, M. 2003. Oryctes rhinoceros L. dan usaha pengendaliannya dengan Metarrhizium anisopliae. Perapektif. 2(2):31-44.

de Bach. 1974. Biogical Control by Natural Enemies. London: Cambridge University Press. 323 p

Dejean, A. & Lachaud, J.P. 1992. Growth-related changes in predation behavior in incipient colonies of the ponerine ant Ectatomma tuberculatum (Olivier). Insectes Sociaux. 39:129-143.

Dornhaus, A. & Powell, S. 2010. Foraging and defense strategies. Ant Ecology. pp 210-230.

Drescher, J., Feldhaar, H., & Blüthgen, N. 2011. Interspecific aggression and resource monopolization of the invasive ant Anoplolepis gracilipes in Malaysian Borneo. Biotropica. 43(1):93-99.

Falahudin, I. 2013. Peranan Semut Rangrang (Oecophylla smaradigna) dalam Pengendalian Biologis pada Perkebunan Kelapa Sawit. Prosiding Konferensi AICIS XII.2604-2618.

Fayle, T.M., Turner, E.C., Snaddon, J.L., Chey, V.K., Chung, A.Y., Eggleton, P.

& Foster, W.A. 2010. Oil palm expansion into rain forest greatly reduces ant biodiversity in canopy, epiphytes and leaf-litter. Basic Appl. Ecol.

11(4):337-345.

Ganser, D., Denmead, L. H., Clough, Y., Buchori, D. & Tscharntke, T. 2017.

Local and landscape drivers of arthropod diversity and decomposition processes in oil palm leaf axils. Agric. and Forest Entomol. 19(1):60-69.

Hasyim, A., Azwana. & Syafril. 2009. Evaluation of natural enemies in controlling of the banana weevil borer Cosmopolites sordidus Germar in West Sumatera. Indonesian. J. Agric. Sci.10(2):43-53.

Herlinda, S., Manalu, H.C.N., Aldina, R.F., Wijaya, A. & Meidalima, D. 2014.

Kelimpahan dan keanekaragaman spesies laba-laba predator hama padi ratun di sawah pasang surut. J. Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika.

14(1):1-7.

Hölldobler, B. & Palmer, J.M. 1989. Footprint glands in Amblyopone australis (Formicidae, Ponerinae). Psyche. 96:11-121.

Hölldobler, B., Obermayer, M. & Alpert, G.D. 1998. Chemical trail communication in the amblyoponine species Mystrium rogeri Forel (Hymenoptera, Formicidae, Ponerinae). Chemoecology. 8:119-123.

Indriyanti, D.R., Widiyaningrum, P., Slamet, M. & Maretta, Y. A. 2017.

Effectiveness of Metarhizium anisopliae and Entomopathogenic Nematodes to Control Oryctes rhinoceros Larvae in the Rainy Season.

Pakistan J. Biol. Sci. 20(7):320-327.

Ito, F. 1993. Observation of group recruitment to prey in a primitive ponerine ant, Amblyopone sp.(reclinata group) (Hymenoptera: Formicidae). Insectes Sociaux. 40(2):163-167.

____ . 2010. Notes on the Biologyof the Oriental Amblyoponinae ant Myopopone castanae: Queen-worker dimorphism, worker polymorphism an larval hemolymph feeding by workers (Hymenoptera: Formicidae). Entomol.

Sci. 13:199-204.

Jackson, D.E. & Ratnieks, F.L. 2006. Communication in ants. Current Biol.

16(15):570-574.

Junaedi, D., Bakti, D. & Zahara, F. 2014. Daya Predasi Myopopone castaneae (Hymenoptera: Formicidae) Terhadap Larva Oryctes rhinoceros L (Coleoptera: Scarabidae)di Laboratorium. J. Agroekoteknologi. 3(1):

112-117.

Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest Crop In Indonesia. P.A Van der Laan. Jakarta:

PT Ichtiar Baru-Van Hoeve.

Kamarudin, N. & Wahid, M. B. 2004. Immigration and activity of Oryctes rhinoceros within a small oil palm replanting area. J. Oil Palm Res.

16(2):64-77.

King, J.R., Andersen, A.N. & Cutter, A.D. 1998. Ants as bioindicators of habitat disturbance: validation of the functional group model for Australia's humid tropics. Biodiversity and Conservation. 7(12):1627-1638.

Konopik, O., Gray, C.L., Grafe, T.U., Steffan-Dewenter, I. & Fayle, T.M. 2014.

From rainforest to oil palm plantations: Shifts in predator population and prey communities, but resistant interactions. Global Ecol. Conservation.

2:385-394.

Lanan, M. 2014. Spatiotemporal resource distribution and foraging strategies of ants (Hymenoptera: Formicidae). Myrmecological news/Osterreichische Gesellschaft fur Entomofaunistik. 20:53.

Larabee, F.J. & Suarez, A.V. 2014. The evolution and functional morphology of trap-jaw ants (Hymenoptera: Formicidae). Myrmecol. News. 20:25-36.

Lenoir, A., d'Ettorre, P., Errard, C. & Hefetz, A. 2001. Chemical ecology and social parasitism in ants. Ann. Rev. Entomol. 46(1):573-599.

Leonhardt, S.D., Menzel, F., Nehring, V. & Schmitt, T. 2016. Ecology and evolution of communication in social insects. Cell. 164(6):1277-1287.

Liew, V.K. & Sulaiman, A. 1995. Penggunaan Tanaman Penutup Bumi Dalam Kawalan Pembiakan Kumbang Badak (Oryctes rhinoceros) di Kawasan Penanaman Semula- Penemuan Masa kini. Kemajuan Penyelidikan, Bil.

22. FELDA. Kuala Lumpur.

Manjeri, G., Muhamad, R. & Tan, S. G. 2014. Oryctes rhinoceros beetles, an oil palm pest in Malaysia. Ann. Res. Rev. Biol. 4(22):3429.

Marheni. 2012. Karakteristik Bioekologi Orytes rhinoceros (L.) pada Pertanaman Kelapa Sawit. [Disertasi]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Masuko, K. 2003. Larval oophagy in the ant Amblyopone silvestrii (Hymenoptera, Formicidae). Insectes sociaux. 50(4):317-322.

______ 2008. Larval stenocephaly related to specialized feeding in the ant genera Amblyopone, Leptanilla and Myrmecina (Hymenoptera: Formicidae).

Arthropod Structure and Development. 37(2):109-117.

Norman, Hj K., Basri, B.W., Ramle,. M, Siti Ramlah, A.A. & Zulkepli, M. 2004.

Bagworms, nettle caterpillars and rhinoceros beetle – Biology, life cycle and control on oil palms in Malaysia. International Conference on Pests and Diseases of Importance to the Oil Palm Industry. Malaysian Palm Oil Board (MPOB). Kuala Lumpur, Malaysia 18-19 May 2004.

Nurdiansyah, F., Denmead, L. H., Clough, Y., Wiegand, K. & Tscharntke, T.

2016. Biological control in Indonesian oil palm potentially enhanced by landscape context. Agric. Ecosystems. Environ. 232:141-149.

Nuriyanti, D.D., Widhiono, I. & Suyanto, A. 2016. Faktor-Faktor Ekologis yang Berpengaruh terhadap Struktur Populasi Kumbang Badak (Oryctes rhinoceros L.). Biosfera. 33(1):13-21.

Peng, R. & Christian, K. 2010. Ants as biological-control agents in the horticultural industry. Di dalam: Lach L, Parr CL, Abbott KL, editor. Ant Ecology. New York (US): Oxford University Press Inc. pp:123-124 Philpott, S.M., Perfecto, I., Ambrecht, I. & Parr, C.L. 2010. Ant diversity and

function in disturbed and changing habitats. Di dalam: Lach L, Parr C.L, Abbott K.L, editor. Ant Ecology. New York (US): Oxford University Press Inc. pp:137-156

Porter, S.D. & Tschinkel, W.R. 1987. Foraging in Solenopsis invicta (Hymenoptera: Formicidae): effects of weather and season. Environ.

Entomol. 16(3):802-808.

Rizal, S., Falahudin, I. & Endarsih, T. 2011. Keanekaragaman semut predator permukaan tanah (Hymenoptera: Formicidae) di perkebunan kelapa sawit SPPN Sembawa Banyuasin. Sainmatika 8(1):37-42.

Rubiana, R. 2014. Pengaruh transformasi habitat terhadap keanekaragaman dan struktur komunitas semut di Jambi [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Rubiana, R., Rizali, A., Denmead, L. H., Alamsari, W., Hidayat, P., Pudjianto, Hindayana, D., Clough, Y., Tscharntke, T. & Buchori, D. 2015.

Agricultural land use alters species composition but not species richness of ant communities. Asian Myrmecol. 7: 73-85.

Sanford, M.P., Manley, P.N. & Murphy, D.D. 2009. Effects of urban development on ant communities: implications for ecosystem services and management. Conservation Biol. 23(1):131-141.

Shik, J.Z. & Kaspari, M. 2010. More food, less habitat: how necromass and leaf litter decomposition combine to regulate a litter ant community. Ecol.

Entomol. 35(2):158-165.

Silva, R.R. & Brandao, C.R.F. 2010. Morphological patterns and community organization in leaf‐litter ant assemblages. Ecol. Monographs. 80(1):107-124.

Southwood, T.R.E. 1962. Migration of terrestrial arthropods in relation to habitat.

Biol. Rev. 37(2):171-211.

Subagiya. 2013. Kajian efektifitas pengendalian hama padi secara alami dengan semut predator yang bersarang di tanah (Solenopsis germinata F). J. Ilmu Tanah dan Agroklimatologi. 10(1).

Susanti, R. 2016. Bionomi Semut Myopopone castanea Smith (Hymenoptera:

Formicidae) sebagai Predator Oryctes rhinoceros L (Coleoptera:

Scarabaeidae) pada Onggokan Batang Sawit di Laboratorium. [Tesis].

Medan: Universitas Sumatera Utara.

Susanto, A., Prasetyo, A.E., Sudharto. dan Priwiratama, H. & Rozziansha T.A.P.

2012. Pengendalian Terpadu Oryctes rhinoceros di perkebunan kelapa sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Traniello, J.F. 1989. Foraging strategies of ants. Ann. Rev. Entomol. 34(1):191-210.

Way, M.J. & Khoo, K.C. 1992. Role of Ants in Pest management. Ann. Rev.

Entomol. 37:479-503

Wang, W.Y. & Foster, W.A., 2015. The effects of forest conversion to oil palm on ground‐foraging ant communities depend on beta diversity and sampling grain. Ecol. Evol. 5(15):3159-3170.

Wilson, E.O. 1971. The Insect Societies. The Belknap Press of Harvard University Press. Cambridge, Massachusetts. London.

Widihastuty, Tobing M.C., Marheni. & Kuswardani, R.A. 2018. Prey preference Myopopone castanea (Hymenoptera: Formicidae) toward larvae Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae). IOP Publishing: IOP Conference Series: Earth and Environmental Science 122(1):7pp.

www.antwiki.org/wiki/Myopopone_castanea. Myopopone castanea. Diakses pada tanggal 20 Maret 2019.

Zheng-hui, X.U. & Qiu-ju, H. E. 2011. Description of Myopopone castanea (Smith)(Hymenoptera: Formicidae) from Himalaya Region. 昆虫分类学 报, 33(3).

BAB III

EKSPLORASI KEBERADAAN SEMUT Myopopone castanea

(HYMENOPTERA: FORMICIDAE) DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT