• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat survival semut M. castanea

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Oryctes rhinoceros

(HYMENOPTERA: FORMICIDAE) DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT Abstrak

4.3 Hasil dan Pembahasan

4.3.2 Tingkat survival semut M. castanea

Kemampuan suatu serangga untuk berkembang biak dan bertahan hidup dipengaruhi oleh faktor potential reproduksi dan faktor lingkungan (Netherer dan Schopf 2010). Potensial reproduksi adalah kemampuan serangga untuk berkembang biak dalam kondisi yang optimum, sedangkan faktor lingkungan

adalah semua faktor-faktor lingkungan yang dapat menghambat perkembangan populasi serangga. Faktor-faktor potential reproduksi tersebut meliputi faktor fekunditas, lama waktu hidup dan nisbah kelamin, sedangkan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan populasi serangga adalah faktor biotik (kompetisi, predator dan parasit), abiotik (suhu, kelembapan, sinar matahari, dan curah hujan) dan pakan (kuantitas dan kualitas).

Semut M. castanea yang dipelihara di laboratorium dari telur hingga menjadi imago menunjukkan tingkat kebertahanan hidup (survival) yang beragam.

Stadium awal perkembangan semut M. castanea memiliki nilai tingkat bertahan yang lebih rendah daripada stadium perkembangan selanjutnya. Nonacs dan Dill (1990) dan Peterson et al. (2009) menjelaskan bahwa fase-fase awal perkembangan suatu serangga merupakan fase yang sangat rentan terhadap berbagai resiko kematian. Larva instar awal mempunyai ukuran tubuh yang masih kecil. Renault et al. (2009) menyatakan bahwa ukuran tubuh Alphitobius diaperinus (Coleoptera: Tenebrionidae) sangat menentukan tingkat bertahannya pada beragam suhu lingkungan.

Tabel 4.3 Tingkat survival semut M. castanea dari telur hingga menjadi imago Ulangan Jumlah

Hasil pengamatan 50 butir telur yang dipelihara dari masing-masing ulangan diperoleh bahwa, yang bisa melalui semua tahapan perkembangan hidup dan berhasil menjadi imago rata-rata ada 28,2 individu semut (Tabel 4.3), sehingga secara keseluruhan tingkat bertahan hidup semut M. castanea berkisar 56,4%.

Total imago semut betina dan jantan yang keluar dari tiap-tiap ulangan hanya 5 individu (3,55%), sedangkan selebihnya adalah semut pekerja 136 individu (96,45%). Selama eksplorasi semut M. castanea di lapangan, jumlah semut yang ditemukan pada tiap-tiap koloni itu berkisar antara puluhan sampai dengan seratusan ekor. Traniello (1982) menyatakan bahwa kebanyakan semut dari sub famili Amblyoponinae memiliki jumlah individu yang tidak besar dari tiap-tiap koloninya.

Kesimpulan

Semut M. castanea merupakan serangga yang bermetamorfosis sempurna.

Telur yang diletakkan oleh ratu semut berwarna putih, berbentuk lonjong dan lama stadium telur reratanya 13,8 hari. Larva berwarna putih, berkembang dalam lima tahapan instar. Lama stadium instar 1 reratanya adalah 2,3 hari, instar 2 reratanya 4,9 hari, instar 3 reratanya 7,3 hari, instar 4 selama 11 hari dan instar 5 selama 16,4 hari. Pupa semut M. castanea berwarna oranye. Panjang pupa semut betina (± 14,61 mm) lebih panjang dari pupa semut pekerja (± 9,98 mm). Lama stadium pupa semut pekerja reratanya 17,2 hari dan lama stadium semut betina reratanya 17,9 hari. Kemampuan larva semut M. castanea untuk bisa bertahan dan mampu melewati semua tahapan siklus hidupnya pada larva instar awal (instar 1

dan 2) lebih rendah daripada larva instar 3, 4 dan 5. Tingkat bertahan hidup semut M. castanea dari telur hingga menjadi imago adalah sebesar 56,4%, yang berarti dari sejumlah kelompok telur yang diletakkan oleh ratu semut, hanya sekitar separuhnya yang akan berhasil menjadi imago.

DAFTAR PUSTAKA

Abtar, A., Hasriyanti. & Nasir, B. 2013. Komunitas Semut (Hymenoptera:

Formicidae) pada Tanaman Padi, Jagung dan Bawang Merah.

Agrotekbis. 1(2).

Anshary, A. & Pasaru, F. 2008. Teknik perbanyakan dan aplikasi predator Dolichoderus thoracicus Smith (Hymenoptera: Formicidae) untuk pengendalian penggerek buah kakao Conomorpha cramerella (Snellen) di perkebunan rakyat. J. Agroland. 15(4):278-287.

Choate, B. & Drummond, F. 2011. Ants as biological control agents in agricultural cropping systems. Terrest. Arthro. Rev. 4(2):157-180.

Davidowitz, G., D'Amico, L.J. & Nijhout, H.F. 2003. Critical weight in the development of insect body size. Evol. Development. 5(2):188-197.

Dussutour, A. & Simpson, S.J. 2008. Description of a simple synthetic diet for studying nutritional responses in ants. Insectes Sociaux. 55(3):.329-333.

__________. 2009. Communal nutrition in ants. Current Biology. 19(9):740-744.

Falahudin, I 2013. Peranan Semut Rangrang (Oecophylla smaradigna) dalam Pengendalian Biologis pada Perkebunan Kelapa Sawit Prosiding Konferensi AICIS XII.2604-2618.

Herlinda, S. & Irsan, C. 2015. Pengendalian Hayati Hama Tumbuhan. Unsri Press. 200pp

Herlinda, S., Waluyo, W., Estuningsi, S.P. & Irsan, C. 2008. Perbandingan keanekaragaman spesies dan kelimpahan arthropoda predator penghuni tanah di sawah lebak yang diaplikasi dan tanpa aplikasi insektisida. J.

Entomologi Indonesia. 5(2):96-107

Ikbal, M., Putra, N.S. & Martono, E. 2014. Keragaman Semut pada Ekosistem Tanaman Kakao di Desa Banjaroya Kecamatan Kalibawang Yogyakarta.

J. Perlindungan Tanaman Indonesia. 18(2):79-88.

Junaedi, D., Bakti, D. & Zahara, F. 2014. Daya Predasi Myopopone castaneae (Hymenoptera: Formicidae) Terhadap Larva Oryctes rhinoceros L (Coleoptera: Scarabidae) di Laboratorium. J. Online Agroekoteknologi.

3(1):112-117.

Karmawati, E., Siswanto. & Wikardi, E.A. 2004. Peranan semut (Oecophylla smaragdina dan Dolichoderus sp.) dalam pengendalian Helopeltis spp.

dan Sanurus indecora pada jambu mete. J. Littri. 10(1):1-40.

Lumentut, N. & Palma, B. 2018. Keanekaragaman Hayati dan Komposisi Musuh Alami Hama Kelapa Brontispa longissima di Kecamatan Parigi, Provinsi Sulawesi Tengah. Buletin Palma 129.

Lytton-Hitchins, J. 2000. Small Pheidole ants can be important early season egg predators. Australian Cottongrower. 21(2):29-32.

Masuko, K. 2003. Larval oophagy in the ant Amblyopone silvestrii (Hymenoptera, Formicidae). Insectes Sociaux. 50(4):317-322.

_______. 2016. Larval instars of the ant Strumigenys solifontis Brown (Hymenoptera: Formicidae): the fallacy of size distribution. J. Nat.

History. 51(3-4):115-126.

Netherer, S. & Schopf, A. 2010. Potential effects of climate change on insect herbivores in European forests—general aspects and the pine processionary moth as specific example. Forest Ecol. Management.

259(4):831-838.

Nonacs, P. & Dill, L.M. 1990. Mortality risk vs. food quality trade‐offs in a common currency: ant patch preferences. Ecology. 71(5):1886-1892.

Penick, C.A., Prager, S.S. & Liebig, J. 2012. Juvenile hormone induces queen development in late-stage larvae of the ant Harpegnathos saltator. J.

Insect Physiol. 58(12):1643-1649.

Penick, C.A. & Liebig, J. 2017. A larval ‘princess pheromone’identifies future ant queens based on their juvenile hormone content. Animal Behaviour.

128:33-40.

Peterson, R.K., Davis, R.S., Higley, L.G. & Fernandes, O.A. 2009. Mortality risk in insects. Environ. Entomol. 38(1):2-10.

Renault, D., Hance, T., Vannier, G. & Vernon, P. 2003. Is body size an influential parameter in determining the duration of survival at low temperatures in Alphitobius diaperinus Panzer (Coleoptera: Tenebrionidae)?. J.

Zool. 259(4):381-388.

Straka, J. & Feldhaar, H. 2007. Development of a chemically defined diet for ants.

Insectes Sociaux. 54(1):100-104.

Susanti, R. 2016. Bionomi Semut Myopopone castanea Smith (Hymenoptera:

Formicidae) sebagai Predator Oryctes rhinoceros L (Coleoptera:

Scarabaeidae) pada Onggokan Batang Sawit di Laboratorium. [Tesis].

Medan: Universitas Sumatera Utara.

Traniello, J.F. 1982. Population structure and social organization in the primitive ant Amblyopone pallipes (Hymenoptera: Formicidae). Psyche: A J.

Entomol. 89(1-2):65-80.

Wheeler, G.C. & Wheeler, J. 1952. The Ant Larvae of the Subfamily Ponerinae.

Part I. The American Midland Naturalist. 48(1):111-144.

Widihastuty, Tobing M.C., Marheni. & Kuswardani, R.A. 2018. Prey preference Myopopone castanea (Hymenoptera: Formicidae) toward larvae Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae). IOP Publishing: IOP Conference Series: Earth and Environmental Science 122(1):7pp.

___________________. 2018. The potential of Myopopone castanea (Hymenoptera: Formicidae) as a predator for Oryctes rhinoceros Linn.

larvae (Coleoptera: Scarabaeidae). IOP Publishing: IOP Conf. Series: J.

of Physisc: Conf. Series. 1116(052074): 8pp.

Wilson, E.O. 1971. The Insect Societies. The Belknap Press of Harvard University Press. Cambridge, Massachusetts. London.

Zheng-hui, X.U. & Qiu-ju, H. E. 2011. Description of Myopopone castanea (Smith)(Hymenoptera: Formicidae) from Himalaya Region. 昆虫分类学 报, 33(3).

BAB V

PEMANGSAAN SEMUT Myopopone castanea (Hymenoptera: Formicidae) TERHADAP LARVA Oryctes rhinoceros Linn (Coleoptera: Scarabaeidae)

Abstrak

Semut Myopopone castanea (Hymenoptera: Formicidae) merupakan predator untuk larva kumbang tanduk Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabidae) di perkebunan kelapa sawit. Semut ini mampu memangsa semua stadia larva O.

rhinoceros. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi semut M. castanea dalam memangsa larva O. rhinocereos. Penelitian dilakukan mulai bulan April 2017 sampai dengan Januari 2018 di laboratorium Hama Tanaman Fakultas Pertanian USU Medan, kebun kelapa sawit Adolina PTPN 4 Perbaungan dan di kebun kelapa sawit rakyat di daerah Binjai. Penelitian di laboratorium menggunakan Rancangan Acak Lengkap Non Faktorial dengan lima ulangan sedangkan penelitian lapangan dilakukan dengan melakukan uji pemangsaan pada 10 titik yang tersebar di lokasi penelitian. Hasil penelitian uji pemangsaan di laboratorium menunjukkan bahwa mortalitas 100% larva O. rhinoceros instar 1 dan 2 oleh M. castanea terjadi 5 hari setelah aplikasi, sedangkan untuk mangsa larva instar 3, mortalitas 100% tercapai 7 hari setelah aplikasi. Hasil penelitian pemangsaan di lapangan untuk kebun TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) di kebun Adolina PTPN 4, persentase pemangsaan M. castanea rata-rata 46,87%

(2,8 ekor) selama 5 hari pemaparan, sedangkan untuk kebun TM (Tanaman Menghasilkan) yang umur tanaman berkisar 15-20 tahun di daerah Binjai, persentase pemangsaan semut M. castanea adalah 50,3% (3,0 ekor).

Kata kunci :Myopopone castanea, Oryctes rhinoceros, kemampuan memangsa Abstract

Myopopone castanea (Hymenoptera: Formicidae) is predator for larvae horn beetle Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae) which is pest on oil palm plantations. These ants are able to prey on all stadia of larvae O. rhinoceros. This study was conducted to determine the potential of M.castanea ants in prey on O.

rhinoceros larvae. This research was done from April 2017 to January 2018 in Plant Pests Laboratory of Agriculture Faculty Universitas Sumatera Utara Medan, PTPN IV Adolina Oil Palm Plantation-Perbaungan and smallholdings plantation in Binjai Area. The research done in the laboratory was using a completely randomized non-factorial design with five replications whereas the application on the field, predation test had been done at ten points that were distributed in the location. The result test predation in the laboratory showed that 100% mortality of 1st and 2nd instar larvae of O. rhinoceros by M. castanea achieved on the fifth day while the 3rd instar larvae prey reached mortality on the seventh day after application. The predation on the field for the young plants (immature plant) in PTPN IV Adolina showed that M. castanea can prey X =2.8 individuals larvae

(46.87%) in a five day exposure and for productive plants (plants aged between 15-20 years) at Binjai area, M. castanea can prey X = 3.0 individuals larvae (50.3%).

Keywords: Myopopone castanea, Oryctes rhinoceros, preying ability

5.1 Pendahuluan

Kumbang tanduk Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae) merupakan salah satu hama penting kelapa sawit. Hama ini umumnya menyerang tanaman kelapa sawit yang masih muda. Areal tanaman yang banyak terserang dapat mengurangi produksi sekitar 0,2–0,3 ton/ha selama 18 bulan panen tahun pertama (Sudharto et al. 2006). Serangan hama ini dapat menurunkan produksi tandan buah segar (TBS) pada tahun pertama hingga 60% dan menimbulkan kematian pada tanaman muda hingga 25% (Buana et al. 2006).

Berbagai teknik pengendalian telah dilakukan oleh perusahaan perkebunan seperti penggunaan feromon (Ragoussis et a., 2007), pengutipan larva (handpicking), penggunaan musuh-musuh alami seperti virus (Huger 2005), jamur (Moslim et al. 1999, Gopal et al. 2006) dan insektisida. Penggunaan feromon sangat baik untuk mengurangi populasi dan memperkirakan jumlah populasi yang ada. Penggunaan insektisida karbofuran dan cypermetrin sangat sulit dilakukan pada tanaman sawit yang umurnya sudah di atas satu tahun dan juga berdampak terhadap lingkungan. Oleh karena itu pengendalian O. rhinoceros difokuskan pada tindakan preventif yaitu dengan melakukan pengendalian pada tingkat pradewasa dari hama tersebut dengan berbagai cara yaitu dengan menghilangkan dan meminimalkan tempat perkembangbiakan (breeding site), mengumpulkan larva

dan pupa, pemanfaatan musuh-musuh alami O. rhinoceros serta mengeluarkan kumbang dari lubang gerekan (Cahyasiwi et al. 2010; Susanto et al. 2010).

Semut sudah lama dikenal sebagai salah satu agens hayati. Di perkebunan kelapa sawit semut rangrang Oecophylla smaragdina mampu memangsa ulat api Setora nitens dengan tingkat pemangsaan yang cukup tinggi (Falahuddin 2013;

Pierre dan Idris 2013). Semut dan jangkrik merupakan predator yang umum dan banyak ditemukan menyerang hama-hama ulat di perkebunan kelapa sawit di Indonesia (Nurdiansyah et al. 2016; Widihastuty dan Marheni 2016). Marheni (2012) mendapatkan bahwa semut Myopopone castanea (Hymenoptera:

Formicidae) sebagai predator terhadap larva O. rhinoceros. Semut ini memangsa larva bahkan pupa O. rhinoceros. Semut predator ini dikenal sebagai predator obligat terhadap arthropoda, dan mencari makan di tanah, sampah daun atau kayu yang membusuk. Predator ini menyerang mangsanya dalam keadaan yang masih hidup dengan cara menyengat dan menggigitnya hingga mati, lalu menghisap cairan hemolimfnya sampai tinggal bagian kutikulanya saja bahkan dapat memakan tubuh larva (Junaedi et al. 2014). Hasyim et al. (2009) melaporkan bahwa semut ini juga merupakan predator untuk larva Cosmopolites sordidus yang merupakan hama pada pertanaman pisang di daerah Sitiung, Bukit tinggi dan Batusangkar Provinsi Sumatera Barat. Dalam memangsa, semut menggunakan rahangnya (mandibel) untuk mengangkat mangsa. Mandibel yang kuat ini juga digunakan untuk memproses pakan dan memotong-motong mangsanya (Zheng hui dan Qiu-ju 2011). Kekuatan rahang (mandibel) ini penting bagi semut untuk berburu mangsanya (Schmidt 2004).

Informasi mengenai semut predator ini masih sangat sedikit sekali. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari potensi pemangsaan semut predator ini sebagai agens hayati untuk O. rhinoceros pada tanaman kelapa sawit.

5.2 Bahan dan Metode

Penelitian dilaksanakan dari bulan April 2017 sampai dengan Januari 2018 di Laboratorium Hama Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian uji pemangsaan lapangan dilakukan di kebun kelapa sawit Adolina PTPN 4 Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara dan di kebun kelapa sawit rakyat di Kelurahan Tanah Merah, Kecamatan Binjai Selatan Kota Binjai, Provinsi Sumatera Utara.

5.2.1 Pengumpulan Serangga Uji

Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan mengumpulkan semua stadia semut predator M. castanea dari batang-batang kelapa sawit yang telah membusuk di perkebunan kelapa sawit rakyat yang ada di Kelurahan Tanah Merah, Kecamatan Binjai Selatan Kota Binjai. Semut M. castanea yang diperoleh dari lapangan dipelihara di laboratorium Hama Tanaman Fakultas Pertanian Unversitas Sumatera Utara. Koloni semut dipelihara dalam kotak kaca dengan ukuran 70 x 30 x 30 cm. Di dalam kotak kaca tersebut diletakkan dua potongan batang sawit yang melapuk dengan ukuran 20 x 20 x 3 cm dan dibuat setangkup sebagai tempat semut membuat sarangnya. Pada bagian tengah batang sawit tersebut dibuat sedikit lubang dengan ukuran 5 x 5 cm untuk tempat meletakkan mangsa larva O.

rhinoceros. Setiap hari log tersebut disemprot dengan air secukupnya untuk

menjaga kelembapan sarang semut. Pemberian mangsa larva O. rhinoceros diberikan sesuai dengan kebutuhan pemangsaan semut. Apabila mangsa sudah mati dan mulai mengering maka segera diberikan larva O. rhinoceros yang baru.