• Tidak ada hasil yang ditemukan

Senyawa volatil mikro habitat M. castanea hasil analisis GC-MS

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Oryctes rhinoceros

(HYMENOPTERA: FORMICIDAE) DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT Abstrak

3.3 Hasil dan Pembahasan .1 Koloni semut M. castanea

3.3.3 Senyawa volatil mikro habitat M. castanea hasil analisis GC-MS

Senyawa-senyawa volatil yang didapatkan dari hasil analisis GC-MS untuk batang sawit yang melapuk didominasi oleh senyawa-senyawa hidrokarbon

(Gambar 3.3). Ada 10 senyawa kimia yang dominan yang terdeteksi dari analisis GC-MS. Senyawa kimiawi yang tertinggi yang didapatkan dari hasil analisis GC-MS tersebut adalah senyawa decane dan senyawa naphthalene.

Senyawa decane ini adalah senyawa hidrokarbon yang memiliki 10 karbon dan 22 atom hidrogen yang terikat satu sama lain secara kovalen. Senyawa decane 2, 3, 5, 8-Tetramethyl termasuk dalam kelas senyawa organik yang dikenal sebagai alkana asiklik. Menurut Mujiono et al. (2015), senyawa-senyawa seperti decane 2,3,5,8 tetramethyl dan senyawa-senyawa turunan decane lainnya seperti 5-Butylnonane; Tetradecane; 1 Hexanol, 2-ethyl-2-propyl-; 1-Undecene, dodecane 4,6-dimethyl adalah termasuk senyawa-senyawa kelompok feromon. Pada serangga ordo Lepidoptera, senyawa-senyawa ini banyak yang bersifat sebagai atraktan, seperti pada serangga Spodoptera exigua. Senyawa-senyawa naphthalene dan senyawa turunannya menurut El-Sayed (2018) banyak yang bersifat sebagai kairomon. Yusuf et al. (2014) menemukan senyawa-senyawa naphthalene dan turunannya pada rayap Odontotermes sp. bertindak sebagai kairomone sehingga semut predator Pachycondyla analis menjadi lebih mudah mendeteksi kehadiran rayap sebagai mangsanya.

Senyawa-senyawa dari kelompok hidrokarbon merupakan senyawa-senyawa yang sangat erat berkaitan dengan kehidupan semut. Semut mengenali koloni dan sarangnya dari aroma senyawa hidrokarbon yang terdapat pada kutikula semut itu sendiri (Nowbahari 2007; Sharma et al. 2015; Abril et al.

2018). Hasil penelitian Sharma et al. (2015) menjelaskan bahwa semut menangkap senyawa hidrokarbon melalui sensor yang ada pada antenanya. Sensor

yang ada pada antena semut ini dapat mendeteksi jumlah senyawa hidrokarbon yang ada pada kutikula semut, sehingga semut itu mampu membedakan kasta yang ada pada koloni semut itu sendiri atau dari koloni yang berbeda, bahkan semut mampu membedakan perbedaan yang kecil dari jumlah senyawa hidrokarbon yang hadir diantara koloninya.

Gambar 3.3 Senyawa volatil hasil analisis GC-MS dari serbuk kayu sarang semut M. castanea

Kesimpulan

Koloni semut M. castanea yang ada di perkebunan kelapa sawit sangat bervariasi dalam ukuran jumlah anggota koloninya dan tahapan stadium perkembangan semut. Faktor-faktor abiotik yang ada di mikro habitat semut M.

castanea di kebun PTPN suhunya berada pada rentang 28,75-30,65 0C, kelembapannya berada pada kisaran 68,75-71,25%, pH berkisar 5,85-6,21 dan rasio C/N berkisar 54,02- 78,35. Faktor-faktor abiotik untuk kebun rakyat suhu = 28,11-30,09 0C, kelembapan = 68,82-72,98%, pH = 6,02-6,76 dan rasio C/N = 46,15-91,87. Senyawa-senyawa volatil yang didapatkan dari batang kelapa sawit yang melapuk tempat sarang semut M. castanea didominasi oleh senyawa-senyawa hidrokarbon. Lingkungan abiotik yang sesuai akan mendukung kehidupan dan perkembangbiakan koloni semut M. castanea.

DAFTAR PUSTAKA

Abri,l S., Diaz, M., Lenoir, A., Paris, C.I., Boulay, R. & Gómez, C., 2018.

Cuticular hydrocarbons correlate with queen reproductive status in native and invasive Argentine ants (Linepithema humile, Mayr). PloS one.

13(2):e0193115.

Aneni, T. I., Aisagbonhi, C. I., Iloba, B. N. & Adakibe, V. C. 2012. Influence of microhabitat temperature on Coelaenomenodera elaeidis and its natural enemies in Nigeria. J. African Crop Sci. 20(2):517-522.

Anshary, A. & Pasaru, F. 2008. Teknik perbanyakan dan aplikasi predator Dolichoderus thoracicus Smith (Hymenoptera: Formicidae) untuk pengendalian penggerek buah kakao Conomorpha cramerella (Snellen) di perkebunan rakyat. J. Agroland. 15(4):278-287.

Cardoso, D. C. & Schoereder, J. H. 2014. Biotic and abiotic factors shaping ant (Hymenoptera: Formicidae) assemblages in Brazilian coastal sand dunes: the case of restinga in Santa Catarina. Florida Entomol.

97(4):1443-1450.

Chong, K.F. & Lee, C.Y. 2009. Influences of temperature, relative humidity and light intensity on the foraging activity of field populations of the longlegged ant, Anoplolepis gracilipes (Hymenoptera: Formicidae).

Sociobiology. 54(2):531-539.

Clémencet, J., Cournault, L., Odent, A., & Doums, C. 2010. Worker thermal tolerance in the thermophilic ant Cataglyphis cursor (Hymenoptera, Formicidae). Insectes Sociaux. 57(1), 11-15.

Dassou, A. G., Carval, D., Dépigny, S., Fansi, G. & Tixier, P. 2015. Ant abundance and Cosmopolites sordidus damage in plantain fields as affected by intercropping. Biol. Cont. 81:51-57.

de Oliveira, R.D.F., De Almeida, L.C., De Souza, D.R., Munhae, C.B., Bueno, O.C. & de Castro Morini, M.S. 2012. Ant diversity (Hymenoptera:

Formicidae) and predation by ants on the different stages of the sugarcane borer life cycle Diatraea saccharalis (Lepidoptera:

Crambidae). European J. Entomol. 109(3):381.

Elahi, R. 2005. The effect of water on the ground nesting habits of the giant tropical ant, Paraponera clavata. J. Insect Sci. 5:34.

El Bokl, M.M., Semida, F.M., Abdel-Dayem, M.S. & El Surtasi, E.I. 2015. Ant (Hymenoptera: Formicidae) Diversity And Bioindicators In The Lands With Different Anthropogenic Activities In New Damietta, Egypt. Int. J.

Entomol. Res. 3(2):35-46.

El-Sayed, A.M. 2018. The Pherobase: Database of Pheromones and Semiochemicals. http://www.pherobase.com. Diakses pada tanggal 17 Maret 2019.

Fadillah, S.D., Artati, E.K. & Jumari, A. 2008. Biodelignifikasi batang jagung dengan jamur pelapuk putih Phanerochaete chrysosporium. Ekuilibrium 1(7):7-11.

Fadzilah, K., Saini, H.S. & Atong, M. 2017. Phsycochemical characteristics of Oil Palm Frond (OPF) composting with fungal inoculants. Pertanika J. Trop.

Agric. Sci. 40(1): 143-160.

Falahudin, I. 2013. Peranan Semut Rangrang (Oecophylla smaradigna) dalam Pengendalian Biologis pada Perkebunan Kelapa Sawit. Prosiding Konferensi AICIS XII.2604-2618.

Fitzpatrick, G., Lanan, M.C., & Bronstein, J.L. 2014. Thermal tolerance affects mutualist attendance in an ant-plant protection mutualism. Oecologia.

176(1):129-138.

Frouz, J. & Jilkova, V. 2008. The effect of ants on soil properties and processes (Hymenoptera: Formicidae). Myrmecol. News. 11:191-199.

Ganser, D., Denmead, L. H., Clough, Y., Buchori, D. & Tscharntke, T. 2017.

Local and landscape drivers of arthropod diversity and decomposition processes in oil palm leaf axils. Agric. and Forest Entomol. 19(1):60-69.

Hermawan, A., Diba, F., Mariani, Y., Setyawati, D. & Nurhaida. 2014. Sifat kimia batang kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berdasarkan letak ketinggian dan kedalaman batang. J. Hutan lestari. 2(3):472-481.

Ito, F. 2010 . Notes on the biology of the Oriental amblyoponine ant Myopopone castanea: Queen‐worker dimorphism, worker polymorphism and larval hemolymph feeding by workers (Hymenoptera: Formicidae). Entomol.

Sci. 13(2):199-204.

Junaedi, D., Bakti, D. & Zahara, F. 2014. Daya Predasi Myopopone castaneae (Hymenoptera: Formicidae) Terhadap Larva Oryctes rhinoceros L (Coleoptera: Scarabidae) di Laboratorium. J. Online Agroekoteknologi.

3(1):112-117.

Kersch, M.F. & Fonseca, C.R. 2005. Abiotic factors and the conditional outcome of an ant–plant mutualism. Ecology. 86(8):2117-2126.

Latumahina, F., Musyafa, M., Sumardi, S. & Putra, N. S. 2015. Respon Semut Terhadap Kerusakan Antropogenik Dalam Hutan Lindung Sirimau Ambon (Ants Response to Damage Anthropogenic in Sirimau Forest Ambon). J. Manusia dan Lingkungan, 22(2):169-178.

Marheni. 2012. Karakteristik Bioekologi Orytes rhinoceros (L.) pada Pertanaman Kelapa Sawit. [Disertasi]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Menzi, U. 1987. Visual adaptation in nocturnal and diurnal ants. J. Comp. Physiol.

A. 160(1):11-21.

Monnin, T. & Peeters, C. 2008. How many gamergates is an ant queen worth?.

Naturwissenschaften. 95(2):109-116.

Mujiono, K., Witjaksono, W. & Putra, N.S. 2015. The sex pheromone content of the Spodoptera Exigua (Hubner) under artificial and natural diets. Int. J.

Science and Engineering. 8(2):146-150.

Nurdiansyah, F., Denmead, L. H., Clough, Y., Wiegand, K. & Tscharntke, T.

2016. Biological control in Indonesian oil palm potentially enhanced by landscape context. Agric. Ecosystems & Environ. 232:141-149.

Nowbahari, E. 2007. Learning of colonial odor in the ant Cataglyphis niger (Hymenoptera; Formicidae). Learning & Behavior. 35(2):87-94.

Peeters, C. & Fisher, B. L. 2016. Gamergates (mated egg-laying workers) and queens both reproduce in Euponera sikorae ants from Madagascar.

African Entomol. 24(1):180-187.

Peeters, C. & Ito, F. 2001. Colony dispersal and evolution of queen morphology in social Hymenoptera. Ann. Rev. Entomol. 46:601-630.

Raderschall, C. A., Narendra, A. & Zeil, J. 2016. Head roll stabilisation in the nocturnal bull ant Myrmecia pyriformis: implications for visual navigation. J. Experimental Biol. 219:1449-1457

Ratnasari, D. 2017. Karakterisasi habitat dan perilaku mencari makan semut Paratrechina longicornis (Hymenoptera: Formicidae) di area kampus Institut Pertanian Bogor. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Reid, S.F., Narendra, A., Taylor, R.W. & Zeil, J. 2013. Foraging ecology of the night-active bull ant Myrmecia pyriformis. Australian J. Zool.

61(2):170-177.

Ridwansyah, Nasution, M.Z., Sunarti, T.C. & Fauzi, A.M. 2007. Karakteristik sifat fisiko-kimia pati kelapa sawit. J.Tek.Ind.Pert.17(1):1-6

Ronque, M.U., Fourcassié, V. & Oliveira, P.S. 2018. Ecology and field biology of two dominant Camponotus ants (Hymenoptera: Formicidae) in the Brazilian savannah. J. Nat. History. 52(3-4):237-252.

Sharma, K.R., Enzmann, B.L., Schmidt, Y., Moore, D., Jones, G.R., Parker, J., Berger, S.L., Reinberg, D., Zwiebel, L.J., Breit, B. & Liebig, J. 2015.

Cuticular hydrocarbon pheromones for social behavior and their coding in the ant antenna. Cell reports. 12(8):1261-1271.

Shibata, M., Varman, M., Tono, Y., Miyafuji, H. & Shaka, S. 2008.

Characterization in chemical composition of the oil palm (Elaeis guineensis). J.Jpn Inst Energy 87:383-388.

Tiede, Y., Schlautmann, J., Donoso, D.A., Wallis, C.I., Bendix, J., Brandl, R. &

Farwig, N. 2017. Ants as indicators of environmental change and ecosystem processes. Ecol. Indicators. 83:527-537.

Wang, C., Strazanac, J.S. & Butler, L. 2001. Association between ants (Hymenoptera: Formicidae) and habitat characteristics in oak-dominated mixed forests. Environ. Entomol. 30(5): 842-848.

Widihastuty, Tobing M.C., Marheni. & Kuswardani, R.A. 2018. Prey preference Myopopone castanea (Hymenoptera: Formicidae) toward larvae Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae). IOP Publishing: IOP Conference Series: Earth and Environmental Science 122(1):7pp.

William, D.F. & Banks, W.A. 1989. Competitive displacement of Paratrechina longicornis (Latereille) (Hymenoptera: Formicidae) from baits by fire ants in Mato Grosso, Brazil. J. Entomol Scie. 24: 381-391.

Wilson, E.O. 1971. The Insect Societies. The Belknap Press of Harvard University Press. Cambridge, Massachusetts. London.

Yamazaki, K. 2010. Parachuting behavior and predation by ants in the nettle caterpillar, Scopelodes contracta. J. Insect Sci. 10(1):39.

Yusuf, A.A., Crewe, R.M. & Pirk, C.W. 2014. Olfactory detection of prey by the termite-raiding ant Pachycondyla analis. J. Insect Sci. 14(1).

BAB IV

BIOLOGI SEMUT Myopopone castanea (Hymenoptera: Formicidae) SEBAGAI PEMANGSA LARVA KUMBANG TANDUK Oryctes rhinoceros

(Coleoptera: Scarabaeidae) Abstrak

Semut adalah serangga sosial yang mempunyai banyak peran di ekosistem, antara lain berperan sebagai predator untuk berbagai serangga hama. Semut Myopopone castanea merupakan predator untuk hama Oryctes rhinoceros. Adanya kesamaan relung antara semut M. castanea dan larva O. rhinoceros membuka peluang yang besar untuk memanfaatkan semut ini sebagai agens hayati. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari biologi semut M. castanea sehingga nantinya dapat diaplikasikan untuk perbanyakan massal di laboratorium. Penelitian dilakukan dengan memelihara 50 butir telur semut M. castanea. Telur-telur tersebut diletakkan dalam setangkup potongan batang kelapa sawit bersama dengan 20 ekor semut pekerja dan 10 larva instar akhir. Percobaan dilakukan dengan lima ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama stadium telur adalah 13,8 hari. Larva semut M. castanea terdiri dari 5 instar dengan lama masing-masing stadium yang bervariasi. Stadium pupa dilalui selama 17,2 hari untuk pupa semut pekerja dan 17,9 hari untuk pupa semut betina. Tingkat keberhasilan semut M.

castanea menyelesaikan daur hidupnya dari stadium telur menjadi imago sebesar 56,4%, yang berarti dari sejumlah kelompok telur yang diletakkan oleh semut ratu hanya sekitar separuhnya yang berhasil menjadi imago semut.

Kata kunci: Siklus hidup, M. castanea, predator, perbanyakan massal Abstract

Ants are social insects that have many roles in the ecosystem, including acting as predators for various insect pests. Myopopone castanea ants is a predatory ant for the pest of Oryctes rhinoceros. The existence of a similar niche of life between M.

castanea ants and O. rhinoceros larvae opens a great opportunity to utilize these ants as biological agents. The research was conducted to study M. castanea ant biology so that later it can be applied to mass rearing of natural enemies in the laboratory . The study was conducted by maintaining 50 eggs of M. castanea ant.

The eggs are placed on two pieces of decayed palm oil stem together with 20 individual worker ants and 10 individual end instar larvae. The experiment was conducted with five replications. The results showed that egg stadia length was 13.8 days. M. castanea ant larvae consist of 5 instars with varying lengths of each stage. Stadia pupa was passed for 17.2 days for pupa workers and 17.9 days for female ant pupae. The survival rate of M. castanea ant life from eggs until imago is 56.4%, which means that from a number of groups of eggs laid by queen ants, only about half have succeeded in becoming ant imago.

Keywords: Life cycle, M. castanea, predator, mass rearing

4.1 Pendahuluan

Semut merupakan serangga sosial yang mempunyai peranan penting di ekosistem, salah satunya adalah sebagai predator bagi serangga-serangga herbivor (Falahuddin 2013, Anshary dan Pasaru 2008, Choate dan Drummond 2011).

Peran semut sebagai musuh alami telah lama dicatat dunia sejak beberapa abad yang lalu. Jauh sebelum introduksi dan pemanfaatan kumbang Vedalia Rodolia cardinalis Mulsant sebagai pengendali kutu Icerya purchasi Maskell dari Australia ke California yang menjadi tonggak sejarah pelaksanaan pengendalian hayati di dunia. Selain itu, petani-petani di China telah lama menggunakan semut rangrang (Oecophylla smaradigna) untuk mengendalikan hama Tessaratoma papillosa (Hemiptera) pada tanaman jeruk mereka (Herlinda dan Irsan 2015).

Sampai saat ini, pemanfaatan semut sebagai musuh alami pada berbagai komoditas tanaman telah banyak diteliti dan dilaporkan. Pada pertanaman pangan padi dan kedelai, semut menjadi predator permukaan tanah yang banyak ditemukan (Lytton 2000; Herlinda et al. 2008 ; Abtar et al. 2013), sedangkan pada tanaman perkebunan semut rangrang (Oecophylla smaradigna) dan semut Dolichoderus sp. telah banyak dilaporkan sebagai musuh alami pada berbagai tanaman seperti kelapa sawit, kelapa, kakao, kopi dan jambu mete (Karmawati et al. 2004; Anshary dan Pasaru 2008; Falahuddin 2013; Ikbal et al. 2014; Lumentut dan Palma 2018).

Semut M. castanea yang telah dilaporkan oleh Marheni (2012) merupakan predator terhadap serangga O. rhinoceros yang menjadi salah satu hama penting pada pertanaman kelapa sawit. Semut ini menyerang stadium larva dan pupa O.

rhinoceros. Di perkebunan kelapa sawit semut M. castanea ditemukan hidup dan bersarang pada batang-batang kelapa sawit yang tumbang dan melapuk, baik itu tumbang karena sudah tua ataupun tumbang karena penyakit busuk pangkal batang Ganoderma. Stadium pradewasa O. rhinoceros yang merupakan mangsa dari semut M. castanea juga hidup di batang-batang kelapa sawit yang sudah melapuk tersebut, sehingga kesamaan relung antara pemangsa dan mangsa membuka peluang yang besar untuk memanfaatkan semut M. castanea sebagai agens hayati untuk O. rhinoceros.

Semut M. castanea ini merupakan predator obligat yang banyak menyerang larva-larva Coleoptera (Wilson 1971). Semut ini melumpuhkan mangsanya dengan cara menyengat dan menggigitnya. Setelah mangsa mati, maka semut dan koloninya akan memakan cairan hemolimf dari mangsa tersebut.

Kemampuan memangsa semut M. castanea di laboratorium cukup baik yaitu dapat mencapai 5-6 mangsa larva instar 1 dan 2 perhari (Marheni 2012; Junaedi et al. 2014; Widihastuy et al. 2018a), sedangkan kemampuan memangsa semut M.

castanea di lapangan dapat mencapai 46,87% pada kebun TBM dan 50,3% pada kebun TM selama 5 hari pemaparan (Widihastuty et al. 2018b).

Untuk dapat mengoptimalkan peran semut M. castanea sebagai agens hayati terhadap hama O. rhinoceros, maka perlu digali berbagai informasi yang diperlukan untuk mengembangkannya melalui kegiatan perbanyakan massal di laboratorium. Informasi tentang biologi semut M. castanea masih sangat sedikit dan terbatas. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menggali informasi tentang biologi semut M. castanea, sehingga nantinya dapat

dikembangkan sebagai agens hayati yang potensial terhadap hama O. rhinoceros di pertanaman kelapa sawit.

4.2 Bahan dan Metode

Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2017 di Laboratorium Hama Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.