• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Perlakuan Pegawai LAPAS terhadap Narapidana Wanita

PROFIL INFORMAN DAN INTERPRETASI DATA

5.4 Perbedaan Perlakuan Pegawai LAPAS terhadap Narapidana Wanita

Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat). Dalam penelitian ini, Adanya kedudukan-kedudukan warga binaan dalam lapisan sosial atas, menengah, dan lapisan sosial bawah ini dalam istilah sosiologi disebut stratifikasi sosial.

Di LAPAS, hal ini muncul karena adanya sesuatu yang dihargai dan bernilal sehingga menimbulkan pembedaan-pembedaan dalam kehidupan warga binaannya. Pembedaan inilah yang dalam situasi tertentu membentuk suatu jenjang secara bertingkat yang dalam sosiologi dinamakan lapisan atau strata. Dalam strata tersebutlah warga binaan wanita di LAPAS ini dimasukkan. Jadi, stratifikasi yang ada di LAPAS tidak hanya terbentuk di antara petugas rutan dengan warga binaannya, seperti yang terjadi dalam LAPAS sebagai institusi total, melainkan juga terbentuk di antara sesama warga binaannya.

5.4.1 Atas dasar kekuasaan terhadap, seseorang / Kedekatan dengan Petugas LAPAS

Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Kekuasaan ini mereka gunakan untuk menguasai dan mengatur kehidupan warga binaan lainnya serta untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan tersendiri.

Mereka memiliki tingkatan yang jelas, baik dalam struktur kelembagan di LAPAS maupun kekuasaan ketika berada di dalam blok kamar tahanan masing-masing. Kekuasaan formal dihentuk dengan sengaja dan keberadaannya disahkan resmi oleh pihak LAPAS melalui perundang-undangan baik itu pemuka, tamping maupun korve blok.

Rahmawati (44) yang merupakan Warga Binaan Pemasyarakatan mengemukakan bahwa.

“Pada saat itu, saya melakukan pembinaan pengawasan terhadap sesama Narapidana Wanita disuruh Petugas untuk razia sehingga mendapatkan benda – benda yang memang tidak diperbolehkan masuk dan disuruh juga mengetik segala aktivitas Narapidana

Wanita. Semua Narapidana harus tunduk dan hormat kepada saya karena saya dulu pun melakukan hal yang sama. Dengan begitu Petugas LAPAS dapat menilai saya apakah saya menjalankan tugas dengan baik. Ketika saya lulus dan diangkat menjadi Tamping maka Petugas LAPAS menyerahkan tugas keamaman dan dokumentasi kepada saya sehingga saya mendapatkan hak – hak istimewa saya seperti remisi. Wawancara 21 Mei 2015)

RJ Sitorus (50) yang merupakan mantan Narapidana Wanita mengatakan bahwa:

“ Kalau coal kamar napi yang sesak dan padal ilu, saya tidak mau

tidur disitu karena Dulu pada saat saya jadi Warga Binaaan Pemasyarakatan sebagai tamping, saya dipercayakan oleh Petugas LAPAS untuk menjaga kantor Petugas jadi saya bisa tidur di kantor Petugas kan lebih nyaman (Wawancara 10 September 2015)

5.4.2 Atas dasar penghargaan / penghormatan terhadap seseorang

Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Di LAPAS, ada beberapa kelompok narapidana yang menempati lapisan atas dalam dimensi prestise ini. Mereka adalah sekelompok warga binaan yang mendapatkan penghormatan dan penghargaan yang tinggi dari sesama warga binaan lain. Dalam pergaulan sehari-hari di rutan, mereka tidak sombong dan mau bergaul dengan siapa saja sehingga sangat dihormati, dalam bentuk sapaan, salam, rasa sungkan, dan sebagainya, baik oleh petugas maupun warga binaan lain. Jadi prestise itu diperoleh bukan hanya karena mereka berasal dari lapisan atas dan punya banyak uang, tetapi juga karena sikap mereka yang baik dan tidak sombong, terhadar, warma binaan lain.

Endang Sriwati (44) yang merupakan KPLP menyatakan bahwa

“Apabila ada Narapidana wanita yang mempunyai kelakukan baik menurut penilaian para pengawas selama Narapidana tersebut berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Wanita Medan, maka kepada Narapidana wanita tersebut telah memenuhi syarat-syarat tertentu seperti berkelakuan baik, patuh kepada segala peraturan tata tertib yang diberlakukan di dalam Lembaga Pemasyarakatan

Wanita Medan, bertanggung jawab atas perbuatan, maka kepada Narapidana wanita tersbut dibina untuk dapat hidup baik-baik ditengah-tengah masyarakat, misalnya Narapidana wanita tersebut diberi kesempatan untuk diangkat menjadi tamping atau pembantu pegawai/petugas di dalam Lembaga Pemasyarakatan Wanita Medan dan Narapidana wanita yang demikian tersebut dapat bergaul dengan para petugas Lembaga Pemasyarakatan Wanita Medan”(Wawancara 18 Juni 2015)

5.4.3. Atas Dasar Keahlian

Dimensi terakhir dalam stratifikasi sosial di LAPAS adalah keahlian yang bisa menjadikan seorang warga binaan naik kedudukannya atau mengalami mobilitas sosial di dalam stratifikasi sosial di LAPAS. Seorang warga binaan yang memiliki keahlian tertentu seperti menjahit, memasak, merias di salon, serta mengajar mengaji Al-Qur’an maupun pelayanan kebaktian dan sebagainya akan lebih dihargai oleh petugas maupun sesama warga binaan lainnya. Sedsangkan yang tidak memiliki keahlian apapun cenderung akan disepelekan kecuali bagi yang memiliki kekayaan. Warga binaan yang memiliki keahlian tersebut biasanya akan diminta untuk membantu petugas di bagian tertentu sesuai keahliannya.

Roma Ulina Pasaribu (43) yang merupaakn KA SUBSI Register mengatakan bahwa :

“Setiap narapidana diwajibkan mengikuti aturan yang ada baik itu pembinaan kepribadian maupun kemandirian. Setiap narapidana wanita yang mampu melaksanakan pembinaan maupun aktif selama 6 bulan dalam kegiatan kerja LAPAS akan diangkat menjadi Tamping. Biasanya Tamping diangkat itu tergantung kebutuhan LAPAS. Sebelum Napi tersebut diangkat menjadi Tamping. Napi tersebut disidang oleh tim pengamat pemasyarakatan dan apabila Napi tersebut dianggap mampu maka akan diberikan SK pengangkatan Tamping oleh KALAPAS. Kalo Napi tersebut waktu dalam mengikuti pembinaan cocok dibagian dapur, maka ditempatkan di bagian dapur juga”. (Wawancara 25 April 2015)

Penghargaan Petugas LAPAS terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan seperti pengangkatan. Narapidana Wanita menjadi Warga Binaan Pemasyarakatan

sebagai Tamping yang memiliki kekuasaan terhadap Narapidana Wanita biasa, dihormati oleh Narapidana biasa dan memiliki keahlian yang dapat membantu Petugas LAPAS dalam kegiatan operasional LAPAS yang dinilai dari pembinaan yang dilakukan selama ini namun ada kalanya Warga Binaan Pemasyarakatan melakukan pelanggaran sehingga statusnya berubah.

Roselina Purba (43) yang merupakan KA ADM KANTIB mengatakan bahwa:

“Adapun Napi yang telah diangkat menjadi Tamping, apabila dia melakukan pelanggaran terhadap ketentuan LAPAS maka dia akan terlebih dulu diproses melalui berita acara pemeriksaan dan disidang oleh tim pengamat pemasyarakatan dan diberi hukuman apakah itu ringan, sedang maupun berat dan kemungkinan terbesarnya dia tidak dipekerjakan lagi sebagai Tamping dsan hak-hak istimewa seperti remisi tidak akan diberikan” (Wawancara 6

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Petugas memperlakukan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan, maka dapat ditarik kesimpulan:

1. Respon narapidana terhadap pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan sudah dapat dikatakan baik, dilihat dari pengaruh atau penolakan, penilaian, suka atau tidak suka, pemahaman, sikap, dan reaksi yang diwujudkan melalui partisipasi serta keterlibatan narapidana terhadap semua pembinaan yang diberikan walaupun tujuan akhir dari masing-masing narapidana tersebut melakukan pembinaan untuk mengejar mendapatkan remisi.

2. Proses pembinaan melalui beberapa tahapan dan pada setiap tahapan sudah menjadi kewajiban pihak LAPAS untuk melakukan pembinaan yang harus dijalani oleh narapidana. Pembinaan bagi narapidana di LAPAS Wanita Klas IIA Tanjung Gusta Medan sebenarnya sudah dapat dikatakan berjalan dengan lancar sebagaimana mestinya. Dapat dilihat dari tahapan dan bagaimana wujud pembinaan yang diberikan, seperti pelaksanaan ibadah, bimbingan rohani dan jasmani, keterampilan, pelayanan kesehatan dan makanan, mendapatkan bahan bacaan dan siaran media serta kesempatan untuk menyampaikan keluhan. Walaupun masih ada wujud Perlakuan yang dirasakan masih kurang sempurna, hal tersebut masih dapat dimaklumi dikarenakan penghuni LAPAS melebihi kapasitas dan tidak sebanding antara

jumlah narapidana dengan jumlah petugas sehingga belum terwujudnya penyamarataan perlakuan bagi semua narapidana.

3. Kurangnya rasa kepedulian Petugas LAPAS terhadap Narapidana Wanita yang dapat dilihat dari setiap Narapidana yang memiliki ataupun tidak memiliki keahlian, Narapidana yang memanfaatkan situasi baik itu melalui penghormatan kepada Petugas LAPAS demi keberlangsungan hidup sehingga menimbulkan perbedaan perlakuan

4. Kurang maksimalnya komponen yang seharusnya dapat mendukung sistem pembinaan akan mengakibatkan tujuan pembinaan tidak tercapai dengan baik. Komponen tersebut antara lain kurang profesional. petugas dalam menjalankan tugas pembinaan dan kurangnya kesadaran narapidana itu sendiri dan juga dukungan sarana dan prasarana.

5. Untuk tercapainya tujuan suatu sistem, maka semua komponen yang menjadi sub sistem tersebut harus saling mendukung dan bekerjasama (bersinergi). Begitu pula halnya dengan sistem pembinaan yang ada di dalam Lapas. Untuk tercapainya suatu tujuan pembinaan, haruslah secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat. Tentunya juga didukung dari unsur luar personilnya yaitu berupa sarana dan prasarana. Kenyataan yang ada di Lapas Wanita semua itu memang sudah berjalan, namun masih dalam kondisi yang kurang memadai untuk mendukung pembinaan yang akan diterapkan. Usaha pihak Lapas untuk menjalin kerjasama dengan pihak lain sebenarnya sudah menampakkan basil yang cukup memuaskan. Khususnya untuk bidang kerohanian dan pendidikan umum yang banyak dibantu oleh Dinas dan Instansi terkait.

6. Pemberian remisi yang merupakan motivator bagi narapidana dalam mengikuti proses pembinaan. Salah satu indikator nya apabila narapidana selama berada di lembaga pemasyarakatan berkelakuan baik akan tetapi masih dijumpai ketimpangan padahal berdasarkan undang-undang remisi merupakan salah satu hak dari narapidana.

6.2 Saran

Adapun saran yang dapat penulis berikan sebagai masukan yaitu:

1. Narapidana di LAPAS harus tetap mendapat perhatian yang besar atas kebutuhan yang sudah menjadi hak-hak mereka. Untuk itulah perlu adanya pemahaman yang sama dalam pembinaan terhadap narapidana sebagai tanggung jawab kepedulian semua komponen pemerintah dan masyarakat. 2. Bagi pihak LAPAS agar kiranya ditinjau kembali masalah populasi

narapidana agar tidak melebihi kapasitas, yang mengakibatkan tingginya perbandingan antara narapidana dengan petugas sehingga proses pembinaan tidak berjalan maksimal serta diharapkan mampu menjaga integritasnya untuk tidak membeda – bedakan Narapidana. Wanita akan tetapi menyamaratakan perlakuan baik dalam hat pembinaan, pembebasan bersyarat, menempatkan narapidana dalam blok, penyediaan makan minum sesuai dengan Perilaku Narapidana tersebut di dalam LAPAS..

3. Bagi pemerintah dalam hal ini khususnya Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi agar membuat peraturan untuk perlunya diadakan program pengabdian bagi mahasiswa atau profesi pengajar untuk terlibat langsung pembinaan yang dapat membantu jalannya proses pemasyarakatan di LAPAS.

4. Bagi Kementerian Hukum dan HAM, perlunya ditambah personil di Lapas dari berbagai disiplin ilmu baik itu sosiolog, psikolog, kriminolog mauoun theolog serta melakukan kedasama yang lebih intensif dan berkelanjutan dengan Dinas Pendidikan dan Pemerintahan Daerah setempat dan menggalang kepedulian pihak luar dalam hal ini masyarakat, LSM dan instansi pemerintah terkait lainnya dalam rangka pemenuhan hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran dan juga terlibat langsung agar dapat mengatasi bersama masalah kekurangan dana anggaran dan fasilitas yang dapat menjadi kendala dalam jalannya proses pemasyarakatan. Dalam hal ini masyarakat diharapkan agar menerima kembali narapidana yang telah selesai menjalani pembinaan, sehingga dirinya dapat kembali ketengah-tengah masyarakat dan dapat menjalani kehidupan dengan baik serta menambah tunjangan penghasilan agar petugas dapat melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab.

5. Meningkatkan kembali tugas dan wewenang TPP dalam melakukan pengawasan terhadap pemberian remisi sehingga tidak terjadi ketimpangan dan sesuai dengan peraturan yang ada dengan efisiensi administrasi pemasyarakatan.

6. Kepada Pemerintah Pusat Dihimbau agar permasalahan kelebihan kapasitas atau (over capacity), maka bisa diatasi dengan beberapa cara antara lain : 1) Mengajukan permohonan untuk merenovasi atau memperbaharui

bangunan yang sudah ada agar pelaksanaan pembinaan di bidang apa saja dapat terlaksana dengan baik. Mengingat untuk pembangunan Lembaga Pemasyarakatan yang baru terlalu besar biaya yang akan dikeluarkan oleh pihak Pemerintah Pusat, maka diharapkan agar pihak pemerintah pusat

untuk dapat merenovasi atau memperbaharui bangunan yang sudah ada dengan tujuan untuk mengatasi kelebihan kapasitas penghuni serta menambah fasilitas yang sudah ada.

2) Mengurangi atau membatasi Narapidana ke Lembaga

Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara. Upaya atau usaha tersebut dapat dilakukan sejak dimulainya proses penyidikan, penuntutan sampai kepada putusan pengadilan. Hal-hal yang dapat dilakukan melalui program antara lain yaitu:

a. Memberikan hukuman alternatif. Bentuk hukuman ini perlu dilembagakan terlebih dahulu karena hingga saat sekarang ini belum ada dasar hukum yang mengatur tentang bentuk hukuman ini Seperti Hukuman Sosial. Oleh karena itu, bentuk hukuman ini perlu diatur dalam peraturan perundang-undangan.

b. Menyurati/menghubungi pihak Kejaksaan agar segera mengirim putusan/ vonis ke Lembaga Pemasyarakatan agar proses pembinaan dalam hal intergrasi ke masyarakat dalam pengajuan PB, CB dan CMB dapat segera terlaksana bagi Narapidana tersebut

c. Mengoptimalkan Pemindahan Narapidana dari Lapas/Rutan yang over kapasitas ke wilayah yang memiliki Lapas yang masih dapat menampung tambahan Narapidana. Program ini harus mencakup, pula rencana pembinaan khusus dan sekaligus juga dengan rencana program pemulangannya ke tempat asal. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan dampak dari pemindahan tersebut terhadap daerah yang dituju. Keterkaitan dengan program ini yang tidak kalah pentingnya adalah

terciptanya dukungan yang optimal terutama dari segi biaya, sehingga pemindahan dari LAPAS satu ke LAPAS lainnya dapat dilaksanakan secara berkesinambungan dan berkelanjutan serta berdaya guna.

BAB II