• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perdagangan Antardaerah dan Faktor Determinannya

KEUNGGULAN KOMPARATIF

A. Perdagangan Antardaerah dan Faktor Determinannya

Teori ekonomi klasik menjelaskan bahwa pendorong terjadinya pergerakan barang dari suatu daerah ke daerah lain adalah adanya perbedaan harga yang merupakan mekanisme dinamis pasar dalam mencapai terjadinya keseimbangan. Bekerjanya mekanisme pasar didorong oleh adanya perbedaan permintaan dan penawaran pada setiap wilayah (Sobri, 2001:23). Perbedaan kuantitas permintaan (berdasarkan tingkat kualitas tertentu suatu barang) disebabkan oleh sejumlah faktor determinan seperti jumlah penduduk, pendapatan, kesukaan dan sebagainya. Perbedaan penawaran disebabkan oleh ketidaksamaan faktorfaktor produksi, kondisi geografis, dan budaya masyarakat.

Perbedaan tingkat permintaan dan penawaran suatu komoditasyang menyebabkan terjadinya perdagangan antardaerah berkisar pada tiga faktor utama yaitu: (1) perbedaan tingkat kelangkaan barang (scarcity), (2) perbedaan faktor produksi perbedaan faktorfaktor produksi yang menyebabkan perbedaan tingkat produktivitas di tiap daerah dan. (3) perbedaan harga komparatif barang (Sobri, 2001: 6).

Perbedaan ketiga faktor tersebut pada setiap- wilayah, sekaligus mencerminkan adanya perbedaan keunggulan komparatif (comparative adventages) pada masingmasing wilayah dalam menghasilkan barang tertentu. Keunggulan komparatif ditentukan oleh adanya perbedaan limpahan faktorfaktor seperti sumberdaya alam, tenaga kerja, modal, dan atau teknologi sehingga setiap daerah masing-masing dapat menghasilkan barang tertentu secara leblh produktif dibandingkan daerah lainnya. Perbedaan kelangkaan faktorfaktor tersebut sekaligus mempengaruhi perbedaan harga faktor dan harga barang pada masingmasing daerah yang mendorong terjadinya perdagangan antar daerah secara menguntungkan (Meier, 1995).

Menurut Kasliwal, (1995: 205) bahwa teori perdagangan yang didasarkan pada doktrin keunggulan komparatif, memiliki implikasi bahwa Selama terjadi perbedaan karakteristik permintaan dan penawaran yang tercermin dari perbedaan harga sebelum autarchy sebelum perdagangan maka arus perdagangangan akan terus berlanjut hingga terjadi kesamaan harga untuk semua daerah (equilibrum) dari masingmasing daerah memperoleh keuntungan dari kegiatan perdagangan tersebut (gains from trade).

Kasliwal, Kasliwal (1995: 206) dengan menggunakan análisis keseimbangan partial (partial equfflbrium),seperti pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Fenomena Perdagangan Antardaerah: Analisis Partial Equilibrium

Dalam konteks perdagangan beras antardaerah, gambar 2.1 menjelaskan bahwa perdagangan beras antardaerah didorong oleh adanya perbedaan harga relatif antara dua daerah (Adán B), yaitu beras yang mengalir dari daerah surplus (A) memiliki harga

lebih rendah (PA). Sebelum perdagangan autarchy ke daerah defisit (B) yang memiliki

bargaautarchy yang lebih tinggi (PB). Arus perdagangan ini akan terus berlanjut hingga terjadi kesamaan barga pada tingkat P, Posisi keseimbangan pada masingmasing daerah berubah dari keseimbangan autarchy c¡¡ posisi Z ke posisi perdagangan di T, yang menghasilkan kesejahteraan sosial (social welfare) yang lebih tinggi, seperti yang ditunjukkan dalam triangulas! (ZTW), yaitu surplus produsen dan surplus konsumen

meningkat dibandingkan dengan posisi original pada masingmasing harga autarchy PA

dan PB.

Berdasarkan uraían tersebut, maka dilihat dari sudut pandang teori terjadinya perdagangan beras Sulawesi Selatan ke berbagai daerah tujuan secara umum ditentukan oleh adanya perbedaan permintaan dan penawaran beras yang tercermin dari adanya perbedaan harga di pasar beras Sulawesi Selatan dengan pasar di daerah tujuan, khususnya di Wilayah KTI seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Maluku, Papua dan lainnya. Bila dilihat sudut permintaan perdagangan beras itu di ditentukan oleh besarnya kelangkaan beras di daerah tujuan, daya beli konsumen, harga beras di daerah tujuan, serta selera konsumen.

Selanjutnya, bila dilihat dari sudut penawaran ditentukan oleh dukungan penggunaan faktor produksi terutama lahan dan tenaga kerja, modal dan teknologi sehingga menghasilkan surplus produksi, ketersediaan infrastruktur perdagangan, dan kelembagaan pemasaran. Selain itu kebijakan pemerintah dalam distribusi turut mempengaruhi perdagangan beras antarpulau. Dengan adanya perbedaan karakteristik

permintaan dan penawaran beras tersebut, yang mendorong terjadinya arus

perdagangan sehingga masingmasing daerah meningkatkan surplus produsen dan The image cannot be display ed. Your computer may not hav e enough memory to open the image, or the image may hav e been corrupted. Restart y our computer, and then open the file again. I f the red x still appears, y ou may hav e to delete the image and then insert it again.

surplus konsumen sebagai pencerminan adanya manfaat perdagangan (gainsfrom trade).

Kegiatan perdagangan antardaerah memiliki peran yang sangat penting dalam menggerakkan perekonomian suatu daerah. Perdagangan antardaerah memungkinkan barang yang diproduksi di suatu daerah dapat bergerak ke daerah lain yang membutuhkannya, sekaiigus menghindarkan terjadinya surplus suatu barang di suatu daerah

perdagangan antardaerah tidak hanya dilihat dari sisi bagaimana arus barang dan jasa diperdagangkan. Namun juga dapat dilihat dari permanfaatan potensi sumberdaya alam yang ada di suatu daerah serta bergeraknya sistem perekonomian pada semua lapisan wilayah di daerah tersebut, (Ubaidillah, 2002).

Perdagangan hasil bumi atau hasil industri dari sentra produksinya, akan membuka kesempatan kerja [employment creation) dan peningkatan pendapatan (income generating) bukan hanya bagi petani/ produsen dan pedagang pengumpul, namun juga membuka kesempatan kerja dan pendapatan bagi pedagang antardaerah, antarpulau dan pengecer di daerah tujuan.

Dengan demikian kegiatan perdagangan yang di dasarkan pada keunggulan komparatif wilayah, akan meningkatkan kesejahteraan (social welfare) pada masingmasing daerah. Setiap daerah dapat menkonsumsi barang lebih besar dari kemampuan originalnya dalam memproduksi barang tersebut, serta masingmasing daerah dapat mencapai skala produksi yang efisien sesuai dengan keunggulan komparatif yang dlmilíkinya (Kasliwal, 1995; Krugmen dan Obstfeld, 2002). Dengan

menggunakan análisis keseimbangan umum {general equilibrium), Kasliwal, (1995:

205) menunjukkan keuntungan perdagangan(gains from trade) seperti pada gambar 22

Gambar 3. Gains from trade (general equilbrium) The image cannot be display ed. Your computer may not hav e enough memory to open the image, or the image may hav e been corrupted. Restart y our computer, and then open the file again. I f the red x still appears, y ou may hav e to delete the image and then insert it again.

Dalam konteks perdagangan beras antarpulau, dengan asumsi bahwa Sulawesi Selatan dikaruniai potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang melimpah sehingga dapat menghasilkan barang X (beras) yang relatif lebih murah dibandingkan menghasilkan barang Y (padat modal). Sebelum kegiatan perdagangan (autarchy), maka harga relatif dalam menghasilkan kedua barang di Sulawesi Selatan, ditunjukkan oleh term of trade (TOT 5), sehingga kombinasi óptima I untuk kedua barang terjadi di titik A pada Kurva Kemungkinan Produksi (KKP). Tetapi dengan terbukanya pintu pedagangan beras antar daerah, maka harga beras yang lebih tinggi di daerah lain

ditransmisikan ke daerah Sulawesi Selatan sehingga term oftrade berubah seperti

(TOT2) yang berdampak meningkatnya skala usaha (economic of scale) untuk

menghasilkan barang X (beras) di titik B dan keseimbangan konsumsi meningkat di titik C dengan social welfare yang lebih tinggi (IC2) dibanding keseimbanganautarchydi ICL

Dengan asumsi bahwa pasar bekerja secara sempurna, maka keseimbangan produksi dan konsumsi setelah perdagangan mengisyaratkan bahwa Sulawesi Selatan akan mengekspor beras sebesar BD dan mengimpor barang Y sebesar CD.

Berdasarkan análisis keseimbangan umum, maka manfaat perdagangan tersebut hanya dapat dicapai apabila memenuhi dua asumsi utama yakni: (1) Kegiatan perdagangan didasarkan pada keunggulan komparatif masingmasing daerah dan (2) Pasar berkerja secara sempurna, sehingga harga dapat ditransmisikan secara sempurna pula. Kedua asumsi tersebut, sekaligus menjadi syarat suatu komoditas memiliki daya saing(competitiveness)dalam kondisi pasar yang bersaing (Gonarsyah, 2004 ).

Syarat pada poin kedua tersebut menekankan tidakterjadinya distorsi pasar dalam perdagangan beras, yakni harga di pasar beras Sulawesi Selatan merupakan transmisi harga dari pasar daerah tujuan perdagangan beras sehingga harga pada kedua pasar tersebut berintegrasi. Transmisi harga dan integrasi pasar, menandai terjadinya struktur pasar yang kompetitif, informasi pasar yang sempurna, serta tidak adanya biaya-biaya transaksi yang mendistorsi harga pasar (Goletti, at.al, 1995).

Dengan demikian hambatan-hambatan perdagangan yang mendistorsi salah satu

faktor penentu daya saing (competitiveness) suatu komoditas dalam perdagangan

antardaerah (Salvatore, 1997; Ubaidillah, 2002). Lebih lanjut diuraikan bahwa

peningkatan biaya transaksi (transaction cost) akan mengurangi pendapatan yang

diperoleh pelaku usaha, menyebabkan efisiensi dan menurunkan daya saing

(competitiveness)produk yang diperdagangkan.

Biaya transaksi dalam perdagangan dapat bersumber dari : (1) buruknya kondisi infrastruktur jalan, sarana pelabuhan, dan alat transfortasi), (2) pihak swasta

(premanisme dan oknum), dan (3) kebijakan yang dibuat oleh pemerintah (pusat dan daerah). Kebijakan pemerintah yang bersifat menghambat dapat berbentuk ketentuan perizinan/legalitas, pungutan pajak dan nonpajak), ketentuan tataniaga dan institutíonal setting.