• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci : Perguruan Tinggi, Literasi informasi , Bruce’s Seven Faces of Information Literacy.

1. PENDAHULUAN

Berdasarkan InternetLiveStats pertumbuhan jumlah pengguna internet telah meningkat sepuluh kali lipat dari tahun 1999 sampai 2013. Pada tahun 2016 Indonesia menduduki peringkat ke- 13 sebagai negara yang banyak menggunakan internet dengan total 53,236,719 orang atau sekitar 20.4 % dari total penduduk 260,581,100. Sementara itu total situs yang ada telah mencapai 1 milyar pada 2014 dan rata-rata setiap detik Google memproses lebih dari 40,000 pencarian atau 3,5 juta pencarian setiap harinya (Internetlivestat, 2016). Fakta tersebut menunjukkan bahwa ledakan informasi sudah tidak terbendung dan tersebar luas yang mengakibatkan data menjadi semakin kompleks dan beragam.

Informasi yang terdapat di internet adalah sumber kekuatan instan karena informasi yang diperoleh dapat memfasilitasi pengambilan keputusan, pemecahan masalah dan pengambilan tindakan. Dengan pilihan informasi yang tersedia dalam banyak media termasuk grafik, lisan, tulisan mungkin juga film video, objek gambar, rekaman grafis, presentasi seminar maupun komputer pribadi (ALA, 2000; Ranganathan & Durga, 2016). Internet merupakan sumber informasi yang komprehensif bagi penggunanya. Namun demikian, keragaman informasi dalam berbagai bentuk dan format secara bersamaan dapat menimbulkan sejumlah besar masalah untuk pemburu informasi dalam menemukan dan mengakses informasi (Ranganathan & Durga, 2016).

Permasalahan utama yang dihadapi tidak saja bagaimana mendapatkan akses untuk informasi akan tetapi bagaimana memilih informasi yang sesuai dengan kebutuhan secara selektif. Oleh sebab itu diperlukan usaha yang lebih besar untuk memilih informasi daripada hanya untuk mendapatkan akses informasi yang dibutuhkan (Mandala & Setiawan, 2002; Pattah, 2014). Individu dihadapkan pada beragam pilihan informasi yang melimpah di dunia akademis, tempat kerja maupun

P R O S I D I N G : S e m i l o k a N a s i o n a l I n o v a s i P e r p u s t a k a a n 2 0 1 7

| 98

kehidupan pribadi. Informasi yang tersedia melalui perpustakaan, sumber daya masyarakat, organisasi yang diminati, media, dan internet akan tidak terbendung dan informasi yang datang kepada individu dalam format yang tidak difilter, diragukan keaslian, validitas, dan reliabilitasnya. Dan ditambah dengan pilihan informasi yang tersedia dalam banyak media termasuk grafik, lisan, tulisan (ALA, 2000). Akan membingungkan para pencari informasi dalam memilah-milah mana informasi yang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan dari sisi kebenaran dan sumber yang jelas dan mana informasi hoax, dalam hal ini kualitas dari sebuah informasi di nilai dari keasliannya dilihat dari sumber dan nilai orisinilitasnya (Ranganathan & Durga, 2016).

Karakteristik orang yang melek informasi dapat dikenali sebagai berikut: (1) mengenali kebutuhan akan informasi dan menentukan sifat dan tingkat informasi yang dibutuhkan, (2) menemukan informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien, (3) mengevaluasi secara kritis informasi dan proses pencarian informasi, mengelola informasi yang dikumpulkan atau dihasilkan, (4) menerapkan informasi sebelumnya dan baru untuk membangun konsep baru atau menciptakan pemahaman baru, dan (5) menggunakan informasi dengan memahami dan mengakui masalah budaya, etika, ekonomi, hukum dan sosial seputar penggunaan informasi (Bundy, 2004).

Perpustakaan dan pustakawan mempunyai peran yang signifikan dalam mengatasi hal tersebut. Perpustakaan sebagai penyedia, mengolah dan menyajikan informasi kepada civitas akademika mempunyai tanggung jawab besar dalam membantu mahasiswa mempunyai kemampuan literasi yang baik, mahasiswa diharapkan menyelesaikan masalah secara kritis, logis dan tidak mudah diperdaya oleh informasi yang diterimanya tanpa evaluasi (Jarson, 2010). Pustakawan literasi informasi mengajarkan kepada mahasiswa keahlian untuk pengalaman pembelajaran sepanjang hayat (Williams, 2013). Dibutuhkannya suatu pengalaman untuk dapat memahami bagaimana cara supaya dapat melek informasi (Ernawati, 2010).

Pentingnya literasi informasi telah diatur dalam dunia pendidikan terutama di dunia pendidikan tinggi. Kemampuan literasi informasi merupakan hal yang mutlak harus dipunyai mahasiswa sebelum mereka lulus kuliah, karena dengan memiliki kemampuan ini mereka dapat menjadi pembelajar mandiri dan mampu menyerap, memahami informasi-informasi sesuai dengan kebutuhan mereka, tanpa harus tergantung pada dosen (Williams, 2013).

Setiap mahasiswa pasti memiliki pengalaman dalam menggunakan informasi. Berdasarkan permasalahan diatas, penulis mencoba untuk mengidentifikasi pengalaman mahasiswa dalam menggunakan informasi dengan menggunakan pemodelan Seven Faces of Information Literacy (Bruce C. , 1997). Identifikasi tipe literasi informasi mana yang dimiliki oleh mahasiswa, penulis dapat : (1). Mendiskripsikan literasi informasi mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan di Universitas Negeri Surabaya, (2). Untuk mengetahui kemampuan literasi mahasiswa terkait dengan permodelan seven faces.

2. TINJAUAN PUSTAKA.

Internet merupakan media yang sangat mudah dan menarik bagi mahasiswa di perguruan tinggi untuk sejumlah alasan yaitu : (1) mengurangi jeda waktu antara produksi dan pemanfaatan pengetahuan; (2) mempromosikan kerja sama internasional dan pendapat; (3) berbagai informasi; dan (4) mempromosikan penelitian multidisiplin (Usun, 2003). Internet, memungkinkan kita untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi dalam basis global yang merupakan akses informasi dan jejaring pribadi yang dipandang obyektif, sebagai sesuatu di luar individu yang mempunyai peran membuat informasi tersebut dapat diakses dan memungkinkan pengguna informasi untuk tetap literate (Edwards & Bruce, 2012 ; Bruce C., 1999). Hal yang terkait dengan kemampuan mengakses dan memanfaatkan informasi di internet yang membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan dalam menelusur informasi serta strategi penelusuran yang efektif dan efisien sehingga dapat meningkatkan kemampuan dalam memanfaatkan media informasi yang ada (Pendit, 2008).

Pengertian literasi informasi, di antaranya menurut The Chartered Institute for Library and Information Profesional (CILIP) adalah kemampuan untuk mengetahui kapan dan mengapa kita membutuhkan informasi, dimana mendapatkannya dan bagaimana mengevaluasi, menggunakan dan mengkomunikasikannya dengan cara yang etis (Hepworth & Smith, 2008). Literasi informasi merupakan sebuah pemahaman dan kemampuan dari individu dalam mengetahui kapan informasi

P R O S I D I N G : S e m i l o k a N a s i o n a l I n o v a s i P e r p u s t a k a a n 2 0 1 7

| 99

dibutuhkan dan memiliki kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi dan menggunakan informasi secara efektif (Bundy, 2004 ; Williams, 2013).

Untuk dapat mengetahui keterampilan literasi seseorang diperlukan alat ukur yang digunakan sebagai standar literasi informasi. Ada beberapa model literasi informasi untuk perguruan tinggi yang dijadikan sebagai alat ukur tingkat literasi informasi. Salah satunya sangat memerlukan pengalaman berbasis kontekstual (Bruce C. , The Seven Faces of Information Literacy, 1997; Jarson, 2010). Bruce berpandangan selama ini tidak ada artikel atau penelitian tentang literasi informasi yang meletakkan partisipan penelitiannya sebagai subyek atau mendengarkan apa yang dimaksud dengan literasi informasi dari sudut pandang subyek penelitian. Hal inilah yang mendasari konsep Seven Faces Of Information Litercy. Sebagai sebuah fenomena, literasi informasi mencakup berbagai pengalaman, dan mahasiswa perlu dilatih untuk memahami literasi informasi dengan cara ini (Bruce C. S., QUT, 2009). Mereka juga perlu mendalami beragam pengalaman yang dihadapi dan memahami karakteristik literasi informasi mana yang relevan dengan situasi yang berbeda (Jarson, 2010). Pengalaman ini dapat dikelompokkan menjadi 7 (tujuh) kategori sperti dalam tabel 1 sebagai berikut :

Tabel 1. Konsep Seven Faces of Information (Bruce C. S., QUT, 2009)