• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNTUK MENINGKATKAN KOMUNIKASI ILMIAH Riana Mardina

Pustakawan Universitas Kristen Krida Wacana riana@ukrida.ac.id

ABSTRAK

Hasil penelitian perguruan tinggi menjadi salah satu indikator peringkat universitas. Sistem komunikasi ilmiah mencakup penciptaan informasi ilmiah, mengkritisi hasil penciptaan informasi ilmiah, diseminasi kepada komunitas ilmiah serta proses preservasi informasi ilmiah untuk dapat dimanfaatkan pada waktu masa akan datang. Sistem komunikasi ilmiah, proses bisnis perpustakaan dan research data management services memiliki sinergi yang saling terkait. Keberadaan layanan referensi, layanan digital dan repositori menjadi peluang awal untuk mengembangkan research data management services. Pustakawan perlu memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang sistem-sistem komunikasi ilmiah, dan research data management: pendaftaran hasil informasi ilmiah ke penyedia sumber informasi, hak cipta, aspek legal, yang melingkupi research data management services sebagai layanan unggul perpustakaan dalam komunitas ilmiah.

Kata kunci: komunikasi ilmiah, scholarly communication, research data management, research data services, layanan data riset.

PENDAHULUAN

Karya-karya ilmiah atau hasil riset yang dihasilkan sivitas akademika merupakan salah satu indikator keberhasilan peringkat perguruan tinggi dalam sebuah pemeringkatan universitas. Peringkat perguruan tinggi kadang berubah, dalam kurun tertentu. Sebuah perguruan tinggi bisa saja dalam posisi sepuluh besar, kemudian dalam kurun waktu penilaian peringkat, bisa berada dalam posisi urutan teratas dalam sepuluh besar, atau malah menurun, tidak masuk dalam kelompok sepuluh besar. Terdapat beberapa kriteria penilaian peringkat perguruan tinggi, salah satunya pada luaran hasil riset sebuah perguruan tinggi terpublikasikan dalam lingkup lebih luas, bahkan dalam skala global. Acuan pemeringkatan perguruan tinggi ada empat kategori seperti Webometrics, 4 International Colleges & Universities (4ICU), QS University Ranking, dan Times Higher Education (THE). Keempat pemeringkatan tersebut memiliki benang merah yang hampir sama, yaitu seberapa banyak hasil riset yang dihasilkan dan dipublikasikan, atau diakses secara terbuka, dalam jumlah pengukuran (metrics) tertentu.

Melihat pada pilihan-pilihan pemeringkatan universitas di atas, jelas perpustakaan memiliki peran dan berkontribusi dalam perangkingan perguruan tinggi. Kontribusi itu melalui pengelolaan karya ilmiah sivitas akademika, seperti halnya dengan hasil riset. Pengelolaan karya ilmiah tidak hanya berpatokan pada standar-standar pengolahan koleksi dalam konsep tradisional semata, atau pilihan aplikasi sistem informasi saja yang ditentukan, tetapi bagaimana hasil riset memberi manfaat bagi masyaraka.

Fungi perpustakaan tidak hanya mendokumentasikan hasil riset, tetapi bagaimana mendesiminasikan hasil riset melalui saluran komunitas-komunitas lainnya dan berbagai media saluaran komunikasi ilmiahnya. Ada ada hal penting yang perlu kita kaji lebih lanjut, yaitu strategi seperti apa yang harus disiapkan dalam mengelola data-data hasil riset dalam mendukung munculnya penelitian baru berikutnya dalam sebuah lingkaran ilmiah yang disebut sebagai siklus komunikasi

P R O S I D I N G : S e m i l o k a N a s i o n a l I n o v a s i P e r p u s t a k a a n 2 0 1 7

| 168

ilmiah. Dalam siklus komunikasi ilmiah banyak aspek-aspek terkait, yaitu peneliti; saluran komunikasi atau diseminasi yang didalamnya ada perpustakaan; publikasi; dan kelompok peer review. Peran perpustakaan dalam siklus ilmiah sangat penting, karena melalui pengelolaan luaran hasil riset, maka siklus komunikasi ilmiah terus berkembang dan selalu menjadi lingkaran hidup (life cycle) yang berputar untuk memunculkan ide-ide penelitian besar berikutnya.

Pengelolaan luaran hasil riset harus dilakukan secara baik, karena tidak semua peneliti bersedia mengelola hasil penelitian. Pengelolaan hasil riset bukanlah sesuatu konsep baru, tetapi sebenarnya sudah terintegrasi dalam proses penelitian, dari awal pencarian ide riset, hingga hasil riset dapat diakses, disebarluaskan, bahkan bersedia digunakan oleh peneliti berikutnya untuk masa yang akan datang.

Diharapkan dalam bahasan di bawah ini, dapat memberi stimulus dalam pengembangan layanan perpustakaan khususnya yang mempromosikan dan memberdayakan keberadaan hasil riset atau penelitian perguruan tinggi secara berkelanjutan. Perpustakaan perguruan tinggi saat ini diharapkan menjadi sentral kegiatan yang mampu bersinergi pada penelitian, menjadi bagian tidak terpisahkan dengan siklus komunikasi ilmiah dalam era globalisasi.

A. KOMUNIKASI ILMIAH

Pengertian komunikasi ilmiah adalah sebagai sistem yang melingkupi penelitian dan tulisan ilmiah lainnya, dimulai dari proses penciptaan, kemudian proses evaluasi terhadap kualitas tulisan ilmiah dan mendeseminasikannya pada komunitas ilmiah, dan kegiatan mempreservasi tulisan ilmiah untuk masa yang akan datang sebagai proses akhir, dengan tujuan dapat dimanfaatkan dalam kurun waktu yang akan datang. (Association of College & Research Libraries, 2013). Sistem komunikasi ilmiah terbagi dalam dua sistem, seperti yang didefinisikan Association of College & Research Libraries (2013), yaitu komunikasi ilmiah formal dan non formal. Sistem komunikasi ilmiah formal terdokumentasi dalam publikasi-publikasi dalam peer-reviewed journal. Secara umum dokumen- dokumen yang masuk dalam sistem formal komunikasi ilmiah sudah melewati verifikasi sistem komunitas ilmiah yang baik. Sedangkan sistem komunikasi ilmiah informal, terdokumentasikan dalam kumpulan layanan elektronik.

Hahn, Burright & Duggan (2011) mendefinisikan komunikasi ilmiah sebagai cakupan aktivitas dan norma-norma akademisi yang berhubungan dengan penciptaan dan diseminasi pengetahuan baru. Cakupan komunikasi bisa dalam bentuk pertemuan informal, komunikasi tradisional maupun dengan bantuan perangkat teknologi informasi. Konsep komunikasi ilmiah, diadopsi Thomas (2013) dari Scholarly Communications Group menurut Thomas (2013), adalah proses penciptaan, tranformasi, diseminasi dan preservasi pengetahuan ilmiah yang direlasikan kepada proses pengajaran, penelitian dan inisiasi ilmiah. Lyden (2012) juga mengemukakan bahwa komunikasi ilmiah sebagai karya peneliti dimulai dari proses penciptaan, evaluasi, pendokumentasian, mendistribusikan atau publikasi, kemudian dilanjutkan dengan pemanfaatan melalui perpustakaan maupun lembaga atau institusi yang mengelola dokumentasi komunikasi ilmiah. Dalam sistem komunikasi ilmiah menurut Lyden terbangun hubungan sosial dalam komunitas ilmiah.

Kehadiran sistem komunikasi ilmiah sudah muncul pada awal tahun 1990an seperti yang dikemukakan Rao (2001) dan Dillon (2011), komunikasi ilmiah yang dihasilkan, dipublikasikan dalam bentuk buku, artikel dalam jurnal ilmiah (scholarly journals), ataupun dalam jurnal elektronik (electronic journals), maupun databases yang tersedia di internet

Thomes (2002) mengemukakan definisi komunikasi ilmiah terdiri dari proses diseminasi, tinjauan (review), organisasi, akses kepada informasi ilmiah dan pengarsipan. Secara tradisional menurut Thomes, komponen komunikasi ilmiah perlu dipertahankan, meskipun sistem komunikasi ilmiah berkembangan dan berubah dengan cepat, serta hadirnya model-model baru dengan konsep penerbitan berbasis teknologi informasi. Karya-karya ilmiah atau hasil tulisan kelompok akademisi yang tersimpan dalam repositori institusi lebih banyak diakses secara gratis. Sedangkan akses terbatas

P R O S I D I N G : S e m i l o k a N a s i o n a l I n o v a s i P e r p u s t a k a a n 2 0 1 7

| 169

pada karya ilmiah yang dipublikasikan dalam artikel jurnal ilmiah (electronic journals), terutama publikasi ilmiah yang dikelola dengan profit, karena ada pengenaan biaya akses atau biaya langganan. Kondisi seperti ini dijadikan peluang untuk mengkomersialkan komunikasi ilmiah yang dihasilkan para peneliti dan memberi profit besar bagi penerbit-penerbit tersebut. Komersialiasi komunikasi ilmiah sudah muncul dengan adanya jurnal-jurnal elektronik yang diakses dengan terbatas atau berbayar.

Mahalnya berlangganan secara online pada jurnal-jurnal elektronik ditenggarai Lyden (2002), bahwa ada kendala perkembangan komunikasi ilmiah yaitu: (a) harga berlangganan, (b) publikasi- publikasi cepat bermunculan terutama bidang sains dan teknologi; (c) hadirnya penerbit komersial, (d)

promosi dan beberapa komponen bersyarat atau disebut ‘tenure requirements’; (e) perubahan

teknologi, dalam aspek ini komponen infrastruktur teknologi informasi dan aplikasi tambahan yang disyaratkan untuk mengakses informasi dari jurnal elektronik, dan terakhir pada aspek (f) hak cipta dan isu lisensi.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, disarikan bahwa komunikasi ilmiah adalah sebuah sistem yang di dalamnya ada proses penciptaan informasi ilmiah, mengevaluasi atau me-review oleh sekolompok komunitas ilmiah, hasil evaluasi informasi ilmiah didesiminasikan baik melalui media formal maupun media non formal, dilengkapi dengan media untuk mengakses termasuk prosedur untuk mengakses, tersedia secara gratis ataupun berbayar, dan pada akhirnya informasi ilmiah tersebut dipreservasi dalam bentuk dokumentasi untuk masa yang akan datang dan pada proses akhir

mampu menjadi ‘trigger; munculnya sebuah pengetahuan baru secara terus menerus. Secara garis besar proses komunikasi ilmiah menjadi tiga saluran besar yaitu secara jejaring informal, yaitu media- media elektonik. Kedua, melalui diseminasi terbuka kepada umum seperti konferensi-konferensi ilmiah, dan ketiga, yaitu melalui publikasi formal, seperti jurnal-jurnal internasional bereputasi.

Komunikasi ilmiah ditinjau dari aspek fungsi, menurut Bjork (2007) yaitu: (a) untuk membantu mengkomunikasi penelitian yang menarik bagi peneliti yang sesuai dalam bidang penelitian, (b) menyediakan keputusan untuk administrasi penelitian sehingga dapat membantu dalam pengambilan keputusan seperti bantuan pendanaan penelitian, dan bimbingan dari profesor/mentor yang ditunjuk.

Proses komunikasi ilmiah bersifat iteratif, artinya siklus informasi ilmiah bersifat berulang dari kelompok komunitas ilmiah tertentu tersebar kepada masyarakat ilmiah lainnya, memunculkan ide baru dan dikembangkan lebih lanjut, menghasilkan sebuah penelitian ilmiah, disebarkan kembali, dan seterusnya. Proses secara terus menerus dalam komunikasi ilmiah itu disebut sebagai siklus hidup karya ilmiah.

B. PERPUSTAKAAN BAGIAN SIKLUS KOMUNIKASI ILMIAH

Perpustakaan membangun siklus komunikasi ilmiah melalui penyediaan sumber-sumber informasi, pengelolaan karya ilmiah atau riset yang dihasilkan sivitas akademika, mendesiminasikannya, atau memperjumpakan peneliti perguruan tinggi dengan peneliti di tempat lain. Komunikasi ilmiah menurut Mabe (2010) sebagai komunikasi formal dan diskusi informal yang membantu para akademisi memperbaiki dan mengembangkan pandangannya. Komunikasi ilmiah yang dilakukan para akademisi dan peneliti selain secara tertulis seperti aktivitasi evaluasi artikel penelitian (peer-reviewed), juga melalui berbagai media seperti surat menyurat, e-mail, diskusi kelompok, pertemuan ilmiah, lokarya keilmuan atau riset grup peneliti. Interakasi seperti ini membangun suatu rangkaian komunikasi ilmiah. Media komunikasi ilmiah para akademisi diwujudkan dalam bentuk tercetak (prosiding, bahan konferensi ilmiah, atau buku). Wujud secara online saaat ini bisa dilakukan melalui blog penulis, perpustakaan, atau blog institusi sebagai media untuk menciptakan, berbagi dan menyimpan pengetahuan tersebut. Keterkaitan perpustakaan dalam siklus komunikasi ilmiah ditekankan Bosch (2005), bahwa proses komunikasi ilmiah memiliki sinergi dengan perpustakaan terutama pada proses pada kegiatan mengorganisasikan sumber-sumber informasi ilmiah yang sudah

P R O S I D I N G : S e m i l o k a N a s i o n a l I n o v a s i P e r p u s t a k a a n 2 0 1 7

| 170

ada sebelumnya, pendistribusian kepada pengguna agar bisa dimanfaatkan, maupun penyimpanan hasil informasi ilmiah kepada pembaca ataupun pengguna perpustakaan. Aktivasi perpustakaan kepada pengguna perpustakaan seperti disebutkan di atas sebagai salah rangkaian proses komunikasi ilmiah.

Thomas (2011) menekankan peran perpustakaan dalam komunikasi pada tiga aspek yaitu: kepengarangan, hak cipta dan fair use. Dalam perpustakaan ketiga aspek komunikasi ilmiah tersebut diwujudkan pada repositori institusi, penerbitan jurnal ilmiah dan kurasi digital yang meliputi konten digital, seperti repositori institusi, electronic journals, electronic theses and dissertations (ETD) serta konten jurnal ilmiah berbasis open access. Rao (2001) juga mengungkapkan komponen yang tercakup dalam sistem komunikasi ilmiah seperti kelompok penulis (pencipta), penerbit baik komersial dan non komersial, serta perpustakaan sebagai fasilitator informasi, institusi (akademis dan penelitian), serta kelompok pembaca dengan cakupan yang luas. Di samping aktivitas dan norma-norma, terdapat beberapa orang yang terlibat dalam proses komunikasi ilmiah seperti pengarang (peneliti), penerbit komersial, perpustakaan, perguruan tinggi, dan masyarakat yang mengakses hasil penelitian.

Komunikasi ilmiah ditinjau dari aspek sejarah, yaitu perkembangan komunikasi ilmiah telah mengalami perubahan-perubahan, seperti yang dikemukakan Hahn, Burright & Duggan (2011), yaitu: (1) komunikasi ilmiah ditransformasikan kedalam model penerbitan, sebagai bentuk praktek ekonomis dari sisi finansial, dan adanya pembedaan profit antara penerbit besar dan kecil. Demikian pula adanya jurang pemisah yang tajam antara anggaran perpustakaan dengan alokasi biaya pengadaan koleksi yang dibutuhkan pemustaka. Selanjutnya perubahan kedua, yaitu pilihan pada aspek legal dari pengarang untuk mengontrol diseminasi karya-karyanya, serta perubahan ketiga, adalah akses kepada hasil penelitian pengarang menjadi luas, karena mudah ditemukan dalam website, serta memberi manfaat bagi masyarakat. Keuntungan bagi pengarang adanya pengakuan melalui sitasi-sitasi terhadap luaran komunikasi ilmiah.

Komunikasi ilmiah ditinjau dari aspek penyedia, pengelola dan pemakai, dipaparkan Task Force on Academic Libraries and Communication, Conclusioan & Recommendations (1999), komponen komunikasi ilmiah meliputi peneliti, senior university administrator, pustakawan, pimpinan penerbit universitas, mahasiswa, pembuat kebijakan dari pemerintah, dan anggota masyarakat yang memiliki pengaruh positif dalam komunikasi ilmiah yang akan datang.

Seperti yang telah dipaparkan di atas, cakupan proses komunikasi ilmiah dalam kegiatan perpustakaan seperti: peneliti, akademisi, pembaca, penerbit, lembaga riset maupun pustakawan. Posisi pustakawan berada dalam proses mendistribusikan dan mengarsipkan. Proses pendistribusian atau mendesiminasi menggunakan media komunikasi ilmiah dalam bentuk tulisan atau lisan, serta penggunaan perangkat teknologi informasi untuk menjalankan proses komunikasi ilmiah. Beberapa upaya telah dilakukan untuk meningkatkan sistem komunikasi ilmiah melalui kolaborasi pemakaian sumber-sumber informasi secara bersama, pembelian secara konsorsium, kerjasama dengan perpustakaan lain, beberapa penerbit, kelompok peneliti yang ada perguruan tinggi atau peneliti- peneliti pada perguruan tinggi berbeda. Peningkatan kerja sama dalam komunikasi ilmiah seperti ini, diharapkan dapat menghadirkan lingkungan ilmiah yang kompetitif dan sisi efisiensi biaya dapat mengurangi harga berlangganan.

Peneliti atau pengarang artikel jurnal secara umum memiliki pandangan yang sama