• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI PERJANJIAN

B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Simulasi

3. Perjanjian Simulasi Ditinjau dari Kaidah dan

Sah atau tidak sahnya suatu perjanjian dapat dipastikan dengan mengujinya menggunakan instrument hukum sebagaimana diatur dalam Buku III KUH Perdata, yaitu Pasal 1320 KUH Perdata dan di luar pasal 1320 KUH Perdata yaitu Pasal 1335, Pasal 1339 dan Pasal 1347.144

a) Sepakat mereka yang mengikat dirinya

Jika dilihat dari ketentuan pokok tersebut, supaya perjanjian menjadi sah maka perjanjian ikatan jual beli yang dibuat dalam akta notaris wajib memenuhi keempat syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata dengan penjelasannya sebagai berikut:

144Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak, Memahami Kontrak dalam Perspektif Filsafat, Teori, Dogmatic dan Praktik Hukum, Cetakan Ke II, (Bandung : Mandar Maju, 2016), hal. 183

Kesepakatan disebut dengan asas konsensualisme yang merupakan syarat mutlak bagi hukum perjanjian. Mengandung makna bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada persesuaian kemauan atau saling menyetujui kehendak masing-masing yang dilahirkan oleh pihak dengan tiada paksaan kekeliruan dan penipuan. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat kedua belah pihak. Kesepakat erat kaitannya dengan itikad baik para pihak dalam melaksanakan suatu perjanjian. Dalam perjanjian ini para pihak mengikatkan diri untuk mengadakan perjanjian jual beli. Menurut Pasal 1457 KUH Perdata, jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Jual beli dianggap telah terjadi seketika setelah kedua pihak telah sepakat mengenai barang dan harganya, meskipun barang tersebut belum diserahkan maupun harganya belum dibayar.145

145Umi Mamlu’ul Hikmah, Bambang Sugiri, Sukarmi, Jurnal Tanggung Jawab Notaris Dalam Membuat Perjanjian Simulasi Yang Berbentuk Akta Notaris Ditinjau Dari Hukum Perjanjian, Universitas Brawijaya, di Publikasi

Pada perjanjian ini karena syarat-syarat jual beli tanah belum terpenuhi yaitu objek Sertifikat Hak Milik (SHM) belum diroya maka akta jual belinya belum dapat ditandatangani dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Sehingga para pihak sepakat untuk membuat perjanjian ikatan jual beli di hadapan Notaris. Selanjutnya para pihak yakni EFR dan MY membuat perjanjian lain yakni surat pernyataan pinjam meminjam uang dan keinginan membeli kembali ketiga objek jaminan tersebut.

Dari ketidaksesuaian antara pernyataan dan kehendak dalam mencapai kesepakatan terjadi jika terdapat keadaan yang tidak normal sehingga dapat menyebabkan cacat kehendak (wilsgebreke). Kata sepakat ini dianggap sah apabila kata sepakat yang diberikan tersebut tidak berdasar atas unsur – unsur: 146

1) Kekhilafan/kekeliruan/kesesatan (dwaling) dalam Pasal 1322 KUHPerdata Kekhilafan/kekeliruan atau kesesatan (dwaling) kesepakatan membuat perjanjian ada dua macam yaitu:

a. Kekeliruan yang sebenarnya (eigenlijke dwaling) merujuk pada situasi kehendak dan pernyataan satu sama lain berkesesuaian, tetapi kehendak salah satu pihak atau dari keduanya terbentuk secara cacat.

Jadi sekalipun perjanjian tersebut telah terbentuk tetap dapat dibatalkan. Ikhwalnya ialah karena dalam hal perjanjian terbentuk di bawah pengaruh kekeliruan / kesesatan, sedangkan bilamana kekeliruan tersebut diketahui sebelumnya, tidak akan terbentuk perjanjian, maka sepatutnya perjanjian demikian dapat dibatalkan. Di luar hal tersebut, undang-undang tidak akan menerima alasan adanya kekeliruan tentang situasi atau fakta sebelum terjadinya perjanjian.147 b. Kekeliruan semu (oneigenlijke dwaling), pada prinsipnya tidak

terbentuk perjanjian. Alasannya adalah karena sebenarnya kata sepakat tidak tercapai. Artinya syarat ketentuan undang-undang belum terpenuhi mengingat kehendak tidak sejalan dengan pernyataan satu dengan yang lainnya.148

2) Ancaman / paksaan (bedreiging / dwang)

Ancaman / paksaan diatur dalam Pasal 1324 KUH Perdata. Ancaman terjadi jika seseorang menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu tindakan hukum, yakni dengan secara melawan hukum mengancam akan menimbulkan kerugian pada orang atau kebendaan milik orang tersebut

146Ibid

147Herlien Budiono I, Op.Cit, hal. 99

148Ibid

atau terhadap pihak ketiga dan kebendaan milik pihak ketiga tersebut.

Ancaman itu menimbulkan ketakutan sedemikian sehingga kehendak seseorang terbentuk secara cacat. Meskipun kehendak orang tersebut benar telah dinyatakan, sebenarnya kehendak tersebut muncul sebagai akibat adanya ancaman. Padahal tanpa adanya ancaman tersebut kehendak demikian tidak akan terwujud. 149

3) Penipuan (bedrog)

Penipuan diatur dalam Pasal 1328 KUH Perdata. Jika seseorang dengan kehendak dan pengetahuan (willens en wetens) menimbulkan kesesatan pada orang lain, di sini dikatakan terjadi penipuan. Di samping itu, berdasarkan fakta yang sama, juga dapat dikatakan telah terjadi penyalahgunaan keadaan. Penipuan dikatakan terjadi tidak saja jika suatu fakta tertentu dengan sengaja tidak diungkapkan atau disembunyikan, tetapi juga bilamana suatu informasi secara keliru dengan sengaja diberikan atau terjadi dengan tipu daya lainnya. dalam hal-hal tertentu, jika kesengajaan (opzet) tidak bersumber dari perbuatannya sendiri, pihak yang tertipu harus membuktikan adanya kesengajaan tersebut.150

4) Penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden)

Penyalahgunaan keadaan terjadi jika seseorang tergerak karena keadaan khusus (bijzonde omstandigheden) untuk melakukan tindakan hukum dan pihak lawan menyalahgunakan hal ini. KUH Perdata belum mengatur secara khusus mengenai penyalahgunaan keadaan. Namun pengaturan

149Ibid, hal. 98

150Ibid

tentang hal ini dapat ditemukan dalam yurisprudensi. Sebagaimana dinyatakan oleh Setiawan, Prof. Z. Asikin Kusumah Atmadja menyatakan bahwa penyalahgunaan keadaan adalah faktor yang membatasi atau mengganggu terbentuknya kehendak bebas yang dipersyaratkan bagi persetujuan antara kedua pihak sebagaimana disebutkan di dalam ketentuan Pasal 1320 butir 1 KUH Perdata.151

b) Kecakapan Para Pihak Untuk Membuat Suatu Perjanjian (Perikatan)

Dari keempat unsur tersebut di atas, maka unsur yang terpenuhi berkenaan dengan perjanjian simulasi pada perikatan jual beli antara EFR dan MY adalah unsur pertama yaitu kekhilafan/kekeliruan/kesesatan yang semu (oneigenlijkedwaling). Hal ini disebabkan karena pada prinsipnya tujuan para pihak yaitu sepakat untuk melakukan perjanjian utang piutang yang dilanjutkan dengan pengikatan jual beli sebagai suatu bentuk pengamanan bagi MY.

Kecakapan bertindak dalam banyak hal berhubungan dengan masalah kewenangan dalam hukum. Meskipun kedua hal tersebut secara prinsipil berbeda, namun dalam membahas masalah kecakapan bertindak yang melahirkan suatu perjanjian yang sah, maka masalah kewenangan untuk bertindak juga tidak dapat dilupakan. Jika masalah kecakapan untuk bertindak berkaitan dengan masalah kedewasaan dari orang perorang yang melakukan suatu tindakan atau perbuatan hukum, masalah kewenangan berkaitan dengan kapasitas orang perorang tersebut yang bertindak atau berbuat dalam hukum.152

151Ibid, hal. 100

152Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal. 127

Kecakapan yang kaitannya dengan masalah kedewasaan menurut Undang-undang Jabatan Notaris dinyatakan dalam Pasal 39 ayat 1 yaitu bahwa penghadap harus memenuhi syarat paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum. Sedangkan dalam KUH Perdata hal-hal yang berhubungan dengan kecakapan dan kewenangan bertindak dalam rangka perbuatan untuk kepentingan diri pribadi orang perorang diatur dalam Pasal 1329 sampai dengan Pasal 1331.153

1) Kewenangan untuk bertindak untuk dan atas namanya sendiri, yang berkaitan dengan kecakapannya untuk bertindak dalam hukum;

Pasal 1329 KUH Perdata tersebut menyatakan bahwa “Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap.”

Menurut doktrin ilmu hukum yang berkembang, masalah kewenangan bertindak orang perorang dalam hukum dapat dibedakan ke dalam :

2) Kewenangan untuk bertindak selaku kuasa pihak lain, yang dalam hal ini tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Bab XVI Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di bawah judul “pemberian kuasa”;

3) Kewenangan untuk bertindak dalam kapasitasnya sebagai wali atau wakil dari pihak lain.

Dalam hal ini EFR dan MY telah memenuhi ketentuan tentang kecakapan dan kewenangan dalam bertindak dalam hal membuat perjanjian pengikatan jual beli. Hal ini dapat diketahui dari dokumen-dokumen sah berupa identitas para pihak / kartu tanda penduduk , kartu keluarga dan akta nikah pada saat perjanjian

153Ibid, hal. 128

tersebut dibuat di hadapan Notaris DP. Dengan demikian syarat sahnya perjanjian telah terpenuhi dalam hal kecakapan dalam membuat suatu perjanjian.

c) Suatu Hal Tertentu Dalam Perjanjian

Kitab Undang-undang Hukum Perdata dalam Pasal 1332 menentukan bahwa hanya benda yang dalam perdagangan (in de handel) dapat menjadi objek suatu persetujuan / perjanjian. Pasal ini lazimnya ditafsirkan sedemikian rupa bahwa benda-benda yang diperuntukan guna kepentingan umum.154 Pasal 1333 KUH Perdata menyebutkan suatu syarat bagi benda agar menjadi objek suatu perjanjian yaitu benda itu harus tertentu, paling tidak tentang jenisnya. Jumlah benda itu tidak perlu ditentukan dahulu, asal saja jumlah itu dapat ditentukan atau dihitung kemudian. 155

1) Salah satu barang yang dapat diperdagangkan, jenisnya merupakan barang tidak bergerak;

Objek perjanjian dalam perjanjian pengikatan jual beli dalam perkara di atas adalah 3 (tiga) buah objek tanah dan bangunan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang terletak di Propinsi Jawa Timur, Kota Kediri, Kecamatan Mojoroto yang terdaftar atas nama EFR. Sesuai dengan Pasal 1332 sampai dengan Pasal 1334 KUH Perdata bahwa tanah Hak Milik merupakan :

2) Jumlah dalam hal ini luas tanah masing-masing seluas 153 m2 (seratus lima puluh tiga meter persegi), 115 m2 (seratus lima belas meter persegi), dan 156 m2 (seratus lima puluh enam meter persegi);

154 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Cetakan Ke Lima, (Bandung : Sumur Bandung, 1960), hal. 21

155Ibid

3) Sudah ada pada saat perjanjian dibuat;

4) Bukan barang yang masih dalam warisan karena dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) sudah atas nama penjual (EFR).

Dengan rumusan pokok perjanjian tersebut berupa barang yang telah ditentukan jenisnya, tampaknya KUH Perdata hanya menekankan pada perikatan untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu. Namun demikian jika kita perhatikan lebih lanjut, rumusan tersebut hendak menegaskan bahwa apapun jenis perikatannya, baik itu perikatan untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau untuk tiidak berbuat sesuatu, KUH Perdata hendak menjelaskan bahwa semua jenis perikatan tersebut pasti melibatkan keberadaan atau eksistensi dari suatu kebendaan yang tertentu.156

d. Suatu Sebab Yang Halal

Sebab atau causa adalah hal yang menyebabkan adanya hubungan hukum berupa rangkaian kepentingan-kepentingan yang harus dipenuhi secara yang termaktub dalam isi perhubungan hukum itu.157

1) Bukan tanpa sebab;

Sebab yang halal diatur dalam Pasal 1335 hingga Pasal 1337 KUH Perdata. KUH Perdata tidak memberikan defenisi dari sebab yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Hanya saja dalam Pasal 1335 dijelaskan bahwa yang disebut dengan sebab yang halal adalah :

2) Bukan sebab yang palsu;

3) Bukan sebab yang terlarang.

156Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal. 155

157Wiryono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung : Bale Bandung, 1988), hal. 67

Sebab atau causa yang halal yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUH Perdata bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian melainkan sebab dalam arti isi perjanjian itu sendiri yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak. Apakah bertentangan dengan ketertiban umum atau kesusilaan atau tidak.158

C. Akibat Hukum Yang Timbul Dari Perjanjian Simulasi Dalam Studi