• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI PERJANJIAN

A. Tinjauan Umum Tentang Suatu Perjanjian

3. Tentang Pemberian Kuasa, Kuasa Mutlak, Perjanjian

1) Pemberian Kuasa dan Kuasa Mutlak

Pemberian Kuasa (lastgeving) diatur di dalam Buku III Bab XVI mulai dari Pasal 1792 – 1819 KUH Perdata. Pasal 1792 KUH Perdata menyatakan pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang memberikan

123Ibid, hal. 75

124Ibid

kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Sifat pemberian kuasa ini adalah mewakilkan dan perwakilan. Mewakilkan maksudnya adalah pemberi kuasa mewakilkan kepada si penerima kuasa untuk mengurus dan melaksanakan kepentingan si pemberi kuasa. adapun arti kata “atas nama” yang dimaksud Pasal ini adalah si penerima kuasa berbuat atau bertindak mewakili si pemberi kuasa.125

1) Persetujuan;

Dari Pasal 1792 KUH Perdata tersebut kita dapat melihat bahwa unsur-unsur dari pemberian kuasa adalah :

2) Memberikan kekuasaan untuk menyelenggarakan suatu urusan;

3) Penerima kuasa menyelenggarakan atas nama pemberi kuasa.126

Kuasa yang diberikan oleh pemberi kuasa bertalian dengan adanya asas nemo plus iuris ad alium transferre potest quam ipse haberet, yang berarti bahwa

seseorang tidak dapat mengalihkan hak kepada orang lain lebih daripada hak yang dimilikinya. Sehingga pemberi kuasa tidak dapat memberikan kuasa lebih daripada hak atau kewenangan yang dimilikinya.127

a. Segala macam tindakan hukum antara lain menjual, menyewakan, meminjampakaikan, melakukan perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga untuk memanfaatkan tanah tersebut;

Arti kuasa mutlak disebutkan dalam Instruksi Mendagri nomor 14 Tahun 1982 tanggal 6 Maret 1982 yang isinya suatu kuasa di dalam prakteknya berisi :

b. Kata-kata tidak dapat dicabut;

125M Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung : Alumni, 1986), hal. 306

126Herlien Budiono II, Op.Cit, hal.54

127Herlien Budiono II, Op.Cit, hal. 53

c. Substitusi.128

Dari isi surat kuasa yang disebutkan, dapat dikatagorikan surat kuasa dimaksud merupakan surat kuasa umum atau surat kuasa mutlak karena objeknya sangat luas. Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 pada bagian kedua menjelaskan pengertian mengenai surat kuasa mutlak, yaitu :

a. Kuasa mutlak adalah kuasa yang di dalamnya mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa.

b. Kuasa mutlak merupakan pemindahan hak atas tanah yang memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan menggunakan tanah serta melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum dapat dilakukan oleh pemegang haknya.129

Pada prakteknya jenis surat kuasa mutlak dilarang digunakan dalam proses pemindahan hak atas tanah atau jual beli tanah, sebagaimana diatur dalam Instruksi Mendagri No.14 Tahun 1982 yang bertujuan mengatur ketertiban umum dalam bertransaksi jual beli tanah. Huruf c, konsideran Instruksi tersebut menyebutkan :

“Maksud dari larangan tersebut, untuk menghindari penyalahgunaan hukum yang mengatur pemberian kuasa dengan mengadakan pemindahan hak atas tanah secara terselubung dengan menggungakan bentuk kuasa mutlak. Tindakan demikian adalah salah satu bentuk perbuatan hukum yang mengganggu usaha penertiban status dan penggunaan tanah.”

Tidak termasuk kuasa mutlak yaitu kuasa yang merupakan bagian dari perjanjian induk antara lain pengikatan jual beli dengan pembayaran angsuran, dengan ketentuan manakala pembeli sudah membayar lunas harga jual beli maka penjual telah memberi kuasa kepada pembeli untuk mewakili penjual melakukan jual beli di hadapan PPAT. Kuasa tersebut merupakan suatu bentuk kepastian

128Habieb Adjie II, Op.Cit, hal. 38

129Ibid

hukum yang dimaksudkan untuk pencegahan atas hal-hal diluar dugaan yang tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan atas dilakukannya perjanjian ikatan jual beli tersebut.

Hal inilah yang menjadi pertimbangan hukum hakim dalam putusan tingkat kasasi dalam perkara antara EFR dan MY. Dalam perkara tersebut tidak termasuk katagori pemindahan hak tanah secara terselubung, karena peralihan hak atas ketiga sertitikat Hak Milik (objek sengketa) kepada para pemohon peninjauan kembali telah dilakukan di hadapan pejabat publik yaitu Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah DP sebagai turut termohon peninjauan kembali.

Dan oleh karena itu kuasa yang ada dalam akta perjanjian pengikatan jual beli tanggal 27 Februari 2006 bukan bentuk kuasa mutlak sebagaimana Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982.

4) Perjanjian Ikatan Jual Beli / Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan Kuasa Menjual

Jual beli dengan objek perjanjian berupa tanah haruslah mengikuti ketentuan yang diatur dalam UUPA yang menganut asas hukum adat, yaitu kontan (tunai) dan konkret (terang). Sehingga jual beli tanah baru dapat dilakukan apabila pembeli telah membayar lunas. Tetapi dalam prakteknya banyak pembeli ingin membeli tanah tersebut secara angsuran / bertahap, sehingga Akta Jual Beli belum dapat dibuatkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) hingga pembeli melunasi tanah tersebut. Untuk memberikan kepastian hukum kepada penjual agar pembeli tidak secara sepihak membatalkan janji

untuk membeli tanah tersebut, maka dapat dibuat perjanjian ikatan jual beli atau lebih dikenal dengan sebutan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).130

Kepastian hukum dalam hal ini dimaksudkan agar terciptanya pencegahan atas hal-hal di luar dugaan yang tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan dari dilakukannya perjanjian tersebut. Menurut Sudikno Mertokusumo kepastian hukum adalah jaminan bahwa hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya dan bahwa putusan dapat dilaksanakan.

Walaupun kepastian hukum erat kaitannya dengan keadilan, namun hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan, sedangkan keadilan bersifat subyektif, individualistis, dan tidak menyamaratakan.131 Kepastian hukum merupakan pelaksanaan hukum sesuai dengan bunyinya sehingga masyarakat dapat memastikan bahwa hukum dilaksanakan. Dalam memahami nilai kepastian hukum yang harus diperhatikan adalah bahwa nilai itu mempunyai relasi yang erat dengan instrumen hukum yang positif dan peranan negara dalam mengaktualisasikannya pada hukum positif.132

Akta PPJB dibuat jika ada alasan pembenar untuk dibuatkan perjanjian pendahuluan untuk nantinya setelah semua persyaratan dipenuhi ke perjanjian pokok. Persyaratan yang dimaksud diantaranya karena harga jual beli belum lunas atau karena sertipikat atas nama penjual belum selesai dibalik nama, sehigga karena alasan tersebut jual beli tidak dapat dilakukan di hadapat PPAT.

130Wiratni Ahmadi, Sari Wahjuni, Ahmad S Djoyosugito, Op.Cit, hal.102

131 Sudikno Merthokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2007) hal. 160

132 Fernando Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan Tinjauan Hukum Kodrat dan Antinomi Nilai, (Jakarta : Penerbit Kompas, 2007), hal. 95

Dalam PPJB terdapat kuasa yang bersifat tindakan pengurusan dan pemilikan tanah hak dan bangunan yang diberikan pihak penjual kepada pihak pembeli. Hal ini terjadi khususnya agar pihak pembeli setelah melunasi harga jual belinya, mewakili pihak penjual dan untuk diri sendiri melakukan jual beli tanah hak dan bangunan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang.

Di praktek kenotariatan dan dalam rangka permintaan masyarakat, sering dibuatkan akta pengikatan jual beli dan surat kuasa untuk menjual tanah. Alasan atau latar belakang dibuatnya kedua akta tersebut antara lain :

a. Pembeli tidak ingin segera melakukan balik nama / peralihan hak, dengan alasan ingin dijual lagi kepada pihak lain, (meskipun dalam hal ini pembeli telah membayar lunas kepada penjual).

b. Pembeli tidak ingin segera melakukan balik nama / peralihan hak, dengan alasan belum punya uang untuk membayar pajak-pajak (meskipun dalam hal ini pembeli telah membayar lunas kepada penjual).133

Terdapat 2 (dua) jenis perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) ini, yaitu : 1) Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Lunas

a. Dibuat apabila harga jual beli sudah dibayarkan lunas oleh pembeli kepada penjual tetapi belum bisa dilaksanakan jual beli, karena antara lain pajak-pajak jual beli belum dibayarkan, sertifikat masih dalam pengurusan atau sebab lainnya yang menyebabkan akta jual beli belum bisa dilaksanakan.

b. Dalam pasal-pasal PPJB tersebut dicantumkan kapan Akta Jual Beli (AJB) akan dilaksanakan dan persyaratannya, di dalam PPJB lunas juga dicantumkan (dibuat juga secara tersendiri) kuasa dari penjual kepada pembeli untuk menandatangani AJB, sehingga penandatanganan AJB tidak memerlukan kehadiran penjual.

c. PPJB lunas umum dilakukan untuk transaksi atas objek jual beli yang berada di luar wilayah kerja Notaris / PPAT yang bersangkutan, di mana berdasarkan PPJB lunas bisa dibuatkan AJB di hadapan PPAT di mana lokasi objek berada.134

133Makalah Pembekalan Dan Penyegaran Pengetahuan Ikatan Notaris Indonesia, (Solo : 2018), hal. 15

134Ibid

2) Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Belum Lunas

a. Dibuat apabila pembayaran harga jual beli belum lunas diterima oleh penjual.

b. Di dalam pasal-pasal PPJB belum lunas sekurang-kurangnya dicantumkan jumlah uang muka yang dibayarkan pada saat penandatanganan akta PPJB, cara atau termin/tahapan pembayaran, kapan pelunasan dan sanksi-sanksi yang disepakati apabila salah satu pihak wanprestasi.

c. Diatur juga sertifikat (untuk tanah yang sudah bersertifikat), sertifikat akan disimpan dimana dan oleh siapa (penjual/pembeli/pihak lain yang disepakati bersama).

d. Secara umum pasal-pasal yang ada dalam PPJB tidak lunas sama dengan pasal-pasal yang ada dalam PPJB. Nantinya PPJB belum lunas juga harus ditindaklanjuti dengan AJB pada saat pelunasan.135

Kuasa menjual sebagai tindak lanjut dari PPJB, maka kuasa tersebut tidak bisa berakhir berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1813 KUH Perdata. Hal ini untuk menjamin hak-hak pembeli yang telah membayar harga lunas harga jual belinya kepada penjual. Kuasa menjual dapat dibuat dengan alasan :

a. Bidang tanah yang dibeli masih dalam proses pemecahan sertifikat;

b. Bidang tanah yang dibeli dalam proses pensertifikatan;

c. Bidang tanah yang dibeli masih dalam jaminan bank atau bukan bank;

d. Bidang tanah yang dibeli masih dalam proses pembagian warisann yang belum dibagi oleh para ahli waris;

e. Bidang tanah yang dibeli berasal dari lelang (berdasarkan risalah lelang) yang belum dibaliknamakan ke pembeli/pemegang lelang.136

Dalam perkara di atas, perjanjian yang terjadi antara EFR dan MY yang dilakukan di hadapan notaris DP yaitu perjanjian pengikatan jual beli lunas.

Karena MY telah menyerahkan sejumlah uang kepada EFR sebesar Rp.

150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) atas ketiga objek yang

135Ibid

136Ibid

dipersengketakan untuk menebus SHM ketiga objek di Bank BNI. Walau harga jual beli tersebut dianggap tidak wajar untuk 3 (tiga) buah tanah dan bangunan bersertifikat Hak Milik.

Perjanjian pengikatan jual beli lunas berdasar uraian di atas, yang dilakukan EFR dan MY tersebut mencantumkan kapan Akta Jual Beli (AJB) akan dilaksanakan serta persyaratannya. Juga mencantumkan kuasa dari penjual ( EFR) kepada pembeli (MY) untuk datang menghadap pejabat berwenang, menandatangani AJB, sehingga penandatanganan Akta Jual Beli tidak memerlukan kehadiran EFR. Disebabkan persyaratan formil dan materil terpenuhi, walaupun terdapat perbedaan kehendak antara apa yang tertuang di dalam akta perjanjian pengikatan jual beli dengan perjanjian sebelumnya yaitu hutang piutang, yang disinyalir merupakan kepura-puraan semata (simulasi), namun akta otentik berupa PPJB tersebut tetap sah dan dapat dijadikan alas untuk dilakukannya pemindahan hak atas tanah.

B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Simulasi