• Tidak ada hasil yang ditemukan

Selain melakukan perlawanan secara kolektif, para pedagang secara individual

melakukan perlawanan terhadap pemerintah yang dikenal dengan perlawanan sembunyi- sembunyi atau tidak langsung. Perlawanan itu diwujudkan pedagang alam aksi- aksi sebagai berikut: mengumpat dan memaki, merusak TPS, tidak mendaftar ulang dan tidak membayar cicilan, dan tidak menempati TPS.

3.2.1. Mengumpat dan Memaki

Dengan kehidupan yang biasa keras dan tekanan yang tak kunjung usai dating kepada mereka. Para pedagang ini sering mengucapkan kata- kata umpatan, terlebih lagi ketika mereka ditanyai tentang individu tertentu (khususnya pejabat Pemkot, investor, anggota dewan, dan aktivis). Kata- kata umpatan tersebut seperti: "lancik" (lubang pantat manusia), ''pantek'' (alat kelamin wanita), "baruak" (hewan monyet atau kera). Uni Upik dalam setiap kesempatan interview yang dilakukan selalu memaki dan mengumpat dengan kata- kata kotor ketika disinggung tentang ketua DPRD Pekanbaru dan investor. Bahkan untuk ketua DPRD, ia selalu mendoakan agar pada periode pemilihan berikutnya, individu ini tidak menjadi anggota dewan lagi sehingga akan dapat merasakan bagaimana rasanya jatuh miskin dan tidak menjabat lagi. "Indak ado gunonyo si Adrian tu jadi ketua (DPRD Pekanbaru), buek malu urang PAN ajo, diagiah dek Mariya pahonya lah ta diamnyo" (tidak ada gunanya Adrian Ali jadi ketua dewan, sebagai kader PAN, ia memalukan saja, hanya dengan pahanya Mariya (petinggi P.T.

PMJ) ia sudah tidak berkutik).153

Pak Saiful, seorang muslim taat, telah menunaikan ibadah haji, dan bersongkok kemanapun pergi, melakukan hal yang sama. Dalam setiap kesempatan tidak lupa untuk memakaikan gelar (nama hewan tertentu) di ujung nama individu pejabat tersebut. Menurutnya, hal itu ia lakukan sebagai wujud kekecewaan yang teramat dalam terhadap pemerintah yang sedikitpun tidak bergeming dengan kondisi yang pedagang hadapi.154

Aksi pengrusakan TPS tetjadi sebelum pembongkaran paksa dilakukan. Jumlah TPS yang dirusak memang sedikit jumlahnya, tetapi aksi pengrusakan ini dilakukan secara berulang- ulang oleh pedagang. Setelah diperbaiki oleh Dinas Pasar, pedagang merusak kembali TPS, begitu seterusnya sampai akhirnya pedagang terpaksa menempatinya karena pembongkaran kios telah dilakukan oleh Pemkot dan mereka diwajibkan pindah ke TPS. Menurut Pak AI- masri, aksi pengrusakan ini dilakukan oleh pedagang Senapelan setelah kios- kios mereka "Kami Ini kan pedagang kecil, cari makan secara sah, bayar pajak dan retribusi pasar, beli rumah dengan uang kami, tapi sekarang kami diusir dari tempat kami berdagang dan menderita kerugian, kebangkrutan, bahkan anak- anak kami banyak yang ndak sekolah lagi. Memang Walikota tu anjiang, ngaku urang Riau asli padahal inyo separoh minang, urang batak bangun gereja di pinggiran Riau ndak pernah diurusi, ngakunyo urang melayu yang fanatik beragama" (Kami ini adalah pedagang kecil, kami cari makan dan membayar pajak dengan patuh, tetapi sekarang kami diusir dari tempat kami berdagang sehingga menderita kerugian, dan anak- anak kami banyak yang berhenti sekolah. emang Walikota anjing, mengaku orang Riau asli padahal dia juga keturunan minang, orang batak membangun gereja di pinggiran Riau tidak pernah dipermasalahkan, padahal ia mengaku sebagai orang melayu yang fanatik beragama).

3.2.2. Merusak TPS

153

Op, Cit, Tempo 154

yang ada di pasar Senapelan dibongkar paksa. Jumlah TPS yang dirusak hanya berkisar sepuluh TPS, tidak begitu parah, dan telah diperbaiki oleh Dinas Pasar. Dan diperkirakan hanya terjadi sekitar 5 kali pengrusakan.155

Menurut Pak AI- masri, TPS mulai ditempati oleh pedagang setelah aksi pembongkaran paksa (15 dan 18 April 2004) dilakukan terhadap kios- kios mereka yang lama. Dan tidak seluruh pedagang yang menempati TPS tersebut, boleh dibilang ada sekitar empat puluh (40) TPS yang belum ditempati sampai sekarang (wawancara via telepon, Yogyakarta, 19 Februari 2005). Menurut Uni Upik (wawancar Pekanbaru, 7 September 2004), TPS yang seharusnya dibagikan gratis kepada mereka, malah harus mereka arnbil dengan membayar sewa bahkan ada yang harus membeli kepada oknum oknum tertentu dari pedagang. "Daripada karni harus membayar TPS, lebih baik kami tidak menempatinya dan berjualan di

3.2. 3. Tidak Menempati TPS

Aksi ini dilakukan pasca pembongkaran. Para pedagang memang ikut pindah ke TPS bersama dengan hancumya lokasi berdagang mereka yang lama. Tetapi epindahan itu tidak diiringi dengan penempatan TPS yang telah disediakan. Sebenarnya para pedagang memiliki hak atas TPS tersebut karena terdaftar resmi pada Dinas Pasar, tetapi mereka memilih untuk tidak mengisi TPS dengan alasan terlalu sempit, jumlah yang terbatas, dan lokasi yang kurang strategis, mereka lebih memilih kaki lima. Sampai sekarangpun masih tersisa beberapa unit kios yang kosong, terutama di bagian belakang yang berdekatan dengan blok TPS pedagang ikan dan daging.

155

kaki lima atau membuat kios sendiri dari triplek".156

Pada umumnya para pedagang Senapelan tidak mendaftar ulang, walaupun ada yang mendaftar ulang, jumlahnya boleh dikatakan minim sekali dan belum tentu mereka membayar cicilan. Hal ini mereka lakukan karena minimnya modal yang mereka miliki untuk membayar cicilan sekaligus untuk memberikan kebenaran garnbaran ekonomi pedagang yang berdagang di pasar Senapelan tersebut kepada pemerintah. Para pedagang berharap, dengan terjadinya kasus yang sama seperti pasar Sukararnai (banyaknya kios yang masih kosong), investor dan Pemkot berfikir kembali untuk menurunkan harga kios.

3.2.4. Tidak Mendaftar Ulang dan Tidak Membayar Cicilan

157

Seorang pedagang kebutuhan dapur (berusia ± 70 tahun) mengatakan bahwa tujuannya mendaftar ulang (mengambil kios) adalah karena ketakutan jika tidak mengarnbil kios maka ia tidak akan kebagian jatah kios. Yang penting baginya adalah mendaftar sebagai bukti ia berminat, sedangkan masalah cicilan dan uang muka masalah belakangan, tergantung kondisi keuangan Jika tersedia uang atau ada yang sudi meminjarnkan, ia akan terus mencicil dan jika tidak ada, ia akan mencari tempat yang kiranya sesuai dengan kondisi keuangannya.158

156 Ibid, 157 Ibid, 158 Ibid,

Seorang pedagang (tidak lagi berdagang karena kehabisan modal) mengatakan, memang sejumlah pedagang melakukan pendaftaran ulang untuk mendapatkan kios. Hal ini mereka lakukan bukan berarti mereka juga akan membayar kios itu. Pedagang hanya berjaga- jaga apabila tidak diambil, maka mereka akan merugi, tidak mendapatkan tempat untuk mencari nafkah, ''yang penting adalah mendaftar

dulu, masalah bayaran belakangan". Menurut Ijofman (Riau Post, 23 September 2004), dari sekitar 2000 lebih unit kios yang disediakan bagi pedagang, baru 900 orang yang mendaftarkan diri (terpesan 900 unit). Sedangkan Pak Haji mengatakan, bahwa jumlah pedagang yang mendaftar ulang tidak sampai 1 % dari jumlah keseluruhan pedagang. Sebagian pedagang yang mendaftar terse but belum tentu akan membayar uang muka kerena mahalnya harga kios sementara modal mereka telah habis.159

Perlawanan- perlawanan yang dilakukan oleh pedagang mendapatkan dukungan dari sejumlah aktivis yang terdiri dari kalangan mahasiswa dan LSM maupun dari kalangan intelektual. Mereka digolongkan ke dalam pendukung spesialis karena mereka turnt serta dalam membangun idiologi gerakan pedagang sehingga pedagang mampu melakukan aksi perlawanan terbuka secara kolektif

Dokumen terkait