• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1. Perlawanan Terbuka

3.1.3. Pernyataan Tertulis

147

Op, Cit, Harian Media Indonesia, 17 Mei 2004 148

alasan, bahwa hal ini sesuai dengan kesepakatan dan musyawarah seluruh pedagang Senapelan. Menurut Pak Saiful, pedagang memberikan amanah permasalahan pasar ini kepada mereka (FKPPS) dan FKPPS hanya menjalankan amanah tersebut sesuai dengan kemampuannya tanpa pamrih.149

Melalui FKPPS, pedagang mengadukan nasib mereka secara tertulis. Surat tersebut dikirimkan kepada sejumlah pejabat daerah maupun pusat. Surat yang dikirimkan ke pejabat daerah, antara lain kepada: Gubemur Riau, Kapolda Riau, ketua DPRD Tingkat I dan II Pekanbaru, Kejati Riau, Pengadilan Negeri Riau, dan Kapoltabes Pekanbaru. Para pejabat pusat antara lain: Presiden Megawati (sebanyak dua kali), Menteri Dalam Negeri (Hari Sabamo), Menteri Kehakiman, Kejaksaan Agung, presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan kepada Amien Rais. Kecuali kepada Amien Rais (meninjau keanggotaan Adrian Ali di PAN), seluruh surat menggambarkan tentang harga kios yang dituntut pedagang.150

1. Bentuk bangunan sesuai dengan MOD yang telah disepakati dengan DPRD Pekanbaru, yaitu bertingkat dua dan berlantai tiga.

Sebagai contoh adalah surat yang dikirimkan kepada Walikota Pekanbaru dan Ketua DPRD Pekanbaru, serta pemyataan sikap yang diucapkan pada saat pertemuan dengan komisi I DPRD Pekanbaru tanggal 24 Juli 2003. Surat yang bertanggal 16 Januari 2004 tersebut bemomor 103/ FKPPS/ 01/ 2004 meminta Walikota Pekanbaru untuk meninjau kembali beberapa hal:

2. Apabila bentuk bangunan sesuai dengan yang direncanakan pengembang (bertingkat empat dan berlantai lima) maka biaya akan lebih tinggi, mengingat semakin tinggi bangunan maka akan semakin tinggi pula

149

Op, Cit, Tempo

150

biayanya.

3. Berpedoman pada pasar- pasar yang ada di kota Pekanbaru dengan harga yang berkisar antara Rp. 6 juta sid Rp. 8juta/ m2 sampai saat ini belum 100 % dihuni, mengingat selaiQ merasa beratnya harga bangunan juga masalah perekonomian Indonesia yang semakin terpuruk ditambah dengan situasi yang dirasakan oleh pedagang, yaitu merosotnya daya tarik jual beli di pasar- pasar yang hamper dapat dikatakan lebih besar pasak dari pada tiang.

4. Mengacu pada poin tiga, maka pedagang memohon kepada Walikota untuk kiranya merealisasikan harga yang diminta pedagang, yaitu antara Rp. 6 juta sid Rp. 8 juta, mengingat pedagang pasar Senapelan pada umumnya berskala ekonomi menengah kebawah (aset Rp. 10 juta kebawah) apabila harga yang diajukan oleh engembang terendah Rp. 14, 5 juta/ m2 maka harga kios akan mencapai Rp. 130 juta lima ratus ribu, berapa puluh tabun bangunan itu akan lunas, jangan- jangan hutang belum lunas modalpun amblas.

5. Luas bangunan agar disesuaikan dengan MOD, yaitu 3x3 m2 dan tetap diperioritaskan kepada pedagang Senapelan.

6. Mengharapkan kerjasama yang baik antara Pemkot, pengembang, dan pedagang.

Sementara surat yang bemomor 1191 FKPPSI PBR/ XIII 2004 yang bertanggal 2 Desember 2004, memohon ketua DPRD Pekanbaru untuk meninjau kembali MOD atau perjanjian yang telah disepakati oleh Pemkot dan investor dengan DPRD tingkat II Pekanbaru periode 1999- 2004 tentang pembangunan

pasar Senapelan dan menyatakan ahwa IKMR yang dikembangkan oleh Pemkot hanya berstatus fasilitator, bukan pembuat keputusan dalam hal menyetujui pembongkaran kios di pasar Senapelan. Sedangkan surat pemyataan sikap yang ditulis oleh FKPPS bemomor 071/ FKPPSI VIII/ 03, dikeluarkan pada tanggal 27 Agustus 2003. Surat ini berisi tentang pernyataan sikap pedagang pasar Senapelan (tergabung dalam FKPPS) yang menolak harga kios yang d~etapkan oleh investor, yaitu Rp. 18 juta lima ratus ribu dan mempertanyakan keadaan status quo (pembangunan apa saja belum bisa dilaksanakan sebelum adanya kesepakatan harga antara FKPPS dengan Pemkot/ investor) yang dilanggar oleh Pemkot dan investor.

Selain itu, pedagang juga mengirimkan surat kepada Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia) berkaitan dengan pembongkaran paksa yang dilakukan oleh Pemkot beberapa waktu lalu. Bahkan para pedagang yang dipimpin langsung oleh Syaiful Bahri sempat mendatangi kantor Komnas HAM pusat di jalan Latuharhari Jakarta Pusat. Pedagang yang ditemui oleh anggota Komnas HAM Tuwaldi pada hari jum'at 14 Mei 2004, mengadukan insiden pembongkaran dan meminta Komnas HAM membentuk tim penyidik untuk insiden tersebut.151

1. Menjelaskan bentuk bangunan pasar yang akan dibangun, yaitu terdiri dari tiga blok. Di mana blok A yang menghadap ke jalan Ahmad Yani (jalan protokol) adalah bangunan modern atau mall yang tidak diperioritaskan

Surat yang ditujukan kepada Komnas HAM tersebut bemomor 02/ FKPPS/ IX! 2004, bertanggal12 September 2004, yang isinya antara lain:

151

kepada pedagang lama, yang diperioritaskan hanya blok B dan C yang dibelakangi oleh blok A. Blok B berupa kios- ios yang berukuran 3x3 m2 yang harganya Rp. 20 juta/ m2, sedangkan blok (yang semi basement harganya meneapai Rp. 14 juta/ m2.

2. Menggambarkan tentang kebijakan pembangunan yang tidak memihak masyarakat keeil, malahan menyebabkan ribuan anak- anak pedagang terpaksa putus sekolah karena orang tua mereka tidak sanggup lagi membiayai sekolah mereka.

3. Meminta kepada Komnas HAM untuk meninjau dan berdialog langsung ke lapangan sebagai bukti bahwa laporan pedagang ini benar adanya. Dengan tidak berputus asa, pedagang melayangkan surat kepada pengaeara dnan Buyung Nasution. Tujuannya, untuk menyelesaikan permasalahan pedagang secara hukum yang makin berlarut- larut. Menurut Pak Saiful, Adnan Buyung sempat datang dua kali ke Pekanbaru meninjau langsung pedagang, Walikota, dan investor. akan tetapi semua itu belum membuahkan hasil apa- apa bagi perubahan kebijakan harga kios itu. Walaupun demikian, Pak Saiful dan Uni Upik sempat berujar: "kami ini berjuang bukan untuk pitih, semampu kami kan terus memperjuangkan nasib pedagang, kami ditunjuk jadi pengurus FKPPS sebagai amanah, kami akan tetap memegang amanah itu walau tanpa pamrih" (kami berjuang bukan karena uang, kami akan terus memperjuangkan nasib pedagang, menjadi pengurus FKPPS merupakan amanah bagi kami yang akan terus kami pegang walau tanpa pamrih).152

152

Dokumen terkait