• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.4. Resolusi Konflik

3.4.2. Upaya Resolusi yang Pernah Dilakukan

Resolusi atau penyelesaian konflik yang dilakukan sangat minim. Memang ada dua lembaga yang dianggap independen berupaya untuk menyelesaikan masalah ini melaluLjalur mediasi. Tetapi sampai saat ini belum berhasil menyelesaikan konflik tersebut. Kedua lembaga itu adalah DPRD Pekanbaru yang diketuai oleh Adrian Ali (periode 1999- 2004) dan IKMR (Ikatan Keluarga Minang Riau) yang diketuai oleh Basrizal Koto.

Dewan Perwakilan Rakyat Pekanbaru memang berhasil memaksa Pemkot dan investor untuk bertemu dengan pedagang. Pertemuan tersebut terjadi tanggal 25 Januari 2003, dengan adanya kesepakatan penghentian pembangunan (di atas

materai) antara pihak Pemkot, investor dan pedagang. Tetapi, kesepakatan itu hanya mampu bertahan sesaat, kebijakan peremajaan tetap dilanjutkan dan Pemkot beserta investor yang melanggar perjanjianpun tidak ditindak secara hukum.

Surat perjanjian tersebut, ditanda tangani, dari pihak pedagang diwakili oleh Saiful Bahri, dari Pemkot diwakili oleh Drs. M. Din Hasni (Kadis Dispenda), dari investor diwakili oleh Mariya. Perjanjian ini diketahui oleh Ketua DPRD Pekanbaru, H. Adrian Ali, yang isinya:

1. Akan diadakan sosialisasi umum pada tanggal 17 Februari 2003 oleh investor pembangunan pasar Senapelan Pekanbaru (P.T. Peputra Maha Jaya).

2. Menghentikan sementara segala bentuk aktifitas pembangunan pasar Senapelan kota Pekanbaru sampai ada kesepakatan.

3. Bahwa terhadap pihak- pihak yang melanggar hasil keputusan ini akan dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku di negara republlik ini.

Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Riau terkini mengatakan, bahwa DPRD Pekanbaru melalui komisi I pernah mengundang Walikota Pekanbaru untuk berdialog dengan pedagang di gedung DPRD Pekanbaru, tetapi pertemuan yang direncanakan pada hari juma'at tanggal 23 April 2004 itu gagal karena Walikota Pekanbaru disibukkan oleh persiapan Seleksi Tilawatil Qur'an (STQ) tingkat propinsi Riau XV. Pada hari Karnis tanggal 24 Juli 2003 kembali DPRD Pekanbaru berinisiatif mempertemukan mereka melalui komisi I DPRD Pekanbaru. Pertemuan inipun gagal menemukan jalan keluar, Pemkot dan investor tetap dengan kebijakan pembangunan tersebut (termasuk harga kios yang tidak

turun). Dan pedagang tetap dengan tuntutan harga kios yang rendah.164

Berhubungan dengan mediasi yang dilakukan oleh DPRD dan IKMR, Pak Saiful berkomentar, DPRD sebenamya tidak berniat untuk menyelesaikan

Mediasi oleh DPRD dilakukan melalui komisi I DPRD Pekanbaru yang diketuai oleh Drs. Matius Busti, Said Amir arnzah SKM (wakil ketua), Drs. Ali Syahbana Ritonga (sekretaris), sedangkan anggota komisi I adalah Drs. Abi Abdul Azis, Sutan Tabing, La Ode Abbas, H. Jasrul Jarin. Sedanngkan IKMR, membentuk tim sepuluh untuk melakukan upaya mediasi tersebut. Tim sepuluh ini terdiri dari sembilan orang anggota IKMR dan ditambah oleh seorang perwakilan pedagang (FKPPS). Mereka adalah Ir. A.Z. achri Yasin, MAgr (ketua tim), H. Nasrul Zainudin (wakil ketua), Drs. Iqbal Ali, MM (sekretaris), Ir. Darmansyah (wakil sekretaris), sedangkan anggota terdiri atas Edward Tanjung, SH, Hendri Mulya, SH, H. Syamsul Hidayah Kahar, MBA, Drs. H. Fadjril Afdhal, Saiful Bahri (perwakilan pedagang), H. Asrul. Menuru Sekjen IKMR, Drs. Iqbal Ali MM (wawancara via telepon, Yogyakarta, 3 Maret 2005), pembentukan tim ini adalah atas inisiatif IKMR sebagai bentuk solidaritas sesama orang Minang yang berada di rantau orang untuk menengahi perselisihan yang terjadi. Akan tetapi, para pedagang yang diwakili oleh pengurus FKPPS (Saiful Bahri, Uni Upik, Uni Elok, dan Pak Haji) tetap ngotot dengan tuntutan harga dari mereka sehingga upaya urung rembuk dan mufakat tidak pemah tercapai, bahkan pertemuan antara pedagang dengan Pemkot dan investor tidak pemah terjadi. Oleh karena itu, IKMR hanya bias diam dan membiarkan pedagang untuk menyelesaikan permasalahannya sendiri.

164

persoalan ini.Sebagai bukti, DPRD barn berinisiatif untuk mempertemukan pihak- pihak yang berkonflik setelah pedagang melakukan aksi unjuk rasa berulang kali. Sedangkan IKMR, Saiful menambahkan, memang IKMR merupakan organisasi terbesar yang menaungi orang- orang minang yang berada di Pekanbaru, tetapi IKMR tidak berhasil menyuarakan aspirasi para pedagang, malahan IKMR dengan tim sepuluhnya lebih memihak Pemkot dan investor.

Selain mediasi, ada beberapa kali upaya yang dilakukan oleh Pemkot bekerjasama dengan investor untuk menyelesaikan persoalan ini. Upaya ini sendiri mengalami kendala dari awal, yaitu pada proses pengundangan pedagang. Pemkot dan investor berinisiatif mengundang para pedagang dengan sistem perwakilan, sedangkan pihak pedagang menginginkan seluruh anggota mereka hadir dan ikut bersuara.

Menurut Pemkot, persoalan desain bangunan dan kebijakan peremajaan tidak menjadi masalah lagi, justru yang menjadi persoalan adalah menyangkut harga kios. Ketika pembicaraan harga kios inilah pertemuan yang digagas oleh Pemkot dan investor tidak berhasil mencapai kata sepakat.165

Penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa tindakan- tindakan penyelesaian konflik yang dilakukan tidak dapat menyelesaikan konflik yang terjadi. Dominasi kekuasaan yang terjadi di bidang kebijakan, kembali dilanjutkan oleh pemerintah di bidang resolusi. Upaya konsiliasi terkesan hanya kosmetik

Menurut Uni Upik, pertemuan yang terjadi hanya sekali, itupun atas prakarsa DPRD Pekanbaru, yaitu di tahun 2003, pertemuan tersebut terjadi setelah tekanan demi tekanan dilakukan oleh pedagang.

165

belaka, dengan mengundang perwakilan pedagang, pemerintah berharap dapat menguasai pedagang. Konsiliasi yang dilakukan dengan hanya mengundang pengurus FKPPS (lima orang pedagang) tentu tidak dapat mewakili kehendak seluruh pedagang yang berjumlah sekitar 2000 orang. Beruntung bagi pedagang, undangan tersebut tidak pemah dihadiri oleh pengurus FKPPS, sehingga pedagangpun tidak berhasil untuk di pengaruhi. Yang aneh lagi, pertemuan tersebut rencananya akan dilakukan di kantor P.T. PMJ. Hal ini sernakin mengindikasikan bahwa dorninasi yang dilakukan terhadap pedagang sernakin meluas hingga upaya resolusipun dirnanfaatkan oleh pemerintah untuk melakukan dominasi kekuasaan.

Begitu juga dengan upaya mediasi yang dilakukan oleh DPRD Pekanbaru, kernbali gagal menyelesaikan konflik tersebut. Sebagai wakil rakyat yang memiliki kekuasaan di atas pemerintah daerah, seharusnya DPRD mampu melakukan tekanan yang besar terhadap pemerintah untuk duduk bersama pedagang menyelesaikan permasalahan itu, justru DPRD tunduk kepada kekuatan pemerintah dengan ketidakmampuannya menekan pemerintah. DPRD terkesan takut dengan pemerintah, dan hapya mampu rnengundang pemerintah, tetapi tidak mampu untuk rnernberikan teguran yang keras jika undangan tersebut tidak dipenuhi oleh pemerintah. Ketakutan ini terlihat juga pada upaya mediasi yang dilakukan tersebut baru terealisasi setelah pedagang melakukan aksi unjuk rasa besar- besaran ke gedung DPRD. Dengan demikian, dominasi kekuasaan tidak hanya terhadap pedagang pasar Senapelan, tetapi juga terhadap DPRD Pekanbaru yang merupakan wadah tertinggi penampung dan pengayom aspirasi rakyat.166

166

BAB IV PENUTUP

Dokumen terkait