• Tidak ada hasil yang ditemukan

111

Ibid, 112

Aparat tersebut sedianya bertugas untuk menjaga kemanan masyarakat, akan tetapi disalah gunakan untuk melakukan tindakan represi. Dan tindakan ini dilakukan dengan beragam bentuk, mulai dari fragmentasi, intimidasi, pencekalan sampai kepada aksi kekerasan yang dilakoni oleh aparat.

2.2.1. Fragmentasi, Intimidasi, dan Pencekalan

Upaya- upaya fragmentasi atau memecah belah telah sering dilakukan oleh pemerintah untuk memecah kebulatan suara pedagang. Menurut Uni Upik, upaya memecah belah pedagang dilakukan oleh Pemkot maupun oleh investor. Mereka memberikan kepada beberapa pedagang berupa bantuan materi, seperti memberikan uang dalam jumlah yang cukup besar dan menjanjikan kios gratis. Uni Upik menambahkan, bahwa dalam setiap pertemuan yang dilakukan oleh pedagang, pedagang yang telah terpengaruh tersebut berusaha mempengaruhi pedagang- pedagang lainnya supaya menyetujui saja harga kios yang telah ditetapkan oleh investor dan tidak berusaha untuk melawan mereka. Bahkan diantara mereka ada yang mengatakan bahwa percuma saja untuk melawan mereka (Pemkot dan investor), karena mempunyai uang, kekuasaan, dan preman.113

Menurut salah satu keluarga Pak Haji (seorang pedagang sepatu), dalam setiap rapat yang digelar oleh FKPPS, selalu saja disebarkan isu bahwa sejumlah pengurus FKPPS (yang vokal) telah menerima sejumlah uang sogokan dari organisasi tertentu untuk melakukan aksi protes. Mereka adalah: Saiful Bahri, Upik, Elok, Erwin virgo, dan Pak Haji. Dan isu ini terus berkembang dari mulut ke mulut, yang menyebabkan timbulnya keraguan dari sejumlah pedagang

113

terhadap pengurus FKPPS. Pada akhimya, menurut Uni Upik, hal ini menyebabkan pedagang terpecah menjadi dua, yang tetap mendukung aksi perlawanan ini, dan yang apatis terhadap upaya perlawanan ini.114

Pak Saiful menegaskan, bahwa sepanjang tabun 2001- 2003 (sebelum pembongkaran paksa dilakukan), para pedagang banyak mengalami intimidasi. lntimidasi ini dilakukan melalui tangan preman- preman, maupun perseorangan. Dengan mendatangkan preman ke lokasi TPS dan meminta pungutan liar kepada para pedagang, bagi yang tidak mau, dagangannya akan dirusak atau ditendang, seraya mengancam agar jangan coba- coba melawan pemerintah. Selain itu upaya adu domba sesama pedagang pun dilakukan, dengan cara menyebarkan isu bahwa si A, telah mendapatkan sogokan dan kios gratis.115

Uni Upik dan Pak Haji mengakui bahwa lebih dari 60 orang pedagang yang tergabung dalam FKPPS telah mengalami teror. Ancaman itu dilakukan via telpon dan surat kaleng. Aksi teror dilakukan sebelum aksi iming- imingan diterapkan. Teror berupa ancaman akan dibunuh, rumah akan dibakar, bahkan ancaman untuk mendatangkan preman juga dilakukan. Tujuannya hanya satu, yakni agar pedagang tidak berani lagi menuntut penurunan harga kios dan menyerah pada keputusan yang telah ditetapkan. Upaya adu domba dengan memunculkan isu SARA (memicu konflik etnis) juga dilakukan. Salah satu Ormas (Organisasi Massa) melayu yang dikenal dengan nama Laskar ,Hulu Balang Melayu cabang Rumbai pemah mengatakan: "kalau dikau (kamu) tidak sanggup beli kios, balek (pulang) kampung sajalah". Pemyataan ini dimuat dalam sebuah media massa lokal, harian Pekanbaru Post dan Riau Express tanggal 14

114

Ibid,

115

Mei 2004. Bahkan, Pak Haji mengatakan, bahwa sebuah spanduk di jalan protokol Galan A. Yani) terpasang yang isinya mendukung kebijakan pemerintah untuk melakukan peremajaan pasar tersebut. Puncaknya, ketika aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh pedagang ke gedung DPRD Pekanbaru yang nyaris berakhir dengan bentrok fisiko Bentrokan fisik berhasil dihindari setelah seorang negosiator (Pak Edi) dari pedagang menemui pimpinan ormas itu dan menjelaskan tujuan dan maksud aksi yang mereka lakukan.116

Hal serupa juga pemah dilakukan terhadap beberapa orang pengurus FKPPS yang dianggap mempunyai pengaruh yang besar di kalangan pedagang. Mereka dijanjikan harapan akan kios yang gratis, rumah, dan uang dalam jumlah yang besar. Menurut Pak Saiful, bahwa ia pemah menerima uang sebesar Rp. 200 juta yang dimasukkan begitu saja ke dalam rekeningnya melalui tangan karyawannya. Ia menambahkan, bahwa tujuan yang ingin dicapai dari upaya itu hanya satu, yaitu agar semua aksi perlawanan yang dilakukan oleh pedagang dihentikan.

117

Senada dengan Pak Saiful, Uni Upik juga pemah mengalaminya. Menurut Uni Upik, ketika terjadi pertemuan yang diprakarsai oleh Pemkot, Walikota pekanbaru pemah memintanya agar menghentikan segala tindakan pembangkangan yang dilakukannya, dengan syarat akan dibelikan sebuah mobil mewah dan sebuah kios gratis di lok~i yang baru. Bahkan, menurutnya, ketua DPRD Pekanbaru berulang kali menelponnya untuk menghentikan segala usaha perlawanan yang dilakukannya, dengan imingan berupa mobil mewah.118

Ketika pembongkaran paksa kios dilakukan, pihak pemerintah juga

116

Op, Cit, Harian Riau Mandiri, 5 Mei 2004 117

Ibid,

118

melakukan upaya fragmentasi, supaya pembongkaran dapat berjalan dengan mulus (tanggal 15 dan 18 April 2004). Menurut salah seorang pedagang (tidak mau menyebutkan nama) mengatakan, bahwa sejumlah pedagang (± 10 orang) berhasil dipengaruhi untuk melemahkan hadangan para pedagang. Hal ini dilakukan dengan menyebarkan selebaran yang berisikan pemyataan persetujuan pedagang terhadap pembongkaran tersebut, dengan begitu diharapkan aksi penghadangan yang dilakukan oleh pedagang terhenti karena dianggap illegal. Bukan hanya fragmentasi dan intimidasi yang dilakukan pemerintah terhadap pedagang, merekapun melakukan tindakan pencekalan. Tindakan pencekalan terjadi ketika pengundian penempatan pedagang pada TPS pasca pembongkaran. Lebih kurang dua puluh pedagang (anggota FKPPS) dinyatakan tidak mendapatkan TPS, padahal mereka adalah pedagang resmi yang terdaftar di Dinas Pasar. Hal ini dibuktikan melalui kertas undian TPS yang dikeluarkan oleh Dinas Pasar, bagi yang tidak mendapat TPS diberikan cap "tidak mendapat TPS", dan bagi yang mendapat, diberikan cap "mendapat TPS".119

Pencekalan juga terjadi ketika para pedagang berkeinginan mengadukan nasib mereka kepada presiden Susilo Barnbang Yudoyono sewaktu berkunjung ke Pekanbaru (hari ketiga puasa ramadhan). Dialog yang diadakan dengan masyarakat Riau itu dilakukan di rumah dinas gubernur Riau yang dihadiri oleh sejumlah masyarakat Riau, tokoh masyarakat Riau, dan sejumlah pejabat Pemda Tingkat I Riau. Melalui undangan resmi mereka dihadirkan di tempat itu, dengan tempat dan jumlah yang terbatas. Tujuan dari dialog itu adalah untuk mengadukan sejumlah persoalan yang dihadapi masyarakat Riau. Pedagang pasar Senapelan

119

yang berniat untuk menghadiri acara tersebut tidak mendapat undangan sama sekali. Menurut Pak Saiful Bahri, ia beruntung dapat masuk dan mengadukan persoalan mereka, melalui seorang kenalan yang rela memberikannya undangan dan ia dapat hadir secara diam- diam seraya mengadukan nasib mereka.120

Di samping itu, menurut Suryanto, pihak investor telah menyebarkan intel- intel di kalangan pedagang yang bertujuan untuk mengetahui aktivitas apa saja yang akan dilakukan oleh para pedagang. Pihak investor sempat pula membuat demonstrasi tandingan. Demonstrasi itu dilakukan dengan bayaran Rp. 25. 000 per kepala, mengatasnamakan padagang pasar Senapelan yang menyetujui kebijakan pembangunan, khususnya aksi pembongkaran kios.121

Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat terhadap pedagang terjadi pada saat pembongkaran paksa pasar Senapelan. Pembongkaran kios, los, dan kaki lima tersebut dilakukan dari tanggal 15 April dan berakhir tanggal 18 April 2004. Pada hari kamis, 15 April 2004, pembongkaran dimulai. Saat itu, aparat Satpol Pamong Praja (PP) Pemkot Pekanbaru tidak berhasil melakukan pembongkaran secara tuntas. Hal ini dikarenakan ratusan pedagang pasar Senapelan yang berada di barisan depan mencoba menghalanginya. Untuk mencegah aksi pembongkaran berlanjut, sejumlah pedagang berusaha mengalihkan perhatian dengan merusak beberapa TPS, tetapi aksi ini tidak bisa menghentikan aksi pembongkaran. Bentrokan antara pedagang dan aparat Satpol PP tidak bisa dihindari. Empat orang pedagang ditangkap oleh Poltabes

2.2.2. Tindakan Kekerasan Aparat

120

Ibid,

121

Pekanbaru karena dituduh memprovokasi massa. Mereka adalah: Rinaldi alias Inyek- pedagang ikan, Saiful- pedagang barang harian, Hendra- pedagang kain, dan Darman- pedagang sepatu.122

Pada hari minggu tanggal 18 April 2004 pada pukul 1600 WIB, aksi pembongkaran paksa kembali dilanjutkan dan kali ini aksi itu berhasil membongkar tuntas pasar Senapelan. Pembongkaran itu dilakukan dengan menggunakan bulldozer milik P.T. PMJ. Agar buldozer tersebut aman dari gangguan pedagang, bulldozer dikelilingi oleh sejumlah aparat Satpol PP dan polisi. Aksi ini sendiri disaksikan oleh sejumlah pejabat Pemkot dan P.T. PMJ. Dalam aksi ini, dua orang ditahan, Rinaldi (seorang mahasiswa UIN Susqa) dan seorang pedagang, Rahmad, yang dituduh memprovokasi massa.

123

Bahkan saat pembongkaran sedang berlangsung, aliran listrik tidak diputuskan semua sehingga seorang anak, Tommy (8 tahun), terkena percikan api yang diakibatkan putusnya kabel listrik. Selain itu, aset- aset yang tidak sempat dipindahkan (barang barang dagangan) turut hancur, tanpa adanya upaya ganti rugi. Akibatnya, pasca pembongkaran, kebanyakan pedagang jatuh bangkrut, kurang modal, dan ada yang tidak berjualan lagi sama sekali.

Uni Upik mengisahkan tentang pembongkaran tersebut. Ia mengatakan, saat terjadi pembongkaran paksa, ratusan ibu ibu sedang membaea surat Yasin dan takbir sambil tiduran (seraya menangis) di tengah jalan yang akan dilalui oleh buldozer. Tetapi sejumlah aparat Satpol PP dan polisi menyingkirkan seeara paksa ibu- ibu itu dari jalanan. Dan akhimya buldozerpun berhasil meratakan kios dengan tanah.

124

Aksi kekerasan yang dilakukan oleh aparat terjadi lagi saat unjuk rasa

122

Lihat http://www.Apindonesia.com. 29 April 2004 123

Op, Cit, Bintan Post, 19 April 2004 124

pedagang yang dibantu oleh sejumlah LSM dan mahasiswa berlangsung. Unjuk rasa berlangsung pada tanggal 2 Juni 2004, setelah pembongkaran paksa berhasil memindahkan seluruh pedagang. Unjuk rasa yang dilakukan di gedung DPRD kota Pekanbaru (jalan Jenderal Sudirman) berakhir dengan pemukulan delapan orang pengunjuk rasa oleh oknum polisi dan Satpol PP. Kedelapan orang itu adalah: Elok (42 tahun), Suwami (39 tahun), Nurhayati (42 tahun), Agustina (65 tahun), Upik (32 tahun), Hariman (54 tahun), Mami (46 tahun), dan Sahat Hutabarat (32 tahun). Ketika pedagang meminta keadilan, menuntut oknum polisi yang melakukan pemukulan, pedagang tidak digubris saran sekali oleh pihak yang berwajib, padahal mereka telah mendatangi kantor kepolisian Pekanbaru tersebut.125

"Tetapi seperti yang kita perkirakan daripada reaksi para penguasa, mereka membubarkan aksi massa itu dengan memukuli, menyeret paksa ibu- ibu pedagang dan puluhan mahasiswa yang sedang khusuk membaca Yasin. Dan lebih parahnya lagi mereka menangkap Rinaldi (mahasiswa UIN Susqa pekanbaru) dan Rahmad (pedagang). Pasar Senapelan sudah puluhan tahun menjadi tumpuan hidup dari 2000 orang pedagang kecil dan kurang lebih 15000 rakyat miskin lainnya. Dan Tommy, seorang bocah berumur 9 tahun menjadi korban dari tindakan aniaya yang difasilitasi oleh Pemkot Pekanbaru yang berakibat pada penderitaan seumur hidup (cacat) dan traumatik yang harus diterima oleh bocah yang sekolahnya sudah dapat dipastikan putus. Dan yang pasti, Pemkot Pekanbaru melahirkan kebijakan yang biadab dan tidak manusiawi terhadap warga kotanya sendiri dan oleh karena itu Herman Abdullah harus bertanggungjawab dan diadili''.

Berkaitan dengan tindakan pembongkaran paksa yang dilakukan Pemkot dan investor pada tanggal 18 April 2004 lalu, Pak Saiful berujar:

126

Konflik yang terjadi semenjak dimulainya proses pembangunan pasar

Dokumen terkait