• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permusuhan Fathimah dengan Mereka mengenai Warisan Rasulullah a Riwayat Abu Thufail

T ENTANG F IQIH DAN I JTIHAD

5. Penjelasan atas Contoh-contoh Ijtihad Abad Pertama 1 Ijtihad Nabi saw.

5.10. Permusuhan Fathimah dengan Mereka mengenai Warisan Rasulullah a Riwayat Abu Thufail

Dalam Musnad Ahmad, Sunan Abi Dâwûd, Târîkh Adz-Dzahabî, Târîkh Ibn Katsîr, dan SyarahNahjulBalâghah, diriwayatkan dari Abu Thufail bahwa ia bercerita—redaksi riwayat ini dinukil dari kitab pertama: “Ketika Nabi saw. meninggal dunia, Fathimah mengutus seseorang kepada Abu Bakar seraya bertanya, ‘Apakah engkau yang mewarisi Nabi saw. atau keluarga beliau?’

Abu Bakar menjawa, ‘Keluarganya.’

Ia bertanya kembali, ‘Jika demikian, manakah saham Rasulullah itu?’2

Abu Bakar menjawab, ‘Sesungguhnya aku pernah mendengar Nabi

saw. bersabda, ‘Jika Allah ‘AzzaWajalla memberikan rezeki kepada seorang nabi, kemudian ia meninggal dunia, maka Dia memberi-kan rezeki itu

kepada orang memimpin setelahnya.’ Oleh karena itu, aku mengambil

keputusan untuk mengembalikan seluruh harta itu kepada muslimin.’

Ribâh adalah seorang budak Rasulullah saw. yang berkulit hitam. Ia pernah memohon izin kepada Rasulullah saw. dan beliau menempatkannya pada posisi Yasâr yang bertugas melakukan inseminasi (terhadap pohon kurma) setelah ia terbunuh untuk melakukan tugasnya. Silakan Anda rujuk Usud Al-Ghâbah, jil. 2, hal. 160, Jawâmi‘ As-Sîrah, hal. 27, dan Al-Ishâbah, jil. 1, hal. 490.

1 Abu Thufail adalah ‘Âmir bin Wâtsilah Al-Kinânî Al-Laitsî. Ia termasuk salah

seorang sahabat yang masih kecil. Ia dilahirkan pada tahun meletusnya perang Uhud. Ia termasuk salah seorang sahabat Ali dan orang yang sangat mencintainya. Ia pernah mengikuti seluruh peperangan yang pernah diikuti oleh Imam Ali. Ia adalah orang yang tsiqah dan dapat dipercaya. Hanya saja, ia selalu mengutamakan Ali. Di antara orang-orang yang pernah melihat Nabi, ia adalah orang terakhir yang meninggal dunia. Ia meninggal dunia pada tahun 100 atau 116 Hijriah. Silakan rujuk Usud Al- Ghâbah, jil. 3, hal. 116. Para penulis kitab Shihâh telah meriwayat-kan hadis darinya sebanyak sembilan hadis. Silakan merujuk Jawâmi‘ As-Sîrah, hal. 286 dan Taqrîb At- Tahdzîb, jil. 1, hal. 389.

2 Mungkin tuntutan ini berkenaan dengan saham Rasulullah saw. atas khumus Khaibar

Ia berkata, ‘Jika demikian, berarti engkau lebih mengetahui tentang apa yang kau dengar dari Rasulullah itu.’”1

Di dalam SyarahNahjulBalâghah disebutkan (ucapan Fathimah) setelah

semua itu: “Aku tidak akan memintanya kepadamu lagi setelah pertemuan

ini.”

b. Riwayat Abu Hurairah

Dalam SunanAt-Tirmidzî, diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Fathi-mah pernah menemui Abu Bakar dan Umar untuk menuntut warisannya dari Nabi saw. Dua orang itu berkata: “Kami pernah mendengar Rasulullah saw.

bersabda, ‘Aku tidak meninggalkan harta warisan.’”

Fathimah berkata: “Demi Allah, aku tidak akan berbicara denganmu untuk selamanya.” Ia meninggal dunia sedangkan ia tidak pernah berbicara

dengan mereka.2

Dalam MusnadAhmad, SunanAt-Tirmidzî, ThabaqâtIbnSa‘d, dan Târîkh IbnKatsîr, diriwayatkan dari Abu Hurairah—redaksi riwayat ini dinukil dari kitab pertama—bahwa Fathimah pernah bertanya kepada Abu Bakar: “Jika engkau mati, siapakah yang akan mewarisimu?”

Abu Bakar menjawab: “Anak-anak dan keluargaku.”

Ia bertanya lagi: “Mengapa kami tidak dizinkan mewarisi Nabi saw.?” Abu Bakar menjawab: “Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguh seorang nabi tidak meninggalkan harta warisan.’ Aku

menanggung kehidupan orang yang pernah ditanggung kehidu-pannya oleh Rasulullah dan aku menginfakkan kepada orang yang pernah diberikan

infak oleh Rasulullah.”3

c. Riwayat Umar

Dalam ThabaqâtIbnSa‘d, diriwayatkan dari Umar bahwa Abu Bakar dibai‘at

(menjadi khalifah) pada hari di mana Rasulullah saw. meninggal dunia. Keesokan harinya, Fathimah datang menemui Abu Bakar dengan disertai

Ali seraya berkata: “Berikanlah harta warisanku dari Rasulullah, ayahku.”

1Musnad Ahmad, jil. 1, hal. 4, hadis ke-14; Sunan Abi Dâwûd, kitab Al-Kharâj, jil. 3,

hal. 50; Târîkh Ibn Katsîr, jil. 5, hal. 289; Syarah Nahjul Balâghah, jil. 4, hal. 81 menukil dari Abu Bakar Al-Jauharî. Pembahasan penyempurnaannya terdapat di dalam, hal. 87; Târîkh Adz-Dzahabî, jil. 1, hal. 346.

2Sunan At-Tirmidzî, kitab As-Siyar, bab Mâ Jâ’a fî Tirkah Rasulillah, jil. 7/ 111. 3Musnad Ahmad, jil. 1, hal. 10 hadis ke-60. Di dalam kitab ini, hadis ini diriwayatkan

dari Abu Salamah; Sunan At-Tirmidzî, bab Mâ Jâ’a fî Tirkah Rasulillah, jil. 7, hal. 109; Thabaqât Ibn Sa‘d, jil. 5/372; Târîkh Ibn Katsîr, hal. 289.

Abu Bakar bertanya: “Apakah perabotan rumah tangga atau gaji yang

berhak diterima oleh para penguasa daerah dan kota?”

Ia menjawab: “Aku berhak mewarisi Fadak, Khaibar, dan sedekah- sedekah beliau di Madinah sebagaimana anak-anak perempuanmu akan

mewarisimu jika engkau telah mati.”

Abu Bakar menjawab: “Demi Allah, ayahmu adalah lebih baik

daripada aku dan demi Allah, engkau adalah lebih baik daripada anak-anak

perempuanku. Rasulullah saw. bersabda, ‘Kami tidak meninggalkan warisan. Seluruh harta yang kami tinggalkan adalah sedekah.’” Yang ia

maksud, adalah harta-harta beliau yang masih ada.1

Kita lihat bahwa penentuan kedatangan Fathimah untuk menemui Abu Bakar—seperti yang telah ditegaskan oleh Umar—tidak sesuai dengan runutan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi setelah peristiwa Saqîfah. Yang benar adalah pendapat yang telah ditegaskan oleh Ibn Abil Hadîd Hadîd bahwa peristiwa Fadak dan kadatangan Fathimah menemui Abi Bakar terjadi setelah sepuluh hari berlalu dari wafatnya Rasulullah.2

Bagaimana pun pendapat tentang penentuan masa kedatangan Fathimah itu, Abu Bakar telah mencegahnya untuk menerima hak warisan dari Rasulullah saw. dengan bersandarkan kepada sebuah riwayat yang telah

diriwayatkan oleh dirinya sendiri dari beliau: “Sesungguhnya kami tidak

meninggalkan harta warisan. Seluruh harta yang kami tinggalkan adalah

sedekah.” Sebagaimana hal itu juga diceritakan oleh Ummul Mukminin

‘Aisyah seraya berkata: “Mereka berbeda pendapat tentang harta warisan

Rasulullah. Mereka pun tidak menemukan ilmu tentang hal itu di kalangan

sahabat yang ada. Lalu Abu Bakar berkata, ‘Aku pernah mendengar

Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya kami, para nabi, tidak

meninggalkan harta warisan. Seluruh harta yang kami tinggalkan adalah

sedekah.’”3

Dalam Syarah Nahjul Balâghah, Ibn Abil Hadîd berkata: “Menurut

pendapat yang masyhur, tidak ada seorang pun yang mewariskan hadis

penafian harta warisan itu kecuali diri Abu Bakar sendiri.”4

Ia melanjutkan: “Menurut mayoritas riwayat, tidak meriwayatkan hadis

ini kecuali Abu Bakar sendirian. Hal ini telah disebutkan oleh mayoritas ahli hadis. Sampai-sampai para fuqaha di dalam disiplin ilmu Ushûl Fiqih

1Thabaqât Ibn Sa‘d, jil. 2, hal. 316.

2Syarah Nahjul Balâghah, jil. 4, hal. 97.

3Kanz Al-‘Ummâl, bab Al-Fadhâ’il, Fadhl Ash-Shiddîq, jil. 14, hal. 130. 4Syarah Nahjul Balâghah, jil. 4, hal. 82.

sepakat atas hal itu ketika mereka membuka pembahasan dan perdebatan berkenaan dengan (keabsahan) riwayat satu orang sahabat. Guru kami,

Syaikh Ali berpendapat, ‘Dalam masalah riwayat, tidak layak untuk diterima

(sebagai dalil) kecuali riwayat dua orang, seperti halnya masalah kesaksian (syahâdah).’ Seluruh ahli ilmu Kalâm dan fuqaha menentangnya dan mereka

berdalil dengan penerimaan para sahabat atas riwayat yang telah

dirirwayatkan oleh Abu Bakar sendirian, ‘Kami, para nabi, tidak

meninggalkan harta warisan.’”1

Ketika As-Suyûthî menghitung seluruh riwayat Abu Bakar, ia berkata:

“Kedua puluh sembilan adalah hadis “kami tidak meninggalkan harta warisan, dan seluruh harta yang kami tinggalkan adalah sedekah”.2

Dengan ini semua, mereka telah memalsukan beberapa hadis yang mereka sandarkan kepada orang lain selain Abu Bakar bahwa ia meri- wayatkan hadis tersebut dari Rasulullah saw.3

5.11. Permusuhan Fathimah dengan Mereka mengenai Saham Dzil Qurbâ