• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertukaran, Langkah, dan Aksi

Pertukaran dapat didefinisikan sebagai urutan langkah yang berhubungan dengan negosiasi sebuah proposisi yang dinyatakan secara tersurat dan tersirat dalam langkah sebelumnya. Pertukaran dapat diidentifikasi sebagai sebuah awal dengan langkah pembuka, dan berlanjut hingga langkah pembuka lainnya terjadi. (Eggins dan Slade, 1997:222). Jadi,

pertukaran berisikan langkah-langkah untuk menyampaikan atau menegosiasikan sebuah proposisi, yang bisa saja terindikasikan secara eksplisit maupun implisit. Martin (1992:50) menggambarkan pertukaran, langkah, dan aksi berdasarkan strata dan tingkatan sebagai berikut:

Langkah seperti dikatakan Halliday dalam Eggins dan Slade (1997:185) merupakah realisasi dari pola wacana fungsi ujar, yang dipertentangkan dengan klausa karena klausa merupakah realisasi pola gramatika modus. Langkah dan klausa saling tidak berhubungan baik dari ukuran maupun konstituensi; dengan kata lain, langkah tidak terbentuk dari klausa, dan klausa bukan merupakan bagian dari langkah. Hubungan keduanya hanya bahwa langkah, yang merupakan unit wacana, direalisasikan dalam bahasa melalui klausa, yang merupakan unit gramatika.

tingkat sistem sistem tingkat

pertukaran

langkah klausa

Semantik wacana leksikogramatika

Figura 2.5: Perangkat Dialog (dengan strata dan tingkat)

Dalam contoh berikut dapat dilihat bagaimana langkah respons, fungsi ujaran, dan struktur pertukaran muncul dalam interaksi:

(8)

A : Bisa saya tahu nomor telepon si Kasim? B : Ya, saya punya. 7947892

NEGOSIASI

FUNGSI MODUS UJARAN

Langkah respons dalam contoh ini bersumber dari gramatikanya (Bisakah anda...Ya), fungsi ujarnya (tahu....saya punya) dan struktur pertukarannya (nomor telepon si Kasim... 7947892). Struktur ini disebut dengan k2^k1 (karena pertukaran itu hanya bisa terjadi dengan memberikan informasi yang tepat); k2 direalisasikan dengan permintaan akan jasa, yang kemudian dikodekan melalui gramatika sebagai sebuah interogatif polar termodalisasi.

Pada tingkat berikutnya dalam struktur multivariate yang digunakan Martin mengadopsi

Birmingham school muncul aksi (act) sebagai konstituensi dalam langkah. Dengan kata lain, aksi merupakan unsur struktur langkah sehingga keduanya tidak terpisahkan karena aksi dibatasi oleh langkah. Martin mengadopsi interpretasi Butler yang berfokus pada langkah negosiasi barang & jasa. Dengan interpretasi ini, Butler memperkenalkan dua jenis aksi Pre-Head dalam langkah A2 (sebagai aktor sekunder) yaitu starter dan preface. Starter didefinisikannya sebagai directing attention’ terhadap hal tertentu untuk dapat menghasilkan respons pendengar terhadap inisiasi yang akan muncul, sedangkan preface sebagai ‘penanda reintroduksi topik teralihkan, atau interupsi, atau tanggapan personal terhadap apa yang akan muncul’.

Contoh:

a2 preface Tentang perjanjian yang bapak sebutkan tadi, direktif Oh, ya. Tolong persiapkan.

Dalam Post-Head ia juga memperkenalkan comment dan prompt. Comment berfungsi memperluas, menjustifikasi atau memberikan informasi tambahan terhadap informatif atau komentar awalnya dan prompt memperkuat direktif atau elisitasi awalnya.’ Contoh:

a2 preface Tentang perjanjian yang bapak sebutkan tadi, direktif Oh, ya. Tolong persiapkan.

Selain untuk a2, aksi Pre-Head dan Post-Head juga diperkenalkan untuk langkah a1; untuk Post-Head, comment didefinisikan sama seperti di atas sedang untuk Pre-Head

diperkenalkan accept yang berfungsi untuk ‘mengindikasikan bahwa pembicara telah mendengar dan mengerti ujaran sebelumnya dan menyetujuinya.’ Dalam model seperti ini, Head langkah a1 selalu berbentuk aksi non-verbal yang berarti bahwa untuk pertukaran aksi tertunda tidak terdapat Head dalam langkah a1. Karena itu, diperkenalkanlah istilah marker dan summons, di mana marker ‘menandakan batas wacana, dan menunjukkan bahwa si pembicara memiliki topik untuk dibicarakan’, sedangkan summons mengindikasikan bahwa pembicara ingin mendapatkan perhatian pendengar untuk dapat memperkenalkan sebuah topik

2.1.9 Metafora

Metafora secara umum dipahami sebagai penggunaan kata yang memaknai sesuatu yang berbeda dari maknanya secara literal. Metafora bukanlah gejala bahasa yang istimewa karena dalam beragam konteks metafora dapat dijumpai, baik dalam bahasa tulisan maupun lisan Metafora dari perspektif semiotik merupakan pengodean atau pemaknaan arti dari dua sisi. Satu arti atau konsep dimaknai dari dua sisi. Dengan kata lain, di dalam pengodean atau pemaknaan metafora secara eksplisit atau implisit terjadi perbandingan. Dalam perspektif LSF metafora memperlihatkan pengodean satu petanda oleh penanda yang lain, karena berdasarkan perbandingan itu terdapat persamaan atau kemiripan di antara satu tanda dengan tanda yang lain. Dari serangkaian penanda yang merealisasikan satu petanda dalam rentang mulai dari yang lazim (unmarked) sampai ke penanda yang tidak lazim (marked). Akan tetapi dalam proses penggunaan sesuatu yang tidak lazim dapat menjadi lazim jika sudah biasa digunakan.

Berbicara tentang metafora sangat luas, karena itu metafora yang dimaksud dalam kajian ini adalah metafora yang diidentifikasikan sejalan dengan perspektif LSF.

Metafora diklasifikasikan atas dua jenis, metafora leksikal dan metafora gramatikal (Simon, Anne, Tarverniers, Ravelli: 2003). Dalam hal yang agak berbeda Saragih (2009) membagi metafora atas tiga bahagian, yaitu metafora leksikal, metafora gramatikal dan metafora kontekstual.

a. Metafora Leksikal

Metafora leksikal adalah metapora tentang perbandingan kata, yaitu membandingkan nomina dengan nomina, nomina dengan verba, dan nomina dengan ajektiva (Simon, Anne, Tarverniers, Ravelli: 2003; Saragih:2009). Selanjutnya Saragih menyakan bahwa meskipun dalam jumlah yang terbatas, metafora terdapat dalam tiga unsur perbandingan, yaitu nomina, verba dan sirkumstan.

Contoh: Perbandingan nomina dengan nomina

Suntikan dana yang diberikan pemerintah berpengaruh kecil terhadap perekonomian rakyat.

Contoh: Perbandingan nomina dengan verba

Cintanya kandas di tengah jalan

Pikirannya bercabang-cabang mendengar keputusan itu Contoh: Perbandingan nomina dengan ajektiva

Usahanya tidak mengalami titik terang sejak moneter.

Hatinya luluh mendengarkan cerita bayi kembar kehilangan ibunya. Contoh: Perbandingan nomina, verba dan sirkumstan

b. Metafora Gramatikal

`

Metafora gramatikal adalah pengodean satu makna gramatikal seakan-akan seperti pengodean gramatikal yang lain. Dengan kata lain metafora gramatikal adalah perubahan pengodean atau relokasi pengodean suatu makna yang lazim dengan penggunaan sumber daya gramatikal yang lazim ke pengodean yang tidak lazim menggunakan sumber daya gramatikal yang lazim. Perubahan dan perpindahan atau relokasi pengodean arti ke penanda yang tidak lazim meliputi perubahan atau relokasi jenis dan peringkat gramatikal. Kedua jenis perubahan dan perpindahan atau relokasi terjadi karena pengaruh konteks sosial yang merupakan unsur penting di dalam semiotik bahasa (Saragih, 2009).

Contoh berikut adalah perubahan dan perpindahan gramatikal. Dia mungkin datang Kemungkinan dia datang

Mahasiswa bingung dengan penjelasannya Penjelasannya membingungkan mahasiswa Kedua klausa di atas menunjukkan terjadi perubahan dan perpindahan pengkodean seperti modalitas mungkin berubah menjadi nomina kemungkinan dan ajektiva bingung berubah menjadi verba membingungkan

Perubahan peringkat unit gramatikal merupakan perubahan pengodean yang lazim dari satu peringkat ke peringkat unit tata bahasa atau gramatikal yang lain. Perubahan peringkat terdiri dua jenis, yaitu perubahan berbentuk kenaikan dari satu peringkat yang rendah ke peringkat yang lebih tinggi serta perubahan bentuk penurunan dari satu tingkat yang tinggi ke tingkat yang lebih rendah. Perubahan metapora dari peringkat yang lebih tinggi ke peringkat yang lebih rendah disebut metapora eksperiensial dan perubahan metafora dari peringkat yang lebih rendah ke peringkat yang lebih tinggi disebut metafora antarpersona.

Seperti layaknya metafora dalam fungsi-fungsi lainnya, dalam fungsi antarpersona metafora merepresentasikan realisasi yang tidak kongruen. Artinya, fungsi-fungsi ujaran tidak lagi bersesuaian antara bentuk dan fungsi sebenarnya dalam konteks. Metafora antarpersona menata fungsi-fungsi mood yang relevan dalam interaksi tertentu. (Martin, 1992:412).

Metafora antarpersona berkenaan dengan modus dan modalitas. (modalisasi dan modulasi). Dengan sifat metafora antarpersona seperti disebut sebelumnya, maka dapat terjadi realisasi yang berbeda dari komponen-komponen mood untuk menyatakan ‘proposisi’ (pernyataan dan pertanyaan) atau ‘proposal’ (perintah dan tawaran). Di dalam modalisasi, seperti diketahui, dicakup tentang probabilitas dan kebiasaan, sementara di dalam modulasi terdapat penerimaan dan kewajiban. Realisasi-realisasi untuk mengekspresikan hal-hal tersebut secara mendasar sudah tersedia di dalam setiap bahasa, namun penggunaan ekspresi lainnya dapat saja terjadi. Sebagai contoh, sebuah modalisasi untuk menunjukkan probabilitas dalam bahasa Inggris yang dipergunakan adalah verba modal seperti may, namun dalam interaksi bisa saja kata if

digunakan untuk menyatakan hal yang sama (probabilitas). Namun kata if bukan sebuah verba modal, tetapi sebuah konjungsi. Dalam bahasa Indonesia, kata ‘mungkin’ merupakan kata yang paling representatif untuk menunjukkan adanya probabilitas; namun, kata lain seperti ‘bisa jadi’ juga sering dipakai.

Contoh:

Saya mungkin akan datang malam ini.

Bisa jadi dia senang dengan proposal yang anda ajukan.

Pada modulasi, dalam bahasa Inggris juga dipergunakan verba modal, namun realisasi tidak kongruen sering dipergunakan. Misalnya, “You may go.’’ dapat direalisasikan dengan “You are permitted to go.” yang sudah menggunakan verba kompleks. Kecenderungan semacam ini juga terdapat dalam konteks bahasa Indonesia. Kata ‘boleh’ dipergunakan untuk menunjukkan

penerimaan akan sebuah proposal misalnya, sehingga ‘Mereka boleh menggunakan ruangan itu.’ dapat dinyatakan dengan ‘Mereka diperkenankan menggunakan ruangan itu.’

Metafora antarpersona juga terjadi sekaligus dalam modus dan langkah. Percakapan berikut memperlihatkan tidak terjadinya kesesuaian antara modus dan langkah.

k2 A: Bagaimana pal sudah bisa kita mulai ?‘Uga pal enggo banci simulai’? k2 B: Sudah kumpul semuanya? ‘Enggo kin pulung kerina’?

A memulai langkah meminta informasi dikodekan dengan k2. Modus yang digunakan adalah modus pertanyaan. Seharusnya B menanggapinya dengan memberi informasi dikodekan dengan k1 yang direalisasikan dengan modus deklaratif atau minor tetapi B menanggapinya dengan langkah meminta informasi dikodekan dengan k2 yang direalisasikan modus pertanyaan. Akibatnya terbentuklah struktur percakapan yang tidak lazim, yaitu k2^k2 seharusnya struktur yang lazim adalah k2^k1. Ketidaklaziman ini disebut metafora antarpersona sekaligus metafora modus dan langkah.

Dengan demikian, dalam berbagai peristiwa bahasa metafora, khususnya metafora antarpersona lazim dipergunakan. Hanya saja, sering tidak disadari bahwa realisasi akan sesuatu makna sering kali tidak sesuai dengan aturan gramatikal yang ada. Hal ini tidaklah mengherankan karena secara pragmatik, penutur dan petutur lebih sering bisa saling memahami makna yang dimaksud dengan realisasi-realisasi tertentu.

c. Metapora Kontekstual

Saragih (2009) menyatakan bahwa metafora kontekstual adalah pengodean atau pemahaman arti dengan perbandingan pada konteks sosial teks. Telah diuraikan terdahulu bahwa konteks sosial meliputi konteks situasi, budaya dan ideologi. Selanjutnya konteks situasi terdiri

dari tiga unsur yaitu medan ‘field’, pelibat ‘tenor’, dan sarana/cara ‘mode’. Metafora dapat terjadi karena adanya perbandingan dalam konteks sosial satu teks dengan komunitas yang lain.

Metafora medan merupakan perbandingan Medan makna satu teks dengan teks yang lain baik secara eksplisit maupun implisit (Saragih, 2009). Misalnya, kata sembako singkatan dari sembilan bahan pokok di mana daging susu dan telor ayam tidak termasuk di dalamnya. Kata sembako di bandingkan dengan keadaan di Malaysia, maka muncullah klausa berikut

Sembako di Malaysia meliputi daging dan telor ayam. Demikian pula penutur Malaysia yang menganggap bahwa kerajaan sama dengan pemerintah sehingga mereka mengatakan kerajaan Indonesia seperti klausa berikut Kerajaan Indonesia sudah sepakat untuk tidak mengirim tenaga kerja ke Malaysia.

Metafora pelibat ‘tenor’terjadi karena adanya perbandingan pelibat atau sifat pelibat dalam satu teks atau situasi dengan teks atu situasi yang lain. Metapora pelibat dapat dipahami dengan memahami konteks eksternal teks, yaitu peran atau fungsi seseorang/figur/tokoh dalam satu teks atau komunitas.Tanpa mengetahui peran atau fungsi pelibat tersebut mengakibatkan seseorang tidak memahami makna satu teks yang berisikan metafora pelibat.

Contoh:

Cara berjalannya sekarang sudah seperti Raja Suka ‘Perdalanna gundari enggo bagi Sibayak Suka’

Sibayak Suka adalah seorang Raja di kampung Suka di Tanah karo yang terkenal pada masa dulu. Dia berjalan sangat gagah dan semua orang di kampung tersebut mengangguminya.

Berkaitan dengan penutur bahasa Karo, metafora pelibat terjadi dalam acara kematian. Pelibat membandingkan/memperoyeksikan dirinya seperti orang mati sehingga dia dapat berinteraksi dengan orang mati tersebut.

Contoh:

k1

Alm (C):

Uga nari ningku man impalku e kerina mami tengah adi aku enggo me malem ateku. ‘bagaimana aku mengatakannya kepada semua impalku mami tengah, karena kau sudah merasa tenang,’

k2 C: bage nge nindu mami tengah ‘begitukan yang kau katakan mami?’

a2 Alm

(C):

persada-sada arihndu ras impalndu e kerina ‘Bersatu dan rukun kau bersama impalmu semua,’

a1

(k2) C: Bage nge nindu e mami tengah….e….e. begitukan yang kau katakan mami?’

Almarhum melakukan langkah memberi informasi kepada C yang dilakonkan oleh C ditandai dengan k1. Penutur C menanggapinya dengan langkah meminta informasi ditandai dengan k2. Langkah selanjutnya adalah langkah meminta jasa ditandai dengan a2. Dalam hal ini C memperoyeksikan dirinya sebagai almarhum. Penutur C menanggapi langkah tersebut dengan meminta informasi ditandai dengan k2 yang direalisasikan dengan modus pertanyaan. Lazimnya Langkah meminta barang dan jasa ditanggapi dengan langkah memberikan barang dan jasa yang ditandai dengan a1. Konsekuensinya terbentuklah struktur percakapan k1^k2 dan a2^a1(k2). Lazimnya struktur percakapan meminta dan memberi informasi adalah k2^k1 dan meminta dan memberi barang dan jasa adalah a2^a1. Dalam contoh di atas bukan hanya metafora

kontekstual/metafora pelibat yang terjadi tetapi juga sekaligus terdapat metafora gramatikal/metafora modus dan langkah.

Metafora sarana adalah membandingkan cara atau sarna dalam satu tek atau situasi dengan teks atau situasi. Biasanya orang mengusir hewan dengan mengatakan hus hus hus. Cara ini digunakan orang untuk mengusir orang yakni dengan membandingkan atau memetaforakan orang dengan manusia seperti yang terlihat dalam kalimat Hus hus hus jangan bermain di halaman semuanya pergi dari sini. Klausa ini dituturkan oleh seorang ibu kepada anak-anak yang bermain di halaman rumahnya. Demikian juga dengan kata copot, biasanya digunakan

untuk memisahkan satu benda/non manusia secara paksa/tidak wajar dari benda lainnya. Pemberhentian Susno Djuawadi dari jabatannya sebagai kabag Bareskrim dibandingkan/ dimetaforakan wartawan dengan benda sehingga wujud klausa Susno Duwadji dicopot dari jabatannya sebagai kabag Bareskrim. Lazimnya kalimat itu wujud sebagai berikut Susno Duwadji diberhentikan dari jabatannya sebagai Kabag Bareskrim.

d. Metafora Budaya

Membandingkan dua nilai, sikap, amalan dan praktik merupakan metafora budaya. Dalam satu masyarakat atau komunitas sering dijumpai pemahaman sikap atau amalan bahwa salah satu penanda seseorang sudah tua adalah giginya sudah banyak yang ompong. Hal ini bermakna bahwa dia sudah tua dan tidak muda lagi. Budaya ini berimplikasi bahwa dia kurang mampu melakukan pekerjaan yang berat atau tidak layak lagi melakukan sesuatu yang biasanya dilakukan oleh orang muda. Dalam klausa Gigi saya sudah banyak yang ompong mengapa kalian ajak saya pergi ke pesta dansa itu menyatakan sikap sebenarnya bahwa di usia tua dia tidak pantas lagi pergi ke pesta dansa.

e. Metafora Ideologi

Membandingkan satu ideologi dengan ideologi yang lain atau mengaplikasikan satu ideologi ke ideologi yang lain disebut sebagai metafora ideologi. Ideologi yang dimaksud dapat berupa ideologi dari satu suku, ras, etnis, generasi, kelas atau kelompok. Dengan kata lain, ideologi metafora adalah membandingkan atau mengaplikasikan ideologi dari satu etnis, ras, suku, kelas, atau kelompok ke ideologi yang lain. Perbandingan ini dapat dilakukan secara

eksplisit dan implisit, yaitu perbandingan yang merujuk ke satu situasi atau kondisi ketika satu teks digunakan dalam berinteraksi. Berikut contoh metapora ideologi yang diuraikan dalam konteks pemakaiannya.

Percakapan yang terjadi antara dua orang dosen, salah satu di antaranya mengatakan “Mana mungkin si Abdul Rahman mendapat visa ke Amerika”. Pernyataannya ini mengungkapkan bahwa si Abdul Rahman tidak dapat pergi ke Amerika karena dia berjenggot panjang, memakai lobe, dan berpakaian gamis serta memakai sepatu bertali. Ideologi yang dianut orang Barat, khususnya bangsa Amerika dan Australi seseorang yang namanya bernuasa Arab dan bernampilan seperti orang Arab diyakini sebagai teroris. Orang yang bernampilan seperti ini pada akhir-akhir ini sulit bahkan tidak dapat pergi/berkunjung ke Amerika dan Australi.