• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pewartaan Iman yang Sesuai bagi Kaum Muda Metropolitan pada Zaman Audio Visual

BAB IV : PENGGUNAAN LAGU POP DALAM PEWARTAAN IMAN BAGI KAUM MUDA

C. Tantangan Pewartaan bagi Kaum Muda Metropolitan pada Zaman Audio Visual

3. Pewartaan Iman yang Sesuai bagi Kaum Muda Metropolitan pada Zaman Audio Visual

Berangkat dari berbagai kendala tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa permasalahan pewartaan iman bagi kaum muda metropolitan dewasa ini terkait pada sebuah pertanyaan mendasar, yaitu bagaimana cara untuk memperdamaikan kebudayaan masa kini dengan pewartaan Injil di masa lampau. Perlu diambil sebuah langkah yang sesuai agar kaum muda tidak menutup hati terhadap panggilan Tuhan di tengah-tengah pengaruh media elektronik. Untuk itu Gereja perlu mengembangkan upaya pewartaannya dengan menggunakan cara yang dapat diterima dan menyentuh kehidupan kaum muda tersebut, karena tidak dapat disangkal bahwa pendekatan pewartaan iman dengan cara menghafal teks sudah dianggap terlalu kuno dan harus segera ditinggalkan.

Pada dasarnya kaum muda metropolitan tidak menyukai hal-hal yang bersifat indoktrinasi serta mendambakan kebebasan berekspresi. Mereka merindukan hal-hal yang menarik, indah, serta menggugah perasaan di mana mereka sungguh mengalami dan terlibat di dalamnya. Bagi mereka hal terpenting bukanlah isi ajaran yang disampaikan melainkan bagaimana ajaran tersebut berkesan dan mengena di hati mereka serta bagaimana mereka menangkap pesan di dalamnya dan dampaknya dalam hidup mereka. Kaum muda akan tergerak pada sesuatu yang menyentuh

langsung pada kedalaman jiwa mereka. Pewartaan iman akan menjadi berarti ketika mereka mengalami langsung ajaran tersebut.

Oleh karena itu, pewartaan iman perlu disesuaikan dengan keadaan mereka yaitu tidak terpaku pada pengajaran doktrin-doktrin yang bersifat rumusan dan uraian pada tatanan intelektual. Pewartaan iman bagi kaum muda perlu mendahulukan unsur perasaan yang kemudian diikuti oleh unsur pemahaman dan pemikiran yang akhirnya mendorong kaum muda pada suatu kehendak untuk mengikuti Yesus. Dengan demikian pewartaan iman tidak lagi berupa indoktrinasi pemahaman dalam tataran kognitif, melainkan perlu secara langsung menyentuh hati dan perasaan kaum muda itu sendiri. Pewartaan Gereja bagi kaum muda perlu didasarkan pada pola penghayatan iman kaum muda itu sendiri yang lebih menekankan pengalaman keindahan, hubungan antar pribadi, dan suasana yang menyentuh dan menggetarkan. (Babin, 1991: 1-15)

Zaman audio visual telah mengantar kaum muda pada suatu perubahan radikal dalam kebudayaan kaum muda, namun bukan berarti Gereja perlu menarik diri dari budaya tersebut. Budaya audio visual telah menjadi suatu bahasa baru di zaman ini dan Gereja perlu melihat hal tersebut sebagai suatu keuntungan yang dapat membantu efektivitas pewartaan iman sendiri. Gereja perlu memandang budaya tersebut berikut media-media elektronis di dalamnya sebagai rekan kerja yang bertujuan untuk mengusahakan kehadiran Allah di tengah dunia, bukan sebagai rival. Hal tersebut terungkap dalam pesan Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II untuk Hari Komunikasi Sosial se-Dunia yang ke-33 yang berbunyi:

Gereja berkehendak menjadikan media sahabat sambil menyadari bahwa setiap bentuk kerjasama akan dilaksanakan demi kebaikan setiap orang...Memang benar bahwa budaya Gereja dan budaya media itu berbeda; bahkan pada titik-titik tertentu perbedaan itu sangat tajam. Namun tak ada alasan untuk mengatakan bahwa perbedaan menutup kemungkinan membangun persahabatan dan dialog. Budaya berbobot/bermutu dalam Gereja dapat menyelamatkan budaya media mengenai berita-berita ringan yang dapat menimbulkan bahaya sikap tidak peduli yang menghancurkan pengharapan; dan media dapat membantu Gereja untuk mewartakan Injil dalam semua semangatnya dalam kenyataan hidup manusia setiap hari. Budaya kebijaksanaan dalam Gereja dapat menyelamatkan budaya informasi dalam media dari bahaya penumpukan fakta-fakta yang tak berarti; dan media dapat membantu kebijaksanaan Gereja untuk tetap menampilkan pengetahuan-pengetahuan baru yang sekarang marak. Budaya sukacita dalam Gereja dapat menyelamatkan budaya hiburan dalam media dari bahaya menjadi pelarian hampa dari kebenaran dan tanggungjawab; dan media dapat membantu Gereja untuk mengetahui dengan lebih baik bagaimana berkomunikasi dengan orang-orang dengan cara yang menarik dan menyenangkan (1999).

Banyak hal yang dapat dilakukan media dalam membantu pewartaan Gereja sejauh Gereja mampu mempergunakan budaya baru ini secara tepat bagi pewartaan iman.

Penekanan bahasa audio visual terletak pada peranan gambar dan suara yang menciptakan modulasi dan berdampak pada vibrasi yang menggerakkan audiens. Untuk itu fokus pewartaan iman audio visual dalam Gereja tidak lagi ditekankan pada kata-kata, melainkan pada pesan yang terkandung dalam media yang digunakan serta kesan yang dihasilkan oleh media tersebut. Pewartaan iman audio visual menekankan sebuah proses, di mana umat turut mengambil bagian di dalamnya dan secara langsung mengalami dan merasakan iman tersebut. Dengan demikian “refleksi iman yang berangkat dari program audio visual dirasakan menyenangkan, konkrit, memotivasi peserta untuk terlibat, membantu terjadinya refleksi iman lebih dalam, dan mempererat persaudaraan.” (Iswarahadi, 2007)

Dalam peleburannya dengan bahasa baru di zaman audio visual, komunikasi iman memperoleh pemaknaan baru.

The message of faith is not first and foremost information affecting my understanding. It’s the effect produced in me by the whole complex known as the medium…The message is not first and foremost the material vehicle of communication. The message is the whole complex of ministries and conditions that are required for an effect to be produced…The content of the faith message is not primarily the ideas or the teaching, but rather the listener themselves in so far as they are affected by the medium (Babin, 1991: 6-7). Pewartaan iman audio visual tidak lagi terfokus pada penyampaian pengetahuan iman pada melainkan pada hasil yang ditimbulkan. Sedangkan tekanan pewartaan bukan lagi pada berita melainkan pada keseluruhan figur yang menyampaikan pewartaan tersebut, dalam hal ini Gereja. Penampilan dan pembawaan Gereja menjadi salah satu penentu yang turut mempengaruhi perkembangan iman umat dan keputusan untuk mengikuti Tuhan. Inti pewartaan iman audio visual pada akhirnya terletak pada pesan yang ditangkap, bagaimana umat mengalami dan merasakan ajaran Kristus dalam hati mereka. Hal tersebut sesuai dengan apa yang diuraikan pada permulaan surat Yohanes:

Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kepala kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang firman hidup…, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamupun beroleh persekutuan dengan kami (1 Yoh 1: 1-3)