• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN KESEHATAN MASYARAKAT DUKUH WIDARA

3.1. Budaya Kesehatan Ibu dan Anak

3.1.8. Anak dan Balita

3.1.8.1. Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak. Sebagaimana diketahui, sesuai dengan perkembangan usianya, bahwa bahwa usia balita masih merupakan masa keemasan, masa yang sangat penting untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan balita.

Aspek pola asuh pada anak dan balita terdiri dari pola asuh (meliputi sandang, jasman dan rekreasi), pola asih (meliputi kasih sayang, emosi, kedekatan/hubungan erat) dan asah (meliputi stimulasi mental, kecerdasan, ketrampilan, kemandirian)

Ny Er berusia 49 tahun tinggal di Blok Pon desa Dukuh widara merawat cucunya dikarenakan anaknya bekerja sebagai TKW (Tenaga kerja wanita) menurut informasi yang di dapat dari Ny Er, sejak umur satu tahun sehingga tidak mendapatkan asi sebagai akibat dari itu pengenceran susu formula yang tidak sesuai yang ada sehingga memakai gula batu agar terasa manis menurut Ny Er tidak ada akibat dari pengenceran susu formula ini seperti diare. Selain itu cucunya disebut oleh tetangga Ny Er sering disebut anak bandel dan tidak seringkali melakukan adegan yang berbahaya. Contohnya karna posisi rumah Ny Er

dekat dengan jalan raya cucu Ny Er pernah hampir tertabrak truk. Peristiwa ini beberapa kali berulang dan membuat anak tersebut dianggap sebagai anak nakal.

Kasus lain pola asuh orang tua juga dialami oleh Fitri gadis kecil berumur 6 tahun sejak kecil ia di tinggal oleh kedua orang tuanya.Ayahnya yang berasal dari luar jawa,meninggalkan Fitri sejak bayi, sedangkan ibunya meninggalkan Fitri dari umur 2tahun. Pada saat itu Fitri tinggal bersama neneknya. Namun, neneknya meninggal dunia pada saat Fitri berumur 2,5 tahun. setelah itu Fitri diasuh oleh tetangganya yang bernama Bi Iyah. Kondisi ini telah disampaikan kepada ibunya Fitri yang bekerja di Singapura namun ibunya tidak bisa pulang untuk merawat Fitri

Pada akhirnya Bi Sariah merawat Fitri dari saat itu hingga saat ini sekitar 4thn selama itu seluruh biaya hidup ditanggung oleh Bi Sariah hanya sesekali saja keluarga Fitri mengunjungi Fitri untuk memberikan uang itu pun tidak seberapa hanya cukup untuk jajan saja.menurut Bi Sariah ibunya Fitri pernah memberikan perhatian kepada Fitri dengan memberikan tas untuk sekolah Bi Sariah tidak bisa langsung berkomunikasi ibunya Fitri namun segala harapan dan keluhannya dalam mengasuh Fitri disampaikan kepada ibunya Fitri melalui pacarnya.

Menurut Bi Iyah, terdengar kabar bahwa pembayaran gaji, Ibu pipit tidak lancar, katanya yang megang majikan, apabila gaji itu dikeluarkan oleh majikan saat bulan puasa kemarin, maka Ibunya Pipit mau pulang, namun jika tidak makmkan sebagian gaji tersebut untuk memenuhi kebutuhan Pipit. Sangat sulit sekali berkomunikasi dengan Ibunya Pipit, terakhir komunikasi pada saat mengabarkan tentang kakek Pipit yang dipenjara. Selama ini Ibunya Pipit tidak pernah menanyakan kabar Pipit, bahkan menanyakan sehat atau tidaknya Pipit juga tidak pernah dilakukan oleh ibunya. Suatu kali Bi Iyah pernah terhubung

dengan Ibunya Pipit, disampaikanlah, bahwa Pipit badung/nakal, banyak jajan, segala macem ingin dibeli.

Bi Iyah juga menceritakan saat dulu orangtuanya Ibu Pipit (kakek dan Neneknya) sebelum meninggalkan utang, maka B Iyah yang membayarkannya, jumlahnya empat juta setengah. Baginya uang itu sangat banyak terlebih dengan pekerjaannya yang hanya menjadi tukang pijet saja. Namun atas dorongan suaminya, akhirnya bi Iyah merelakan uang tersebut untuk membantu Nenek dan kakek pipit. Bi iyah dan suaminya berharap Ibunya Pipit berniat mengganti uang tersebut saat sudah gajian.

Saya kadang ko tidak habis pikir, uangkap Bi Iyah kemudian. Masak ada orang tua yang meninggalkan anak begitu saja, tidak pernah diurus kebutuhan sehari-harinya, makannya ninggalin anak nggak diurusin sehari-harinya, makannya dari mana, itu saja listriknya yang bayarin saya. Sekarang Pipit sekolah kelas 1 MI, tapi ngajinya pinter tapi sangat disayangkan di sekolah sangat nakal, itu bukunya anak-anak dicoret semua. Bahkan tidak jarang sikap Pipit membuat teman-temannya menangis.

Pada saat ditanyakan, apakah Pipit suka menanyakan tentang Ibunya? Bi Iyah memberikan jawaban yang cukup mengagetkan, Tidak sama sekali. Jadi selama ini pipit tidak pernah menanyakan Ibu kandungnya. Kalu ditanya siapa Ibu dan bapaknya, pasti jawabnnya adalah Mimi iyah dan bapa Win, tak sekalipun jawabnnya mimi Nur. Tentang Bapak kandung Pipit, Bi Iyah menceritakan bahwa sejak kelahiran Pipit ia sudah langsung ditinggal oleh bapak kandungnya. Melihat wajahnya pun nampaknya Pipit belum pernah sama sekali,

Lebih lanjut Bi iyah bercerita tentang bebannya dalam oengasuhan ini. Sampai usia 6 tahun seperti sekarang masih menggompol, bahkan semalam bisa sampai dua tiga kali. Tidak pernah menggunakan diapers, suka tidak betah katanya. Serba

salah namanya mengasuh anak orang lain. Kadang Bi Iyah ingin menunjukkan ketegasannya dalam mendidik fitri, namun suka ga enak kalau ketahuan orang lain. Ketika sedikit keras, kurang enak kalau ketahuan tetangga. Kalau nangis karena minta uang jajan, dan tidak dikasih ga enak lagi, padahal mintanya terus-terusan. Lebih enak mengasuh anak sendiri, ungkapnya kemudian, mau marah atau tidak biasanya orang tidak akan komentar.

Informasi lain didapatkan dari bi Iyah, tentang anak-anak lain yang senasib dengan Pipit. Bi Iyah bercerita bahwa cukup banyak anak yang sering ditinggal oleh orang tuanya. Wajar saja karena migrasi nampaknya sudah menjadi mata pencaharian yang diminati oleh masyarakat Desa Dukuh Widara. Masalah muncul dalam perkembangan mereka. Rata-rata mereka tumbuh menjadi remaja yang “nakal” dan kalau sudah besar tidak tahu sopan santun. Tetapi informasi ini hanya sefihak saja. Salah satu jenis kenakalan mereka antara lain minum-minum pil ekstasi bahkan ada salah satu kasus yang sampai meninggal setelah mabuk-mabukan. Selain itu ada juga kasus kehamilan diluar nikah. Menurut Bi Iayh itu disebabkan kurangnya pengawasan dari orang tua atau orang yang menggantikannya sebagai orang tua. Mereka anak laki-laki dan anak perempuan sama-sama sekolah, tapi setelah itu pada main-main. Menurut Bi Iyah, namanya tinggal bersama nenek atau orang lain selain ibu, yang penting adem dan tercukupi kebutuhan makan dan jajannya.

Jika dianalisis lebih lanjut, berkaitan dengan pola asuh orang tua yang dialami oleh balita dan anak yang ditinggal migrasi khususnya oleh ibunya, maka ada beberapa akibat yang langsung bisa dirasakan pada kasus tersebut antara lain tidak diberikannya asi kepada balita yang akan berakibat pada pemberian susu formula, dengan riisko pengenceran susu formula, dikarenakan keterbatasan daya belinya dan beberapa

program imunisasi tidak dilakukan karena takut kalau anak menjadi sakit.

Tentang pola asuh khususnya aspek asuh, dalam pemenuhan kebutuhan makan, peneliti mendapatkan informasi berdasarkan wawancara mendalam pada Ibu Tur (37 tahun). Pertemuan kami dengan Ibu Tur sebenarnya tidak disengaja. Siang itu, kami sedang menunggu seorang ibu hamil, Ibu Nina. Ibu Nina, yang menurut informasi yang kami terima dari dukun bayi , Bi Iyah bahwa Ibu nina mau dioyog.Pada saat kami temui di rumahnya, ternyata Ibu Nina belum pulang dari bantaran sungai, membantu suami mencetak batu bata. Menurut adik Ibu Nina, kebiasaannya ibu Nina akan pulang sekitar jam 12.00 siang. Karena waktu itu sudah menunjukkan pukul 11.00, kami pun sepakat untuk menunggu kepulangan Ibu Nina dari bantaran sungai. Bi Iyah pulang ke rumahnya yang berada tidak jauh dari rumah Ibu Nina.

Kami menunggu kedatangan Ibu Nina di sebuah warung yang tidak lain adalah warung Ibu Tur. Ibu Tur, belum lama memiliki usaha warung jajanan, baru sekitar 3 tahun yang lalu. “Lumayan mba, saya dikasih pinjem modal jadi bisa buka warung, lumayanlah mba, anak-anak ga usah beli lagi kalau mau jajan.” Banyak cerita yang disampaikan oleh Ibu Tur, baik tentang kesehatanya, bagaimana penggunaan jamban, kebiasaan merokok dan lain-lainnya. Yang menarik Ibu Tur bercerita tetang bagaimana pola asuhnya terhadap anak-anaknya.

”Kalau tentang makan, anak-anak saya doyan banget sama mie instan, tiap hari mba, makan mie instan, malah katanya kalau ndak makan mie, rasanya ga enak”. Selanjutnya Ibu Tur bercerita, bahwa anaknya pernah sakit types. Ibu Tur memiliki 3 anak laki-laki, dan ternyata yang menderita penyakit types, adalah kedua anaknya.

“Anak saya susah makan mba, sehari ga makan kuat, tapi yaiku kalau ga makan baru meraas ga kuat.”

Ternyata konsumsi mie instan yang cukup sering juga dialami oleh anak-anak lain. Salah satunya dialami Tini. Tini, seorang anak perempuan berumur 11 tahun, kelas 5 MI desa tersebut. Tubuhnya sangat tinggi, sekitar 150 cm, dengan berat badan hanya 25 kg. Tini, bercerita bahwa dia jarang makan nasi. Makanan ya jajan-jajan saja, karena kebetulan ibu tini juga penjual jajan-jajan anak. Sarapan juga jarang. Sedikit berbeda dari putra Ibu Tur, tini belum pernah sakit perat seperti types, diare dan lain-lain. Jenis sakit yang pernah di derita umumnya hanya batuk, pilek sama panas ringan. Dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah Tini juga nampaknya tidak memiliki hambatan yang berarti.

Pola asuh dalam pemberian makanan sedikit berbeda kami dapatkan dari Ibu As. Ibu As mengasuh cucunya, Dewi, karena ibunya pergi menjadi TKW ke Singapura. Dewi, anak usia 4 tahun, dan menurut keterangan Ibu As, Dewi memiliki berat badan 25 kg, nampak gendut memang. Ibu As, bercerita bahwa konsumsi susu formula yang sangat banyak, satu bungkus susu formula 800 gram habis 2 hari. Namun demikian walaupun mengkonsumsi susu formula, tetapi pola makan Dewi sangat bagus. Pada saat kita bertemu Ibu As, Ibu As, sedang membawa semangkok nasi putih, dilengkapi sayur dan telur dadar.

“Makannya banyak mba, segini (sambil menunjukkan mangkok berukuran sedang dan tinggal 1/3-nya) tadinya penuh, ya makannya sambil jalan-jalan, tapi ya Alhamdulillah habis. Makannya 3 kali sehari, jadi ya kayak gini badannya gemuk.”

Selanjutnya Ibu As, bercerita bahwa ia merawat cucunya dengan penuh kasih sayang, cucunya tidak pernah nakal dan

selalu menyenangkan. Ibunya Dewi menjadi TKW sejak Dewi berusia 2 tahun, jadi dari 2 tahun itu ia bersama saya.

”Kebetulan saya pernah menjadi TKW dan saya merasakan namanya ninggalin anak, rasanya kayak gimana. Jadi sekarang, saya ganti mengasuh cucunya, dengan penuh kasih sayang, ditlateni makannya, walaupun sambil puter-puter.”

Kemudian Ibu As bercerita bahwa semua itu Ibu As lakukan agar cucunya sehat tentunya dan yang tidak kalah peting, agar anaknya tenang disana. “Kalau cucunya disini sehat ya, pasti ibunya juga kan tenang.