• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Komunikasi Orangtua

Dalam dokumen HUBUNGAN POLA KOMUNIKASI DAN LATAR BELAK (Halaman 52-71)

1.2 Identifikasi Masalah

2.1.2 Pola Komunikasi Orangtua

2.1.2.1 Hakikat Pola Komunikasi Orangtua

Pengertian pola menurut Djamarah (2017:1), pola adalah model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Pola pada dasarnya merupakan bentuk atau model.

Menurut Widjaja (2000:15) komunikasi adalah penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain. Komunikasi akan berhasil jika timbul saling pengertian atau saling memahami kedua belah pihak, yaitu antara pengirim pesan dan penerima pesan. Sejalan dengan pendapat Djamarah (2017:1) bahwa komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Lain halnya dengan pendapat Everett M. Rogers (dalam Mulyana, 2010:69) yang menyatakan bahwa komunikasi adalah proses dimana suatu ide di- alihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

38

Peneliti mengelaborasi pendapat Widjaja (2000:15), Djamarah (2017:1), dan Everett M. Rogers (dalam Mulyana, 2010:69) bahwa komunikasi adalah pe- nyampaian informasi dari sumber (pengirim pesan), kepada penerima pesan dengan cara yang tepat yaitu saling pengertian dan saling memahami sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.

Pola komunikasi menurut Djamarah (2017:2) dipahami sebagai pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Sejalan dengan pendapat Gibson (dalam Brahmasari, 2008:245) bahwa pola komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi dan pengertian dengan menggunakan tanda-tanda yang sama. Sedangkan pola komunikasi menurut Azeharie (2015:214) adalah bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat di- pahami.

Peneliti mengelaborasi pendapat Djamarah (2017:2), Gibson (dalam Brahmasari, 2008:245), dan Azeharie (2015:214) bahwa pola komunikasi orangtua menurut peneliti adalah pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses pendidikan di rumah dan di sekolah melalui kegiatan pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami lawan bicara dalam suatu komunikasi, berupa timbal balik antara orangtua dengan siswa, siswa dengan orangtua, siswa dengan guru, dan orangtua dengan guru. Kegiatan pola komunikasi dalam skripsi ini dibatasi pada pola komunikasi orangtua dengan siswa di rumah, dan siswa dengan guru di sekolah

39

pada mata pelajaran IPS kelas V SD Gugus Moh Syafei Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang yang indikatornya yang mengadaptasi pendapat Suranto (2011:82), Sendjaja (2009:6.29), dan Setyowati (2005:70) yang terdiri dari: (1) keterbukaan dalam berkomunikasi; (2) sikap empati yang menumbuhkan motivasi belajar anak; (3) perilaku suportif; (4) upaya sikap positif; dan (5) kesetaraan pengalaman.

Menurut Moekijat (1993:143) komunikasi dapat digolongkan menjadi dua kategori yaitu komunikasi satu arah dan komunikasi dua arah. Komunikasi satu arah meniadakan fasilitas untuk mencari penjelasan, pembenaran, dan sebagainya. Komunikasi satu arah hanya menjamin penyampaian pesan. Contohnya perintah dalam suatu kelompok. Sedangkan komunikasi dua arah adalah komunikasi yang mempunyai sistem umpan balik yang melekat. Komunikasi ini menjamin bahwa informasi, penjelasan, dan lainnya dapat diberikan lebih lanjut. Contohnya dalam kegiatan seminar. Menurut Puspitaningtyas (2016:939) komunikasi satu arah terjadi saat guru memberikan informasi kepada orangtua siswa tentang suatu peristiwa, kegiatan, serta kemajuan yang dicapai anak melalui berbagai sumber seperti rapor, maupun buku penghubung. Sedangkan komunikasi dua arah yaitu apabila terjadi dialog interaktif antara guru dan orangtua. Contohnya: percakapan melalui telepon, kunjungan guru kerumah, pertemuan orangtua dan guru, serta aktivitas sekolah yang mengharuskan kehadiran orangtua lainnya. Komunikasi tersebut akan menumbuhkan kepercayaan dan penghargaan di antara keduanya.

Menurut Gunawan (2017:5) komunikasi multi arah ditunjukkan dengan munculnya umpan balik dari penerima pesan. Siswa juga aktif melakukan

40

komunikasi dengan guru maupun siswa lain agar pembelajaran menjadi aktif. Sedangkan menurut Mahturohmah (2013:2) komunikasi multi arah tidak hanya melibatkan interaksi dinamis antara guru dengan siswa, tetapi juga bisa melibat- kan interaksi dinamis antara siswa satu dengan siswa yang lain.

Peneliti mengelaborasi pendapat Gunawan (2017:5) dan Mahturohmah (2013:2) mengenai komunikasi multi arah didalam kelas, yaitu komunikasi yang berhubungan dengan pola komunikasi orangtua, sehingga komunikasi multiarah ditunjukkan dengan munculnya umpan balik dari penerima pesan. Komunikasi tidak hanya melibatkan interaksi dinamis antara guru dengan siswa, tetapi juga melibatkan interaksi dinamis antara siswa dengan orangtua. Interaksi tersebut dapat terjadi melalui suatu pesan yang disampaikan oleh guru kepada siswa, dan siswa menyampaikan kepada orangtua. Sedangkan pesan tersebut berisi keharusan orangtua untuk bertemu dengan guru, maka disitulah timbul suatu rantai komunikasi multi arah dalam lingkup komunikasi orangtua.

2.1.2.2Unsur Komunikasi Orangtua

Mulyana (2010:69) menyatakan bahwa unsur komunikasi yang bergantung satu sama lain yaitu sumber yang berperan sebagai pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi, pesan yang dikomunikasikan oleh penerima berupa seperangkat simbol verbal atau non verbal yang mewakili gagasan atau perasaan, media berupa alat yang digunakan sumber untuk me- nyampaikan pesannya kepada penerima, penerima, dan efek apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut.

41

Unsur-unsur komunikasi menurut Widjaja (2000:30) yaitu sebagai berikut. 1. Sumber

Sumber adalah dasar yang digunakan dalam penyampaian pesan dan digunakan untuk memperkuat pesan itu sendiri. Sumber komunikasi dapat berupa orang, lembaga, buku, dan dokumen atau sejenisnya.

2. Komunikator

Komunikator adalah setiap orang ataupun kelompok yang me- nyampaikan pesan-pesan komunikasi sebagai suatu proses. Sebuah komunikasi, seseorang tersebut dapat menjadi komunikator atau komunikan, dan sebaliknya komunikan dapat menjadi komunikator.

3. Pesan

Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh komunikator. Pesan ini mempunyai inti pesan (tema) yang sebenarnya menjadi pengaruh dalam usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan. Pesan dapat secara panjang lebar mengupas berbagai segi, namun inti pesan dari komunikasi akan selalu mengarah kepada tujuan akhir komunikasi itu.

4. Saluran

Saluran penyampaian pesan, biasa disebut dengan media. Media dapat dikategorikan menjadi dalam dua bagian, bagian tersebut, yaitu:

a. Media Umum

Media umum ialah media yang dapat digunakan oleh segala bentuk komunikasi, contohnya adalah radio CB, OHP, dan sebagainya.

42

b. Media Massa

Media massa adalah media yang digunakan untuk komunikasi massal. Disebut demikian karena sifatnya yang massal misalnya: pers, radio, film dan televisi.

5. Efek

Efek adalah hasil akhir dari suatu komunikasi, yakni sikap dan tingkah laku orang, sesuai atau tidak sesuai dengan yang kita inginkan. Apabila sikap dan tingkah laku orang lain itu sesuai, maka itu berarti komunikasi berhasil, demikian juga sebaliknya.

Berdasarkan uraian sebelumnya, peneliti mengelaborasi pendapat Mulyana (2010:69) dan Widjaja (2000:30) dan bahwa unsur-unsur komunikasi menurut peneliti terdiri dari sumber komunikasi yang dapat berupa buku maupun orang, penyampai pesan, pesan berupa informasi yang akan disampaikan, penerima pesan, media yang digunakan, dan dampak dari sebuah proses komunikasi.

2.1.2.3Macam Pola Komunikasi Orangtua

Ada berbagai macam pola komunikasi secara umum menurut Djamarah (2017:110), namun secara khusus pola komunikasi yang dimaksud dalam proses pendidikan, ialah yang melibatkan orangtua yang mendampingi siswa di rumah dan guru disekolah, dengan rincian sebagai berikut.

1. Model Stimulus – Respon

Pola komunikasi yang biasanya terjadi dalam keluarga adalah model stimulus-respon (S-R). Pola ini menunjukkan komunikasi sebagai suatu

43

kata-kata verbal (lisan-tulisan), isyarat nonverbal, gambar, dan tindakan tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respon dengan cara tertentu.

Seringkali dalam kehidupan sehari-hari, orangtua memberikan isyarat verbal, nonverbal, gambar atau tindakan tertentu untuk merangsang anak. Jadi, orangtua harus lebih proaktif dan kreatif untuk memberikan rangsangan kepada anak, sehingga kepekaan anak atas rangsangan yang diberikan semakin membaik.

2. Model ABX

Pola komunikasi lain yang juga sering terjadi dalam komunikasi antara anggota keluarga adalah model ABX yang dikemukakan oleh Newcomb dari perspektif psikologi-sosial. Newcomb menggambarkan bahwa seseorang (A) menyampaikan informasi kepada seseorang lainnya (B) mengenai sesuatu (X). Model tersebut mengasumsikan bahwa orientasi A (sikap) terhadap B dan terhadap X saling tergantung dan ketiganya merupakan suatu sistem yang terdiri dari empat orientasi, yaitu: (1) orientasi A terhadap X, (2) orientasi A terhadap B, (3) orientasi B terhadap X, (4) orientasi B terhadap A.

Menurut Mulyana (2010:154), bila A dan B mempunyai sikap positif terhadap satu sama lain dan terhadap X (orang, gagasan, atau benda) hubungan ini merupakan simetri. Bila A dan B saling membenci, dan salah satu menyukai X, sedangkan yang lainnya tidak, hubungan itu juga merupakan simetri. Akan tetapi, bila A dan B saling menyukai, namun

44

mereka tidak sependapat mengenai X atau bila mereka saling membenci, namun sependapat mengenai X, maka hubungan mereka bukan simetri.

Sebuah keluarga, suami-istri sering membicarakan anaknya. Berkaitan dengan sikap dan perilaku anak, pergaulan anak, masalah sandang atau pangan anak, masalah pendidikan anak, dan sebagainya. Ketika pembicaraan kedua orangtua itu berlangsung, anak sama sekali tidak tahu. Anak tidak terlibat dalam pembicaraan itu. Sebagai objek yang dibicarakan, anak hanya menunggu hasilnya dan mungkin melaksanakannya sebatas kemampuannya. 3. Model Interaksional

Model Interaksional ini berlawanan dengan model S-R. Sementara model S-R mengasumsikan manusia adalah pasif, model interaksional menganggap manusia jauh lebih aktif. Interaksi yang terjadi antar individu tidak sepihak. Antar individu saling aktif, reflektif, dan kreatif dalam me- maknai dan menafsir pesan yang dikomunikasikan. Interaksi antar individu atau kelompok dapat berlangsung dengan lancar jika pesan yang disampai- kan dapat dimaknai dan ditafsirkan secara tepat. Sebuah keluarga, interaksi terjadi dalam macam-macam bentuk. Interaksi tidak mesti dari orangtua yang memulai kepada anak, tetapi bisa juga sebaliknya, dari anak ke orangtua, atau dari anak kepada anak. Semuanya aktif, reaktif, dan kreatif dalam berinteraksi. Suasana keluarga aktif dan dinamis dalam berinteraksi. Suasana dialogis lebih terbuka, karena yang aktif menyampaikan pesan tertentu tidak hanya dari orangtua kepada anak, tetapi juga dari anak kepada orangtua atau dari anak kepada anak.

45

Berdasarkan uraian sebelumnya, peneliti mengelaborasi pendapat Djamarah (2017:110), Mulyana (2010:154) bahwa pola komunikasi keluarga terdiri atas model stimulus-respon, model ABX, dan model interaksional. Selanjutnya peneliti mengembangkan pola komunikasi yang merujuk pada pola komunikasi orangtua yang berpengaruh terhadap hasil belajar IPS siswa sesuai dengan penelitian yang sedang dikaji yaitu:

Gambar 2.1 Pola Komunikasi Orangtua, Siswa, dan Guru

Pola komunikasi yang dimaksud berasal dari komunikasi guru kepada siswa, begitu juga sebaliknya siswa kepada guru. Menurut Siahaan (2018:281) hubungan siswa dengan guru yang baik berpengaruh terhadap keberhasilan belajar di sekolah. Hubungan yang dimaksud ialah interaksi antara guru dan siswa di dalam kelas saat proses belajar mengajar. Selanjutnya informasi yang didapat siswa dibawa ke rumah untuk dikomunikasikan kepada orangtua untuk mendapat- kan pemecahan masalah yang didapat siswa di sekolah apabila siswa mendapat kesulitan atau pekerjaan rumah yang harus dipecahkan untuk mencapai suatu ke- berhasilan pembelajaran IPS yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Selain komunikasi antara guru dan siswa yang terjadi disekolah dan komunikasi siswa dengan orangtua saat di rumah, komunikasi yang tidak kalah penting demi ke- berhasilan hasil belajar IPS, ialah komunikasi antara guru dengan orangtua untuk

Orangtua Siswa

46

memantau perkembangan siswa dan berguna untuk saling memecahkan per- masalahan yang terjadi pada anak. Komunikasi ini bisa melalui suatu media berupa media online yang mampu membangun suatu kedekatan (Wulan, 2015:78) untuk bertukar informasi, ataupun surat yang diberikan dari sekolah untuk me- minta kedatangan orangtua untuk suatu keperluan demi peningkatan hasil belajar IPS siswa.

2.1.2.4Tujuan Komunikasi Orangtua

Menurut Mudjito (dalam Widjaja, 2000:67) bahwa komunikasi bertujuan untuk mengharapkan pengertian, dukungan, gagasan, dan tindakan setiap kali kita bermaksud mengadakan komunikasi maka kita perlu meneliti apa yang menjadi tujuan kita. Pada umumnya komunikasi mempunyai beberapa tujuan antara lain: 1. Supaya yang kita sampaikan dapat dimengerti, sebagai komunikator kita

harus menjelaskan kepada komunikan (penerima) dengan sebaik-baiknya dan tuntas sehingga mereka dapat mengerti dan mengikuti apa yang kita maksudkan.

2. Memahami orang lain. Sebagai komunikator harus mengerti benar aspirasi masyarakat tentang apa yang diinginkan, tidak memaksakan kehendak mereka.

3. Supaya gagasan dapat diterima orang lain. Harus berusaha agar gagasan kita dapat diterima orang lain dengan pendekatan yang persuasif bukan memaksa- kan kehendak.

4. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu. Menggerakkan sesuatu itu dapat bermacam-macam, mungkin beberapa kegiatan. Kegiatan yang di-

47

maksudkan di sini adalah kegiatan yang lebih banyak mendorong, namun yang penting harus diingat adalah bagaimana cara yang baik untuk melakukannya.

Tujuan komunikasi lain menurut Ma‟arif (2007:18) yaitu: 1. Membentuk perubahan sosial

2. Membentuk perubahan sikap 3. Membentuk perubahan pendapat 4. Membentuk perubahan tingkah laku

Berdasarkan uraian sebelumnya, peneliti mengelaborasi pendapat Mudjito (dalam Widjaja, 2000:67), dan Ma‟arif (2007:18) bahwa tujuan komunikasi orangtua yaitu: (1) Orangtua sebagai pengirim pesan harus menjelaskan kepada anak supaya pesan yang akan disampaikan dimengerti anak; (2) Orangtua me- mahami anak; (3) Supaya anak mampu menerima gagasan orangtua, orangtua perlu menggunakan pendekatan persuasif bukan dengan memaksakan kehendak; (4) Orangtua mampu menggerakkan anak untuk melakukan sesuatu, seperti belajar, maupun berperilaku baik, dengan memberikan dorongan atau motivasi yang disertai dengan contoh konkret; dan (5) Komunikasi orangtua bertujuan untuk merubah sikap, pendapat, dan tingkah laku anak.

2.1.2.5Manfaat Komunikasi Orangtua

Menurut Helmawati (2014:137), manfaat komunikasi bagi keluarga banyak pesan yang ingin disampaikan oleh setiap anggota keluarga dari satu kepada lainnya terutama pesan orangtua terhadap anak. Manfaat komunikasi agar anak menangkap isi pesan berupa nasihat orangtua sehingga hidupnya selamat dan

48

bahagia dunia akhirat. Berdasarkan ilmu pendidikan dalam keluarga, pesan yang ingin disampaikan oleh orangtua tentunya berisi nilai-nilai ajaran yang dapat membawa anak menjadi orang baik dan berguna, baik dunia maupun di akhirat.

Menurut Nurudin (2008:16) salah satu fungsi komunikasi yaitu menurun- kan warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya yang dilakukan oleh para pendidik di dalam pendidikan informal atau formal karena terlibat dalam mewaris- kan adat kebiasaan, serta nilai dari generasi ke generasi.

Peneliti mengelaborasi pendapat dari Helmawati (2014:137) dan Nurudin (2008:16) bahwa komunikasi orangtua bermanfaat untuk menyampaikan pesan dari orangtua terhadap anak berupa nasihat maupun arahan yang disebut sebagai warisan sosial, supaya anak mampu menangkap isi pesan untuk kebaikan dirinya dan keberhasilan dalam belajar dan sebagai bekal hidup di masa depan.

2.1.2.6Prinsip Komunikasi Orangtua

Menurut Mulyana (2010:91), menyatakan bahwa prinsip-prinsip komunikasi pada dasarnya merupakan penjabaran lebih jauh dari definisi atau hakikat komunikasi. Berikut ini prinsip-prinsip dalam komunikasi yang berhubungan dengan komunikasi orangtua dengan anak yaitu:

1. Komunikasi Adalah Proses Simbolik

Proses simbolik adalah proses penyampaian suatu pesan melalui sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya berdasarkan ke- sepakatan sekelompok orang. Pada prinsip komunikasi orangtua ini yang di- maksudkan adalah berdasarkan kesepakatan antara orangtua dan anak.

49

2. Setiap Perilaku Mempunyai Potensi Komunikasi

Kita tidak dapat tidak berkomunikasi. Tidak berarti bahwa semua perilaku adalah komunikasi. Komunikasi terjadi bila seseorang memberi makna pada perilaku orang orang lain atau perilakunya sendiri. Setiap sikap dapat memunculkan berbagai macam tafsiran. Misal, diam bisa ditafsirkan setuju, sakit gigi atau bisu. Terkadang orangtua menunjukkan sikap yang diam karena orangtua tidak setuju dengan yang dilakukan anak.

3. Komunikasi Melibatkan Prediksi Peserta Komunikasi

Ketika seseorang berkomunikasi, mereka meramalkan efek perilaku komunikasi mereka. Komunikasi seringkali terikat oleh aturan atau tata krama. Artinya, Orangtua memilih strategi tertentu berdasarkan bagaimana anak sebagai penerima pesan akan merespons, baik atau tidaknya dan dampak perubahan yang terjadi pada anak untuk lebih baik, yang dilandasi oleh tata krama.

4. Komunikasi Bersifat Sistemik

Setiap individu adalah suatu sistem berupa nilai yang hidup, dan saling berhubungan satu sama lain, yang sering dilakukan selama sosialisasi dalam berbagai lingkungan sosialnya seperti keluarga, maupun lembaga pen- didikan. Komunikasi bersifat sistemik menciptakan suatu pola komunikasi yang berhubungan satu sama lain, antara orangtua dengan anak, anak dengan orangtua, maupun anak dengan anak.

50

Menurut Jannati (2016:144), prinsip komunikasi terdiri atas: perkataan yang benar; perkataan yang membekas pada jiwa; perkataan yang baik; perkataan yang mulia; perkataan yang lembut; dan perkataan yang ringan.

Berdasarkan pendapat Mulyana (2010:91) dan Jannati (2016:144), peneliti mengelaborasi bahwa prinsip komunikasi orangtua meliputi: (1) komunikasi sebagai proses simbolik; (2) setiap perilaku mempunyai potensi komunikasi; (3) komunikasi orangtua melibatkan respon anak dalam menangapi maksud orangtua; (4) komunikasi memunculkan suatu pola yang saling berkaitan dan mampu melekat pada jiwa anak maupun orangtua; dan (5) komunikasi meng- gunakan perkataan yang benar, baik, mulia, lembut, dan ringan, sehingga dapat di- pahami maksudnya.

2.1.2.6Faktor yang Memengaruhi Komunikasi Orangtua

Menurut Widjaja (2000:97) faktor-faktor yang memengaruhi komunikasi yang baik meliputi kondisi geografis, politik, ekonomis, dan waktu. Faktor-faktor yang memengaruhi komunikasi pada umumnya yakni kemungkinan berbagai hambatan yang dapat timbul.

Menurut Djamarah (2017:138) faktor-faktor yang memengaruhi komunikasi orangtua meliputi:

1. Citra Diri

Citra diri memengaruhi komunikasi dalam menentukan gaya dan cara komunikasi. Citra diri orangtua yang menganggap dirinya serba tahu, lebih tahu daripada anaknya melahirkan sikap dan perilaku yang otoriter. Sedang-

51

kan citra diri orangtua yang menyadari pengalamannya berbeda dengan anak- nya akan melahirkan sikap dan perilaku orangtua yang demokratis.

2. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik keluarga memengaruhi seseorang dalan ber- komunikasi. Komunikasi terlihat berbeda antara siswa yang hidup dalam keluarga yang menjunjung tinggi norma, kehidupan keluarga yang terdidik, dan keluarga yang tidak termasuk keduanya.

3. Kepemimpinan

Tipe kepemimpinan orangtua akan memengaruhi pola komunikasi antara ayah, ibu, maupun anak. Tipe kepemimpinan berpengaruh dalam komunikasi perihal cara mendidik anak.

4. Perbedaan Usia

Komunikasi dipengaruhi oleh usia, supaya setiap orang tidak ber- bicara sekehendak hati tanpa memperhatikan siapa yang diajak bicara. Pem- bicaraan yang sesuai dengan usia menjadi salah satu penentu kualitas komunikasi.

Peneliti mengelaborasi pendapat Widjaja (2000:97), dan Djamarah (2017:138), bahwa faktor yang memengaruhi komunikasi orangtua antara lain: (1) ekonomi dalam hal kebutuhan alat belajar anak; (2) citra diri memengaruhi komunikasi dalam menentukan gaya dan cara komunikasi. Citra diri orangtua yang menganggap dirinya serba tahu, lebih tahu daripada anaknya melahirkan sikap dan perilaku yang otoriter. Sedangkan citra diri orangtua yang menyadari pengalamannya berbeda dengan anaknya akan melahirkan sikap dan perilaku

52

orangtua yang demokratis; (3) lingkungan fisik keluarga memengaruhi seseorang dalam berkomunikasi. Komunikasi terlihat berbeda antara anak yang hidup dalam keluarga yang menjunjung tinggi norma, kehidupan keluarga yang terdidik, dan keluarga yang tidak termasuk keduanya; (4) tipe kepemimpinan orangtua akan memengaruhi pola komunikasi antara ayah, ibu, maupun anak. Tipe kepemimpinan berpengaruh dalam komunikasi perihal cara mendidik anak; dan (5) perbedaan usia berdampak agar setiap orang tidak berbicara sekehendak hati tanpa memperhatikan siapa yang diajak bicara. Pembicaran yang sesuai dengan usia menjadi salah satu penentu kualitas komunikasi.

2.1.2.7Faktor yang Menghambat Komunikasi Orangtua

Menurut Sutisna (2016:75) yang dimaksud hambatan komunikasi adalah salah satu masalah yang muncul dan dihadapi manusia dalam berkomunikasi. Masalah komunikasi biasanya merupakan gejala bahwa ada sesuatu yang tidak beres sehingga muncul masalah yang lebih dalam. Menurut Widjaja (2000:100), hambatan komunikasi ada yang berasal dari pengirim (komunikator), transmisi, dan penerima. Hambatan komunikasi tersebut antara lain: kebisingan, keadaan psikologis komunikator dan komunikan yang kurang baik, kekurangterampilan, bahasa, isi pesan berlebihan, bersifat satu arah, faktor teknis, kepentingan, cara penyampaian yang terlalu verbalistik, kurangnya perencanaan dalam komunikasi, perbedaan persepsi, pesan yang tidak jelas, prasangka buruk, transmisi yang kurang baik, dan tidak ada kepercayaan. Disamping hal tersebut terdapat hambatan lain yakni keadaan geografis, kondisi budaya, pendidikan dan ekonomi.

53

Peneliti mengelaborasi pendapat Sutisna (2016:75), dan Widjaja (2000:100), bahwa masalah yang muncul dan harus dihadapi manusia saat ber- komunikasi antara orangtua dengan anak antara lain: keadaan psikologis orangtua dan anak yang kurang baik, komunikasi bersifat satu arah tidak ada tanggapan dari salah satu pihak, faktor kepentingan karena kesibukan bekerja orangtua, pra- sangka buruk anak terhadap orangtua atau sebaliknya, cara penyampaian yang terlalu verbalistik, karena anak perlu contoh konkret daripada hanya kata-kata, perbedaan persepsi yang menyebabkan kesalahan penerimaan informasi, pesan yang tidak jelas, proses penyampaian pesan yang kurang baik, dan tidak ada ke- percayaan antara orangtua dengan anak.

2.1.2.8Indikator Pengukuran Pola Komunikasi

Suranto (2011:144) menyatakan bahwa indikator-indikator untuk mengetahui seseorang memiliki pola komunikasi yang baik adalah sebagai berikut.

1. Keterbukaan

Keterbukaan yang dimaksud adalah sikap mampu menerima pendapat orang lain, serta berkenan menyampaikan informasi penting kepada orang lain. Sikap keterbukaan ini ditandai dengan kejujuran untuk mengungkapkan informasi yang tidak bertentangan dengan asas kepatutan. Begitupula menurut Fatimah (2014:201), dengan keterbukaan maka komunikasi akan berlangsung secara adil, transparan, dua arah, dan mampu diterima semua pihak yang ber- komunikasi. Indikator ini bertujuan untuk menilai pola komunikasi anak terhadap orangtua yang terjadi di sekolah.

54

2. Empati

Empati adalah kemampuan seseorang untuk merasakan seandainya men- jadi orang lain, dapat memahami sesuatu yang sedang dialami orang lain, dapat

Dalam dokumen HUBUNGAN POLA KOMUNIKASI DAN LATAR BELAK (Halaman 52-71)