• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Coba Instrumen

Dalam dokumen HUBUNGAN POLA KOMUNIKASI DAN LATAR BELAK (Halaman 113-123)

3.5 Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

3.5.3 Uji Coba Instrumen

Menurut Widoyoko (2017:51) instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data penelitian dengan cara melakukan pengukuran. Instrumen tersebut digunakan untuk mengukur variabel- variabel dan telah teruji validitas serta reliabilitasnya.

Instrumen penelitian yang berupa angket berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai sejauh mana pola komunikasi dan latar belakang pendidikan orangtua terkait dengan muatan IPS. Instrumen yang digunakan terdiri dari 4 pilihan skala jawaban, siswa diminta untuk memilih salah satu dari 4 alternatif jawaban yang ada. Untuk mendeskripsikan variabel pola komunikasi terlebih dahulu dibuat kategori berdasar pada jumlah skor jawaban angket yang telah diisi responden. Kategori yang digunakan untuk variabel ini terdiri dari empat kategori yang di- gunakan dalam angket berupa skala likert.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut terdiri dari empat alternatif (skala empat) jawaban yang mempunyai bobot nilai tersendiri, yaitu.

99

Tabel 3.7 Skor untuk Setiap Butir Soal pada Skala Likert Alternatif jawaban Skor Jawaban Item positif Skor Jawaban Item negatif Selalu 4 1 Sering 3 2 Kadang-kadang 2 3 Tidak pernah 1 4

Uji coba instrumen dilakukan sebelum angket diberikan kepada responden. Tujuan dari uji coba instrumen ini adalah untuk menghilangkan kata-kata yang sulit dipahami responden, sehingga dapat digunakan untuk mempertimbangkan pengurangan item pertanyaan dalam angket. Selain melakukan uji coba pada angket, peneliti juga melakukan uji coba pada instrumen tes hasil belajar IPS siswa. Uji coba instrumen dimaksudkan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen untuk mengetahui kelayakannya.

3.5.3.1Uji Validitas

Teknik korelasi ini digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel bila data kedua variabel berbentuk interval dan rasio, dan sumber data dari dua variabel atau bentuk lebih tersebut adalah sama. (Sugiyono, 2014:228) Karl Pearson dengan bantuan program SPSS 16.

Berikut ini dikemukakan rumus yang paling sederhana yang dapat di- gunakan untuk menghitung koefisien korelasi. Rumus kedua digunakan bila sekaligus akan menghitung persamaan regresi. Koefisien korelasi untuk populasi diberi simbol rho (ฯ) dan untuk sampel diberi symbol r, sedangkan untuk korelasi ganda diberi simbol R.

100

r

xy

=

โˆš ๐’™ ๐’™๐’šยฒ๐’šยฒ Keterangan:

rxy = korelasi antara variabel x dengan y

x = (xiโ€“ x) y = (yi โ€“ศณ)

r

xy

=

๐‘ต๐œฎ๐‘ฟ๐’€โˆ’ ๐œฎ๐‘ฟ (๐œฎ๐’€) ๐‘ต ๐‘ฟ๐Ÿโˆ’ ๐œฎ๐‘ฟ ๐Ÿ ๐‘ต๐œฎ๐’€๐Ÿโˆ’ ๐œฎ๐’€ ๐Ÿ Keterangan:

rxy = Koefisien korelasi setiap item dengan total (antara x dan y)

X = Nilai atau skor setiap item

Y = Nilai atau skor total

N = Jumlah responden

โˆ‘X = Jumlah skor tiap butir

โˆ‘Y = Skor total

โˆ‘XY = Jumlah hasil kali skor x dengan y X2 = Kuadrat dari x (skor rata-rata dari x) Y2 = Kuadrat dari y (skor rata-rata dari y) (Suharsimi Arikunto, 2010:213).

Hasil yang diperoleh dari penghitungan validitas instrumen yang telah di- ujicobakan pada sampel di dalam populasi di luar sampel penelitian (Sugiyono, 2016:177), kemudian dikonsultasikan dengan tabel korelasi. Instrumen yang di-

101

buat oleh peneliti belum tentu valid dalam sekali uji coba. Apabila instrumen yang dibuat peneliti tidak valid maka akan dilakukan analisis butir soal untuk mengetahui butir soal mana yang mempunyai validitas rendah sehingga harus di- gantikan. Pengujian validitas dan analisis butir soal dapat dilakukan berulang kali sampai mendapatkan instrumen yang valid sehingga layak untuk diujikan pada sekolah tempat penelitian berlangsung.

Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas pola komunikasi orangtua dan siswa, terdapat beberapa item yang tidak valid. Dari 52 item pertanyaan pada angket pola komunikasi orangtua maupun siswa yang telah diuji cobakan, terdapat 11 item pertanyaan yang tidak valid karena nilai r hitung lebih kecil dari r tabel. Item yang tidak valid kemudian dibuang dan tidak dipakai dalam pengambilan data karena semua item yang valid sudah mewakili semua indikator yang terdapat dalam angket pola komunikasi. Jadi jumlah pertanyaan pada angket yang diguna- kan untuk pengambilan data adalah 40 item pertanyaan. Dapat dilihat pada

lampiran 6.

Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas tes hasil belajar IPS, terdapat beberapa item yang tidak valid. Dari 40 item butir soal pada tes hasil belajar IPS yang telah diujicobakan, terdapat 10 item pertanyaan yang tidak valid karena nilai r hitung lebih kecil dari r tabel. Item yang tidak valid kemudian dibuang dan tidak dipakai dalam pengambilan data karena semua item yang valid sudah mewakili semua indikator yang terdapat dalam tes hasil belajar IPS, tetapi item yang valid ada yang dibuang atau tidak dipakai karena butir soal tersebut jelek. Jadi jumlah

102

pertanyaan pada tes yang digunakan untuk pengambilan data adalah 24 item per- tanyaan. Dapat dilihat pada lampiran 7.

3.5.3.2 Reliabilitas

Menurut Arikunto (2010:221) reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Reliabilitas menunjukkan pada tingkat keterandalan sesuatu. Reliabel artinya dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan. Reliabilitas berkenaan dengan tingkat kebenaranatau ke- tetapan hasil pengukuran. Instrumen yang sudah dapat dipercaya dan reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataan di lapangan, maka berapa kali pun diambil datanya akan tetap sama.

Penghitungan reliabilitas dalam penelitian ini akan menggunakan pengujian reliabilitas dengan internal consistency. Menurut Sugiyono (2016:185) pengujian reliabilitas dengan internal consistency dilakukan dengan cara men- cobakan instrumen sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas instrumen. Rumus yang akan digunakan pada penelitian ini menggunakan rumus

Alpha. Rumus tersebut digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya berbentuk skala. Rumus reliabilitas menggunakan Alpha adalah sebagai berikut.

๐’“

๐Ÿ๐Ÿ

=

๐’Œโˆ’๐Ÿ ๐’Œ

๐Ÿ โˆ’

๐ˆ๐’•

๐Ÿ

103

Keterangan:

r11 = Reliabilitas instrumen

k = banyak butir

๐œŽ๐‘ก2 = jumlah varian butir ๐œŽ๐‘ก2 = varian total

(Arikunto, 2010:239)

Langkah selanjutnya adalah menafsirkan perolehan angka koefisien reliabilitas dengan berpedoman pada penggolongan yang disampaikan oleh Arikunto (2010:319) dengan menggunakan interpretasi terhadap koefisien korelasi yang diperoleh atau nilai r. Interpretasi tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 3.8 Interpretasi Nilai r

Besarnya nilai r Interpretasi

Antara 0,800 sampai dengan 1,00 Tinggi Antara 0,600 sampai dengan 0,800 Cukup Antara 0,400 sampai dengan 0,600 Agak rendah Antara 0,200 sampai dengan 0,400 Rendah

Antara 0,000 sampai dengan 0,200 Sangat rendah (Tak berkorelasi) (Arikunto, 2010: 319)

Pada penelitian ini reliabilitas dihitung menggunakan Mcs. Excel dimana keseluruhan angket reliabel karena nilai r termasuk pada kategori tinggi sesuai dengan tabel interpretasi r di atas, yaitu pada kisaran 0,800 sampai dengan 1,00. Berdasarkan hasil perhitungan uji reliabilitas, nilai r hitung pola komunikasi orangtua menunjukkan hasil 0,984, r hitung pola komunikasi siswa sebesar 0,971,

104

dan nilai r hitung tes hasil belajar IPS sebesar 0,9164, sehingga keseluruhan angket adalah reliabel.

3.5.3.3Uji Kesukaran Soal

Sundayana (2016:76) menjelaskan bahwa tingkat kesukaran adalah ke- beradaan suatu butir soal apakah dipandang sukar, sedang, atau mudah dalam me- ngerjakannya.

Arikunto (2010:222) menyebutkan soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi. Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,00. Indeks kesukaran menunjukkan taraf kesukaran soal.

0,00 1,00

Sukar Mudah

Penelitian ini, peneliti menggunakan rumus untuk menghitung kesukaran butir soal dengan tipe objektif. Pengertian tes objektif sendiri dalam penelitian ini adalah bentuk tes yang mengandung kemungkinan jawaban atau respon yang harus dipilih oleh peserta tes. Jadi kemungkinan jawaban atau respon telah di- sediakan oleh penyusun butir soal. (Widoyoko, 2017:60). Indeks kesukaran ini di-

beri simbol P, singkatan dari โ€œproporsiโ€. Berikut ini adalah rumus mencari P :

jangkauannya.

P =

๐‘ฉ ๐‘ฑ๐‘บ

105

Keterangan :

P = Indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

(Arikunto, 2013: 223)

Hasil dari perhitungan tingkat kesukaran kemudian dibandingkan dengan kategori klasifikasi penggolongan butir soal. Berikut klasifikasi untuk tingkat ke- sukaran butir soal:

TK = 0,00 Terlalu Sukar 0,00 < DP โ‰ค 0,30 Sukar

0,31< DP โ‰ค 0,70 Sedang/ Cukup

0,71< DP โ‰ค 1,00 Mudah

TK = 1,00 Terlalu Mudah

Perhitungan tingkat kesukaran butir soal, peneliti menggunakan aplikasi Mcs. Excel. Cara yang digunakan yaitu dengan menghitung rataโ€“rata jumlah benar dari tiap butir soal. Secara rinci hasil perhitungan dapat dilihat pada

lampiran 10.

3.5.3.4Uji Daya Beda Soal

Menurut Sundayana (2016:76) daya pembeda (DP) soal adalah kemampu- an suatu soal untuk dapat membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah).

106

Arikunto (2010:226) menjelaskan bahwa angka yang menunjukkan besar- nya daya pembeda disebut indeks diskriminasi, disingkat D (d besar). Indeks diskriminasi (daya pembeda) ini berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Tanda pembeda

pada indeks diskriminatif digunakan jika suatu soal โ€œterbalikโ€ menunjukkan

kualitas test. Yaitu siswa pandai disebut bodoh dan siswa bodoh disebut pandai. Ada tiga titik pada daya pembeda, yaitu:

-1,00 0,00 1,00 Daya pembeda negative Daya pembeda rendah Daya pembeda tinggi (positif)

Bagi suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa pandai maupun siswa bodoh, maka soal itu tidak baik karena tidak mempunyai daya pembeda. Demikian pula jika semua siswa baik pandai maupun bodoh tidak dapat menjawab dengan benar, maka soal tersebut tidak baik juga karena tidak mempunyai daya pembeda.

Seluruh pengikut tes dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu kelompok pandai atau kelompok atas dan kelompok bodoh atau kelompok bawah.

Bahasan ini peneliti menggunakan rumus sebagai berikut.

DP = ๐‘ฉ๐‘จ ๐‘ฑ๐‘จ

โˆ’

๐‘ฉ๐‘ฉ ๐‘ฑ๐‘ฉ

= ๐‘ท

๐‘จ

โˆ’ ๐‘ท

๐‘ฉ Keterangan: DP = daya pembeda

๐ฝ๐ด = jumlah siswa kelompok atas

๐ฝ๐ต = jumlah siswa kelompok bawah

107

๐ต๐ต = banyaknya siswa kelompok bawah yang menjawab benar

๐‘ƒ๐ด = proporsi kelompok atas yang menjawab benar (P sebagai indeks kesukaran)

๐‘ƒ๐ต = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar (Arikunto, 2010:228)

Hasil perhitungan daya pembeda dibandingkan dengan kategori klasifikasi butir soal. Klasifikasi sebagai berikut.

DP โ‰ค 0,00 Sangat Jelek

0,00 < DP โ‰ค 0,20 Jelek 0,21 < DP โ‰ค 0,40 Cukup

0,41 < DP โ‰ค 0,70 Baik

0,71 < DP โ‰ค 1,00 Sangat Baik

Pada perhitungan daya pembeda soal, peneliti menggunakan aplikasi Mcs. Excel untuk mengetahui perbedaan tiap butir soal tes siswa kelas V tersebut. Cara untuk menghitung yaitu dengan membagi kelompok menjadi 2 golongan, yaitu golongan atas (golongan siswa pintar) dan golongan bawah (golongan siswa bodoh). Kemudian, untuk bagian golongan atas jumlah benar di bagi dengan jumlah siswa golongan atas dan bagian golongan bawah jumlah benar dibagi jumlah siswa golongan bawah. Setelah itu hasil perhitungan dari golongan atas di- kurangi hasil dari golongan bawah (Sundayana, 2016:77). Hasil perhitungan daya pembeda dapat dilihat pada lampiran 11.

108

Dalam dokumen HUBUNGAN POLA KOMUNIKASI DAN LATAR BELAK (Halaman 113-123)