• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kepuasan Kerja

BAB III KEPUASAN KERJA

E. Pengaruh Kepuasan Kerja

a) Terhadap Produktivitas Orang berpendapat bahwa produktivitas dapat dinaikkan dengan meningkatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja mungkin merupakan akibat dari produktivitas atau sebaliknya. Produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa apa yang telah dicapai perusahaan sesuai dengan apa yang mereka terima (gaji/upah) yaitu adil dan wajar serta diasosiasikan dengan performa kerja yang unggul. Dengan kata lain bahwa performansi kerja menunjukkan tingkat kepuasan kerja seorang pekerja, karena perusahaan dapat mengetahui aspek-aspek pekerjaan dari tingkat keberhasilan yang diharapkan.

b) Ketidakhadiran (Absenteisme) Menurut Porter dan Steers, ketidakhadiran sifatnya lebih spontan dan kurang mencerminkan ketidakpuasan kerja. Tidak adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan ketidakhadiran. Karena ada dua faktor dalam perilaku hadir yaitu motivasi untuk hadir dan kemampuan untuk hadir. Sementara itu menurut Wibowo (2007:312) “antara kepuasan dan ketidakhadiran/kemangkiran menunjukkan korelasi negatif”. Sebagai contoh perusahaan memberikan cuti sakit atau cuti kerja dengan bebas tanpa sanksi atau denda termasuk kepada pekerja yang sangat puas.

c) Keluarnya Pekerja (Turnover) Sedangkan berhenti atau keluar dari pekerjaan mempunyai akibat ekonomis yang besar, maka besar kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuasan kerja. Menurut Robbins (1998), ketidakpuasan kerja pada pekerja dapat diungkapkan dalam berbagai cara misalnya selain dengan meninggalkan pekerjaan, mengeluh, membangkang, mencuri barang milik perusahaan/organisasi, menghindari sebagian tanggung jawab pekerjaan mereka dan lainnya.

d) Respon terhadap Ketidakpuasan Kerja Menurut Robbins (2003) ada empat cara tenaga kerja mengungkapkan ketidak puasan yaitu:

1. Keluar (Exit) yaitu meninggalkan pekerjaan termasuk mencari pekerjaan lain.

2. Menyuarakan (Voice) yaitu memberikan saran perbaikan dan mendiskusikan masalah dengan atasan untuk memperbaiki kondisi.

3. Mengabaikan (Neglect) yaitu sikap dengan membiarkan keadaan menjadi lebih buruk seperti sering absen atau semakin sering membuat kesalahan.

21 4. Kesetiaan (loyality) yaitu menunggu secara pasif samapi kondisi menjadi lebih

baik termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar.

22 BAB IV

WAKTU KERJA, WAKTU LEMBUR DAN UPAH KERJA A. Waktu Kerja

Waktu kerja adalah waktu untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan pada siang hari ataupun pada malam hari.Dimana waktu kerja pada siang hari adalah waktu antara pukul 06.00 sampai pukul 18.00, dan pada malam hari antara pukul 18.00 sampai pukul 06.00.

Waktu kerja Menurut UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan menyakan bahwa : 1) Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan kerja

2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi ;

- 7 jam dalam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu - 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.

3) Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku bagi sektor usaha atau peker-jaan tertentu.

4) Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

B. Waktu Lembur

Waktu lembur adalah pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan, atas dasar perintah atasan, yang melebihi jam kerja biasa pada hari-hari kerja, atau pekerjaan yang dilakukan pada hari istirahat mingguan karyawan atau hari libur resmi.Prinsip kerja lembur pada dasatnya bersifat sukarela, kecuali dalam kondisi tertentu pekerjaan harus segera diselesaikan untuk kepentingan perusahaan. Menurut Thomas (2002), Pengertian kerja lembur adalah pekerjaan tambahan yang dilakukan di luar jam kerja yang melebihi 40 jam kerja per minggu atau kerja yang dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan yang tidak mungkin diselesaikan dalam hari kerja normal. Menurut Donal S. Barrie, Boyd C. Paulson, et al. (1995), pengertian kerja lembur adalah jadwal kerja yang direncanakan merujuk pada situasi dimana operasi itu telah dijadwalkan secara teratur untuk melampaui hari yang terdiri dari 8 jam yang normal.

40 jam seminggu. Di Indonesia, ketentuan kerja lembur diatur oleh Menteri Tenaga Kerja dengan dikeluarkannya SK Menteri Tenaga Kerja No. 580/M/BM/BK/1992 pasal 2 dan 3, yang menyebutkan bahwa kerja lembur merupakan waktu dimana seorang pekerja bekerja melebihi dari jadwal waktu yang berlaku, yaitu 7 jam sehari dan 40 jam seminggu.

23 Sesuai dengan KEP. 102/MEN/VI/2004 pasal 1, waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam sehari, dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) harikerja dalam 1 (satu) minggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan Pemerintah.Jadi pada perusahaan yang menerapkan 5 hari kerja, maka waktu kerja yang seharusnya berlangsung setiap harinya adalah 8 jam. Tanpa ditentukan apakah jam kerja akan dimulai pada jam 7 pagi, 8 atau 9 pagi. Hanya ditentukan waktu kerja berlangsung selama 8 jam. Apabila karyawan bekerja lebih dari 8 jam, maka ia berhak mendapatkan upah kerja lembur. Waktu kerja lembur pun hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.Namun hal ini tidak termasuk kerja lembur yang dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi.

a. Mekanisme Kerja Lembur

Pasal 78 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 dan Pasal 3Kepmenakertrans No. 102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah KerjaLembur menyatakan secara tegas bahwa "Waktu Kerja Lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu".

Meskipun Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 telah secara tegas membatasiwaktu kerja lembur seperti tersebut diatas, tetapi karena mempertimbangkankepentingan perusahaan dan dunia usaha, ketentuan undang-undang tersebut olehKeputusan Menakertrans No. 102/MEN/VI/2004 agak sedikit dianulir seperti diatur dalamPasal 3 ayat (2) yang menyatakan bahwa "Ketentuan waktu kerja lembur seperti tersebut diatas termasuk kerja lembur yang dilakukan pada waktu istirahat mengguan atau harian resmi".

Ketentuan Keputusan Menakertrans, hendaknya jangan dipandang dari sudutketentuan tersebut bertentangan dengan peraturan perusahaan yang lebih tinggi yaituUndang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tetapi sebaiknya harus dipandang dari adanyakebutuhan dunia usaha yang memerlukan kerja lembur lebih dari 40 (empat puluh) jamdalam seminggu yang oleh Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tidak diakomodir.

Disamping itu ketentuan Keputusan Menakertrans mengenai kerja lembur padahari istirahat mingguan dan libur resmi tidak melanggar kepentingan dan hak pekerja,karena untuk melakukan kerja lembur harus atas persetujuan dari pekerja/buruh

24 yangbersangkutan, sehingga pekerja tidak dapat dipaksa untuk melakukan kerja lamburDengan adanya ketentuan waktu kerja lembur pada hari istirahat mingguan dan harilibur resmi, maka dimungkinkan waktu kerja lembur lebih dari 40 (empat puluh) jam dalam seminggu.

b. Kewajiban Perusahaan

 Membuat daftar pelaksanaan kerja lembur yang memuat nama pekerja/buruh yangbekerja lembur dan lamanya waktu kerja lembur.

 Membayar upah lembur.

 Memberi kesempatan untuk istirahat secukupnya. Waktu istirahat ini harus mengacupada ketentuan Pasal 79 ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 yangmenetapkan bahwa "Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tidak termasukjam kerja".

 Memberikan makan dan minumnya sekurang-kurangnya 1.400 (seribu empat ratus)kalori apabila kerja lembur selama 3 (tiga) jam atau lebih. Pemberitahuan makanantidak boleh diganti dengan uang, hal ini dimaksudkan agar kesehatan ekerja dapat tetapterpelihara.

c. Dampak Penerapan Sistem Kerja Lembur Terhadap Karyawan

Seringkali kita menemukan fenomena, dan ini sangat mudah dijumpai di Kota Batam khususnya, dimana orang/karyawan dalam perusahaan bekerja sangat keras diluar kelaziman bahkan sampai “pontang panting” tidak karuan. Mereka sudah tidak perduli lagi dengan waktu.Berangkat kerja pagi-pagi, kembali waktu malam. Catatan lembur, untuk karyawan perusahaan misalnya, sudah tidak bisa dihitung lagi.Bahkan tidak jarang, mereka juga terpaksa harus masuk disaat hari-hari besar.Waktu menjadi seolah-olah sangat sempit sementara beban tugas terus semakin menumpuk dan permasalahan tidak selesai selesai. Begitu selesai permasalahan yang satu, muncul permasalahan yang lain. Begitu selesai target yang satu, muncul target yang lain seolah tanpa berkesudahan.

Berikut Dampak dari implementasi sistem kerja lembur (overtime) yang dirangkum dari hasil interview dan jajak pendapat terhadap beberapa karyawan (secara acak) yang bekerja pada perusahaan yang berbeda di Kota Batam, yakni:

1. Dampak positif

25 Kata lembur memang sudah tidak asing lagi bagi para pekerja/karyawan perusahaan, termasuk di Kota Batam..Beberapa karyawan sangat suka mendapat jatah lembur karena mereka bisa mencari penghasilan tambahan.Bahkan sekarang ini eksistensi kerja lembur menjadi semacam komponen yang sangat dibutuhkan oleh karyawan untuk menambah jumlah penghasilan.Dengan lembur, maka ada baiknya kita bisa mendapatkan banyak sekali keuntungan.Selain uang yang bertambah, kita juga bisa mendapatkan nilai positif dari atasan.Ini penting bagi anda dan jenjang karir tentunya.Tetapi tidak bisa dipungkiri juga kalau lembur itu adalah sesuatu hal yang sulit untuk dikerjakan.Banyak kendala yang harus kita hadapi.Inilah lembur, antara suka dan tidak yang harus kita lalui ketika menjalankan lembur.Lembur memang bisa sangat menarik karena kita tidak perlu menghabiskan waktu di rumah hanya untuk bermalas-malasan.

Dampak positif dari sistem kerja lembur yang dirasakan karyawan, yakni:

 Mendapatkan pemasukan tambahan

Dengan mengikuti lembur, maka kita bisa mendapatkan pemasukan tambahan.Ini adalah hal utama dalam lembur.Jadi anda bisa menikmatinya nanti saat menerima gaji anda.

 Mendapatkan nilai lebih dari atasan

Dengan lembur, pastikan atasan anda tahu anda lembur. Hal ini sangat berguna karena atasan pasti suka jika anda karyawan atau bawahannya bekerja lembur apalagi hasilnya sama produktifnya.

 Hal ini bisa memberikan anda nilai plus dan ini bagus bagi karir anda.

Dengan kerja lembur, maka anda akan mendapatkan pemasukan berlebih.

2. Dampak Negatif

Bekerja lembur memang menghasilkan banyak keuntungan, dari pekerjaan lebih efisien, bisa mendukung percepatan karier, hingga tambahan penghasilan. Tapi tidak untuk aspek lain si pekerja/karyawan.

Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa dari segi waktu, terdapat pembagian waktu yang kurang proporsional.Dimana dengan kerja lembur (overtime), secara otomatis porsi waktu terhadap pekerjaan di perusahaan lebih banyak dari pada porsi waktu untuk pemenuhan kebutuhan lainnya.Selain itu ada sisi psikologis yang perlu dicermati.Implikasinya sangat kompleks dari mulai masalah pribadi, keluarga sampai pada

26 masalah sosial. Dari sisi pribadi misalnya, faktor gangguan kesehatan seperti stress, darah tinggi bahkan stroke adalah hal yang kerap dijumpai akibat dari pola hidup yang “keluar”

dari jalur fitrahnya disamping pola makan yang buruk tentunya. Umur muda bukan lagi jaminan untuk terhindar dari resiko penyakit-penyakit tersebut.

Dari sisi keluarga, waktu untuk berkumpul dengan istri dan anak-anak menjadi dikorbankan.Hubungan antar anggota keluarga menjadi kurang solid dan harmonis.Disamping itu kepedulian terhadap perkembangan anak-anak juga seolah-olah terabaikan.Bahkan tidak jarang, banyak keluarga yang hancur berantakan akibat masalah tersebut.Secara sosial, mereka juga seringkali dipandang sebagai anggota masyarakat yang tidak mau bersosialisasi di lingkungannya.Terlalu sibuk untuk urusan sendiri menyebabkan kehilangan waktu untuk kumpul-kumpul atau bahkan untuk sekedar menegur dan mengucapkan ucapan selamat kepada tetangganya yang baru saja mendapat suka cita.Atau sekedar bertakziyah kepada sahabat dan kerabat yang berduka cita. Sikap hidup yang tidak ideal tersebut muncul karena kita seringkali memiliki persepsi yang tidak proporsional terhadap lingkungan dimana kita berada, kepada atasan kita, kepada kantor tempat kita bekerja, atau bahkan kepada klien atau parter bisnis yang seharusnya dalam kendali kita. Kontrol kita serahkan sepenuhnya kepada pihak luar.Atau bisa dikatakan kita seringkali hanya menjadi sekedar objek bukannya sebagai subjek.Kita seringkali bukannya mengelola tapi dikelola, bukannya mengatur tapi diatur, bukannya memanage tapi dimanage.“Kalau bukan dari mereka, rezeki saya dari mana?” mereka berkilah. Karir adalah segala-galanya seolah-olah mereka merasa tidak akan mencapai sukses apabila tidak melakukan hal seperti tersebut diatas.Disini yang disoroti adalah sikap kita terhadap lingkungan kita dan target-target itu. Selama kita masih bisa berjalan diatas fitrah kemanusiaan kita baik sebagai individu, keluarga dan masyarakat serta bisa menikmati target dan beban kerja yang kita miliki maka itu bukanlah menjadi persoalan.Menyusun skala prioritas adalah jawabannya.

Tuntutan lembur dan menyelesaikan beban pekerjaan di luar jam kerja seringkali membuat pekerja tertekan. Jam kerja yang berlebih jelas akan menyita waktu berkumpul bersama keluarga dan istirahat. Ada yang memilih berhenti kerja karena jam kerja tak sesuai, tapi banyak pula yang bertahan karena alasan ekonomi. Berdasarkan riset terbaru di Inggris, orang yang sering bekerja lembur dengan menghabiskan waktu 10 hingga 11 jam sehari berisiko lebih tinggi mengalami sakit jantung. Kesimpulan itu adalah hasil analisa studi terhadap 6.000 pekerja sipil di Inggris yang dipublikasikan dalam European Heart Journal edisi online.Dalam laporan itu disebutkan, mereka yang menambah waktu

27 tiga hingga empat jam sehari untuk bekerja lembur berisiko 60 persen lebih tinggi menderita sakit jantung.Angka ini muncul setelah memperhitungkan berbagai risiko penyakit, termasuk kebiasaan merokok.Dari data studi terungkap, ada 369 kasus kematian responden akibat penyakit jantung.Mereka meninggal akibat mengalami serangan jantung ataupun angina pectoris.Jumlah waktu yang dihabiskan saat lembur pun memiliki kaitan erat dalam banyak kasus.Bekerja terlalu keras membuat jantung seperti dawai gitar yang ditarik dengan keras.Berdasarkan penelitian Virtanen, memang ada sejumlah hal yang menjelaskan hubungan ini.

1. Pekerja yang sering bekerja lembur umumnya adalah mereka dengan kepribadian tipe A. Jenis pribadi ini cenderung agresif, kompetitif, gampang tegang, sangat peduli akan waktu, dan umumnya gampang naik darah.

2. Stres psikologis yang muncul bersamaan dengan depresi dan kecemasan mungkin akibat tidak cukup tidur atau tak cukup istirahat sebelum pergi tidur.

3. Ada tekanan darah tinggi yang berhubungan dengan stres kerja yang tersembunyi.

Masalah ini tak muncul saat checkup medis.

4. Pekerja yang sering bekerja lembur sering kali tetap bekerja ketika sakit, tak mempedulikan gejala masalah kesehatan, dan tidak pergi dokter untuk mengobati penyakitnya.

5. Pengalaman stres yang kronis (sering kali berhubungan dengan lamanya waktu bekerja) bisa berdampak pada proses metabolisme dalam tubuh.

C.Upah Kerja

Ubah Kerja Menurut UU NO. 13 TAHUN 2003 Tentang Ketenaga Kerjaan menyatakan bahwa:

(1) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

(2) Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.

(3) Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat meliputi :

a. upah minimum b. upah kerja lembur;

c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan;

28 d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya

e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;

f. bentuk dan cara pembayaran upah;

g. denda dan potongan upah;

h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;

i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional;

j. upah untuk pembayaran pesangon; dan k. upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

(4) Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan mem-perhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

Perhitungan jam kerja lembur dan tarif upah lembur mengacu pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-72/MEN/1984, dengan rumusan:

1. Tarif upah lembur: 1/173 x Gaji Pokok

2. Perhitungan lembur dilakukan pada hari kerja biasa:

 Untuk jam pertama adalah 1,5 kali TUL (Tunjangan Upah Lembur).

 Untuk jam-jam berikutnya adalah sebesar 2 kali TUL.

 Lebih dari jam 19.30 WIB akan mendapatkan 1 kali tunjangan makan.

 Lebih dari jam 22.30 WIB akan mendapatkan 1 kali tunjangan transport.

3. Perhitungan lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan atau hari raya resmi:

- Untuk setiap jam dalam batas waktu 7 (tujuh) jam pertama adalah sebesar dua kali TUL.

- Untuk jam ke 8 (delapan) sebesar 3 kali TUL.

- Untuk jam ke 9 (sembilan) dan seterusnya adalah sebesar empat kali TUL.

4. Pekerjaan lembur kurang dari ½ (setengah) jam sehari tidak diperhitungkan dengan upah lembur.

5. Ketentuan upah lembur hanya berlaku untuk karyawan dengan golongan I-III atau dinyatakan lain dalam perjanjian kerja.

6. Untuk karyawan shift, bilamana hari tugasnya jatuh pada hari libur resmi (raya), maka jam kerja pada hari tersebut dihitung sebagai kerja lembur, dan perhitungan upah lemburnya mempergunakan perhitungan jam lembur hari raya.

29 Berkaitan dengan hari raya, ketentuannya adalah sebagai berikut:

1. Hari Kerja Biasa

Bila pekerjaan lembur dilakukan melewati jam 19.30 WIB, bila tidak disediakan makan oleh Perusahaan akan diberikan tunjangan makan yang besarnya ditetapkan oleh Perusahaan.

2. Hari Libur / Raya

Karyawan yang melakukan pekerjaan lembur pada hari istirahat minguan atau hari libur resm i/hari raya akan mendapat tunjangan transport sesuai dengan ketentuan hari kerja biasa ditambah tunjangan makan jika lembur yang dijalani telah melewati 3 (tiga) jam kerja.

Tunjangan transport tidak berlaku bagi karyawan yang mendapat fasilitas kendaraan, sebagai kebijakan Perusahaan dapat mempertimbangkan mengganti biaya transport (mis: tol, uang parkir dll) sesuai dengan biaya sebenarnya yang dikeluarkan oleh karyawan untuk keperluan lembur tersebut. Bila pekerjaan lembur dilakukan melewati jam 19.30 WIB, bila tidak disediakan makan oleh Perusahaan akan mendapat tunjangan makan sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Perusahaan.

Banyak orang yang tidak mengetahui cara menghitung Upah Lembur (Uang Lembur/Over Time). Upah Lembur ini mengacu pada Keputusan Menteri No.

Kep.102/MEN/VI/2004, Pasal 10 ayat (1) dan (2) sebagai berikut:

Contoh kasus #1 Pasal 10 ayat (1)

Kita mulai membahas Pasal 10 ayat (1): Dalam hal upah terdiri dari upah po¬kok dan tunjangan tetap maka dasar perhitungan upah lembur adalah 100% (seratus perseratus) dari upah. Makna pasal 10 ayat (1) sangat jelas, bahwa di¬dalam komponen upahnya hanya terdiri dari gaji pokok dan tunjangan tetap.

Seperti apakah upah pokok dan tunjangan tetap?

Misalnya pengusaha menetapkan upah sebesar Rp 1.500.000 yang terdiri dari komponen sebagai berikut:

- Gaji pokok Rp 1.200.000 -Tunjangan Jabatan Rp 300.000 Total Upah Rp 1.500.000

Diatas telah kita ketemukan total upah yang komponennya terdiri dari gaji/upah pokok dan tunjangan tetap sebesar Rp 1.500.000.

Bagaimana perhitungannya?

Tarif upah sejam adalah Rp 1.500.000 x 1/173 = Rp 8.670,51

30 Contoh kasus #2 Pasal 10 ayat (2)

Sedangkan ayat (2) menyatakan: Dalam hal upah terdiri dari upah pokok, tun¬jangan tetap dan tunjangan tidak tetap, apabilah upah pokok tambah tunja¬ngan tetap lebih kecil 75% (tujuh puluh lima perseratus) keseluruhan upah, maka dasar perhitungan upah lembur 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari keseluruhan upah.

Seperti apakah upah pokok dan ‘tunjangan tetap’ ditambah ‘tidak tetap’?

Kalau kita perhatikan rasio dari upah (gaji pokok dan tunjangan tetap) sebesar 79%

(seperti tabel 10.2), maka acuan perkalian tidak bisa menggunakan rumus 75% dari total upah keseluruhan.

Mengapa?

Kalau 75% dari total upah keseluruhan berarti Rp 1.900.000 x 75% = Rp 1.425.000.

Sedangkan nilai komponen upah saja sebesar Rp 1.500.000. Artinya yang digunakan adalah angka Rp 1.500.000 yaitu angka yang tertinggi dan lebih baik bagi kepentingan karyawan, de-ngan perhitungan Rp 1.500.000 x 1/173 = Rp 8.670,51 per-jamnya.

Apakah boleh boleh dari nilai upah keseluruhan?

Prinsipnya, bila nilainya lebih baik dari ketentuan yang dimaksud Kepmen sangat dibenarkan.

Bagaimana perhitungannya?

Jika menggunakan dari keseluruhan akan lebih baik, dan tarif sejam¬nya adalah Rp 1.900.000 x 1/173 = Rp 10.983,-

31 BAB V

PSIKOLOGI INDUSTRI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

(PHK) A. Pengertian Phk

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja antara perusahaan dengan pekerja yang terjadi karena berbagai sebab.Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara buruh/pekerja dengan pengusaha. (Husni, 2003).

Sedangkan menurut Halim (1990: 136) bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah suatu langkah pengakhiran hubungan kerja antara buruh dan majikan karena suatu hal tertentu.Menurut Pasal 1 ayat 4 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-15A/MEN/1994, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ialah pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja berdasarkan izin Panitia Daerah atau Panitia Pusat.(Khakim,2003)

B. Ketentuan Phk Menurut Undang-Undang No.13 Tahub 2003

Pasal 153 ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menyebutkan Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan :

1) Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus,

2) Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya Karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

3) Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya, 4) Pekerja/buruh menikah,

5) Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya,

6) Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama,

7) Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam

32 kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau bedasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama,

8) Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan,

9) Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan,

10) Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

10) Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.