• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.8 Prakiraan Biaya Investasi dan Biaya Produksi Tepung Jagung Secara Enzimatis

4.8.3 Prakiraan Harga Pokok Produksi

Jumlah (Rp/Th) Persentase (%) Penambahan Sisteina

1. Biaya bahan baku

Jagung Pipil Kering 440.850.000 53,47 440.850.000 52,71 Papain 51.480.000 6,24 63.360.000 7,58 2. Biaya tenaga kerja langsung 24.000.000 2,91 24.000.000 2,87 3. Biaya overhead

Biaya bahan penolong (sisteina) 236.016.000 28,62 236.016.000 28,22 Biaya listrik 15.876.000 1,93 15.876.000 1,90 Biaya air 969.600 0,12 969.600 0,12 Biaya tenaga kerja tidak langsung 36.000.000 4,37 36.000.000 4,30 Biaya penyusutan 15.270.000 1,85 15.270.000 1,83 Biaya pemeliharaan 4.090.000 0,50 4.090.000 0,49 Jumlah 824.551.600 100,00 836.431.600 100,00

Tanpa Penambahan Sisteina 1. Biaya bahan baku

Jagung Pipil Kering 440.850.000 73,42 440.850.000 71,54 Papain 63.360.000 10,55 79.200.000 12,85 2. Biaya tenaga kerja langsung 24.000.000 4,00 24.000.000 3,89 3. Biaya overhead

Biaya bahan penolong 0 0,00 0 0,00 Biaya listrik 15.876.000 2,64 15.876.000 2,58 Biaya air 969.600 0,16 969.600 0,16 Biaya tenaga kerja tidak langsung 36.000.000 6,00 36.000.000 5,84 Biaya penyusutan 15.270.000 2,54 15.270.000 2,48 Biaya pemeliharaan 4.090.000 0,68 4.090.000 0,66 Jumlah 600.415.600 100,00 616.255.600 100,00

Dari Tabel 4.38 dan 4.39 dapat dilihat bahwa untuk kedua proses produksi tepung jagung, baik konvensional maupun enzimatis, komponen biaya terbesar adalah biaya pengadaan bahan baku yang mencapai lebih dari 80% dari total biaya produksi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pabrik sangat sensitif terhadap gejolak fluktuasi harga bahan baku. Oleh karena itu, pada umumnya pabrik pengolahan jagung terintegrasi dengan unit pasca panen sebagai penyedia bahan baku supaya bisa mengurangi risiko terjadinya fluktuasi harga bahan baku. Di samping itu, dibutuhkan dukungan pemerintah untuk menjaga harga jagung supaya tetap stabil, melalui pemberian penyuluhan, bantuan peralatan, dan subsidi-subsidi yang dibutuhkan oleh para petani jagung agar dapat meningkatkan produktivitas pertaniannya.

4.8.3 Prakiraan Harga Pokok Produksi

Penetapan harga merupakan tahapan penting untuk menentukan apakah produk yang akan dijual dapat bersaing dengan produk sejenis di pasar. Hal tersebut didasarkan pada semangat dari penelitian ini, yaitu memanfaatkan momentum kebijakan pemerintah untuk melakukan penganekaragaman produk pangan khususnya tepung terigu dengan tepung pangan lokal dalam rangka

mengurangi ketergantungan terhadap pangan impor, serta mengurangi ketergantungan terhadap beras dengan menurunkan konsumsi beras per kapita per tahun. Oleh karena itu, harga tepung jagung diharapkan dapat bersaing dengan harga tepung terigu maupun tepung beras. Penentuan harga dapat dilakukan dengan menghitung biaya produksi secara keseluruhan dan menentukan persentase keuntungan yang akan diraih.

Berdasarkan hasil optimasi dan studi kasus pada pabrik tepung jagung di UPT Pengolahan Jagung Terpadu di Grobogan, diketahuai bahwa rendemen produk utama pada proses konvensional maupun enzimatis berkisar 60% dari jumlah jagung pipil yang digunakan sebagai bahan baku. Prakiraan rendemen untuk kedua proses produksi tepung jagung disajikan pada Tabel 4.40.

Tabel 4.40 Prakiraan persentase dan bobot produk utama pada produksi tepung jagung

Proses Konvensional Proses Enzimatis Persentase (%) Bobot (kg/th) Persentase (%) Bobot (kg/th) Tepung Jagung 40 60000 54 81000 Menir Jagung 10 15000 6 9000 Beras jagung 10 15000 0 0 Ampok Jagung 30 45000 30 45000

Kulit Ari Jagung 0,5 750 0,5 750

Keterangan : Losses untuk kedua proses berkisar 9,5% Menir jagung adalah grits ukuran 24/60 mesh Beras jagung adalah grits ukuran +24 mesh

Produk utama pada proses produksi tepung jagung secara konvensional adalah tepung jagung, menir jagung, dan beras jagung, sedangkan pada proses enzimatis adalah tepung jagung dan menir jagung. Sementara itu, ampok jagung dan kulit ari adalah produk samping dari kedua proses tersebut. Jumlah bobot produk utama proses produksi tepung jagung secara konvensional dan enzimatis, yaitu 90 ton/th (Tabel 4.40). Penetapan harga tepung jagung dapat dilakukan dengan menghitung Harga Pokok Produksi (HPP) dari kedua proses produksi dengan merujuk data pada Tabel 4.38 dan 4.39, serta Tabel 4.40. Mengingat pada proses produksi tepung jagung juga terdapat produk samping dengan persentase 30,5%, maka pada perhitungan HPP juga akan memperhitungkan kontribusi dari penjualan produk samping tersebut. HPP setelah penyesuian tersebut selanjutnya disebut HPP adjusted (HPP adj). Besarnya kontribusi produk samping disajikan pada Tabel 4.41.

Tabel 4.41 Prakiraan kontribusi produk samping

Uraian Satuan Nilai Produksi ampok kg/th 45000 Produksi kulit ari kg/th 750 Bobot produk samping kg/th 45750 Asumsi harga produk samping Rp/kg 3.500 Nilai penjualan Rp/th 160.125.000 Bobot produk utama kg/th 90000 Kontribusi produk samping Rp/kg/th 1.779

Dari Tabel 4.41 dapat dilihat bahwa dengan asumsi harga produk samping Rp.3.500,- (tiga ribu lima ratus rupiah) per kg, maka diperoleh besarnya kontribusi produk samping terhadap harga pokok produksi adalah Rp. 1.779,- (seribu tujuh ratus tujuh puluh sembilan rupiah) per kg produk utama. Rendahnya asumsi harga produk samping (ampok dan kulit ari jagung) tersebut disebabkan karena penggunaannya hingga saat ini masih terbatas sebagai sumber protein dan lemak pada produksi pakan ternak. Tingginya kandungan dietary fiber pada ampok dan kulit ari berpotensi untuk dapat digunakan sebagai bahan pangan fungsional, namun hingga saat ini belum diperdagangkan secara komersial (Rose

et al. 2009). Hasil perhitungan HPP dan HPP adj untuk proses konvensional

disajikan masing-masing pada Tabel 4.42.

Tabel 4.42 Rincian biaya produksi, HPP, HPP adj, dan harga jual produk utama proses produksi tepung jagung secara konvensional

Biaya Produksi (Rp./th) HPP (Rp./kg) HPP adj (Rp./kg) Harga Jual* (Rp./kg) Proses Konvensional 536.938.600 5.966 4.187 4.926

* Harga jual dengan margin keuntungan 15%

Dari Tabel 4.42 dapat dilihat bahwa nilai HPP setelah ditambahkan nilai penjualan produk samping turun menjadi Rp. 4.187,- (empat ribu seratus delapan puluh tujuh rupiah) per kg. Dengan menetapkan margin keuntungan 15%, diperoleh harga jual produk utama masih di bawah Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) per kg. Harga tersebut lebih rendah daripada harga tepung terigu maupun tepung beras yang ada di pasar yang berkisar Rp. 7.000,- (tujuh ribu rupiah) per kg, tetapi karena ukuran partikel tepungnya masih kasar dan kandungan lemaknya juga masih tinggi, maka hingga saat ini belum bisa diterima luas di pasar, terutama untuk mensubstitusi penggunaan tepung terigu. Adapun hasil perhitungan HPP,

HPP adj dan harga jual produk utama hasil proses produksi secara enzimatis

disajikan pada Tabel 4.40.

Tabel 4.43 Rincian biaya produksi, HPP, HPP adj, dan harga jual produk utama proses produksi tepung jagung secara enzimatis

Lokal Kodok Hibrida P21 Lokal Kodok Hibrida P21 Biaya Produksi (Rp/th) HPP (Rp/kg) Biaya Produksi (Rp/th) HPP (Rp/kg) HPP adj (Rp/kg) Harga Jual* (Rp/kg) HPP adj (Rp/kg) Harga Jual* (Rp/kg) Dengan Sisteina 824.551.600 9.162 836.431.600 9.294 7.383 8.686 7.515 8.841 Tanpa Sisteina 600.415.600 6.671 616.255.600 6.847 4.892 5.756 5.068 5.963

* Harga jual dengan margin keuntungan 15%

Dari Tabel 4.43 dapat dilihat bahwa HPP adj produk utama hasil proses enzimatis dengan penambahan aktivator sisteina mencapai lebih dari Rp. 7.000,- (tujuh ribu rupiah) per kg. Nilai tersebut lebih tinggi daripada HPP adj proses enzimatis tanpa penambahan aktivator sisteina. Hal tersebut karena mahalnya harga sisteina. HPP dan HPP adj untuk bahan baku jagung lokal lebih rendah daripada HPP dan HPP adj untuk bahan baku jagung hibrida. Terjadinya perbedaan tersebut sebagai akibat adanya perbedaan kekerasan biji jagung

keduanya. Dengan demikian, semakin keras biji jagung yang digunakan sebagai bahan baku, maka semakin tinggi HPPnya.

Dengan mempertimbangkan harga jual tepung pangan yang akan disubstitusi, maka dipilih proses produksi secara enzimatis yang tidak menambahkan aktivator sisteina. Harga jual produk utama tanpa penambahan sisteina untuk kedua jenis bahan baku dengan marjin keuntungan 15% masih di bawah Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah) per kg, yaitu masing-masing Rp.5.756,-/kg dan Rp.5.963,-/kg untuk tepung jagung lokal dan hibrida. Dengan harga tersebut, dan dengan ukuran partikel tepung yang sudah memenuhi persyaratan standar mutu, serta kandungan lemak kurang dari 1% (satu persen), maka produk tepung jagung hasil proses secara enzimatis tersebut diyakini dapat bersaing di pasar. Hal tersebut karena harga tepung terigu curah masih lebih tinggi dibandingkan harga jual tepung jagung hasil proses tersebut, terlebih sejak ditetapkannya secara resmi Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS) untuk impor tepung gandum melalui peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 139/PMK.011/2012 oleh pemerintah, maka impor tepung gandum terkena BMTPS sebesar 20% (Kemenkeu 2012). Dampak dikeluarkannya Permenkeu tersebut tentunya dapat berakibat naiknya harga jual tepung terigu curah di pasar lokal, dimana selama ini harga untuk merk Segitiga biru dijual Rp. 166.000,- /25 kg atau Rp.7.000,-/kg, merk Cakra kembar Rp.171.000,-/25 kg atau Rp.7.500,-/kg, dan merk Kunci biru Rp. 166.381,-/25 kg atau Rp. 7.000,-/kg (Bogasari 2013) diperkirakan akan terjadi kenaikan harga. Apalagi bila dibandingkan dengan harga tepung terigu maupun tepung beras kemasan berkisar antara Rp.10.000,- hingga Rp.12.000,- per kg, maka dengan selisih harga jual yang cukup besar tersebut, diharapkan tepung jagung dapat berpenetrasi ke pasar baik dalam bentuk curah maupun dijual dalam bentuk kemasan. Untuk mendapatkan harga yang lebih baik, pemasaran produk tepung jagung tersebut dapat dijual dalam bentuk kemasan 0,5 kg dan 1,0 kg sehingga harganya bisa lebih tinggi dan bisa diserap tidak hanya oleh kalangan industri tetapi juga oleh kalangan rumah tangga.

Berdasarkan hasil prakiraan biaya produksi maupun harga pokok produksi dan harga jual produk utama proses produksi secara enzimatis di atas, maka terbuka lebar peluang untuk mensubstitusi penggunaan tepung terigu maupun tepung beras. Apalagi sudah banyak penelitian-penelitian yang mendukung pemanfaatan tepung jagung menjadi aneka produk olahan yang telah dilakukan dan dipublikasikan. Hal tersebut juga membuka peluang kepada para produsen tepung jagung yang ada untuk menerapkan proses produksi tepung jagung secara enzimatis guna memperluas pangsa pasar produknya.

5. KESIMPULAN DAN SARAN