C. KARAKTERISTIK DAN PRINSIP-PRINSIP KBK 1. Karakteristik KBK
2. Prinsip-Prinsip KBK
Blank (1982: 12-16) menjelaskan mengenai berbagai prinsip yang melekat dalam kurikulum dengan competency based, yaitu:
Prinsip pertama, "any student in a training program can master the tasks at a high level of mastery (95 to 100% proficiency) if provided with high quality instruction and sufficient time" [setiap siswa dalam suatu program pelatihan dapat menguasai sebagian besar pelajaran pada penguasaan yang tinggi, apabila disediakan pengajaran yang berkualitas tinggi dan waktu yang mencukupi] (Blank, 1982:12).
Prinsip ini merupakan dasar filosofi competency based dan berlaku umum untuk semua mata kuliah.
Prinsip kedua, "A student's ability for learning a task need not predict how well the student learns (he task" [kemampuan seorang siswa dalam mempelajari suatu pelajaran, tidaklah merupakan perkiraan seberapa baik siswa dapat mempelajari pelajaran yang akan dihadapinya] (Blank, 1982:12). Dengan prinsip ini, variasi kemampuan siswa tidak akan menjadi faktor penghambat bagi penguasaan kompetensi tertentu secara merata. Siswa dengan kemampuan belajar yang rendah dapat mencapai tingkat penguasaan/hasil belajar yang sama dengan siswa yang berkemampuan tinggi. Faktor pembedanya adalah faktor waktu yang diperlukan dan intensitas bantuan untuk belajarnya. Kemampuan siswa hanya berpengaruh pada
berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk belajar, bukan seberapa banyak yang dapat dipelajari.
Prinsip ketiga, "Individual student differences in levels of mastery of a task are caused primaly by errors in the training environment, not by characteristics of the students" (Blank, 1982:14). Prinsip ini menyatakan bahwa perbedaan dalam banyaknya materi yang dipelajari oleh siswa, tidak disebabkan oleh kualitas bawaan yang dimiliki oleh siswa, akan tetapi disebabkan dalam sistem pendidikan. Semakin
"ideal" suatu sistem pendidikan, semakin sedikit perbedaan yang timbul dalam pengajaran, dan sebaliknya.
Prinsip keempat, "Rather than being fast or slow learners, or good or poor learners, most students become very similar to one another in learning ability, rate of learning, and motivation for further learning when provided with favorable learning conditions" (Blank, 1982:14). Prinsip ini lebih mengutamakan kesamaan siswa yang cepat dan siswa yang lambat atau siswa yang baik atau siswa yang buruk.
Di dalam pendekatan competency based, sangat diharapkan agar setiap siswa tidak hanya dapat melakukan suatu pekerjaan akan tetapi juga dapat menjadi unggul.
Prinsip kelima, "We should focus more on differences in learning and less on differences in learners" (Blank, 1982:15). Seringkah' dalam pembelajaran, para siswa dibedakan, dikelompokkan, atau dikategorikan berdasarkan karakteristik siswa, dan kurang perhatian pada seberapa baik mereka belajar. Pada saat seorang siswa berhasil dan lainnya gagal, pendidik secara tergesa dan simplistis melihat perbedaan siswa itu dilihat dari perbedaan umurnya, perbedaan motivasi, dan perbedaan status sosial. Sangat jarang, pengamatan kritis diarahkan pada proses pengajaran sebagai sebab dari perbedaan hasil belajar itu, dan mencoba untuk
mengoreksinya secara sistematis. Pendekatan competency-based tidak terlalu memusatkan perhatiannya pada karakteristik siswa, dan lebih menyesuaikan proses belajar untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari setiap siswa.
Prinsip keenam, "What is worth ieaching is worth learning" (Blank, 1982:15).
Dengan prinsip ini, pemikiran competency based menyatakan bahwa kegagalan seorang siswa dalam mencapai penguasaan itu merupakan masalah bagi lembaga pendidikan (sekolah) dan guru. Pada saat siswa gagal dalam belajar, semua yang terlibat dalam proses pembelajaran merasa prihatin, dan segera melakukan semaksimal mungkin memperbaiki kondisi tersebut.
Prinsip ketujuh, "The most important élément in the teaching-learningprocess is the kind and quality of instruction experienced by student" (Blank, 1982:16).
Dalam prinsip ini tersirat bahwa pengajaran yang diberikan pada siswa dalam pendekatan competency-based, dipandang sebagai sesuatu yang luar biasa pentingnya dalam proses belajar mengajar. Rancangan pengajaran dikembangkan dengan cermat, diujicoba, dan secara berkelanjutan direvisi berdasarkan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Unit pengajaran dirancang secara sistematis, dengan memperhatikan elemen-elemen penting meliputi, 1) siswa disajikan sejenis petunjuk, baik berupa audio dan atau visual; 2) siswa mempraktekan, menerapkan, merespon, atau melakukan sesuatu sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan; 3) pada saat siswa berpartisipasi, secara periodik siswa didorong untuk memastikan bahwa hal yang benar akan terus berlanjut dan hal yang tidak benar tidak akan dilanjutkan.
Akhirnya feedback dan koreksi akan membantu siswa untuk mengetahui seberapa baik apa yang mereka lakukan dan apa yang perlu dikembangkan untuk mencapai tingkat penguasaan.
Puskurnas (2002:2) menyebutkan bahwa penerapan dan pengembangan KBK di Indonesia mempertimbangkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Pertama, keimanan, nilai, dan budi pekerti luhur. Keyakinan dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat berpengaruh pada sikap dan arti kehidupannya.
Keimanan, nilai-nilai, dan budi pekerti luhur perlu digali, dipahami, dan diamalkan oleh siswa
Kedua, penguatan integritas nasional. Penguatan integritas nasional dicapai melalui pendidikan yang memberikan pemahaman tentang masyarakat Indonesia yang majemuk dan kemajuan peradaban bangsa Indonesia dalam tatanan peradaban dunia yang multikuftur dan multibahasa.
Ketiga, keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika. Keseimbangan pengalaman belajar siswa yang meliputi etika, logika, estetika, dan kinestetika sangat diperhitungkan dalam penyusunan kurikulum dan hasil belajar.
Keempat, kesamaan memperoleh kesempatan. Penyediaan tempat yang memberdayakan semua siswa untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap sangat diutamakan. Seluaruh siswa dari berbagai kelompok seperti kelompok kurang beruntung secara ekonomi dan sosial yang memerlukan bantuan khusus, berbakat, dan unggul berhak menerima pendidikan yang tepat sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya.
Kelima, abad pengetahuan dan teknologi informasi. Kemampuan berpikir dan belajar dengan mengakses, memilih, dan menilai pengetahuan untuk mengatasi situasi yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian merupakan kompetensi penting dalam menghadapi abad ilmu pengetahuan dan teknologi informasi.
Keenam, pengembangan keterampilan hidup. Kurikulum perlin n £ e m a ^ k $ a nA yyf . unsur keterampilan hidup agar siswa memiliki keterampilan, sikap,i\dan"p«ri^ii' ^/
adaptif, kooperatif, dan kompetitif dalam menghadapi tantangan dañ"^fiftitetan--'/'' kehidupan sehari-hari secara efektif. Kurikulum juga perlu mengintegrasikan unsur-unsur penting yang menunjang kemampuan untuk bertahan hidup.
Ketujuh, belajar sepanjang hayat. Pemikiran berlanjut sepanjang hidup manusia untuk mengembangkan, menambah kesadaran, dan selalu belajar memahami dunia yang selalu berubah dalam berbagai bidang. Kemampuan belajar sepanjang hayat hanya dapat dilakukan melalui pendidikan formal dan non-formal serta pendidikan alternative yang diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.
Kedelapan, berpusat pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komprehensif. Upaya memandirikan siswa untuk belajar, bekerja sama, dan menilai diri sendiri sangat perlu diutamakan agar siswa mampu membangun pemahaman dan pengetahuannya. Penilaian berkelanjutan dan komprehensif menjadi sangat penting dalam rangka pencapaian upaya tersebut.
Kesembilan, pendekatan menyeluruh dan kemitraan. Semua pengalaman belajar dirancang secara berkesinambungan mulai dari TK sampai PT. pendekatan digunakan dalam mengorganisasikan pengalaman belajar berfokus pada kebutuhan siswa yang bervariasi dan mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu. Keberhasilan pencapaian pengalaman belajar menuntut kemitraan dan tanggung jawab bersama dari siswa, guru, sekolah, orang tua, perguruan tinggi, dunia usaha dan industri, dan masyarakat.
D. PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI