Inti dari KBK adalah "kompetensi" yang merefleksikan kemampuan mengerjakan sesuatu. Istilah kompetensi diungkapkan dalam Kepmendiknas Nomor 045/U/2002 pasal 1, adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Puskurnas (2002:1) mendefinisikan kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Kompetensi itu sendiri dapat diartikan sebagai kemampuan melaksanakan tugas yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Becker (1977) dan Gordon (1988) mengemukakan bahwa kompetensi meliputi pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, sikap, dan minat. Kompetensi dikembangkan untuk memberikan dasar keterampilan dan keahlian bertahan hidup dalam perubahan, pertentangan, ketidakmenentuan, ketidakpastian, dan kerumitan dalam kehidupan. Dalam pengertian konseptual yang hampir sama, McAsham (1981) merumuskan
"Competency is knowledge, skills, and abilities that a person can learn and develop, which become parts of his or her being to the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behavior".
Pengertian di atas dapat dikatakan sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Woif (1995), Debling (1995), Kupper dan Palthe. Wolf (1995:40) mengatakan bahwa esensi dari pengertian kompetensi "is the ablity to perform". Dalam buku yang sama, Debling (1995:80), mengatakan "competence pertains to the ability to perform the activities within a function or an occupational area to the level of performance expected in employment". Kupper dan Palthe mengatakan "competencies as the ability of a student/worker enabling him to accomplish tasks adequately, to find solutions and to realize them in work situation. Lebih lanjut Kupper dan Palthe mengatakan "these qualifications should be expressed in terms of knowledge, skills, and attitude ".
Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam kurikulum, Menurut Puskumas (2002:1) adalah sebagai berikut:
a) kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks;
b) kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten;
c) kompeten merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran;
d) kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefiniskan secara jelas dan luas dalam suatu stsndar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.
Standar kompetensi merupakan core dalam menentukan langkah-langkah selanjutnya ketika mendesain kurikulum program studi. Struktur kurikulum dan sebaran mata kuliah merupakan penjabaran dan dibuat berdasarkan standar kompetensi ini. Dengan kata lain, standar kompetensi merupana bench mark (acuan utama) untuk mengembangkan struktur kurikulum. Standar kompetensi dibuat berdasarkan analisis kebutuhan.
Menurut Sukmadinata (2002), kompetensi memiliki cakupan lebiti IsJIa pada keterampilan, karena meliputi a) performansi/kebiasaan, yaitu mempraKK&ggi sesuatu atau melakukan tugas/pekerjaan, b) mengelola berbagai hal dalam suatu kegiatan, atau berbagai tugas dalam suatu pekerjaan, c) menganalisis dan memecahkan masalah yang dihadapi, dan c) melaksanakan tanggung jawab dan tuntutan kerja. Lebih jauh dia mengatakan bahwa kompetensi dapat dimaknai sebagai performansi (kecakapan dan kebiasaan) yang mengarah pada penguasaan tuntas a) pengetahuan dasar dan aplikasinya (kompetensi dasar & umum), b) konsep, prinsip dan teori, serta aplikasi dan pengembangannya (kompetensi akademis); c) standar kerja seperti dituntut oleh pekerjaan/profesi (kompetensi vokasional/professional).
Performansi sendiri dimaknai sebagai perilaku yang terarah dan bertujuan, yang mencakup proses berpikir, menganalisis, menilai, dan membuat keputusan, sehingga lebih dari apa yang dapat diamati. Dengan demikian, kompetensi, menurut Nana Syaodih, memiliki enam komponen, yakni 1) performansi, 2) pengetahuan, 3) keterampilan, 4) proses, 5) penyesuaian diri, 6) sikap, dan 7) nilai. Ketujuh aspek kompetensi tersebut dapat digambarkan dalam sebuah piramida
Sikap
P e r i l a k u (Performansi)
g
O ,
nilai
Gambar 2.2
Piramida Aspek-aspek Kompetensi (Sumber: Sukmadinata, 2004:4)
Menurut Sukmadinata (2004:4), perilaku atau performansi menempati puncak piramida, karena menunjukkan aspek yang paling nampak (overt) dan dapat diamati atau diukur. Aspek pengetahuan, keterampilan, proses, dan penyesuaian diri berada di bawah perilaku (performansi). Pengetahuan merupakan aspek yang tidak nampak (covert), tetapi aktualiasinya terwujud pada perilaku.
Keterampilan memiliki dua sisi, yaitu yang nampak (overt) dan tidak yang nampak (covert); keterampilan yang nampak berupa keterampilan motorik dan keterampilan sosial tertentu, sedangkan keterampilan yang tidak nampak terutama berupa keterampilan intelektual dan keterampilan sosial lainnya. Perwujudan dari keterampilan-keterampilan tersebut dalam perilaku umumnya dapat diamati atau diukur.
Sebagaimana keterampilan, penyesuaian diri juga memiliki yang tersembunyi dan juga sisi yang nampak. Sikap dan nilai merupakan aspek kompetensi yang hampir seluruhnya tidak nampak, keduanya mendasari aspek-aspek lainnya, berintegrasi dengan aspek-aspek tersebut bisa nampak dalam perilaku.
Kompetensi dan performansi bidang akademik merupakan aplikasi dari konsep dan teori. Penguasaan konsep dan teori lebih banyak menyangkut bidang kognitif, bidang intelektual atau kemampuan berpikir. Oleh karena itu, standar dan kriteria kompetensi dan performansinya juga lebih mengarah kepada aspek-aspek bidang kognitif, intelektual atau berpikir. Bidang afektif dan psikomotor juga termasuk di dalamnya, tetapi porsinya relative lebih kecil.
Aplikasi suatu konsep atau teori dalam kenyataan (pekerjaan atau kehidupan) akan terlihat dalam bentuk performansi berupa rangkaian keterampilan sosial dan atau motorik melakukan sesuatu. Dengan demikian akan nampak aspek
psikomotornya. Performansi (sebagai aplikasi dari konsep atau teori) yang berbentuk rangkaian katerampilan sosial dan motorik apakah dikerjakan dengan penuh kesungguhan, ketekunan dan ketelitian atau tidak, hal ini terkait dengan bidang afektif, terutama sikap, minat, dan nilai. Dengan demikian, bidang afektif juga terkait di dalam aplikasi konsep dan teori.
Aplikasi konsep dan teori dalam pelaksanaan kurikulum di Indonesia sebenarnya bukan hal baru. Sejak digunakannya kurikulum 1975, kurikulum tersebut sebenarnya sudah diarahkan pada pemaduan teori dan konsep. Dalam penerapannya tidak maksimal karena menghadapi banyak kendala. Dalam kurikulum tersebut, rumusan tujuan, yang seharusnya juga diikuti dengan model pembelajarannya, telah menggunakan tahapan-tahapan berpikir yang mengacu pada taksonomi Bloom dkk, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Tahap-tahap berpikir Bloom ini telah disempurnakan oleh Anderson dan Krathwohl (2001), menjadi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis (sintesis), evaluasi, dan kreativitas.
Penerapan KBK dalam program pendidikan akademik, lebih diarahkan kepada menegaskan kembali hal-hal yang diabaikan dalam penerapan kurikulum 1975 tersebut, yaitu aplikasi, analisis, sistensis, evaluasi, dan kreativitas. Kurikulum dan pembelajaran diarahkan kepada penguasaan kompetensi atau kemampuan berpikir tahap tinggi. Proses pembelajaran tidak berhenti pada penguasaan pengetahuan (ingatan) dan pengertian (pemahaman), tetapi dilanjutkan kepada tahapan yang lebih tinggi, yaitu aplikasi, analisis, sistensis, evaluasi, dan kreativitas.
C. KARAKTERISTIK DAN PRINSIP-PRINSIP KBK