KURIKULUM INTI
4. Tantangan dan Peluang Kajian Sastra Inggris
Lalu pertanyaannya: apakah ilmu sastra Inggris memiliki relevansi dengan kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia? Apakah gunanya bangsa Indonesia harus mempelajari secara 'serius' tata-nilai, pandangan dan gagasan bangsa Inggris?
Ari J. Adipurwawidjana menyatakan bahwa sastra Inggris sebagai wacana pasti mengandung seperangkat keyakinan pembuat dan pengelolanya (Jogaiswara, 2002:
h. 13) (misalnya penulis, editor, penerbit dan pembaca utamanya, yakni masyarakat Anglo-Amerika). Secara historis pembuat dan pengelola sastra ini terkait dengan serentetan usaha dan tindak penguasaan bangsa dan budaya lain baik dalam bentuk penguasaan, baik yang telah terjadi, seperti kolonialisme, maupun yang tengah berlangsung, seperti imperialisme. Suka atau tidak, Indonesia adalah sebuah bangsa dan negara yang terlahir dari struktur benak dan kekuasaan bangsa Eropa. Sekalipun penjajahan Belanda telah habis lebih dari enam dekade lewat, namun bentuk penguasaan lain masih kita alami, dan penguasaan ini tersebar dalam berbagai bentuk sendi kehidupan: hiburan, pekerjaan, ilmu, sumber-sumber informasi dan sebagainya. Begitu besarnya kita menyandarkan diri pada informasi yang bersumber
pada berita yang berasal atau dikemas dalam bahasa asing. Betapa bergantungnya dunia pendidikan kita pada sumber-sumber kebenaran 'ilmiah' dan 'imajiner' yang ditulis oleh orang asing dalam bahasa asing. Sejumlah besar bangsa kita bekerja untuk perusahaan-perusahaan multinasional yang tentu saja berasal dari negeri asing.
Ini membuktikan bahwa dunia kita (masih) dikelola secara fundamental oleh benak dan kepentingan asing. Dan bukanlah suatu kebetulan jika yang dirujuk sebagai 'asing' di atas adalah utamanya Anglo-Amerika dengan bahasa Inggris-nya. Secara sosio-historis Inggris adalah imperium terbesar dalam imperialisme modern (menguasai hampir 1/3 dunia) dan Amerika adalah pemimpin sekutu dalam Perang Dunia Kedua. Dua faktor ini yang menjadi penyebab utama sehingga tata-nilai dan gagasan Anglo-Amerika menjadi sangat penting dewasa ini.
Dua hal di atas (sastra sebagai 'pengandung' tata-nilai dan pandangan, singkatnya adalah ideologi, dan Anglo-Amerika (yang berbahasa Inggris) yang menjadi bangsa pencipta, pengelola dan penyebar Standard kehidupan dewasa ini) adalah prinsip dasar perlunya sebuah disiplin ilmu sastra Inggris. Dalam wilayah kajian inilah akan lahir serentetan penelitian yang mengurai ideologi yang terkandung dalam wacana sastra Inggris. Dari hasil-hasil penelitian ini pula kita sebagai bangsa akan dapat menentukan perangkat ideologi (yang kelak akan tertuang dalam sikap, prilaku dan pola pikir) yang bisa menjadi penyaring atau menjadi alternatif atau penyeimbang (karena menjadi penentang nampaknya bukan hal yang masuk akal mengingat betapa besarnya dominasi ini) terhadap 'rezim' kebenaran yang diciptakan, dikelola dan disebarluaskan oleh (sekelompok) Anglo-Amerika lewat media massa, buku, kurikulum, perusahaan, model pemerintahan, model hukum dan sebagainya. Lewat penelitian Beowulf (karya sastra Inggris kuna) kita
bisa memahami proses 'dimulainya' sebuah bangsa beserta dengan ideologinya hinga kelak untuk lebih dari satu abad (abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20) menjadi imperium yang mendominasi percaturan politik-ekonomi dunia. Dengan membaca Lyrical Balads karya Wordsworth, betapa kita akan melihat bahwa proses industrialisasi di Inggris di abad ke-18 telah menyingkirkan hal-hal 'remeh' semacam sastra tapi juga sekaligus mengistimewakannya—ironisnya ini yang tengah terjadi di negara Indonesia dewasa ini. Lewat buku Midnighi Children karya Shalman Rushdie, sebaliknya, kita bisa mengerti bahwa betatapun pihak terdominasi dapat pula berpikir, bersuara dan 'bekerja' sendiri, walaupun tidak selengkapnya (karena 'harus' memakai bahasa Inggris agar bisa dibaca oleh dunia).
Dengan demikian sastra Inggris (dan bukan sekadar keterampilan bahasa Inggris) adalah sebuah kajian yang memiliki relevansi besar untuk kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia. Di samping itu lewat kajian sastra Inggris masih terbuka lebar berbagai kemungkinan penyaringan, alternatif dan usaha penyeimbangan kekuasaan yang diciptakan, dikelola dan disebarluaskan oleh bahasa Inggris lewat sastra Inggris. Ironis jika kita membaca hasil survey seorang peneliti Universitas Indonesia, yang menyatakan bahwa penelitian humaniora (termasuk di dalamnya adalah sastra) masih sangat terbatas. Padahal kebutuhan ini, bahkan untuk kepentingan pragmatis yang eksploitatif (misalnya untuk kepentingan pemasaran suatu produk) sangatlah besar. Dunia industri masih sangat kekurangan para ahli peneliti di bidang ini. Bukanlah omong kosong bahwa seorang sarjana sastra (yang memiliki keahlian penilitian sastra, sekali lagi bukan sekedar orang yang memiliki keahlian berbahasa asing) amat sangat dibutuhkan dalam dunia kongkrit perindustrian untuk kepentingan bisnis.
J)approaches, are ways of defining what and how the students need to learn,2) syllabuses, are ways of organizing the materials and teaching, 3) techniques, are ways of presenting the materials and teaching, dan 4) exercises, are ways of practicing has been presented.
Penerapan dan pengembangan pembelajaran Bahasa Inggris di tingkat perguruan tinggi (PT) tentunya harus lebih professional, terutama dalam menggali daya dukung dari semua faktor dan komponen yang memungkinkan terciptanya proses pembelajaran bahasa Inggris yang menghasilkan output berkualitas.
Pembelajaran bahasa Inggris yang selama ini terjadi tidak mampu menciptakan output yang siap pakai, siap guna, handal, dan sesuai standar kompetensi berbahasa Inggris. Oleh karena itu, sistem pembelajaran Bahasa Inggris, sebagaimana pembelajaran bahasa asing lainnya di Indonesia, menuntut adanya upaya perbaikan dan pembaharuan strategis, kontinyu, sistematis, dan tepat agar mampu menghasilkan output yang berkualitas tinggi.Pemberlakuan KBK di PT melalui SK Mendiknas No. 045/2002 dan Kepmenag RI 353/2004 merupakan starting point pembaharuan arah kebijakan dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di PT, termasuk pembelajaran bahasa Inggris di Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) baik Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) ataupun Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS).
Berdasarkan KBK inilah, kegiatan pembelajaran dan perkuliahan diarahkan pada hasil atau kemampuan apa yang harus dimiliki mahasiswa setelah menyelesaikan perkuliahannya. Mahasiswa yang mengambil Program Studi Bahasa Inggris, umpamanya, harus memiliki kemampuan bahasa Iggris yang baik, benar, dan integrated sebagai tuntutan yang harus dipenuhi dalam bidang keahliannya.
Berbekal kemampuan dan kompetensi yang dimiliki, mahasiswa atau alumni (output)
diharapkan memiliki nilai komparatif dan kompetitif yang tinggi pada era globalisasi dewasa ini. Untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan, Program Studi Bahasa Inggris harus dapat mengimplementasikan KBK dalam bentuk kegiatan belajar atau kuliah yang efektif dan efisien yang berbasis kompetensi pada kompetensi yang diharapkan dikuasai mahasiswa.
Salah satu model pembelajaran bahasa adalah menggunakan pendekatan komunikatif atau kebermaknaan {meaningfulness approach) yang mengedepankan aspek kebermaknaan bahan pelajaran dan kegiatan belajar. Bahan pelajaran dipilih digradasi sesuai dengan kebutuhan mahasiswa yang disampaikan melalui kegiatan belajar yang bermakna yang tidak hanya mengandalkan aspek hapalan saja, tetapi melibatkan proses kognitif yang menghubungkan pengetahuan dan keterampilan baru dengan segala feedback yang telah dikuasai pembelajaran sebelumnya. Selain itu, model pembelajaran berbasis kompetensi ini juga diilhami oleh tiga teori belajar bahasa, yakni kognitivisme, behaviorisme, dan humanisme.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Hamid (2000:34) mengemukakan beberapa strategi pengembangan pembelajaran, terkait pula dengan pembelajaran bahasa, yaitu pertama, perlunya dilakukan pengkajian yang cermat terhadap faktor sosial dalam pemerolehan bahasa dari sudut pandang usia, jenis kelamin, kelas sosial, dan identitas etnis beserta masing-masing variabelnya. Kedua, perlu dikembangkan perhatian atas faktor masukan bahasa sasaran