• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Prioritas Campuran (IB dan Kawin Alam)

2. Prioritas Campuran (IB dan Kawin Alam)

Pengembangan peternakan sapi potong lokal dengan prioritas campuran Inseminasi Buatan (IB) dan kawin alam terdiri dari beberapa provinsi, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo. Pada periode pertama yakni tahun 1999 hingga 2002 yang memiliki indeks daya saing yang tinggi dibandingkan dengan penggemukan sapi potong di daerah lain di Indonesia adalah Kalimantan Barat. Peringkat indeks daya saing di daerah ini terus menurun dari peringkat pertama menjadi peringkat 3 pada tahun 2003-2006 dan peringkat ke 13 pada tahun 2007-2010.

Kalimantan Barat memiliki beberapa wilayah merupakan daerah sentra produksi Sapi potong, seperti di Sanggau Ledo, Sambas, Samalantan, Sungai

Raya, Mempawah Hilir, Sekadau, Sintang, Ketapang, Rasau Jaya dan Sungai Kakap. Sebagian besar ternak sapi potog di daerah ini dipelihara dengan pola pembibitan dan penggemukan dengan jenis sapi seperti peranakan ongole (PO), sapi Bali, Sapi Lokal Kalimantan Barat, dan sapi hasil inseminasi buatan (IB). Menurut Dinas Peternakan Prov. Kalimantan Barat 2012 terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh peternak di Kalimantan Barat saat ini, diantaranya adalah kesulitan mendapatkan sapi bakalan untuk dilakukan penggemukan dalam pemeliharaan. Saat ini, sapi bakalan tersebut sebagian besar didatangkan dari pulau Madura melalui transportasi kapal laut dalam periode dua mingguan atau bulanan. Kondisi tersebut terjadi salah satunya karena kecenderungan peternak untuk tidak melakukan pemeliharaan pola pembibitan ternak sapi potong, sehingga belum optimalnya produksi dan produktivitas anak sapi dari dalam wilayah Kalimantan Barat sendiri. Hal ini yang menjadi salah satu alasan terus menurunnya peringkat daya saing industri penggemukan sapi lokal di Kalimantan Barat dibandingkan dengan daerah lainnya.

Gambar 12 Perkembangan Indeks Daya Saing Industri Penggemukan Sapi Potong Lokal di Daerah pengembangan Dengan Prioritas Campuran

Berdasarkan pada Gambar 12, terlihat bahwa daerah dengan prioritas pengembangan campuran IB dan Kawin Alam cenderung berfluktuatif. Rata-rata terjadi penurunan dari periode pertama (1999-2002) ke periode kedua (2003-2006) di daerah-daerah seperti Aceh, Sumsel, Lampung, NTB, KalBar, Kalsel, dan Sulsel. Daerah yang mengalami penurunan yang tinggi adalah Sumatera Selatan dan Lampung. Sumatera Selatan merupakan daerah yang berpotensi untuk pengembangan usaha peternakan dengan memanfaatkan lahan perkebunan sawit,

0.00 10.00 20.00 30.00

karet, dan kelapa. Selain itu, beternak merupakan bagian dari budaya masyarakat daerah tersebut, dimana sekitar 30 persen dari jumlah terumah tangga terlibat dalam usaha peternakan baik sebagai usaha sampingan, maupun usaha pokok. Pemanfaatan lahan perkebunan yang masih belum optimal menjadi suatu kelemahan bagi perkembangan industri penggemukan sapi potong lokal di daerah Sumatera Selatan, sehingga industri ini tidak dapat bersaing dengan daerah lainnya.

Sama halnya dengan Sumatera Selatan, Lampung merupakan wilayah yang memiliki lahan perkebunan yang luas disamping merupakan salah satu pelabuhan impor di Indonesia. Kondisi Lampung sebagai pelabuhan impor menjadikan daerah ini sebagai importir terbesar kedua terbesar setelah Jawa Barat. Murahnya ternak impor yang masuk ke wilayah Lampung membuat peternak lebih memilih untuk mengusahakan bakalan impor dibandingkan dengan ternak lokal karna sulit didapatkan dalam jumlah banyak pada satu waktu.

Kedua daerah ini pada periode berikutnya yaitu 2007-2010 mengalami kenaikan indeks daya saing, meskipun indeks daya saing industri penggemukan Lampung masih berada dibawah indeks tahun 1999-2002. Di Sumatera Selatan, kondisi ini disebabkan oleh peningkatan indeks profitabilitas dari 13,51 menjadi 15,52 pada periode 2007-2010 (Lampiran 1) dan pertumbuhan output yang juga meningkat dari 58,23 menjadi 70,51 pada periode 2007-2010 dapat menjadi alasan meningkatnya indeks daya saing daerah ini (Lampiran 3). Profitabilitas yang meningkat menunjukkan bahwa penggemukan sapi potong di Sumatera Selatan semakin memberikan manfaat ekonomi dalam pengusahaannya, sehingga indeks pertumbuhan output yang meningkat dapat dijelaskan bahwa pengusahaan penggemukan sapi potong semakin berkembang di Sumatera Selatan. Sebaliknya untuk daerah Lampung mengindikasikan penurunan profitabilitas yang cukup tinggi yakni dari 12,84 pada tahun 2003-2006 menjadi 7,85 pada periode 2007-2010Penurunan indeks profitabilitas di Lampung disebabkan oleh meningkatnya harga sapi bakalan lokal.

4

Berita Karantina Lampung dipublikasikan di http://karantina-lampung.deptan.go.id/node/142 Gambar 13 Perbandingan Pergerakan Harga Bakalan Sapi Lokal di Lampung dan

Sumatera Selatan

Sumber: Badan Pusat Statistik (1999-2010)

Pertumbuhan harga sapi bakalan lokal di derah Lampung yang tinggi membuat industri penggemukan sapi potong lokal mengalami kemerosotan karena hanya memberikan keuntungan yang kecil. Perbandingan perkembangan harga bakalan sapi lokal di Lampung dan Sumatera Selatan dapat dilihat dalam gambar 17. Kondisi ini diperburuk dengan pertumbuhan populasi yang kecil hingga tahun 2010, yang menyebabkan kelangkaan dari sapi bakalan lokal. Provinsi lampung memiliki pelabuhan yang menjadi pintu gerbang bagi kegiatan ekspor impor ternak daerah ini. Kegiatan impor menurut berita yang di publikasikan oleh badan karantina Lampung dibawah departemen pertanian Lampung tahun 2008, bertujuan untuk mewujudkan program swasembada daging 20144.

Selain dikembangkan di Lampung, sapi bakalan impor yang masuk melewati Lampung juga di kirim ke beberapa daerah seperti Sumatera Selatan dan kep. Bangka Belitung. Naiknya indeks daya saing daerah Lampung dapat dijelaskan dari meningkatnya nilai otput yang dihasilkan. Indeks pertumbuhan output untuk daerah lampung meningkat 20 persen dari periode sebelumnya. Artinya, meskipun hanya memberikan keuntungan yang rendah, namun peternak sapi lokal masih terus mengusahakan penggemukan sapi lokal. Kemungkinan peternak lokal di daerah ini mengembangkan ternaknya dengan cara kawin alam sehingga biaya pembelian pedet tidak berpengaruh pada usaha mereka.

-500,000.00 1,000,000.00 1,500,000.00 2,000,000.00 2,500,000.00 3,000,000.00 3,500,000.00 4,000,000.00 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012

Tabel 15 Pertumbuhan Indeks Daya Saing Industri Penggemukan Sapi Potong Lokal Prioritas IB dan Kawin Alam

Provinsi Pertumbuhan Pertumbuhan 99-02 ke 03-06 03-06 ke 07-10 Aceh -0.03 1.15 Sumatera Utara 0.00 -2.67 Sumatera Barat 1.36 -2.16 Riau 0.00 0.00 Jambi 0.95 0.22 Sumatera selatan -3.47 4.99 Lampung -3.81 2.67 NTB -0.03 1.19 Kalimantan Barat -0.27 -0.48 Kalimantan Selatan -0.56 -3.66 Sulawesi Selatan -0.09 0.18 Gorontalo 0.00 0.00

Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa daya saing daerah prioritas campuran IB dan Kawin Alam cenderung mengalami penurunan daya saing dilihat dari indeksnya (Tabel 14). Beberapa daerah seperti Sumatera Barat dan Jambi sempat memiliki pertumbuhan daya saing yang positif pada periode pertama ke periode kedua, namun menurun pada periode berikutnya. Permasalahan utama dari wilayah prioritas campuran ini adalah harga bakalan yang tinggi dan ketersediaan pakan yang belum teroptimalkan.

Dokumen terkait