• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Program Adiwiyata-Sekolah Berbasis Pendidikan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Program Adiwiyata-Sekolah Berbasis Pendidikan Lingkungan Hidup (Panduan Sekolah Adiwiyata 2010 Wujudkan Sekolah Peduli Dan Berbudaya Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup Jakarta 2009)

Laju pertumbuhan penduduk di berbagai belahan dunia merupakan fenomena yang sulit dibendung. Sebagai konsekuensi, kebutuhan masyarakat yang kian meningkat, berdampak pada perilaku eksploitatif terhadap Sumber Daya Alam (SDA). Tentu saja kecenderungan ini berakibat lanjut pada menurunnya tingkat kuantitas maupun kualitas SDA secara cepat. Oleh karenanya kualitas manusia menjadi isu sentral dan memiliki peran penting dalam upaya penyelamatan SDA. Pengetahuan tentang lingkungan hidup yang memadai sangat diperlukan oleh semua lapisan masyarakat, untuk turut melaksanakan upaya penyelamatan dan pelestarian lingkungan hidup. Hal ini menjadi sangat krusial untuk segera dilakukan secara bersama.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) pada tanggal 19 Februari 2004 bersama-sama dengan Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama dan Departemen Dalam Negeri telah menetapkan Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Kebijakan PLH ini merupakan kebijakan dasar sebagai arahan bagi semua pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pelaksanaan dan pengembangan PLH di Indonesia. Pendidikan Lingkungan Hidup diyakini sebagai solusi yang efektif dan

efisien dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pendidikan Lingkungan Hidup yang telah dilakukan di Indonesia selama ini masih belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan kesadaran dan perilaku masyarakat dalam melakukan tindakan yang menguntungkan atau berpihak pada lingkungan hidup dan masyarakat. Dalam implementasinya, baik melalui pendidikan formal, non formal maupun informal, kebijakan diarahkan agar semua pihak dapat melakukan: pengembangan kelembagaan PLH; peningkatan kualitas sumber daya manusia; pengembangan sarana dan prasarana; peningkatan dan efisiensi penggunaan anggaran; pengembangan materi PLH; peningkatan komunikasi dan informasi; pemberdayaan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan dan pengembangan; dan pengembangan metode PLH. Kedelapan aspek kebijakan tersebut perlu ditumbuh-kembangkan sehingga dapat menjadi alat penggerak yang efisien dan efektif bagi kemajuan PLH di Indonesia.

Tindak lanjut yang diharapkan adalah bahwa seluruh instansi terkait, pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat dan kelompok-kelompok masyarakat dapat bersinergi melaksanakan kegiatan PLH. Sampai saat ini, PLH di Indonesia belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Masing-masing pemangku kepentingan (stakeholder) melaksanakan kegiatan PLH secara parsial dan mengukur kinerja keberhasilan berdasarkan perspektif masing-masing.

Menyikapi masalah tersebut dan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman lingkungan hidup kepada peserta didik dan masyarakat, maka pada tanggal 3 Juni 2005 telah ditandatangani Kesepakatan Bersama antara Menteri

Negara Lingkungan Hidup dengan Menteri Pendidikan Nasional. Realisasi dari kesepakatan tersebut, pada tanggal 21 Pebruari 2006 telah dicanangkan Program Adiwiyata, yaitu Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan. Program Adiwiyata dicanangkan untuk mendorong dan membentuk sekolah-sekolah di Indonesia agar dapat turut melaksanakan upaya-upaya pemerintah menuju pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan bagi kepentingan generasi sekarang maupun yang akan datang.

Pada tahap awal 2006, Program Adiwiyata dilaksanakan di wilayah Pulau Jawa dengan melibatkan seluruh unsur terkait seperti instansi pemerintah, perguruan tinggi dan LSM yang bergerak di bidang pendidikan lingkungan. Namun dengan berjalannya waktu, diluar dugaan, program yang tidak menawarkan insentif materi ini, menunjukkan peningkatan antusiasme sekolah untuk bergabung. Pada Tahun 2009 ini, lebih dari 300 sekolah yang meliputi 29 propvinsi telah berpartisipasi dalam program Adiwiyata. Pada tahun 2009 iniPenghargaan Adiwiyata Mandiri telah diberikan oleh Presiden RI kepada 10 (sepuluh) sekolah dan Penghargaan Adiwiyata diberikan kepada 100 (seratus) sekolah oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Pada tahun-tahun mendatang program ini akan terus dikembangkan lebih luas lagi. Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan semua pihak terkait sangat berkepentingan dengan program ini. Harapan kami, kegiatan Adiwiyata ini dapat menjadi alat pemacu semua pihak, terutama bagi semua pemerintah daerah dalam pelaksanaan PLH. Sehingga semakin banyak sekolah yang peduli terhadap permasalahan lingkungan hidup, maka semakin banyak pula anak didik di kemudian

hari yang bertanggungjawab terhadap pelestarian lingkungan hidup. Dengan demikian cita-cita pembangunan berkelanjutan dapat terwujud.

Pada dasarnya peluang mengikuti program Adiwiyata terbuka bagi seluruh sekolah di tanah air Indonesia. Mengingat keterbatasan yang ada dan kepentingan dari semua pihak terkait, maka dalam proses seleksi dan penilaian, Kementerian Negara Lingkungan Hidup dibantu oleh berbagai pihak, antara lain: Pemerintah Daerah setempat (dalam hal ini dikoordinir oleh BPLHD/Bapedalda Propinsi), bekerja sama dengan Dinas Pendidikan setempat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Akademisi dan pihak swasta lainnya.

Tim Penilai Adiwiyata terdiri dari berbagai pemangku kepentingan yaitu: Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Departemen Pendidikan Nasional, LSM yang bergerak di bidang lingkungan, Jaringan Pendidikan Lingkungan, Perguruan Tinggi, Swasta dll. Sedangkan Dewan Pengesahan Adiwiyata terdiri dari Pakar Lingkungan, Pakar Pendidikan Lingkungan, wakil dari Perguruan Tinggi dan lain sebagainya.

2.2. Persepsi Mengenai Pendidikan Lingkungan Hidup

Dalam tesis yang dilakukan oleh Hermawan (2000) Pendidikan lingkungan hidup dewasa ini banyak dibicarakan orang, karena telah tampak adanya gejala dan kecenderungan pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh ulah manusia misalnya pencemaran sumber daya air dan sungai sebagai akibat dari pembuangan limbah industri dan limbah rumah tangga serta banyak kasus lain yang sekarang

sudah menjadi fenomena umum.

Pencemaran sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan hidup sebenarnya bukan saja terjadi akibat pembangunan yang kurang bijaksana, melainkan juga disebabkan karena pertumbuhan penduduk yang amat pesat sehingga di beberapa tempat telah melampaui daya dukung lingkungan (Harjosumantri, 1983).

Banyak faktor yang menjadi penyebab menurunnya kualitas lingkungan. Diantaranya, yaitu rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat tentang lingkungan, sehingga mereka kurang respon untuk dapat menerima informasi yang bermanfaat bagi dirinya. Di samping itu, kebiasaan hidup masyarakat yang selalu membuang sampah di sembarangan tempat, sulit untuk diubah dan ketidakpedulian terhadap lingkungan yang mengakibatkan lingkungan menjadi kotor dan tercemar. Pencemaran lingkungan umumnya disebabkan oleh masyarakat di lingkungannya itu sendiri. Sebagai salah satu contoh, yaitu kurang baiknya persepsi ibu rumah tangga, dapat mempengaruhi perilaku mereka alam pemeliharaan kebersihan lingkungan, sehingga tindakannya mengakibatkan terjadinya tempat sarang nyamuk dan ini sebagai akibat dari kurangnya pengetahuan terhadap pengaruh bahaya limbah rumah tangga.

Untuk meningkatkan mutu lingkungan, pendidikan mempunyai peranan penting karena melalui pendidikan, manusia makin mengetahui dan sadar akan bahaya limbah rumah tangga terhadap lingkungan, dengan ide-ide baru dan praktek baru, dan dengan pendidikan dapat ditanamkan berpikir kritis, kreatif dan rasional. Pendidikan menurut Undang-undang Repubilk Indonesia nomor 20 tahun 2003 Bab VI Pasal 13 menyatakan: "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecedasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Persepsi pada dasarnya menyangkut proses informasi pada diri seseorang dalam hubungannya dengan objek stimulus. Dengan demikian persepsi merupakan gambaran arti atau interprestasi yang bersifat subjektif, artinya persepsi sangat tegantung pada kemamapuan dan keadaan diri yang bersangkutan.

Dalam kamus psikologi persepsi diartikan sebagai proses pengamatan seseorang terhadap segala sesuatu di lingkungannya dengan menggunakan indera yang dimilikinya, sehingga menjadi sadar terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan tersebut (Dali, 1982). Gibson, et al (1996) mengatakan, persepsi adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan.

Tinjauan terhadap konsep persepsi, khususnya untuk objek-objek lingkungan dapat dikaji melalui dua pendekatan, yaitu: (1) melalui pendekatan konvensional, (2) pendekatan ekologis terhadap lingkungan.

Menurut Backler dalam Abdurahman (1987), hubungan manusia dengan lingkungan merupakan titik tolak dan merupakan sumber informasi, sehingga terlihat individu menjadi seorang pengambil keputusan.

Dari hasil penelitian tersebut terbuka peluang untuk memanfaatkan adanya hubungan yang signifikan antara persepsi dengan pendidikan lingkungan hidup sehingga dapat dikemukakan parameter persepsi sebagai salah satu parameter dalam pencapaian sekolah Adiwiyata sebagaimana dimaksudkan dalam tesis yang akan

dilakukan ini.

2.3. Partisipasi Siswa SMA sebagai Pemacu Pengelolaan Lingkungan Hidup