• Tidak ada hasil yang ditemukan

Provocative Energy Techniques

Dalam dokumen 4. Tapping Reframing (Halaman 84-98)

David Lake, PhD (Australia)

David Lake, bersama-sama dengan Steve Wells, mengembangkan pendekatan gabungan yang mereka namakan Provocative Energy Therapy (PET). Mereka mengambil gaya komunikasi provokatif yang diperkenalkan oleh Frank

Farrelly (Provocative Therapy) dan memadukannya dengan teknik energi EFT. Terapi Provokatif Frank Farrelly pada intinya adalah

membesar-besarkan masalah, menantang agar klien jangan pernah berubah, dan dengan penuh humor menunjukkan kemungkinan paling ekstrem dengan itu semua. Disampaikan secara cerdik, tantangan untuk tidak berubah justru akan

mendorong klien mewujudkan perubahan. Teknik yang sama juga sering digunakan oleh Milton Erickson; ia membuat pernyataan tentang klien, sehingga klien terdorong untuk membuktikan bahwa Erickson keliru. Pada saat itulah klien justru mewujudkan perubahan terapetik, yang sesungguhnya diarahkan –secara tersamar—oleh Erickson. Lihatlah bagaimana Erickson mendorong anaknya agar makan sayur bayam ketika anak itu menolak makan sayur. Ia menyetujui penolakan anaknya sembari mengatakan, “Ya, tidak usah. Kau belum cukup dewasa, kau belum cukup besar, kau belum cukup kuat.” Dan ketika anaknya membuktikan bahwa ia sudah cukup besar dengan menyantap sayur bayam, Erickson (yang terbukti keliru) lantas menggerutu, “Kau lebih besar dan lebih kuat dari yang kuduga.”

Dalam tulisan berikut ini, anda akan menikmati bagaimana EFT dipadukan dengan provokasi. David Lake menyampaikan strategi penggabungan itu dan bagaimana menerapkan pendekatan gabungan itu dalam sesi terapetik yang dilakukannya bersama klien.

Penyatuan Teknik Energi dengan gaya Terapi Provokatif

“Kita tidak menjadi tercerahkan dengan membayangkan selarik cahaya, tetapi dengan menerima kegelapan.”

-- C.G. Jung

endekatan campuran ini didasarkan pada efektivitas masing-masing teknik. Dari Terapi Provokatif kita mendapatkan elemen-elemen gaya komunikasi. Kita bisa menggabungkan hal ini dengan efektivitas EFT dalam mengatasi berbagai masalah.

Teknik ini kami jalankan dengan “merangsang” berkembangnya keyakinan negatif melalui penggunaan humor dan paradoks (sembari menggunakan EFT secara cermat). Kami mendapati hasil yang kurang

maksimal ketika kita hanya berfokus pada satu cara, misalnya hanya menggali hal-hal positif dalam kehidupan seseorang. Begitupun ketika hanya

menggunakan ironi—tolong dibedakan dari sinisme—yang memberi apresiasi konstruktif terhadap kekeliruan cara pandang dan keterbatasan keyakinan. Menggunakan keduanya akan membawa kita ke arah rekonsiliasi dan

keutuhan diri.

Pada akhirnya kami meyakini bahwa memberikan dorongan pada hal-hal negatif akan sangat bermanfaat untuk memunculkan isu-isu tersembunyi yang bisa ditangani dengan EFT.

Adapun esensi gaya Provokatif adalah: 1. Penggunaan humor.

2. Mengembangkan kedekatan (rapport), rasa kasih dan empati dalam setiap sesi.

3. Instruksi yang paradoksal, menyangkut “masalah” yang dihadapi klien.

4. Kesediaan untuk berurusan dengan “sisi gelap”, dan segala pertentangan, untuk memusatkan konsentrasi pada hal-hal yang “tidak terpikirkan, tidak terkatakan, dan tidak bisa dilakukan” oleh klien.

Teknik energi yang kami gunakan adalah EFT. Yang kami lakukan di antaranya:

1. Memperkenalkan gaya Provokatif dalam kalimat setup dan setiap pernyataan—ini merupakan seni Terapi Provokatif.

2. Menggunakan sebanyak mungkin penotokan dan sebanyak mungkin sekuen dalam waktu yang tersedia.

3. Bernafas panjang pada akhir tiap-tiap sekuen.

Hasil yang didapat dari penyatuan kedua teknik ini bagi klien biasanya berupa:

1. Mereka segera bisa berurusan dengan hal-hal yang tidak diinginkan dan tidak disadari.

2. Perubahan

3. Lebih bisa menerima diri sendiri. 4. Sikap yang lebih rileks.

Hasil bagi terapis adalah:

2. Tidak pernah “mentok”

3. Memperkuat keyakinan kita mengenai seperti apa dan di tingkat mana perubahan bisa diwujudkan.

4. Menikmati sesi.

Terapi Provokatif

Terapi Provokatif adalah pendekatan terapetik yang didasarkan pada gaya komunikasi yang jenaka dan paradoksal, diperkenalkan oleh Frank Farrelly dan terus diperbaiki selama 4 dekade. Esensi dari pendekatan ini mencakup tindakan “memainkan secara jenaka peran sebagai devil’s advocate bagi klien, menempatkan diri pada sisi negatif klien yang mengalami kebimbangan untuk membuat perubahan, berusaha menunjukkan bagaimana kenegatifan itu

muncul dalam situasi tertentu, dan melakukan apa saja yang bisa meningkatkan kesadaran dan kapasitas klien untuk berubah.” (F.F).

Dalam Terapi Provokatif, terapis berusaha “memasuki” dunia

fenomenologis dan pengalaman klien, memantulkan gambarannya kepada klien, dan (secara jenaka dan cerdik) membesar-besarkan dan memperluas aspek-aspek negatifnya. Dengan menegaskan dan membesar-besarkan

“malapetaka dan kesuraman”, menyebutkan seluruh alasan kenapa ia “tidak perlu berubah”, dan kenapa perubahan membawa keburukan, terapis bisa menyusup langsung ke isu-isu tersembunyi, yang menjadi sasaran bagi terapi energi.

Terapi Provokatif menggunakan penolakan klien terhadap perubahan untuk menawarkan perubahan—dan mendorong klien untuk

mempertimbangkan aspek-aspek positif perubahan. Dengan berfokus begitu rupa pada malapetaka dan kesuraman, terapis memprovokasi klien untuk mempertimbangkan sisi positif masalahnya, dan mengumpulkan keberanian untuk bersikap tegas dan penerimaan diri.

"Yah, pada hari aku dilahirkan, Tuhan sedang sakit.”

--penyair Cesar Vallejo

Kami mendapati bahwa ketika klien menyampaikan keyakinan dan masalahnya, dan kami membesar-besarkannya sedemikian rupa, mereka sering tertawa pada hal itu. Mereka tahu bahwa dalam saat-saat paling gelap mereka mungkin sekali akan terpikir jalan eskrem seperti itu.

Gaya Provokatif 

Dengan gaya provokatif terapis menyampaikan pesan terselubung kepada klien untuk melakukan perubahan, yang disampaikan dalam bentuk dorongan aneh untuk mempertahankan sistem keyakinan negatif dan masalah yang dihadapi klien.

Provocative Energy Techniques

Kemampuan humor yang baik merupakan persyaratan bagi terapis untuk menerapkan pendekatan ini, juga kesediaan untuk “memainkan” seperangkat ekspektasi dan keyakinan negatif klien yang dibesar-besarkan dan dicerca oleh terapis. Dengan humor yang baik terapis bisa mengembangkan suasana

rileks saat menawarkan “saran terbalik” kepada klien untuk terus

mempertahankan masalah dan keyakinan terbatasnya. Unsur-unsur kerileksan ini sering tidak muncul dalam terapi tradisional, bahkan dalam

praktek-praktek terapi energi, di mana keseriusan sering disamakan dengan kebenaran universal.

Humor dan kerileksan, yang dibarengi dengan penotokan, sering bisa membuat situasinya bisa tertahankan, bahkan ketika klien harus berurusan dengan isu-isu emosional yang sangat berat dan mendalam. Dalam hal ini humor dan penotokan memungkinkan permrosesan informasi secara cepat untuk menghasilkan cara pandang baru yang lebih berjarak dalam melihat masalah.

Kedekatan (Rapport)

Ini sesungguhnya prinsip penting dalam setiap pendekatan terapetik.

Dalam PET terapis membangun kedekatan dengan klien tidak hanya di tingkat fisik, tetapi juga di tingkat konseptualisasi masalah. Terapis “memasuki”

dunia klien dan kemudian menyuarakannya keras-keras dalam sesi apa saja yang perlu disuarakan. Itu akan membuat klien tahu bahwa “seseorang

memahami betapa buruknya aku.” Kesediaan terapis untuk “menyuarakan apa yang tak bisa disuarakan” oleh klien akan membawa kedekatan dengan

Memainkan Polaritas

Dalam PET, aspek-aspek emosional yang saling bertentangan dari dua sisi diangkat ke permukaan untuk “dibereskan”. Terapis energi provokatif dengan penuh humor membawa klien untuk “mondar-mandir” dari satu sisi emosional ke sisi lainnya (atau keduanya). Hal ini memungkinkan klien untuk membuat keputusan pada pilihan yang valid tanpa dibutakan oleh intensitas emosional yang sejauh ini menyiksa mereka.

Ringkasan Strategi Paradoksal

 Hukum Perubahan Paradoksal: Kita melakukan sesuatu untuk membuat perubahan, dengan cara meningkatkan hal itu ketimbang mencoba

menurunkannya. Jika perhatian sudah menyusut, buatlah lebih menyusut lagi; perbesar respons emosional yang problematis ketimbang berupaya

menurunkannya. (Wolinsky, 1991, Trances People Live)

Reframing

Banyak terapis menggunakan reframing untuk mendorong klien

mempertimbangkan makna-makna alternatif atas masalahnya. Dalam PET, suatu bentuk reframing yang lebih provokatif dan paradoksal bisa ditawarkan dengan cara menyisipkannya pada kalimat setup dan frase pengingat .

Contohnya adalah dengan membalik masalah itu dan menjadikannya aset yang membawa manfaat. Ini mempunyai efek terciptanya perspektif baru dan membangkitkan hal-hal emosional yang mungkin ditekan atau tidak diakui.

Reframing di sini bersifat asosiatif dan tidak selalu positif—tetapi selalu  jenaka.

(Catatan ASL: Mengenai strategi membalik masalah menjadi aset yang berfungsi terapetik, selain oleh Frank Farrelly, anda bisa menjumpai hal yang sama sering dilakukan oleh Milton Erickson. Anda masih ingat “Si Wajah Kayu Manis” yang saya contohkan pada bab pertama buku ini? Semacam itulah reframing bekerja.)

Mendorong Simptom

Dengan teknik ini anda mendorong atau menyarankan klien anda untuk melanjutkan saja perilaku simptomatiknya saat ini. Cara ini adalah sebuah “therapeutic double binds” yang aman dari kegagalan. Dengan kata lain, klien seperti makan buah simalakama. Katakanlah klien anda memiliki simptom kecemasan (dan orang dengan simptom ini memiliki semua alasan untuk cemas). Mungkin ketika terus didorong untuk memunculkan simptomnya, klien justru tidak berhasil memperlihatkan kecemasannya ketika ia mencoba melakukannya secara sengaja. Di sini perilaku simptomatiknya menjadi tidak lagi spontan. Atau jika di hadapan anda ia berhasil memperlihatkan

simptomnya, maka itu menunjukkan bahwa ia mampu mengendalikan perilaku tersebut. Simptom itu tidak lagi menguasainya karena sekarang ia bisa mengendalikannya. Ia berada di atas simptom.

Menahan

Ini sebuah provokasi yang dilakukan dengan menghambat terjadinya perubahan. Model penahanan yang lebih lunak melibatkan penggunaan

sugesti agar “pelan-pelan saja”, atau meminta klien untuk mempertimbangkan konsekuensi negatif perubahan, atau melihat nilai positif sekiranya klien terus mempertahankan situasinya. Secara paradoksal, pendekatan ini akan

membantu klien mengatasi kegelisahan, memberi mereka kemungkinan untuk memandang perubahan secara lebih realistis, dan juga memprovokasi

munculnya isu penting yang perlu penanganan dengan teknik penotokan demi mewujudkan perubahan.

Penempatan Posisi

Di sini terapis menyetujui dan bahkan melebih-lebihkan posisi negatif dan simptom klien demi mendorong klien untuk menggeser posisinya. Ketika terapis menyetujui simptom klien dan melebih-lebihkannya, klien

kemungkinan besar justru terdorong untuk merespons sebaliknya (misalnya, “Aku tidak seburuk itu!”). Penempatan posisi semacam ini oleh terapis, atau bahkan dengan cara jenaka ia mencerca simptom kliennya (dengan kedekatan yang sudah terjalin baik) sering bisa membuat klien mampu melihat absurditas masalah mereka.

Dalam PET, pernyataan yang mewakili posisi negatif klien langsung dimasukkan dalam pernyataan setup, dan pernyataan deskriptif dan asosiatif menyangkut posisi negatif itu (sering keyakinan identitas diri) ditotok pada

tiap titik meridian. (misalnya, klien yang merasa putus asa bisa didorong untuk menotok, “Meskipun aku putus asa... dan hidupku berantakan... dan sebagainya.”) Semakin dekat pernyataan asosiatif itu pada keyakinan negatif klien, semakin kuat daya penyembuhannya melalui penotokan untuk

meyingkirkan emosi yang melekat.

Utilisasi (Pemanfaatan)

Intinya, utilisasi melibatkan penerimaan atas apa pun perilaku klien, dan memanfaatkan apa saja perilaku yang tampak dan keyakinan klien tersebut. Dengan menerima perilaku simptomatik klien, terapis sekaligus melihat perilaku tersebut sebagai potensi untuk mewujudkan perubahan. Utilisasi diawali oleh Milton Erickson, yang menekankan pemanfaatan:

a. Bahasa klien;

b. Minat dan motivasi klien;

c. Keyakinan dan kerangka referensi klien; d. Perilaku klien;

e. Simptom klien; dan f. Resistensi klien.

Jika mereka membawa resistensi, anda mendorong klien untuk

memperlihatkan resitensi mereka ketimbang melawannya. Resistensi pada tingkat tertentu menunjukkan ambivalensi klien terhadap perubahan, dan penerimaan terhadap keraguan itu akan membuat klien bisa merasa lega. Keuntungan lain, penerimaan terapis terhadap perilaku simptomatik klien akan sangat bermanfaat untuk membangun kedekatan (rapport). Menotok

ambivalensi itu—sembari menunjukkan penerimaan atau “kebenaran” posisi negatifnya—bisa membawa banyak perubahan pada klien menyangkut

penyingkiran emosi negatif mereka.

(Catatan ASL: Salah satu contoh kasus yang paling masyhur oleh Erickson adalah ketika ia menangani pasien yang merasa bahwa dirinya Yesus. Pasien ini mengatakan kepada orang-orang bahwa dirinya adalah Yesus dan kemudian menyampaikan ceramahnya. Ketika menghadapi orang itu, Erickson mengatakan, “Ya, aku tahu itu. Dan aku tahu betul sejarahmu. Kau adalah tukang kayu yang hebat sebelum ini.” Dan pasien itu dilibatkan dalam pekerjaan pertukangan. Ia sembuh dari masalahnya dan sekaligus mendapatkan pekerjaan. Tentang bagaimana Erickson melakukan pekerjaan-pekerjaan “ajaib”-nya, anda bisa membacanya pada ebook Sugesti

Terselubung: Mempelajari & Memahami Hipnosis Milton Erickson.)

Beberapa Setup EFT/PET (contoh ringkas):

General EFT

"Aku menerima diriku meskipun aku tidak menerima diriku.”

Penanganan Kreatif 

Mempergunakan setup EFT untuk penanganan kreatif atas masalah, diikuti dengan sugesti paradoksal—sebagai variasi tema—selagi menotok titik-titik.

Pembesar-besaran dan Ironi

“Empat puluh tahun pertama adalah yang terberat....”

Pendekatan Paradoksal atas Masalah Paradoksal

"Meskipun aku tidak bisa menerima diriku, aku menerima bahwa aku tidak bisa menerima diriku, dan paling tidak aku bisa menerima bahwa aku tidak bisa menerima diriku apa adanya.”

--Terima kasih kepada Dr Alexander Lees untuk sumbangan setup ini.

Pernyataan ini menunjukkan kebenaran dan keabsahan untuk

menyandingkan positif dan negatif bersama-sama. Ada perbedaan antara menjadi seimbang dan menjadi sempurna.

Pernyataan yang saling Bertentangan

Kita memanfaatkan cara pikiran bekerja dengan menyatakan ide-ide negatif yang diyakini, dan menambahkan pertentangan positifnya, ketika menggunakan EFT secara paradoksal:

“Aku tidak menerima diriku sama sekali... dengan sejumlah alasan... tetapi aku menerima itu semua apa adanya.”

Atau dengan cara lain (positif ke negatif)

“Aku benar-benar orang baik.... bagi hewan-hewan... tetapi bukan bagiku sendiri.”

Menotok dengan frase-frase yang saling bertentangan: Titik pertama: “Aku orang baik.”

Titik kedua: “Tidak selamanya.”

Titik ketiga: “Aku melakukan sebaik-baiknya.” Titik keempat: “Hal-hal yang tidak terlalu baik.”

Titik kelima: “Tetapi aku terus melakukannya” ... dsb

Teknik Provokatif bisa sangat berguna pada tahap-tahap terapi sebagai berikut:

(i) Sebelum penotokan: Terapis menyusupkan asosiasi ke dalam benak klien untuk memprovokasi keyakinan dan harapan—terutama yang sangat menyakitkan. Dalam tahap ini, terapis bisa menggunakan kalimat provokatif yang mengulir dan mengembangkan kebingungan.

Misalnya, klien membawa anak perempuannya yang dianggap

berperilaku buruk. Terapis, memahami ketakutan sang ibu, mengatakan, “Jadi kau sudah melahirkan seorang bajingan?”

Ketika respons seperti ini tepat menyentuh ketakutan dan asumsi yang tak terucapkan pada diri klien, ia menghasilkan sebuah dorongan yang memaksa klien untuk “mengalami” hal itu. Klien merasa sangat memahaminya—tapi goyah. Pendekatan ini bisa sangat cepat mengangkat ke permukaan materi-materi untuk ditotok.

Faktanya, sangatlah bermanfaat untuk melibatkan keyakinan negatif klien dalam setup—biasanya dalam bentuk yang dilebih-lebihkan. Misalnya:

“ Meskipun akulah penyebab semua masalah ini dan istriku mungkin meninggalkan aku karena ketololanku....”

(ii) Selama penotokan: Terapis meminta klien mengulangi pernyataan provokatif itu (misalnya, pernyataan yang membangkitkan respons

emosional). Hal ini bisa sangat produktif dibandingkan dengan menggunakan “frase pengingat” konvensional.

Saat melakukan penanganan, semakin menyatu kita dengan klien, semakin baik materi yang kita asosiasikan, dan semakin baik hasil yang didapatkan.

(iii) Setelah penotokan: Kita bisa menguji hasilnya, baik dengan cara memprovokasi klien. Gary Craig beberapa kali mendemonstrasikan provokasi, yang meluncur spontan dari mulutnya, kepada klien yang baru saja ia tangani. (Baca buku Teknik Lanjutan.) Respons klien terhadap provokasi tersebut akan memperlihatkan sejauh mana kualitas penanganan yang kita lakukan.

Dalam dokumen 4. Tapping Reframing (Halaman 84-98)

Dokumen terkait